• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANCANGAN METODOLOGI IMPLEMENTASI CAPA id

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERANCANGAN METODOLOGI IMPLEMENTASI CAPA id"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PERANCANGAN METODOLOGI IMPLEMENTASI

CAPABILITY MATURITY MODEL INTEGRATION

PADA ORGANISASI PENGEMBANG PERANGKAT LUNAK

Tuntum Pandityas Mandari

Institut Teknologi Bandung Program Studi Teknik Industri Email: tuntum08@yahoo.com

Dr. Rajesri Govindaraju, ST, MT

Insititut Teknologi Bandung

Kelompok Keahlian Sistem Industri dan Tekno-ekonomi Email: Rajesri_g@mail.itb.ac.id

Abstrak

Implementasi CMMI (Capability Maturity Model Integration) telah terbukti dapat meningkatkan performansi organisasi. Meskipun demikian, upaya implementasi CMMI bukanlah hal yang mudah karena mengharuskan adanya perubahan pada proses-proses organisasi. Banyak praktisi perangkat lunak yang membutuhkan panduan dalam mengelola program transisi organisasi saat mengimplementasikan CMMI. Penelitian ini bertujuan untuk merancang metodologi implementasi CMMI pada organisasi pengembang perangkat lunak. Pengembangan model penelitian dilakukan berdasarkan studi literatur terhadap model siklus hidup software process improvement serta faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan program SPI. Model penelitian yang dihasilkan telah mendefinisikan 5 fase utama dalam kegiatan implementasi CMMI, yaitu fase Inisiasi, Diagnosa, Perencanaan, Tindakan dan Pembelajaran. Proses validasi model dilakukan dengan studi kasus pada satu buah perusahaan pengembang perangka lunak. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara dan peninjauan dokumen tertulis. Selain itu diperoleh beberapa kesimpulan umum yang ditarik dari hasil studi kasus.

Kata kunci: CMMI, metodologi, implementasi, Software Process Improvement

1. Pendahuluan

Organisasi pengembang aplikasi perangkat lunak beroperasi dalam pasar yang sangat dinamis dengan kendala waktu dan biaya yang ketat. Kemampuan untuk mengembangkan aplikasi perangkat lunak yang berkualitas dalam biaya dan waktu yang optimal menjadi tantangan bagi sebagian besar organisasi. Hal tersebut menjadikan industri perangkat lunak semakin kompetitif bagi pelakunya.

(2)

al., 2000) dengan mengaplikasikan praktik-praktik yang baik secara konsisten dan mengubah praktik-praktik yang bermasalah (Wiegers, 2003).

Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai model referensi software process improvement (SPI). Diantara beberapa model referensi SPI yang dipublikasikan, CMMI merupakan model yang paling sering digunakan dan secara de facto diakui sebagai model acuan untuk menilai tingkat kematangan proses organisasi (Jones & Soule, 2002).

CMMI atau Capability Maturity Model Integration merupakan model yang terdiri dari kumpulan praktik-praktik yang terbukti efektif untuk memperbaiki kinerja proses pengembangan perangkat lunak (Chrissis et al., 2006). Praktik-praktik tersebut dikelompokkan kedalam 22 area proses yang merepresentasikan fungsi-fungsi esensial pada organisasi pengembang perangkat lunak CMMI berfungsi-fungsi sebagai petunjuk dalam menetapkan sasaran yang ingin dicapai dan mengukur hasil yang telah dicapai dari program perbaikan proses (Kulpa & Johnson, 2008).

Meskipun penerapan CMMI telah terbukti memberikan perbaikan bagi organisasi, perjalanan untuk mencapainya bukanlah hal yang mudah. Menerapkan CMMI berarti melakukan perubahan terhadap kebiasaan dan cara kerja organisasi dalam mengembangkan perangkat lunak (Ebert, 2004). Menurut Niazi (2009), hal tersebut merupakan tantangan yang sulit bagi organisasi pemula atau organisasi yang belum pernah melakukan inisiatif software process improvement.

Pada beberapa kasus, kompleksitas penerapan CMMI berujung pada kegagalan. Penelitian empiris yang dilakukan Niazi (2009) menyimpulkan faktor penyebab kegagalan implementasi CMMI adalah ‘lack of defined methodology’, atau tidak tersedianya metodologi untuk memandu organisasi dalam menerapkan praktik-praktik perbaikan proses (Niazi, 2009). Model CMMI hanya memberikan petunjuk mengenai apa yang harus dipenuhi sebagai syarat kematangan organisasi, tapi tidak menunjukkan bagaimana cara dan langkah-langkah untuk menerapkan serangkaian praktik tersebut secara sistematis dan terencana (Niazi, 2009).

Para praktisi CMMI menekankan pentingnya rancangan metodologi yang meliputi perencanaan dan pengelolaan proyek implementasi CMMI (Niazi et al., 2003) yang terdefinisi dengan baik untuk mendukung keberhasilan implementasi CMMI. Metodologi tersebut diharapkan dapat mengelola faktor penghambat transisi organisasi dari current state ke desired state.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk merancang metodologi implementasi CMMI pada organisasi pengembang perangkat lunak, serta mengidentifikasi aspek penting dalam kegiatan implementasi CMMI.

2. Pengembangan Model Penelitian

Penelitian yang berkaitan dengan metodologi implementasi CMMI sebagai upaya

(3)

hidup program SPI) yang bertujuan memberi petunjuk pelaksanaan software process improvement dalam suatu siklus program (Kinnula, 2001). Table 1 menyajikan elemen kegiatan dari penelitian McFeeley (1996), Niazi (2003), Wiegers (2003) serta Kulpa dan Johnson (2008).

Table 1. Perbandingan cakupan kegiatan dari model penelitian terdahulu

Berdasarkan analisis perbandingan cakupan kegiatan dari model-model penelitian terdahulu disimpulkan bahwa model penelitian McFeeley (1996) atau yang dikenal dengan model IDEAL, memiliki komponen kegiatan yang paling komprehensif. Selain itu jika ditinjau dari aspek kompatibilitas, model IDEAL (McFeeley, 1996) terbukti dapat diaplikasikan pada perusahaan berskala besar maupun kecil (Kautz et.al, 2000). Karena model IDEAL (McFeeley, 1996) memiliki cakupan elemen kegiatan yang komperehensif serta memenuhi aspek kompatibilitas model, maka model IDEAL (McFeeley, 1996) digunakan sebagai framework dasar penelitian ini.

Namun perlu diperhatikan bahwa model penelitian McFeeley (1996), Niazi et al. (2003), Wiegers (2003) serta Kulpa dan Johnson (2008) memiliki pendekatan teknis yang menekankan penggunaan metode dan alat melalui interaksi individu dalam melaksanakan program software process improvements (SPI). Menurut Kandt (2003), model program SPI yang telah ada tidak menyediakan pendekatan khusus untuk mengatasi isu-isu tertentu yang dihadapi organisasi selama melakukan transisi SPI terutama isu yang menjadi faktor kunci keberhasilan program SPI. Model-model tersebut cenderung menjelaskan ‘apa’ yang harus dilakukan dalam program SPI, namun tidak secara eksplisit menjelaskan ‘bagaimana’ cara melakukannya (Kandt, 2003).

Pengembangan model penelitian ini akan berfokus pada perancangan metodologi yang mendukung keberhasilan implementasi CMMI, dengan mengadaptasi model IDEAL (McFeeley, 1996) sebagai kerangka dasar, lalu mengembangkannya dengan teori pendukung mengenai fakor kunci keberhasilan software process improvement.

Penelitian mengenai faktor keberhasilan software process improvement dilakukan oleh Habib (2009) melalui studi literatur dari 70 sumber dan investigasi empiris dengan 8 orang narasumber. Habib (2009) menyimpulkan terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan SPI, yaitu komitmen manajemen senior dan

Elemen Kegiatan McFe e le y (1996)

Kulpa & Johnson (2008)

Wie ge rs (2003)

Niazi (2003)

Mengidentifikasi kebutuhan dasar organisasi Menumbuhan awareness terhadap manfaat SPI Mengikat komitmen manajemen senior Membentuk infrastruktur SPI

Melakukan pelatihan dan pembinaan karyawan Melakukan gap analysis/appraisal

(4)

keterlibatan karyawan. Faktor komitmen manajemen senior dan keterlibatan pekerja pada dasarnya merupakan bentuk dukungan entitas organisasi dalam menghadapi perubahan (Kotter, 2006). Selama masa transisi tersebut, komitmen dan dukungan entitas organisasi terbentuk secara bertahap. Menurut Conner dan Patterson (1982) terdapat 6 tahap pembentukan dukungan, yaitu contact, awareness, understanding, positive perception, adoption, dan institutionalization.

Pada tahap Contact, entitas organisasi telah mengetahui bahwa organisasi akan menerapkan suatu sistem baru. Pada tahap Awareness, informasi mengenai perubahan telah menjadi lebih jelas dan manfaatnya telah dipahami oleh entitas organisasi. Pada tahap Understanding entitas organisasi telah memahami maksud, tujuan dan ruang lingkup perubahan. Pada tahap Positive Perception entitas organisasi mulai mempercayai, menerima dan memandang perubahan sebagai hal yang baik. Pada tahap Adoption, entitas organisasi melakukan langkah-langkah aktif untuk menerapkan perubahan dalam wilayah tanggung jawab mereka.

Institusionalization merupakan tahap dimana perubahan sudah diinternalisasi atau menjadi kebiasaan yang mengakar di organisasi. Karena adanya perbedaan wewenang dan tanggung jawab pihak manajemen dan karyawan dalam proyek implementasi CMMI, maka tingkat dukungan manajemen dan karyawan yang dibutuhkan di setiap fase implementasi CMMI pun berbeda.

Table 2. Pemetaan tingkat dukungan yang dibutuhkan untuk setiap fase implementasi CMMI.

Fase Kegiatan

(5)

serta sudah memiliki persepsi yang positif. Diharapkan dengan adanya persepsi manajemen yang positif terhadap CMMI, maka sokongan sumber daya untuk tahap selanjutnya dapat tersedia dengan lancar.

Selanjutnya, pada fase Diagnosing, Establishing, Acting dan Learning dibutuhkan adanya partisipasi manajemen senior untuk merancang strategi implementasi CMMI dan mendorong para karyawan untuk menerapkan perubahan secara berkelanjutan. Oleh karena itu, pada fase Diagnosing, Establishing, Acting dan Learning perlu dilakukan pembentukan dukungan manajemen di tingkatan adoption dan

institutionalization, dengan cara membangun konsensus terhadap rencana strategis yang telah dirancang. Dengan adanya konsensus tersebut, diharapkan manajemen dapat menyediakan sumberdaya yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan secara spesifik, sesuai dengan rencana yang telah disepakati.

Selain aspek dukungan manajemen senior, faktor keberhasilan implementasi CMMI yang juga penting untuk diwujudkan adalah aspek keterlibatan karyawan atau para praktisi yang terlibat dalam proyek pengembangan aplikasi perangkat lunak (Habib, 2009). Pada fase Initiating, perlu dilakukan sosialiasi mengenai informasi dasar tentang CMMI serta manfaat implementasi CMMI bagi organisasi. Diharapkan dengan adanya sosialisasi ini, karyawan dapat memahami latar belakang dan manfaat dilakukannya implementasi CMMI, serta menjadi siap untuk menghadapi perubahan pada fase-fase selanjutnya.

Setelah karyawan menjadi ‘aware’ terhadap perubahan, pada fase Diagnosing dan

Establishing perlu dibentuk dukungan karyawan yang berada di level understanding

dan positive perception. Dukungan tersebut dibentuk dengan cara memberi informasi kepada karyawan mengenai kondisi organisasi pada saat itu berdasarkan hasil

assessment yang telah dilakukan, serta rencana-rencana yang akan dilakukan selanjutnya. Diharapkan setelah menerima informasi tersebut, karyawan meyakini bahwa implementasi CMMI dapat membawa perbaikan bagi organisasi dan karyawan memiliki motivasi untuk terlibat langsung dalam melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.

Selanjutnya, pada fase Acting dan Learning dibutuhkan dukungan karyawan yang berada di level adoption dan institutionalization. Dukungan tersebut amat penting untuk menjamin penerapan proses-proses yang telah diperbaiki secara berkelanjutan. Untuk membentuk dukungan karyawan di level adoption dan institutionalization, perlu dilakukan sosialisasi dan pelatihan mengenai cara melaksanakan pekerjaan yang baru, hingga karyawan benar-benar paham dan dapat menerapkan proses tersebut dalam pekerjaan sehari-harinya. Selain itu, perlu dilakukan pemberian apresiasi atas keberhasilan yang telah dicapai dengan cara mengumumkan keberhasilan dan memberikan penghargaan atau insentif kepada karyawan yang berkontribusi dalam implementasi CMMI. Tujuan dari pemberian apresiasi adalah untuk memotivasi pekerja agar terus menerapkan perbaikan yang berkelanjutan.

(6)

Diagnosa, Perencanaan, Tindakan dan Pembelajaran. Tahapan implementasi CMMI yang dikembangkan pada penelitian ini ditunjukkan pada Table 3.

Table 3. Tahapan Implementasi CMMI pada Model Penelitian, diadaptasi dari McFeeley (1996)

Tahapan Software

Process Improvement Tahapan Implementasi CMMI Dasar Penelitian

(McFeeley, 1996) (Model Penelitian)

Initiating Inisiasi

Establish Context Memulai Inisiatif CMMI McFeeley (1996) Build Sponsorship Membangun Dukungan Manajemen McFeeley (1996) Charter Infrastructure Membentuk Infrastruktur McFeeley (1996)

- Mensosialisasikan CMMI Kulpa & Johnson (2008)

Diagnosing Diagnosa

Characterize Current States Melaksanakan Appraisal McFeeley (1996) Develop Recommendations Mengajukan Rekomendasi McFeeley (1996)

- Mensosialisasikan Hasil Appraisal Kulpa & Johnson (2008)

Establishing Perencanaan

Set Priorities Menetapkan Prioritas Perbaikan McFeeley (1996) Develop Approach Menyusun Rencana Strategis McFeeley (1996)

- Membangun Konsensus Kasse (2004)

Plan Actions Menyusun Rencana Taktis McFeeley (1996)

Acting Tindakan

Create Solution Merancang Draft Proses Usulan McFeeley (1996) Pilot/Test Solution Melakukan Proyek Pilot McFeeley (1996)

- Menyusun Rencana Instalasi Kulpa & Johnson (2008) Implement Solution Melakukan Instalasi McFeeley (1996)

Learning Pembelajaran

- Mengukur Keberhasilan Kulpa & Johnson (2008)

Analyze and Validate Menganalisis Lesson Learned McFeeley (1996) Propose Future Actions Merevisi Proposal McFeeley (1996)

- Mempublikasikan Hasil Kulpa & Johnson (2008)

Kelima fase kegiatan implementasi CMMI akan dijelaskan sebagai berikut.

2.1. Fase Inisiasi

(7)

Figure 1. Kegiatan pada Fase Inisiasi

Kegiatan Memulai Inisiatif CMMI (McFeeley, 1996) bertujuan untuk memahami kebutuhan bisnis utama yang mendorong kebutuhan untuk mengimplementasi CMMI, berdasarkan perspektif manajerial.

Kegiatan Membangun Dukungan Manajemen (McFeeley, 1996) bertujuan untuk membangun dukungan manajemen hingga level positive perception. Pada kegiatan ini, kebutuhan sumber daya perlu diuraikan secara jelas, termasuk jumlah kebutuhan SDM, rincian dana, serta durasi waktu yang dibutuhkan untuk menerapkan CMMI. Penyedia dana perlu mengetahui tahapan utama apasaja yang dilakukan selama proyek implementasi CMMI.

Kegiatan Membentuk Infrastruktur (McFeeley, 1996) bertujuan untuk (1) memfasilitasi penyebaran informasi, (2) menyediakan sumber daya, (3) membimbing dan memantau kegiatan implementasi CMMI, (4) mendokumentasikan pelajaran-pelajaran berharga (5) mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan SPI (6) mendukung pengenalan teknologi baru, dan (7) mendukung pelatihan untuk para praktisi.

Kegiatan Mensosialisasikan CMMI (Kulpa & Johnson, 2008) bertujuan untuk membentuk komitmen pekerja hingga level awareness.

2.2. Fase Diagnosa

Fase Diagnosa adalah tahap dimana organisasi melakukan penilaian awal atau evaluasi terhadap proses-proses yang berlangsung saat itu untuk benar-benar memahami apa yang terjadi di organisasi, serta menentukan titik acuan (baseline)

dari kegiatan implementasi CMMI. Fase Diagnosa terdiri dari 2 kegiatan besar, yang ditunjukkan pada Figure 2

Figure 2. Kegiatan pada Fase Diagnosa

Kegiatan Melaksanakan Appraisal bertujuan untuk memberikan penilaian terhadap praktik-praktik yang diterapkan pada lingkup area proses yang dinilai. Appraisal

merupakan kegiatan penilaian proses organisasi yang mengacu kepada Standard CMMI Appraisal Method for Process Improvement (SCAMPI). Lingkup organisasi yang akan dinilai disebut dengan Organizational Unit (OU). OU dapat berupa keseluruhan organisasi atau sebagian departemen, divisi maupun unit bisnis.

Appraisal CMMI dilakukan hanya pada proyek yang berlangsung dalam OU tersebut. Untuk menetapkan baseline atau landasan awal perbaikan proses, Kulpa dan Johnson (2008) menyarankan organisasi untuk menggunakan metode SCAMPI

(8)

B atau SCAMPI C, karena SCAMPI A membutuhkan biaya yang mahal serta lebih tepat untuk digunakan pada tahap akhir implementasi CMMI untuk mengukur peningkatan kematangan.

Kegiatan Mengajukan Rekomendasi bertujuan untuk memberikan rekomendasi kepada pihak manajemen berdasarkan hasil penilaian. Setelah melakukan penilaian,

Appraisal Team mengajukan rekomendasi berupa area proses apasaja yang harus diperbaiki terlebih dahulu, serta rekomendasi rencana kegiatan selanjutnya. Rekomendasi tersebut kemudian dipresentasikan kepada pihak manajemen senior dan infrastruktur implementasi CMMI untuk menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun rencana strategis implementasi CMMI. Manajemen dan stakeholder yang terkait harus benar-benar paham mengenai kondisi organisasi saat itu.

Kegiatan Mensosialisasikan Hasil Appraisal (Kulpa & Johnson, 2008), bertujuan untuk membentuk komitmen pekerja hingga level understanding.

2.3. Fase Perencanaan

Fase Perencanaan bertujuan untuk menetapkan sasaran implementasi CMMI yang terukur, menyusun rencana strategis yang terhubung dengan tujuan bisnis organisasi serta merencanakan tindakan jangka pendek. Partisipasi manajemen secara langsung dalam fase ini sangat penting dan tugasnya tidak dapat didelegasikan ke pihak lain (Kulpa & Johnson, 2008). Di fase ini manajemen mendapat pandangan nyata mengenai apa yang akan terjadi, kemudian manajemen harus membangun konsensus mengenai arah perbaikan yang dituju serta cara untuk mencapainya. Fase Perencanaan terdiri dari 4 kegiatan besar, yang ditunjukkan pada Figure 3.

3.1 Menetapkan

Prioritas

3.2

Menyusun Rencana Strategis

3.4 Menyusun Rencana Taktis 3.3

Membangun Konsensus

Figure 3. Kegiatan pada Fase Perencanaan

Kegiatan Menetapkan Prioritas (McFeeley, 1996) bertujuan untuk menentukan area proses yang akan diperbaiki terlebih dahulu, dengan mempertimbangkan tujuan yang ingin dicapai dan kendala yang ada. Kendala yang harus didefinisikan dapat berupa anggaran biaya yang tersedia, batasan waktu yang ditentukan, jumlah SDM yang tersedia, dan sebagainya. Setelah mendefinisikan kendala-kendala dengan jelas, EPG dan MSC mempersempit fokus upaya perbaikan pada beberapa kegiatan penting yang memiliki tingkat return on investment dan peluang keberhasilan yang terbesar.

Kegiatan Menyusun Rencana Strategis (McFeeley, 1996) bertujuan untuk merancang draft rencana strategis yang menjelaskan motivasi secara keseluruhan serta visi implementasi CMMI, berdasarkan kendala implementasi CMMI dan prioritas kegiatan yang telah diidentifikasi pada tahap sebelumnya.

(9)

disebarkan kepada seluruh pihak yang bersangkutan untuk dipahami dan ditanggapi. EPG dan MSC perlu melakukan pendekatan ke pihak-pihak yang berpersepsi negatif terhadap rencana yang dibuat dan mendengarkan pendapatnya. Setelah semua pihak memberikan respon yang positif, maka perlu dibentuk suatu konsensus yang menyatakan bahwa semua pihak yang berkepentingan benar-benar paham dan setuju dengan keputusan tersebut dan secara terbuka berkomitmen untuk memberikan dukungan sesuai peran dan kapasitas setiap pihak.

Kegiatan Menyusun Rencana Taktis (McFeeley, 1996) berfokus pada perencanaan kegiatan teknis utama yang dapat mendukung strategi, yang merupakan fungsi dari

technical working group (TWG).

2.4. Fase Tindakan

Fase Tindakan bertujuan untuk mengembangkan solusi proses perangkat lunak untuk mencapai goals CMMI, memberdayakan dan melatih personil-personil untuk menerapkan perbaikan yang berkelanjutan, serta memperkenalkan dan mendukung para praktisi untuk menggunakan proses dan teknologi yang baru. Kegiatan dalam Fase Tindakandapat mempertemukan misi implementasi CMMI dan misi organisasi, dengan cara menciptakan metode pengembangan produk yang lebih baik. Fase Tindakan terdiri dari 4 kegiatan besar, yang ditunjukkan pada Figure 4.

4.1 Merancang Draft

Proses Usulan

4.2 Melakukan Proyek Pilot

4.3 Menyusun Rencana Instalasi

4.4 Melakukan

Instalasi

Figure 4. Kegiatanpada Fase Tindakan

Kegiatan Merancang Draft Proses Usulan bertujuan untuk merancang dokumen proses-proses usulan berdasarkan model CMMI serta kondisi proses-proses organisasi sebelumnyam sesuai dengan rekomendasi yang dihasilkan dari tahap

appraisal.

Kegiatan Melakukan Proyek pilot merupakan kegiatan ujicoba penggunaan dokumen maupun artifak proses yang telah dirancang pada salah satu proyek software engineering yang sedang berlangsung di organisasi. Proyek yang akan menjadi obyek percobaan haruslah berada di fase yang sama dengan proses yang akan diuji, pada siklus hidup pengembangan perangkat lunak (Kulpa & Johnson, 2008). Sebagai contoh, untuk menguji proses Requirement Development maka perlu memilih proyek yang sedang dalam fase Identifikasi Kebutuhan, atau berada pada fase awal pengembangan perangkat lunak.

(10)

Kegiatan Melakukan Instalasi (McFeeley, 1996) dilakukan secara bertahap, dengan menjelaskan proses-proses yang baru kepada para stakeholder yang bersangkutan. Setelah itu dilakukan pelatihan mengenai kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan untuk menjalankan proses tersebut. Selama masa sosialisasi dan pelatihan, sebaiknya dilakukan pendekatan dua arah secara personal kepada pihak-pihak tertentu yang belum menunjukan persepsi yang positif terhadap perubahan, dan menjelaskan sebaik mungkin mengenai informasi-informasi yang dibutuhkan oleh para praktisi yang belum memahami dengan benar manfaat perubahan yang diterapkan pada pekerjaan mereka sehari-hari.

2.5. Fase Pembelajaran

Tujuan Fase Pembelajaran adalah mempelajari apa yang telah dilakukan dan menetapkan tujuan baru untuk iterasi berikutnya dari siklus implementasi CMMI serta mengapresiasi prestasi yang telah dicapai dari upaya perbaikan yang dilakukan. Fase Pembelajaran terdiri dari 3 kegiatan besar, yang ditunjukkan pada Figure 5.

5.1 Mengukur Keberhasilan

5.3 Merevisi Proposal 5.2

Menganalisa

Lesson Learned

5.4

Mempublikasikan Hasil

Figure 5. Kegiatan pada Fase Pembelajaran

Kegiatan Mengukur Keberhasilan (Kulpa & Johnson, 2008) bertujuan untuk membentuk komitmen pekerja hingga level institutionalization. Kulpa dan Johnson (2008) menyarankan organisasi untuk menggunakan metode appraisal SCAMPI A, karena merupakan satu-satunya metode yang dapat memberikan peringkat kematangan organisasi. Tahap pelaksanaan appraisal pada kegiatan ini sama dengan tahap appraisal pada Fase Diagnosa.

Kegiatan Menganalisis Lesson Learned (McFeeley, 1996) bertujuan untuk menelaah efektivitas dan kesesuaian standar proses organisasi, mendapatkan umpan balik, dan memperoleh pelajaran dari kegiatanimplementasi CMMI.

Kegiatan Merevisi Proposal (McFeeley, 1996), bertujuan untuk mempertahankan komitmen manajemen pada level institutionalization. Berdasarkan pengalaman dan pelajaran dari siklus perbaikan yang pertama, strategi, metode dan infrastruktur dievaluasi, diperbaiki dan disesuaikan.

Kegiatan Mempublikasikan Hasil (Kulpa & Johnson, 2008), bertujuan untuk mempertahankan komitmen pekerja pada level institutionalization.

3. Metodologi Penelitian

(11)

studi kasus merupakan metode penelitian yang tepat jika fokus utama penelitian adalah menjawab pertanyaan “bagaimana” atau “mengapa” serta jika fenomena penelitian terjadi di kehidupan nyata. Karena penelitian ini bertujuan menjawab pertanyaan: “Bagaimanakah metodologi implementasi CMMI di perusahaan pengembang perangkat lunak?” maka metode studi kasus tepat untuk digunakan dalam penelitian ini.

Studi kasus dilakukan pada proyek implementasi CMMI di PT Berlian Sistem Informasi (BSI), yakni perusahan penyedia jasa teknologi informasi yang berdiri sejak tahun 1996 di Jakarta, Indonesia. BSI merupakan subsidiary dari Mitsubishi Motors Corporation (MMC), bersamaan dengan PT Krama Yudha Tiga Berlian Motors (KTB) yang merupakan distributor resmi kendaraan Mitsubishi di Indonesia. BSI termasuk perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) karena sebesar 90% dari komposisi sahamnya dimiliki oleh Mitsubishi Corporation yang berkantor pusat di Tokyo, Jepang (periode Agustus 2012).

Adapun tujuan dari studi kasus adalah untuk melakukan validasi model yang dikembangkan dan menunjukkan bahwa model tersebut dapat digunakan dalam implementasi CMMI di dunia nyata serta untuk mengajukan saran-saran bagi penelitian lanjutan. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara terstruktur dengan stakeholder proyek implementasi CMMI serta tinjauan dokumen tertulis. Wawancara validasi model penelitian dilakukan dengan 2 orang yang berperan penting dalam proyek implementasi CMMI di PT BSI yaitu:

1. Seorang Senior Manager BSI yang menjabat sebagai Management Representative pada proyek implementasi CMMI, serta

2. Seorang Quality Control Officer BSI yang menjabat sebagai Project Manager

CMMI.

4. Deskripsi dan Pembahasan Studi Kasus

(12)

Fase Persiapan

Inisiasi Proyek

Pembuatan Proposal

Pembentukan Infrastruktur

Sounding atau publikasi

Fase Pelaksanaan

Analisis Kesenjangan

Perancangan Proses Usulan

Sosialisasi dan Implementasi

Proses

Review Implementasi

Persiapan

Appraisal

SCAMPI A

Appraisal

SCAMPI A

Figure 6. Kegiatan Implementasi CMMI di PT BSI

4.1. Validasi Kegiatan “Memulai Inisiatif CMMI”

Inisiatif implementasi CMMI dimulai sejak BSI menerima hasil audit yang dilakukan oleh tim auditor independen. Adanya temuan audit berupa bug / error pada produk perangkat lunak, adanya keterlambatan penyelesaian proyek dan pengeluaran proyek yang melebihi anggaran dana (overbudget) menjadi isu utama yang harus ditindaklanjuti. Manajemen menyimpulkan bahwa BSI harus membenahi proses-proses di area pengelolaan proyek perangkat lunak, dengan menerapkan model CMMI. Setelah memutuskan untuk mengimplementasikan CMMI, manajemen senior menunjuk Project Manager CMMI yang bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan proyek CMMI. Adapun tujuan umum dari implementasi CMMI yang dirumuskan BSI adalah untuk meningkatkan mutu layanan BSI di mata customer, serta menangani masalah project delay, overbudget dan customer satisfaction yang rendah. Pelaksanaan kegiatan inisiasi proyek CMMI di BSI ini telah sesuai dengan kegiatan pada model penelitian, hanya saja pada kegiatan inisiasi proyek CMMI di BSI dilakukan pemilihan Project Manager, sementara pada model penelitian kegiatan pemilihan Project Manager tersebut dilakukan pada saat pembentukan infrastruktur.

4.2. Validasi Kegiatan “Membangun Dukungan Manajemen”

Project Manager yang terpilih membuat perencanaan proyek CMMI dan menuangkannya kedalam draft proposal proyek CMMI. Tujuan dari pembuatan proposal proyek CMMI adalah untuk membangun dukungan dari pihak stakeholder

(13)

 Estimasi timeline dan durasi proyek yang disesuaikan dengan rencana

Quality Assurance (QA Plan) PT BSI,  Analisis keuntungan dan biaya proyek,  Daftar kebutuhan SDM, serta

 Strategi mitigasi resiko proyek.

4.3. Validasi Kegiatan “Membentuk Infrastruktur”

Project Manager membentuk tim pelaksana yang berperan sebagai infrastruktur proyek CMMI. Figure 7 menunjukkan susunan infrastruktur implementasi CMMI di PT BSI.

EXPERT TEAM

QMS Expert Software Project Experts

Drafter

Lead Appraiser Software Project

Practitioners

Appraisal Team Member Project Executive

Management Representative

Project Manager

Figure 7. Infrastruktur Proyek CMMI (Dokumen PT BSI, 2012)

CMMI Project Executive merupakan pemangku kepentingan tertinggi yang menyediakan sumber daya serta memastikan bahwa tujuan implementasi CMMI selaras dengan visi perusahaan. Management Representative merupakan perwakilan dari jajaran manajemen senior yang memantau keberjalanan proyek CMMI serta memberi arahan dalam konteks manajerial. CMMI Project Manager merupakan pengelola proyek implementasi CMMI yang berkontribusi secara full-time untuk proyek CMMI. Software Project Practitioners merupakan praktisi proyek rekayasa perangkat lunak di PT BSI. Expert Team merupakan para praktisi yang berpengalaman dan memiliki pengetahuan mengenai area proses tertentu. Anggota

Expert Team dapat berasal dari manajer unit bisnis tertentu, pakar di area manajemen resiko, dan sebagainya. Peran Expert Team adalah mengembangkan proses bisnis, prosedur dan kebijakan organisasi agar memenuhi goals dan practices yang ada pada model CMMI serta memungkinkan untuk diterapkan di BSI. Expert Team

(14)

menentukan maturity level organisasi. ATM bekerja dengan dipimpin oleh Lead Appraiser, yaitu seorang profesional yang memiliki linsensi resmi dari Software Engineering Institute untuk memimpin kegiatan appraisal dan mempublikasikan hasilnya. Secara keseluruhan, kegiatan yang dilakukan pada tahap pembentukan infrastruktur di BSI sesuai dengan kegiatan pada model penelitian.

4.4. Validasi Kegiatan “Mensosialisasikan CMMI”

Tahap “Mensosialisasikan CMMI” diterapkan oleh BSI untuk menjelaskan informasi umum seputar proyek CMMI kepada seluruh anggota BSI. Upaya tersebut dilakukan melalui kegiatan kick-off workshop dan pelatihan CMMI Awareness Training yang diadakan sebanyak satu kali untuk menjelaskan manfaat CMMI bagi BSI dan kontribusi yang dapat diberikan oleh seluruh staf terhadap perbaikan proses perangkat lunak. Project Manager juga membuat Reporting Plan yang mengatur metode komunikasi antar tim proyek CMMI dan manajemen senior BSI. Rencana komunikasi sebaiknya juga mempertimbangkan strategi untuk berkomunikasi dengan pihak eksternal, misalnya konsultan eksternal yang membantu pelaksanaan proyek implementasi CMMI. Hal ini penting, karena seringkali pihak eksternal bekerja off-site atau bekerja di tempat yang berbeda dengan lokasi penerapan CMMI, sehingga tanpa metode komunikasi yang baik maka pelaksanaan implemenasi CMMI dapat terhambat.

4.5. Validasi Kegiatan “Melaksanakan Appraisal

Kegiatan assessment dilakukan oleh konsultan eksternal untuk menilai kondisi proses BSI serta mengetahui kekurangan-kekurangan organisasi untuk diperbaiki agar sesuai dengan model CMMI. Unit organisasi yang menjadi obyek penilaian adalah

Project Management Unit, yaitu unit yang mengelola pelaksanaan proyek pengembangan aplikasi perangkat lunak. Konsultan eksternal kemudian melakukan konfirmasi kepada narasumber wawancara, apakah temuan yang didapat tersebut benar dan sesuai dengan fakta yang terjadi pada unit analisis.

4.6. Validasi Kegiatan “Mengajukan Rekomendasi”

Selanjutnya konsultan eksternal melakukan analisis kesenjangan dan menarik kesimpulan yang kemudian dipresentasikan kepada Senior Management BSI. Hasil dari analisis kesenjangan adalah informasi mengenai (1) area proses pada model CMMI yang belum tersedia di BSI, (2) kelebihan dan kekurangan setiap area proses BSI, (3) daftar dokumen proses dan prosedur yang harus disiapkan oleh BSI, serta (4) rekomendasi tahapan-tahapan implementasi CMMI.

4.7. Validasi Kegiatan “Mensosialisasikan Hasil Appraisal

(15)

4.8. Validasi Kegiatan “Menetapkan Prioritas”

Setelah melakukan assessment, Management Representative dan Project Manager

menetapkan target implementasi CMMI hingga maturity level 3. Keputusan ini didasarkan oleh hasil assessment yang telah dilakukan. Selanjutnya Project Manager

mendefinisikan kendala pelaksanaan proyek CMMI dengan merevisi anggaran dana yang telah dibuat pada tahap penyusunan proposal, serta membuat Member Leave Plan yang merupakan rencana cuti seluruh anggota tim yang terhitung sejak dilakukannya kick-off workshop hingga pelaksanaan appraisal SCAMPI A di akhir proyek CMMI. Member Leave Plan menjelaskan constraint waktu bekerja para anggota proyek CMMI.

4.9. Validasi Kegiatan “Menyusun Rencana Strategis”

Kegiatan yang dilakukan BSI pada tahap ini adalah mengembangkan poin-poin rencana strategis yang sudah didefinisikan pada draft proposal CMMI. Bentuk dokumen rencana strategis pada kegiatan studi kasus adalah dokumen proposal yang telah diperbaharui dan ditandatangani oleh stakeholder yang bersangkutan. Isi dokumen proposal yang dibuat oleh BSI pada dasarnya memiliki kesamaan dengan dokumen rencana strategis yang direkomendasikan oleh McFeeley (1996).

Rentang rencana strategis yang dibuat oleh BSI hanya satu tahun dan hanya menetapkan rencana hingga pencapaian maturity level 3 saja. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Kulpa dan Johnson (2008) yang menyarankan bahwa organisasi sebaiknya menetapkan tujuan jangka panjang implementasi CMMI hingga 3-5 tahun kedepan karena penting bagi organisasi untuk mempertahankan dan meningkatkan level kematangan yang telah dicapai secara terus menerus. Rencana jangka panjang tersebut juga meliputi rencana perekrutan kandidat-kandidat baru yang potensial untuk mengelola perbaikan proses yang berkelanjutan (Kulpa & Johnson, 2008).

4.10.Validasi Kegiatan “Membangun Konsensus”

Pada tahap ini, draft proposal yang memuat poin-poin rencana strategis implementasi CMMI diajukan ke pihak senior management BSI untuk dibicarakan pada rapat manajerial. Pihak manajemen melakukan konfigurasi jadwal pelaksanaan proyek CMMI dengan proyek lainnya, serta konfigurasi penggunaan sumber daya yang dibutuhkan pada proyek CMMI dan proyek lainnya. Proposal implementasi CMMI kemudian disepakati bersama dalam bentuk konsensus oleh seluruh manajer, kemudian ditandatangani oleh President Director BSI dan empat orang kepala divisi. Selanjutnya, proposal CMMI disebarluaskan ke anggota proyek CMMI melalui email.

4.11.Validasi Kegiatan “Merumuskan Rencana Taktis”

Pada tahap ini, Project Manager merekrut dua orang Drafter yang berasal dari pihak eksternal perusahaan. Drafter tersebut diikat dengan kontrak kerja dan ditgaskan untuk melakukan desain ulang proses-proses di BSI berdasarkan praktik CMMI, serta mendokumentasikan hasilnya dalam format Dokumen Proses BSI. Selanjutnya

Project Manager menyusun rencana pelaksanaan workshop yang dihadiri oleh PM,

(16)

4.12.Validasi Kegiatan “Merancang Draft Proses Usulan”

Pada studi kasus, kegiatan ini bertujuan untuk merancang proses usulan beserta rekomendasi alat bantu, metode dan guidelines yang diperlukan berdasarkan goals

dan practices pada model CMMI. Kegiatan ini juga menghasilkan rancangan arsitektur “Software Process Database”, yaitu repositori yang digunakan untuk menyimpan dan mengelola semua hasil pekerjaan terkait kegiatan perbaikan proses perangkat lunak (software process improvement).

Project Manager, Expert Team, dan Drafter mengadakan workshop secara rutin untuk mengkaji dan menginterpretasikan model CMMI lalu menyesuaikannya dengan proses bisnis PT BSI. Setelah konsepsi proses dirumuskan, deskripsi dari setiap proses didokumentasikan kedalam Dokumen Proses yang menjelaskan elemen-elemen proses dan diagram alir proses. Kemudian Project Manager dan

Expert Team melakukan walkthrough atau meninjau kembali dokumen proses dan hasil pekerjaan lainnya yang perlu direvisi.

4.13.Validasi Kegiatan “Melakukan Proyek Pilot”

Satu tahapan yang tidak dilakukan di BSI adalah pelaksanaan proyek pilot (proyek ujicoba) sebelum melakukan instalasi proses-proses baru ke seluruh organisasi. Menurut Manager Representative, proyek pilot tidak dilakukan karena membutuhkan investasi biaya yang besar dan waktu yang lebih lama. Strategi untuk mengganti fungsi proyek pilot adalah dengan melakukan audit internal sebanyak tiga kali selama kegiatan instalasi berlangsung. Audit bertujuan untuk memantau dan mengkaji ulang keberjalanan instalasi agar dapat segera merevisi proses yang tidak sesuai dengan sistem PT BSI.

Praktik peniadaan proyek pilot ini bertentangan dengan rekomendasi yang diajukan pada penelitian McFeeley (1996), Kulpa dan Johnson (2008) dan Niazi et. al (2003), yang sangat menganjurkan organisasi untuk melakukan proyek pilot sebelum mengimplementasikan seluruh proses-prosesnya. Pada praktik nyatanya dapat dijumpai kondisi yang tidak memungkinkan untuk pelaksanaan proyek pilot, seperti yang terjadi pada studi kasus. Apabila tidak memungkinkan untuk melakukan proyek pilot, maka dapat menggantinya dengan alternatif lain yang bertujuan untuk meminimasi kegagalan penerapan proses pada organisasi. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengkaji apakah pelaksanaan proyek pilot atau ujicoba ini benar-benar dibutuhkan dan efektif untuk diterapkan pada organisasi di Indonesia, serta apakah pelaksanaan proyek pilot dapat diganti dengan tindakan korektif lainnya.

4.14.Validasi Kegiatan “Menyusun Rencana Instalasi”

Sebelum melakukan instalasi, revisi terbaru dari draft proses dipresentasikan ke seluruh anggota Senior Management untuk disepakati apakah proses tersebut dapat diterapkan di BSI atau tidak. Keputusan unuk menerapkan proses tersebut dilakukan dalam bentuk konsensus dengan mempertimbangkan ketersediaan sumber daya, waktu serta aspek kelayakan lainnya. Dokumen proses yang telah disetujui oleh

(17)

instalasi proses-proses yang terdiri dari kegiatan sosialisasi, pelatihan dan audit

review.

4.15.Validasi Kegiatan “Melakukan Instalasi”

Pada kegiatan ini, dokumen proses yang telah disetujui oleh manajemen senior kemudian disosialisasikan ke seluruh organisasi secara bertahap melalui briefing, yang dilakukan oleh Project Manager, Expert Team dan Drafter. Tujuan dari kegiatan pelatihan adalah: (1) membangun kesadaran kepada seluruh karyawan dan manajemen BSI mengenai tata cara melakukan proses, (2) membangun kesadaran tentang peran setiap individu yang terlibat dalam proses dan (3) membentuk komitmen organisasi untuk menerapkan proses secara konsisten.

Setelah proses dipahami dan disadari dengan baik oleh pihak yang terkait, kemudian dilakukan instalasi proses usulan secara bertahap. Hal ini sesuai dengan saran Niazi et al. (2003) untuk mengimplementasikan CMMI pada lingkup kecil terlebih dahulu untuk melihat kesuksesannya pada area tertentu. BSI juga menerapkan audit review

sebanyak 3 kali selama masa instalasi solusi. Tindakan ini dilakukan untuk menyesuaikan proses usulan terhadap sistem kerja BSI, sehingga praktisi merasa nyaman dan mudah untuk menerapkan sistem baru. Pada tahap ini juga dilakukan instalasi Software Process Database (SPBD) yang dapat diakses oleh seluruh anggota BSI, tidak hanya tim proyek CMMI saja.

4.16.Validasi Kegiatan “Mengukur Keberhasilan”

Kegiatan Appraisal SCAMPI A di PT BSI diselenggarakan oleh Software Engineering Institute, sebagai institusi pemilik merk dagang CMMI. Secara umum kegiatan ini sama dengan kegiatan appraisal pada model penelitian, karena standar prosedur pelaksanaanya ditentukan oleh Software Engineering Institute. Kegiatan

appraisal dipimpin oleh seorang Lead Appraiser, yaitu konsultan eksternal yang memiliki lisensi resmi dari SEI untuk melakukan Appraisal. Lead Appraiser

menunjuk 5 orang dari pihak internal BSI untuk menjadi Appraisal Team Member (ATM). Sebelum melakukan appraisal, BSI mengadakan appraisal readiness check

dan pelatihan “Intro to CMMI” yang wajib diikuti oleh para Appraisal Team Member.

4.17.Validasi Kegiatan “Menganalisis Lesson Learned” dan “Merevisi

Proposal”

Hingga saat penelitian dilakukan, PT BSI tidak melakukan kegiatan ‘menganalisa

lesson learned’ dan ‘merevisi proposal’, karena BSI tidak berencana untuk

melanjutkan perbaikan hingga ke maturity level berikutnya. Rencana strategis implementasi CMMI yang dibuat BSI hanyalah sampai pada tahap pelaksanaan

(18)

4.18.Validasi Kegiatan “Mempublikasikan Hasil”

Setelah pelaksanaan appraisal, pihak-pihak yang terlibat dalam tim proyek CMMI mendapatkan insentif atau bonus yang sesuai dengan perhitungan yang ditetapkan oleh Divisi HRD.

4.19.Analisis Validasi Aspek Penting dalam Kegiat an Implementasi CMMI

Menurut Habib (2009), komitmen manajemen senior merupakan faktor utama yang penting untuk keberhasilan implementasi CMMI dengan menyediakan sumber daya secara konsisten bagi pelaksanaan proyek CMMI. Manajemen harus mampu berkoordinasi dan mengatur utilisasi SDM pada proyek CMMI dan proyek lainnya sehingga tidak mengesampingkan prioritas proyek implementasi CMMI dibandingkan proyek lainnya yang sedang berlangsung.

Selain aspek dukungan manajemen, Habib (2009) juga menyatakan bahwa aspek dukungan staff atau pekerja merupakan faktor terpenting kedua yang dapat mendukung kegiatan implementasi CMMI. Diakui juga oleh narasumber studi kasus bahwa upaya pembentukan dukungan karyawan di BSI relatif mudah, karena perilaku karyawan BSI cenderung patuh dan mengikuti segala keputusan dan aturan yang ditetapkan oleh manajemen. Adanya dukungan dan keterlibatan karyawan BSI dalam menerapkan perubahan disebabkan oleh budaya organisasi yang sudah tercipta di BSI untuk selalu mentaati peraturan organisasi.

Berdasarkan studi kasus yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa faktor dukungan manajemen dan dukungan karyawan merupakan dua faktor yang terpenting untuk menunjang keberhasilan implementasi CMMI. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Habib (2009).

5. Kesimpulan

Penelitian ini menghasilkan metodologi implementasi CMMI yang terdiri dari 5 fase, yaitu Fase Inisiasi, Fase Diagnosa, Fase Perencanaan, Fase Tindakan dan Fase Pembelajaran.

(19)

darinya, mengapresiasi prestasi yang telah dicapai serta merevisi pendekatan perbaikan yang digunakan organisasi.

Terdapat tiga kegiatan yang tidak dilakukan pada studi kasus yaitu kegiatan melaksanakan proyek pilot, menganalisis lesson learned, dan merevisi proposal. Penulis menyimpulkan bahwa metodologi implementasi CMMI yang telah dirancang dapat diterapkan pada organisasi pengembang aplikasi perangkat lunak berskala menengah di Indonesia, namun perlu disesuaikan kembali dengan batasan waktu, biaya, dan sumber daya lainnya. Berdasarkan studi kasus pada PT BSI, faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan implementasi CMMI adalah komitmen pihak manajemen senior dalam menyediakan sumber daya, serta komitmen karyawan dalam menerapkan proses-proses yang telah diperbaiki secara konsisten.

Referensi

Conner, D., & Patterson, R. (1982). Building Commitment to Organizational Change. Training & Development Journal, 36(4), 18-30.

Habib, Z. (2009). The Critical Success Factors in Implementation of Software Process Improvement Efforts. Master Thesis in Software Engineering and Management, Göteborg University and Chalmers University of Technology, Gothenburg, Sweden.

Humphrey, W. (1993). Introduction to Software Process Improvement.

Pennsylvania: Software Engineering Institute, Carnegie Mellon University. Kandt, R. (2003). Ten steps to successful software process improvement. 27th

Annual International Computer Software and Applications Conference. Hong Kong, China.

Kasse, T. (2004). Improving Processes at the Organizational Level. Dalam Practical Insight into CMMI (hal. 175-199). Pennsylvania: Artech House Computing Library.

Kautz, K., Hansen, H. W., & Thaysen, K. (2000). Applying and Adjusting a Software Process Improvement Model in Practice: The Use of the IDEAL Model in a Small Software Enterprise. ICSE 2000 Limerick Ireland, 626-633. Kinnula, A. (2001, September 26). Software Process Engineering Systems: Models and Industry Cases. Dipetik Juli 17, 2012, dari Department of Information Processing Science, University of Oulu, Finland: URL: http://herkules.oulu.fi/issn03553191

Kotter, J. P. (1996). Leading Change. Boston: Harvard Business School Press. Kulpa, M., & Johnson, K. (2008). Interpreting the CMMI : A Process Improvement

Approach. Boca Raton: Auerbach Publications.

McFeeley, R. (1996). IDEAL: A User’s Guide for Software Process Improvement

(20)

Niazi, M. (2009, Januari). Software Process Improvement Implementation: Avoiding Critical Barriers. CROSSTALK : The Journal of Defense Software Engineering, hal. 24-27.

Niazi, M., Wilson, D., & Zowghi, D. (2003). A model for the implementation of software process improvement: A pilot study. Proceedings of the Third International Conference On Quality Software. IEEE Computer Society. Software Engineering Institute. (2010). CMMI® for Development, Version 1.3

(CMU/SEI-2010-TR-033). Dipetik Juli 05, 2012, dari Software Engineering Institute, Carnegie Mellon University website: http://www.sei.cmu.edu/library/abstracts/reports/10tr033.cfm

Woody, L. (2010, Juni 6). MSF for CMMI Process Improvement v5.0; MSF CMMI Responsibility Matrix.

Gambar

Table 1. Perbandingan cakupan kegiatan dari model penelitian terdahulu
Table 2. Pemetaan tingkat dukungan yang dibutuhkan untuk setiap fase implementasi CMMI
Table 3. Tahapan Implementasi CMMI pada Model Penelitian, diadaptasi dari McFeeley (1996)
Figure 1. Kegiatan pada Fase Inisiasi
+6

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas kasih dan anugrahNya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

The objective of this research is to find out whether Round Robin technique has a significant difference in students’ speaking ability of the eleventh grade students of

PERTEMUAN KEMITRAAN FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA (FKTP) DAN SOSIALISASI OPTIMALISASI FUNGSI UTAMA PELAYANAN PRIMER. SE-WILAYAH KERJA KABUPATEN

Psikotes berasal dari kata physico (mental fisik) dan test (tes/ujian) yang berarti suatu metode untuk memperoleh hasil kontrol psikologi dari yang menjalani tes dengan

Pipa organa tertutup A memiliki frekuensi nada atas pertama sama dengan tinggi frekuensi nada dasar pada pipa organa terbuka B, jika dalam keadaan yang sama panjang pipa B 20 cm,

Berhubungan dengan masalah ini dapat dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pembuktian distribusi Poisson tergeneralisasi (GPD) menggunakan fungsi analitik dan

Menganalisis dari hasil belajar postest materi sifat – sifat bangun datar persegi dan persegi panjang yang telah dilakukan menggunakan model pembelajaran

Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang diharapkan memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya