• Tidak ada hasil yang ditemukan

JOB Tingkat keberhasilan fakoemulsifikas indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "JOB Tingkat keberhasilan fakoemulsifikas indonesia"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Tingkat keberhasilan fakoemulsifikasi

pada penderita katarak yang disertai

myopia tinggi di Pusat Mata Nasional

Rumah Sakit Mata Cicendo, Bandung,

Indonesia

Abstrak

Latar belakang: myopia tinggi diketahui berhubungan dengan terjadinya katarak. Kasus-kasus tersebut memiliki risiko komplikasi fakoemulsifikasi yang lebih tinggi dibandingkan katarak biasa dan dapat mempengaruhi tajam penglihatan serta kualitas hidup pasien sehingga dibutuhkan evaluasi mengenai tingkat keberhasilan fakoemulsifikasi. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui gambaran tajam penglihatan pascabedah, komplikasi dan refraksi manifest pada penderita katrak disertai myopia tinggi yang menjalani prosedur fakoemulsifikasi.

Metode: penelitian dilakukan dengan metode deskritptif dengan pengambilan data sekunder dari rekam medis Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo pada januari-desember tahun 2011. Ada 79 kasus dari 136 kasus yang memenuhi kriteria inklusi yaitu penderita katarak dengan derajat myopia tinggi yang menjalani fakoemulsifikasi dan rutin datang berobat. Data diolah menggunakan program komputer.

Hasil: hasil penelitian menunjukan bahwa tajam penglihatan tanpa koreksi 1 hari pascabedah fakoemulsifikasi pada 49,4% kasus dibawah 6/60 yang berangsur membaik pada kunjungan 1-2 bulan. Sebanyak 81,0% kasus memiliki tajam penglihatan dengan koreksi terbaik diatas 6/18. Terdapat 96,2% kasus yang tidak mengalami komplikasi intrabedah. Edema kornea sebagai komplikasi 1 hari pascabedah fakoemulsifikasi cukup banyak terjadi yaitu sebanyak 45,6%. Pada penelitian didapatkan refraksi manifest dengan rentang -12,00 sampai +10,00 dioptri, 78,5% berada dalam rentang ±2,00.

Simpulan: prosedur pada katarak myopia tinggi menunjukan hasil penglihatan yang baik dan komplikasi minimal, tetapi pada katarak yang disertai myopia tinggi masih terdapat pasien yang memiliki refraksi manifest yang cukup berat.

(2)

Pendahuluan

Katarak merupakan penyebab kebutaan utama di dunia. WHO menyebutkan bahwa katarak menyebabkan 39% kebutaan, 18% kelainan refraksi dan 10% glaukoma. WHO juga memperkirakan bahwa 18 juta orang menderita kebutaan karena katarak.

Miopia tinggi diketahui sebagai faktor risiko katarak. Fakoemulsifikasi merupakan teknik yang sering digunakan untuk mengekstraksi katarak. Dengan berkembangnya jenis operasi katarak, ekspektasi pasien sangat tinggi pada hasil tajam penglihatan yang baik. Selain itu, fakiemulsifikasi juga merupakan salah satu prosedur dengan penyembuhan yang baik dan cepat. Fakoemulsifikasi adalah salah satu prosedur yang dilakukan pada pasien katarak dengan myopia derajat tinggi.

Pasien katarak dengan myopia derajat tinggi memiliki risiko pascabedah dan komplikasi intrabedah yang lebih tinggi dibandingkan katarak tanpa myopia derajat tinggi, ablasio retina merupakan komplikasi yang paling sering terjadi. Peningkatan tekanan intraokular dapat muncul tahap awal pascabedah fakoemulsifikasi. Meingkatnya tekanan intraokular dan komplikasinya dapat berdampak pada tajam penglihatan. Selain itu, manifestasi refraksi pascabedah pada pasien katarak dengan myopia derajat tinggi labih tinggi dibandingkan pasien katarak tanpa myopia derajat tinggi. Karena kurangnya penelitian mengenai evaluasi fakoemulsifikasi pada pasien katarak dengan myopia derajat tinggi, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi angka keberhasilan fakoemulsifikasi menggunakan parameter tajam penglihatan, komplikasi dan manifestasi refraksi setelah fakoemulsifikasi pada pasien katarak dengan myopia derajat tinggi di Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo, Bandung tahun 2011.

Metode

Penelitian deskriptif ini dilakukan pada pasien katarak dengan myopia derajat tinggi yang menjalani prosedur fakoemulsifikasi di Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo, periode januari-desember 2011.

(3)

dengan penyakit lain selain katarak dengan myopia derajat tinggi yang dapat mempengaruhi tajam penglihatan pasien. Data pascabedah yang dikumpulkan yaitu tajam penglihatan tanpa koreksi (UCVA) dan tajam penglihatan koreksi terbaik (BCVA) selama 1-2 bulan pertama, data komplikasi intrabedah dan pascabedah dan data manifetasi refraksi pascabedah. Semua data tersebut diproses menggunakan komputer.

Hasil

Total data yang tersedia adalah 79. Sejumlah 44 pasien (55,7%) berjenis kelamin perempuan dan 35 pasien (44,3%) adalah laki-laki. Sebanyak 26 pasien (32,9%) berusia 50-59 tahun, sedangkan 23 pasien (29,1%) berusia 60-69 tahun. Rata-rata usia pada penelitian ini adalah 59 tahun dan nilai tengahnya yaitu 58 tahun. Rentang usia adalah 28 sampai 85 tahun.

Dari seluruh pasien katarak dengan myopia derajat tinggi yang menjalani fakoemulsifikasi, 59,5% berasal dari Bandung. Pasien yang berasal dari luar Bandung yaitu dari area Jawa Barat, Jakarta Bogor, Tanggerang, Bekasi (Jabodetabek) dan area Jawa Tengah. Sekitar 96,2% pasien berasal dari golongan kurang mamu, sisanya hanya 3,8%. Seagian besar pasien datang dengan Asuransi Kesehatan Wajib (53,2%) dan Jaminan Kesehatan Masyarakat (21,5%). Asuransi Kesehatan Wajib merupakan asuransi dari perusahaan atau dari negara. Jaminan Kesehatan Masyarakat merupakan program kesehatan menyeluruh oleh pemerintah yang meliputi preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif bagi masyarakat kurang mampu.

Rentang tajam penglihatan dengan hitung jari yaitu 20/25 dengan presentase terbesar (91,1%) penglihatan buruk (6/60) berdasarkan panduan kategori WHO untuk memonitor hasil operasi katarak. Hanya 4 pasien (5,1%) yang mendapat tajam penglihatan baik (6/6 – 6/18) pascabedah.

Setelah pasien manjalani prosedur fakoemulsifikasi, dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan pada follow up hari pertama. Terdapat peningkatan tajam penglihatan walaupun sebanyak 49,9% masih memiliki tajam penglihatan yang buruk. Sebanyak 16 kasus (20,3%) menunjukan tajam penglihatan batas normal (<6/18 – 6/60) dan tajam penglihatan baik sebanyak 24 kasus (30,4%).

(4)

Pemeriksaan tajam penglihatan dengan koreksi terbaik juga dilakukan pada follow up bulan pertama dan kedua. Namun, masih terdapat 8 kasus (10,1%) dengan tajam penglihatan dengan koreksi terbaik (BCVA) yang buruk. Rentang BCVA pada penelitian ini dengan lambaian tangan adalah 6/6. Terdapat 52 kasus (65,8%) yang memiliki tajam penglihatan >0,5. Tidak dilakukan investigasi lanjutan mengenai hasil tajam penglihatan yang buruk tersebut.

Rentang manifestasi refraksi pada penelitian ini adalah -12,00 sampai +10,00. Masih terdapat 17 kasus (21,5%) dengan manifestasi refraksi ekstrim yang lebih dari ±2,00 dioptri. Sebanyak 70,5% dari kasus tersebut menjalani pemeriksaan penjang aksis menggunakan biometri ultrasound. Komplikasi intrabedah pada penelitian ini meliputi proplaps vitreus dan dialysis zonular. Komplikasi tersebut dapat dilihat ada tabel 3. Hanya 3 kasus (3,8%) yang mengalami komplikasi intrabedah. Pasien yang mengalami dialysis zonular memiliki UCVA yang buruk yaitu 0,05 dan manifestasi refraksi yang tinggi yaitu +10,00 namun BCVA yang baik yaitu 0,50. Salah satu pasien dengan prolaps vitreus memiliki UCVA yang buruk yaitu 0,05 dan BCVA 0,3.

Komplikasi pascaoperasi yaitu edema kornea terjadi pada 46 kasus (53,3%), namum komplikasi ini berangsur-angsur menghilang pada follow up bulan pertama dan kedua.

Pembahasan

Jenis kelamin diketahui sebagai faktor risiko katarak dan pasien perempuan lebih beresiko untuk terjadi katarak dibandingkan laki-laki. Jeon dan Kim menemukan bahwa pasien katarak dengan myopia derajat tinggi lebih muda dibandingkan dengan pasien katarak tanpa myopia dengan rata-rata usia 59,60±12,28, sedangkan pasien katarak tanpa myopia memiliki rata-rata usia 67,47±11,36.

Penelitian oleh Joshi dan Shakya menunjukan bahwa 61,3% pasien katarak tanpa myopia derajat tinggi yang menjalani fakoemulsifikasi memiliki tajam penglihatan pascabedah <6/60, sedangkan hanya 9,09% yang memiliki tajam penglihatan >6/18.

(5)

UCVA >6/12 pada 2minggu pascabedah. Penelitian oleh Kim JH dkk menunjukan 92,3% pasien memiliki BCVA 20/20 pada 6 bulan setelah fakoemulsifikasi. Pasien dengan BCVA yang buruk dapat mengakibatkan kekeruhan kornea dan glaucoma atau penyakit mata yang lain.

Pemeriksaan panjang aksial menggunakan IOL Master biometri lebih akurat dan memiliki manifestasi refraksi yang lebih baik dibandingkan dengan biometri ultrasound. IOL Master biometri adalah sistem legkap yang dapat melakukan keratometri, kedalaman chamber anterior, white to white kornea dan mengukur lensa intraokular (IOL). Myopia derajat tinggi dapat menyebabkan kesalahn dalam pengukuran kekuatan IOL, oleh sebab itu operator harus melakukan pengecekan ulang pada keratometer dan A-scan. Penjang aksial >26 mm menjadi faktor risiko terjadinya komplikasi fakoemulsifikasi, termasuk ruptur kapsul posterior dan hilangnya vitreus (8,5%) yang disebutkan dalam penelitian oleh Zare dkk. Edema kornea biasanya terjadi pascabedah fakoemulsifikasi, sekitar 20,7% kasus mengalami edema kornea pada hari pertama pascabedah fakoemulsifikasi dengan katarak matur. Walaupun edema kornea merupakan komplikasi yang sering terjadi, namun viskoelastik dapat digunakan untuk memperbaiki proteksi endotel kornea selama fakoemulsifikasi dan menurunkan kejadian munculnya komplikasi edema kornea.

Referensi

Dokumen terkait

bangunan yang mempunyai kesadaran akan lingkungan sebagai target studi dalam Botanical Garden Visitor Center di Sleman ini mampu menjadi pusat wadah dari aktivitas

Setelah didapatkan instrumen untuk penilaian keterampilan presentasi dan instrumen lembar soal tes lisan yang valid, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis

Pada tahap ini dilakukan analisis model dan identifikasi permasalahan dengan mencari dan mempelajari literatur-literatur yang terkait seperti jurnal, paper, dan

Dimana dalam penelitian sebelumnya, film yang digunakan adalah Film berjudul Nussa dan Rara yang memiliki durasi kurang dari 10 menit untuk setiap seri filmnya dan

Dan setelah melakukan wawancara dengan anak punk, dokter psikologi, dinas pendidikan, kapolsek hingga babinsa, diketahui bahwa para remaja itu merasa diri mereka tidak

Otot merupakan salah satu alat yang digunakan untuk menggerakan anggota tubuh, sebagai daya penggerak aktivitas fisik diperlikan otot yang kuat, kekuatan otot juga

Saham preferen mempunyai hak terlebih dahulu atas aktiva perusahaan dibandingkan dengan hak yang dimiliki oleh saham biasa biasa pada saat terjadi

tinggi dengan nilai 89,44%, (8) Kemampuan menentukan unsur intrinsik teks cerpen siswa kelas XI IPS SMAN 1 Teluk Kuantan tergolong tinggi dengan nilai 87,77%, (9)