31 ASPEK HUKUM PENYALURAN SIARAN TELEVISI MELALUI KABEL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG
PENYIARAN
Asria Wahyuni Ahmad Surahman Rahmat Bakri
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Aspek Hukum Penyaluran Siaran Televisi Melalui Kabel
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran” dengan
rumusan ma salah bagaimanakah landa san hukum penyiaran televisi melalui kabel
dan bagaimanakah perizinan penyiaran televisi melalui kabel. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari bagaimanakah landasan hukum penyiaran televisi melalui kabel dan untuk mengetahui dan mempelajari bagaimanakah prosedur perizinan penyiaran televisi melalui kabel. Metode penelitian adalah peneltian hukum. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah perundang-undangan dan konseptual. Hasil penelitian menunjukan bahwa : pertama, pengaturan tentang TV kabel yang ada saat ini masih belum bisa mengatur dan melindungi semua permasalahan yang timbul ka rena adanya TV Kabel oleh karena itu terjadinya kekosongan hukum yang berimplikasi pada ketidak pastian hukum dalam penyelenggaraan jasa penyiaran televisi melalui kabel. Kedua, pelaksanaan prosedur perizinan, tahap-tahap yang ha rus dilewati oleh piha k pemohon terlalu dipersulit dan kurangnya aturan khusus mengenai syarat perizinan dan izin bersyarat dalam penyelenggaraan penyiaran TV Kabel.
Kata Kunci : Televisi Melalui Kabel, Perizinan, UU Penyiaran
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Keberadaan penyiaran televisi
melalui kabel yang kerap disebut TV
Kabel diawali oleh kebijakan langit
terbuka (open sky policy) oleh
pemerintah. Pada tahun 1986,
pemerintah secara resmi mengizinkan
penggunaan antena parabola oleh
penduduk maupun swasta. Departemen
Penerangan R.I. dan beberapa pejabat
militer daerah bahkan menyediakan
antena parabola bagi penduduk
dipedalaman yang terisolasi untuk
32 sinyal.1 Seiring berjalannya waktu,
pada tahun 1990 pemerintah
mengeluarkan Kepmen Nomor 111
Tahun 1990 yang mengatur lebih
lanjut mengenai penggunaan parabola.
Kehadiran antena parabola menjadi
gejala baru dimasyarakat, tidak hanya
di kota-kota tapi merambah jauh ke
pelosok-pelosok desa.
Kepmen Nomor 111 Tahun 1990
mengatur pemanfaatan antena parabola
oleh masyarakat dengan ketentuan: (1)
penggunaan parabola tidak boleh
melemahkan ketahanan nasional; dan
(2) antena parabola merupakan milik
pribadi, karenanya Departemen
Penerangan c.q. TVRI tidak
bertanggung jawab atas pembangunan,
pengoperasian, pemeliharaan, dan
resiko kepemilikannya. Pada saat itu,
kepemilikan antena parabola di
Indonesia dinilai tertinggi di
negara-negara Asia. Dalam perkembangan
selanjutnya kepemilikan antena
parabola yang semula bersifat pribadi
mulai memasuki wilayah bisnis. Para
1
Rusdin Tompo (editor), Perda TV Kabel Sebuah Pengalaman, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan, Makassar, 2014, hlm. 2.
pemilik antena parabola melihat
peluang bisnis untuk menyalurkan
siaran-siaran yang ditontonnya ke
rumah-rumah warga yang lain yang
kebetulan tidak memiliki antena
parabola. Bermula dari sinilah
kemudian usaha penyelenggaraan TV
Kabel berkembang seperti sekarang.2
Banyaknya permintaan masyarakat
untuk menggunakan layanan TV
Kabel, sehingga lapangan usaha TV
Kabel mulai bermunculan. Namun,
tidak sedikit dari usaha tersebut
merupakan usaha yang ilegal dan tidak
memiliki izin penyelenggaraan
penyiaran berlangganan. Izin
penyelenggaraan penyiaran diatur
dalam Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2002 tentang Penyiaran
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4252), selanjutnya ditulis
undang-undang penyiran.
Pemberlakuan izin yang ada pada
penyelenggaraan penyiaran
berlangganan sangat dibutuhkan demi
2
33 keteraturan di negara Indonesia,
karena Indonesia merupakan negara
hukum.
Manfaat dari TV Kabel yang dapat
dirasakan oleh pelanggannya yaitu
masyarakat yang tinggal di
daerah-daerah yang tidak terjangkau oleh
jaringan siaran televisi atau (blank
spot) yang jika hanya menggunakan
antena biasa dapat menikmati siaran
yang beragam sehingga memperoleh
informasi beserta hiburan. Kehadiran
TV Kabel juga memberikan
kesempatan kepada orang-orang yang
tidak memiliki pekerjaan, karena
dengan adanya TV Kabel maka
lapangan pekerjaan yang barupun
terbuka.
Ada dua domain problema terkait
dengan eksistensi TV Kabel sebagai
gejala bisnis dan gejala sosial
sekaligus. Domain problema tersebut,
menurut Danang Sangga Buana,3
pertama, domain infrastruktur dan
kedua, domain isi siaran. Problema
utama menyangkut infrastruktur
3
Danang Sangga Bunawa, Upaya Mengatur Televisi Berbayar, artikel dalam majalah Penyiaran Kita, edisi November-Desember 2015, hlm. 24-25.
adalah maraknya TV Kabel ilegal.
Berdasarkan data tahun 2014 yang
dirilis KPI (Komisi Penyiaran
Indonesia) Pusat, terdapat lebih dari
2.000 televisi berbayar belum berizin
yang tersebar di seluruh wilayah
Indonesia. Dari aspek isi siaran,
terdapat kualitas program yang kerap
kontraduktif dengan nilai budaya
bangsa, seperti muatan program
negatif (negative content) yang secara
vulgar memperagakan pornografi dan
kekerasan, saluran program siaran
yang belum mendapatkan persetujuan
KPI. Termasuk prokontra in house
production, sensor internal dan kunci
parental yang tidak terimplementasi
dengan baik, perihal klasifikasi isi
siaran, bahasa siaran, dan termasuk
layanan konsumen.4
4
34 B. Rumusan Masalah
Dari uraian yang dikemukakan
dalam latar belakang di atas, maka
penulis menentukan rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah landasan hukum
penyiaran televisi melalui kabel ?
2. Bagaimanakah perizinan
penyiaran televisi melalui kabel ?
II. PEMBAHASAN
A. Landasan Hukum Penyiaran Televisi Melalui Kabel
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran Salah satu tujuan negara yang
terumus dalam pembukaan UUD
NRI 1945 adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa. Tidak dapat
disangkal bahwa salah satu
instrumen penting bagi upaya
pencerdasan bangsa adalah
memberikan akses kepada seluruh
warga negara untuk memperoleh
informasi sebagai hak asasi manusia
yang dibutuhkan untuk
pengembangan pribadi dan
lingkungan sosialnya5. Hal tersebut
5
Naskah Akademik Rancangan Perda Sulawesi Tengah tentang Penyiaran Televisi Melalui Kabel, Sekretariat DPRD Sulawesi
dinyatakan dalam Pasal 28F UUD
NRI 1945 :
Setiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosialnya,
serta berha k untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah dan menya mpaikan
informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang tersedia.
Keberadaan televisi merupakan
salah satu sarana yang
memungkinkan dan memudahkan
masyarakat untuk memenuhi haknya
di bidang informasi. Media televisi
sekaligus berfungsi sebagai sarana
edukasi dan hiburan bagi
masyarakat. Namun selain hal-hal
yang bersifat ideal tersebut, televisi
juga membawa dampak buruk bagi
masyarakat dan lingkungan sosial6.
Banyaknya masyarakat yang
bergantung pada televisi
mengakibatkan meningkatnya jumlah
stasiun televisi swasta yang
bermunculan. Namun beragam
stasiun televisi tersebut tidak dapat
dinikmati pada setiap wilayah. Oleh
Tengah dan Fisip Universitas Tadulako, 2016, hlm 11
6
35 karena itu munculnya lembaga
penyiaran berlangganan TV Kabel
sebagai salah satu sarana untuk
mempermudah memperoleh siaran
stasiun televisi yang beragam.
Pengelolaan media penyiaran di
Indonesia diatur dalam
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002
tentang Penyiaran. Dalam
undang-undang ini dijelaskan bahwa:
“Penyiaran adalah kegiatan
pemancarluasan siaran melalui
sarana pemancaran dan/atau sarana
transmisi di darat, di laut atau di
antariksa dengan menggunakan
spektrum frekuensi radio melalui
udara, kabel, dan/atau media lainnya
untuk dapat diterima secara serentak
dan bersamaan oleh masyarakat
dengan perangkat penerima siaran”.
Penyiaran televisi melalui kabel
diatur dalam Pasal 26 ayat (1) huruf
b Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2002 tentang Penyiaran (selanjutnya
ditulis UU Penyiaran). Penyiaran
televisi melalui kabel dikategorikan
sebagai lembaga penyiaran
berlangganan. Selain lembaga
penyiaran berlangganan melalui
kabel, pada pasal yang sama
ditegaskan pula keberadaan lembaga
penyiaran berlangganan melalui
satelit dan keberaaan lembaga
penyiaran berlangganan melalui
terrestrial7.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 52
Tahun 2005 tentang
Penyelenggaraan Penyiaran
Lembaga Penyiaran
Berlangganan
Peraturan menteri Republik
Indonesia Nomor 52 Tahun 2005
tentang Penyelenggaraan Penyiaran
Lembaga Penyiaran Berlangganan
(Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 129,
Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4568)
selanjutnya ditulis (PP) Nomor
52/2005.
(PP)52/2005 mengatur secara
umum mengenai penyelenggaraan
penyiaran lembaga penyiaran
berlangganan berdasarkan klasifikasi
sebagai berikut :
a. Penyiaran berlangganan melalui
satelit
b. Penyiaran berlangganan melalui
kabel
7
36 c. Penyiaran berlangganan melalui
terrestrial
Persyaratan pendirian lembaga
penyiaran berlangganan, sebagai
berikut8 :
Lembaga Penyiaran Berlangganan
harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. didirikan oleh warga negara
Indonesia;
b. didirikan dengan bentuk badan
hukum Indonesia berupa perseroan
terbatas;
c. bidang usahanya hanya
menyelenggarakan jasa penyiaran
berlangganan;
d. modal awal usahanya harus
seluruhnya dimiliki oleh warga
negara Indonesia dan/atau badan
hukum Indonesia yang seluruh
sahamnya dimiliki oleh warga negara
Indonesia
Dalam pelaksanaan
penyelenggaraan penyiaran,
Lembaga Penyiaran Berlangganan
harus berkwajiban9 :
8
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Berlangganan Pasal 3
9
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2005 tentang
a. mempunyai izin atas setiap
program siaran dalam setiap saluran;
b. melakukan sensor internal
terhadap semua isi siaran yang akan
disiarkan dan/atau disalurkan;
c. menyediakan paling sedikit 10%
(sepuluh perseratus) dari kapasitas
saluran untuk menyalurkan program
dari Lembaga Penyiaran Publik dan
Lembaga Penyiaran Swasta; dan
d. menyediakan 1 (satu) saluran
siaran produksi dalam negeri
berbanding 10 (sepuluh) saluran
siaran produksi luar negeri atau
paling sedikit 1 (satu) saluran siaran
produksi dalam negeri.
3. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor 41
Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Penyiaran
Lembaga Penyiaran
Berlangganan Melalui Satelit, Kabel, dan Terestrial
Peraturan Menteri Komunikasi
dan Informatika Republik Indonesia
Nomor 41 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga
Penyiaran Berlangganan Melalui
37 Satelit, Kabel, dan Terestrial ( Berita
Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 1020) selanjutnya
disebut PERMEN KOMINFO
Nomor 41/2012.
PERMEN KOMINFO Nomor
41/2012 mengatur mengenai hak dan
kewajiban bagi penyelenggara
penyiaran berlangganan. Dalam
pelaksanaannya Lembaga Penyiaran
Berlangganan memiliki hak-hak
sebagai berikut10 :
1. Setiap Lembaga Penyiaran
Berlangganan yang telah
memiliki Izin Penyelenggaraan
Penyiaran berhak
menyelenggarakan penyiaran
berlangganan dengan jangkauan
wilayah siaran yang telah
ditentukan berdasarkan izin yang
diberikan.
2. Setiap Lembaga Penyiaran
Berlangganan yang telah
memberikan jasa pelayanan
penyiaran kepada para
pelanggannya berhak memungut
10
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Berlangganan Melalui Satelit, Kabel dan Terrestrial Pasal 7
imbal jasa berupa iuran
berlangganan dari pelanggannya.
3. Lembaga Penyiaran
Berlangganan dapat
menyelenggarakan siaran iklan
niaga dan iklan layanan
masyarakat, dengan ketentuan11 :
a. materi siaran iklan harus
menggunakan sumber daya
dalam negeri
b. siaran iklan asing yang
ditayangkan dalam
program-program yang disalurkan dari
luar negeri harus diganti dengan
siaran iklan dalam negeri.
4. Lembaga Penyiaran Berlangganan
harus menyediakan waktu untuk
siaran iklan layanan masyarakat.
Lembaga Penyiaran
Berlangganan berkewajiban untuk12 :
a. membayar biaya Izin
Penyelenggaraan Penyiaran yang
merupakan Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) sesuai dengan
11
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Berlangganan Melalui Satelit, Kabel dan Terrestrial , Pasal 8
12
38 ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. memenuhi Rencana Dasar Teknik
Penyiaran sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan;
c. memenuhi Persyaratan Teknis
Perangkat Penyiaran sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan;
d. memiliki sertifikat untuk
perangkat transmisi yang akan
digunakan dalam Penyelenggaraan
Penyiaran Berlangganan;
e. memiliki Hak Siar atas setiap
program siaran yang disiarkan;
f. melakukan sensor internal terhadap
semua isi siaran yang akan disiarkan
dan/atau disalurkan;
g. menyediakan sekurang-kurangnya
10% (sepuluh perseratus) dari
kapasitas kanal saluran untuk
menyalurkan program dari Lembaga
Penyiaran Publik dan Lembaga
Penyiaran Swasta;
h. menyediakan 1 (satu) saluran
produksi dalam negeri berbanding 10
(sepuluh) saluran siaran produksi
luar negeri atau paling sedikit 1
(satu) saluran siaran produksi dalam
negeri; dan
i. memiliki izin stasiun bumi untuk
Television Received Only (TVRO)
dalam hal menerima siaran dari
satelit asing.
Dan Lembaga Penyiaran
Berlangganan dalam memberikan
pelayanan kepada pelanggannya
wajib memenuhi ketentuan sebagai
berikut13
a. menentukan standar pelayanan
minimum secara terbuka;
b. memberikan pelayanan yang sama
kepada para Pelanggan;
c. membuat ketentuan dan
syarat-syarat berlangganan;
d. memberikan informasi yang
lengkap dan transparan mengenai
layanan yang diberikan; dan
e. memberitahukan kepada
Pelanggan apabila akan terjadi
perubahan program siaran disertai
dengan alasannya.
f. Lembaga Penyiaran Berlangganan
wajib menyediakan pusat pengaduan
untuk menampung setiap keluhan
dari Pelanggan, baik di kantor pusat
maupun di kantor perwakilan.
13
39 g. Lembaga Penyiaran Berlangganan
wajib memiliki standar operasional
prosedur dalam menyelesaikan
keluhan yang disampaikan oleh
Pelanggan.
Dalam penyelenggaraan
penyiaran berlangganan hak-hak
pelanggan sebagai berikut14 :
1. Pelanggan mempunyai hak yang
sama untuk mendapatkan layanan
dari Lembaga Penyiaran
Berlangganan.
2. Pelanggan berhak mendapatkan
layanan sesuai dengan paket
program siaran, kualitas gambar,
dan harga yang ditawarkan oleh
Lembaga Penyiaran
Berlangganan yang disepakati
oleh kedua belah pihak.
3. Pelanggan berhak atas informasi
yang benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi jaminan
layanan.
4. Pelanggan berhak untuk
diperlakukan atau dilayani secara
benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
14
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Berlangganan Melalui Satelit, Kabel dan Terrestrial, Pasal 12, dan Pasal 13
5. Pelanggan wajib membayar iuran
berlangganan sesuai dengan
kesepakatan antara Pelanggan
dengan Lembaga Penyiaran
Berlangganan.
6. Pelanggan wajib memenuhi
kewajiban-kewajiban yang telah
disepakati dengan Lembaga
Penyiaran Berlangganan.
4. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik
Indonesia Nomor:
28/P/M.KOMINFO/09/2008 tentang Tata Cara dan Persyaratan Perizinan Penyelenggaraan Penyiaran Peraturan Menteri Komunikasi
dan Informatika Republik Indonesia
Nomor :
28/P/M.KOMINFO/09/2008 tentang
Tata Cara dan Persyaratan Perizinan
Penyelenggaraan Penyiaran
mengatur mengenai persyaratan
pendirian dan perizinan lembaga
penyiaran. Lembaga Penyiaran
Berlangganan ddirikan dengan
persyaratan sebagai berikut15:
15
40 a. oleh Warga Negara Indonesia
(WNI);
b. berbentuk badan hukum Indonesia
berupa perseroan terbatas;
c. bidang usahanya hanya
menyelenggarakan jasa penyiaran
berlangganan;
d. seluruh modal awal usahanya
dimiliki oleh WNI dan/ataubadan
hukum Indonesia yang seluruh
sahamnya dimiliki oleh WNI.
Dalam perizinan Lembaga
Penyiaran Berlangganan memiliki
persyaratan sebagai berikut16 :
Dalam mengajukan permohonan
perizinan, LPB harus memenuhi
persya ratan administrasi, program
siaran, dan data teknik penyiaran
dengan mengisi formulir
sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 4 Peraturan Menteri ini.
B. Perizinan Penyiaran Televisi Melalui Kabel
1. Pihak-pihak yang memiliki kewenangan dalam mengatur proses perizinan penyiaran
Cara dan Persyaratan Perizinan Penyelenggaraan Penyiaran, Pasal 12
16
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor : 28/P/M.KOMINFO/09/2008 tentang Tata Cara dan Persyaratan Perizinan Penyelenggaraan Penyiaran, Pasal 13
Indonesia saat ini menganut
sistem multiregulator dalam
mengatur penyiaran17. Ada beberapa
pihak yang mempunyai kewenangan
dalam mengatur proses perizinan
penyiaran. Pertama, KPI dalam
proses perizinan yang berjalan
selama ini adalah mitra dari
pemerintah yang diberikan
kewenangan dalam peraturan teknis
(Peraturan-Peraturan Pemerintah
yang mengatur penyiaran) dalam
mengawasi dan menilai konten
siaran.
KPI sebagai regulator penyiaran
memiliki wewenang untuk
memberikan panduan dan
pengawasan serta evaluasi (sanksi)
agar penyelenggaraan penyiaran
dapat berjalan sesuai dengan tujuan
penyiaran. Secara normatif KPI
harus tetap memegang prinsip bahwa
penyiaran harus memiliki efek positif
kepada masyarakat Indonesia18.
Kedua, Kementerian Komunikasi
dan Informatika (Kemenkominfo)
17
Workshop Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran, Menata Sistem Penyiaran di Era Konvergensi Media, Bandung 28-30 Oktober 2014, hlm 14
18
41 secara teknis proses perizinan
memiliki kewenangan dalam
penilaian kelengkapan teknis
infrastruktur penggunaan frekuensi
dan juga kelengkapan administrasi
lainnya yang berkaitan dengan
perizinan penyiaran. Secara tidak
langsung, kelengkapan administrasi
juga melibatkan Pemerintah Daerah
(Pemda) sebagai penguasa wilayah
tempat lembaga penyiaran
mendirikan usaha penyiarannya19.
2. Peran KPI Pada Setiap Tahapan Proses Perizinan Kewenangan KPI ini akan
dikelompokkan menjadi 3 (tiga)
peran20 :
1. Peran sebelum pelaksanaan
proses perizinan
Sesuai amanat UU.
Nomor.32/2002 tentang Penyiaran,
KPI akan mendukung tujuan
penyiaran yang diselenggarakan
untuk menumbuhkan industri
penyiaran Indonesia, di sisi lain KPI
juga ikut membantu menyusun
perencanaan pengembangan SDM
19
Ibid, hlm 14
20
Ibid, hlm 34
yang menjamin profesionalitas di
bidang penyiaran21.
2. Peran pada saat pelaksanaan
proses Perizinan
Setelah pemohon melengkapi
semua berkas persyaratan
administrasi, program siaran, dan
data teknik penyiaran dalam jangka
waktu sesuai jadwal yang telah
ditetapkan KPI dan atau
memperhatikan ketentuan yang
berlaku, maka EDP dapat
dilaksanakan. Setelah permohonan
didaftarkan oleh KPI/KPID
kemudian disampaikan ke Menteri22.
3. Peran Setelah Proses Perizinan23
a. KPI memiliki fungsi
pengawasan, yaitu mengawasi
konten dan isi siaran televisi agar
tidak menyimpang dari UU
Penyiaran, P3SPS maupun
ketentuan lain yang terkait.
b. KPI dibilang struktur dan
pengelolaan sistem penyiaran
terus melakukan langkah-langkah
konkret didalam proses perizinan,
agar pemohon serta elemen
masyarakat yang ingin
21Ibid 22
Ibid, hlm 36
23
42 memproses izin mendapatkan
kepastian hukum. Salah satunya
dengan terus melakukan
koordinasi dengan
kemenkominfo RI baik untuk
penjadwalan maupun
membicarakan substansi
keberlangsungan hidup lembaga
penyiaran.
c. Oleh sebab itu KPI terus terlibat
di dalam penyusunan kebijakan
yang dikeluarkan oleh
Pemerintah (kemenkominfo RI).
d. Selain itu KPI pun terus
menigkatkan pengawalan setiap
tahapan proses perizinan bagi
pemohon guna efisiensi serta
efektivitas.
e. KPI juga melakukan
pengembangan SDM penyiaran
yang professional, serta
masyarakat dalam bentuk
kegiatan : literasi media,
Training of Trainer, maupun
dialog khusus dengan seluruh
stakeholders penyiaran.
3. Peran dan Tugas Masing-Masing Unsur dalam Proses Perizinan
Sesuai Permenkominfo Nomor :
28/P/M/M.Kominfo/9/2008 tentang
Tata Cara dan Persyaratan Perizinan
Penyelenggaraan Penyiaran dan
Pengaturan KPI Nomor 03 Tahun
2012 tentang Tata Cara Perizinan
Dalam Rangka Penertiban
Rekomendasi Kelayakan
Penyelenggaraan Penyiaran, terdapat
unsur-unsur yang berperan penting
dalam kegiatan proses perizinan24:
A. Komisi Penyiaran Indonesia
Selanjutnya disebut KPI adalah
lembaga negara yang bersifat
independen yang ada di pusat dan di
daerah, sebagai wujud peran serta
masyarakat di bidang penyiaran,
yang tugas dan wewenangnya diatur
dalam Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Tugas dalam Proses Perizinan :
KPI melakukan pemeriksaan
kelengkapan persyaratan program
siaran berdasarkan pada Pedoman
Perilaku Penyiaran dan Standar
Progam Siaran (P3 dan SPS).
24
43 B. Sekretariat KPI
Merupakan unsur pendukung
pelaksanaan tugas KPI/KPID,
sebagaimana amanat UU No. 32
Tahun 2002 tentang Penyiaran Pasal
9 ayat (4) : “KPI dibantu sebuah
sekreta riat yang dibiayai oleh
negara”.
C. Pemerintah (Menteri)
Adalah pejabat negara yang
ruang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang komunikasi dan
informatika (Menkominfo RI).
Tugas dalam proses perizinan : Pemerintah Kominfo RI dibagi
dalam 2 (dua) bidang kerja :
1. Direktorat Jenderal
Penyelenggara Pos dan Informasi
(Ditjen PPI) melakukan
pemeriksaan kelengkapan
persyaratan administrasi.
2. Direktorat Jenderal Sumber Daya
dan Perangkat Pos dan
Informatika (Ditjen SDPPI)
melaksanakan pemeriksaan
kelengkapan teknik penyiaran,
dan kebijakan di bidang pos dan
telekomunikasi, pengelolaan
spektrum frekuensi radio serta
orbit satelit.
D. Pemerintah Daerah
Adalah Lembaga Pemerintah
Daerah tingkat Provinsi,
Kabupaten/Kota yang ruang lingkup
tugas dan tanggung jawabnya di
bidang komunikasi dan informatika.
1. Tugas Pemda Provinsi
a. Evaluasi persyaratan administrasi
dan data teknis permohonan izin
penyelenggaraan penyiaran jasa
penyiaran televisi.
b. Pemberian rekomendasi
kelengkapan data administrasi
dan data teknis permohonan izin
penyelenggaraan televisi.
2. Tugas Pemda Kabupaten/Kota a. Evaluasi persyaratan administrasi
dan data teknis terhadap
permohonan izin
penyelenggaraan penyiaran jasa
penyiaran radio.
b. Pemberian rekomendasi
kelengkapan data administrasi
dan data teknis persyaratan
permohonan izin
44
c. Pemberian izin lokasi
pembangunan studio dan stasiun
pemancar radio dan/atau televisi.
4. Mekanisme Perizinan
Peraturan Menteri Komunikasi
dan Informatika Republik Indonesia
Nomor: 28/P/M.KOMINFO/09/2008
tentang Tata Cara dan Persyaratan
Perizinan Penyelenggaraan
Penyiaran25 :
1. Tahap Pertama : Pembentukan
Badan Hukum
2. Tahap Kedua : Membuat
Permohonan dan studi Kelayakan
3. Tahap Ketiga : Proses Verifikasi
4. Tahap Keempat : Proses Evaluasi
Dengar Pendapat
5. Tahap Kelima : Rekomendasi
Kelayakan
6. Tahap Keenam : Proses Forum
Rapat Bersama
7. Tahap Ketujuh : Masa Uji Coba
Siaran
8. Tahap Kedelapan : Penetapan
Izin Penyelenggaraan Penyiaran
9. Tahap Kesembilan :
Penyelenggaraan Penyiaran dan
Perpanjangan Izin
Penyelenggaraan Penyiaran
25
Judhariksawan, Hukum Penyiaran, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm 70-81
III.PENUTUP A. Simpulan
Berdasarkan analisis terhadap
rumusan masalah maka disimpulkan
sebagai berikut:
1. Landasan hukum penyiaran
televisi melalui kabel masih
belum sepenuhnya mengatasi
permasalahan yang timbul dari
adanya TV Kabel terkait
mengenai pengaturan kabel
jaringan oleh operator TV Kabel
dan perizinannya yang
mengakibatkan terjadi
kekosongan hukum yang
berimplikasi pada ketidakpastian
dalam penyelenggaraan jasa
penyiaran TV Kabel.
2. Dalam pelaksanaan prosedur
perizinan, tahap-tahap yang harus
dilewati oleh pihak pemohon
(warga negara dan/atau badan
hukum Indonesia yang
mengajukan permohonan atas
Izin Penyelenggaraan Penyiaran)
terlalu rumit dan kurangnya
aturan khusus mengenai syarat
perizinan dan izin bersyarat
dalam penyelenggaraan
45 B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini
penulis menyarankan hal-hal sebagai
berikut :
1. Perlu adanya regulasi yang
khusus untuk mengatur tentang
penyiaran televisi melalui kabel
oleh pemerintah. Agar adanya
kejelasan dalam pengaturan
televisi melalui kabel.
2. Dalam prosedur perizinan
kiranya pihak pemerintah yang
terkait dengan pembuatan izin
atau pemberian izin tidak
mempersulit pomohon yang ingin
mengajukan permohonan
46 DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :
Danang Sangga Bunawa, Upaya Mengatur Televisi Berbayar, artikel dalam majalah Penyiaran Kita, edisi November-Desember, 2015.
Judhariksawan, Hukum Penyiaran, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2010.
Naskah Akademik Rancangan Perda Sulawesi Tengah tentang Penyiaran Televisi
Melalui Kabel, Sekretariat DPRD Sulawesi Tengah dan Fisip Universitas
Tadulako, 2016
Rusdin Tompo (editor), Perda TV Kabel Sebuah Pengalaman, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan, Makassar, 2014.
Workshop Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Bidang Pengelolaan Struktur dan
Sistem Penyiaran, Menata Sistem Penyiaran di Era Konvergensi Media, Bandung 28-30 Oktober 2014
Sumber Undang-undang :
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4252)
Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika Republik Indonesia Nomor 41
Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran
Berlangganan Melalui Satelit, Kabel, Dan Terestrial
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2005 tentang
Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Berlangganan
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor:
28/P/M.KOMINFO/09/2008 tentang Tata Cara dan Persyaratan Perizinan