• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN ASURANSI SYARIAH dan ASURANSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERBEDAAN ASURANSI SYARIAH dan ASURANSI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN ASURANSI SYARI’AH dan ASURANSI

KONVENSIONAL

(Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia)

Dosen Pengampu : ZEIN MUTTAQIN S.E.I., M.A.

Disusun oleh :

Rosita (14423006)

Dzuriyatun Rahmatika (14423031)

PRODI EKONOMI ISLAM

FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

sejalan dengan perputaran bumi, permasalahan yang dihadapi manusia semakin komplek, terkadang permasalahan-permasalahan itu belum terjamah oleh hukum, padahal dalam suatu kaidah ushul dikatakan bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan pola tindak dan pola tingkah manusia tidak lepas dari pantauan hukum. Oleh karenannya apabila ada suatu masalah yang belum terjamak oleh hukum yang secara pasti disebutkan dalam al-qur’an dan hadis maka diadakan kajian hukum mengenai permasalahan tersebut melalui jalan ijtihad.

Permasalahan-permasalahan yang seperti tersebut di atas dalam istilah fiqh disebut dengan masail fiqhiyyah. Salah satu permasalahan yang ingin kami bahas dalam makalah ini adalah masalah tinjauanmekanisme asuransi. Topik ini kami anggap penting karena disamping asuransi memang sebagai salah satu permasalahan kontemporer juga karena di indonesia sudah berdiri asuransi yang berlandasan syariah

Rumusan masalah

Bagaimana mekanisme operasional asuransi syariah dan asuransi konvensional ?

Bagaimana perbedaan asuransi syariah dan asuransi konvensional?

Tujuan

Untuk mengetahui bagaimana proses mekanisme operasional asuransi syariah dan konvensional.

(3)

BAB II

PEMBAHASAN

A.

PENGERTIAN ASURANSI SYARIAH & ASURANSI KONVENSIONAL

Asuransi Syariah

Dalam bahasa arab, asuransi dikenal dengan istilah at-tamin,penanggung di sebut mu’amin tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min. At-ta’min diambil dari amana yang artinya memberi perlindungan,ketenangan,rasa aman,dan bebas dari rasa takut seperti yang tersebut dalam QS.Quraisy (106) yaitu : "Yang telah memberi makanan kepada mereka, untuk menghilangkan lapar, dan mengamankan mereka dari ketakutan." (Sula,2004:28).

Pengertian dari at-ta’min adalah seorang membayar atau menyerahkan uang cicilan agar ia atau ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang sebagaimana yang telah disepakati atau untuk mendapatkan gant terhadap harta yang hilang. Di indonesia sendri asuransi islam sering dikenal dengn istilah takaful. Kata takaful berasal dari takafala-yatakafalu yang berarti menjamin atau saling menanggung (ibid :23).

Sedangkan Muhammad Syakir Sula mengartikan takaful dalam pengertian muamalah adalah saling memikul resiko di antara sesama orang ,sehingga antara satu dengan lainnya menjadi penanggung atas resiko lainnya.

Dalam ensklopedi hukum islam digunakan istilah at-takaful al-ijtima atau solidaritas yang diartikan sebagai sikap anggota masyarakat islam yang saling memikirakan meperhatikan dan membantu mengatasi kesulitan ; anggota masyarakat islam yang satu merasakan penderitaan yang lain sebagai penderitaanya sendiri dan keberuntungannya adalah juga keberuntungan yang lain (Dahlan,1628)

Hal ini sejalan dengan HR.Bukhari Muslim “Orang-orang yang beriman bagaikan sebuah bangunan,antara satu bagian dan bagian lainnya saling menguatkan,sehingga melahirkan suaatu kekuatan yang besar “. Dan dalam hal ini Dewan Syariah Nasional pada tahun 2001 telah mengeluarkan fatwa mengenai asuransi syariah NO.21/DSN-MUI/X/2001 bagian pertama mengenai ketentuan umum angka 1 dsebutkan pengertian asuransi syariah adalah saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.Widyaningsih(2005:223)

Nah dari pengertian dan penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa Asuransi Syariah adalah sebuah sistem di mana para peserta mendonasikan sebagian atau seluruh kontribusi/premi yang mereka bayar untuk digunakan membayar klaim atas musibah yang dialami oleh sebagian peserta. Proses hubungan peserta dan perusahaan dalam mekanisme pertanggungan pada asuransi syariah adalah sharing of risk atau “saling menanggung risiko”. Apabila terjadi musibah, maka semua peserta asuransi syariah saling menanggung. Dengan demikian, tidak terjadi transfer risiko (transfer of risk atau “memindahkan risiko”) dari peserta ke perusahaan seperti pada asuransi konvensional.

(4)

Asuransi Konvensional

Sedangkan pengertian asuransi konvesional adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketigayang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. (UU no. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian)

Pasal asal 246 KUHD RI asuransi/penanggungan adalah: suatu perjanjian dimana seorang penanggung mengikat diri pada tertanggung dengan menerima premi untuk penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akandiderita karenasuatu peristiwa tertentu

Asuransi adalah perjanjian antara penanggung (perusahaan asuransi) dengan yang ditanggung (peserta asuransi) untuk menerima premigantirugi.Kamarulazman (2008)

Asuransi merupakan suatu rencana yang melibatkan penggabungan sekelompok orang dengan memindahkan risikoyangdipunyai masing-masing. Dari sudut pandang sosial: asuransi merupakan suatu alat sosial untuk melakukan akumulasi dana dalam mencapai kerugian yang tidak pasti dengan cara memindahkan risiko orang banyak kepada asuradur.

Dari pemaparan tentang pengertian asuransi syariah maupun konvensional dapat kita lihat bahwa dari perusahaan asuransi konvensional adalah murni bisnis. Seperti kebanyakan bisnis lain tujuan tersebut adalah untuk mendapatkan profit yang besar. Hal ini terlihat dari dana yang diperoleh dari premi nasabah, semuanya menjadi milik perusahaan. Asuransi syariah, tujuan utamanya bukanlah untuk mendapatkan laba yang besar. Tujuan utama asuransi syariah adalah mencari keuntungan untuk meningkatkan kesejahteraan dan perjuangan umat. Hal ini terlihat dari visi dan misi yang diemban oleh asuransi syariah, yaitu: misi aqidah, misi ibadah, misi isghtishodi, dan misi keumatan. Perbedaan tujuan antara asuransi konvensional dan asuransi syariah akan berpengaruh kepada pelaksanaan usaha asuransi tersebut. Transaksi yang sama antara kedua asuransi tersebut bisa berbeda cara pengakuannya. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan tujuan yang harus dicapai oleh asuransi konvensional dan asuransi syariah.

Asuransi sebagai lembaga keuangan nonbank, terorganisir secara rapi dalam sebuah perusahaan yang berorientasi pada pendekatan kelembagaandan merupakan jawaban bagi langkah proteksi terhadap kegiatan dan aktivitas ekonomi. Azhar(1996:49)

Sebagaimana dikutip oleh Husain Hamid Hisan mengatakan bahwa asuransi merupakan kesepakatan kerjasama (ta'awun ᷇) antara berbagai pihak dalam mengantisipasi suatu peristiwa. Apabila peristiwa tersebut terjadi, maka mereka semua akan saling bekerja sama untuk menanggungnya dengan sedikit pemberian derma (premi) yang diberikan oleh para peserta sebelumnya. Hisan (1997:2)

B. PANDANGAN ULAMA FIQH TENTANG ASURANSI

Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan keabsahan praktik hukum asuransi. Secara garis besar kontrofersi terhadap masalah ini dapat dibagi menjadi 2 kelompok:

1. Adalah ulama yang mengharamkan asuransi 2. Ulama yang memperbolehkan asuransi

(5)

yang membolehkan semua bentuk asuransi. Disamping itu, ada yang berpendapat membolehkan asuransi yang bersifat sosial (ijtimai) dan mengharamkan asuransi yang bersifat komersial (tijarih), serta ada pula yang meragukannya ( syudhat). Pembagian terhadap kedua kelompok diatas dilakukan masjfuk zuhdi yang dapat menggambarkan sejarah tegas mana ulama yang mengharamkan dan mana ulama yang membolehkan asuransi. Diantara ulama yang mengharamkan asuransi adalah Sayid Sabiq pengarang fiqh sunnah, Abdullah al-Qalqili, Mufti Yordan, Muhammad Yusuf Al-Qardawi pengarang al-halal wa al-haram fi al islam, Mahdi Hasan, Mufti Deoband Saharnapur India , Mahmud Ali, Mufti Al-Ulum Cawnpur India dan Muhammad Bakhit al-muth’i, Mufti Mesir. Alasan utama pengharaman asuransi masih menurut masjfuk yaitu premi-premi yang dibayarkan oleh para pemegang polis diputar dalam praktik riba. Lain halnya dengan Warkum Sumitro yang memberikan jawaban terhadap kelompok yang mengharamkan asuransi dengan 5 alasan (aspek legal lembaga keuangan syariah, Muttaqin, hal. 86-87) sebagai berikut:

1. Asuransi mengandung unsur perjudian yang dilarang dalam islam. 2. Asuransi mengandung unsur ketidakpastian.

3. Asuransi mengandung unsur riba yang dilarang dalam islam. 4. Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar dilarang oleh islam 5. Asuransi mengandung unsur eksploitasi yang bersifat menekan.

C.

SEJARAH ASURANSI SYARIAH

Perkembangan asuransi dalam sejarah islam sudah lama terjadi. Istilah yang digunakan tentunya berbeda-beda, tetapi masing-masing memiliki kesamaan, yaitu adanya pertanggungan oleh sekelompok orang untuk menolong orang lain yang berada dalam kesulitan.

Dalam islam, praktik asuransi pernah dilakukanpada masa nabi Yusuf as. Yaitu pada saat ia menafsirkan mimpi dari raja fir’aun. Tafsiran yang iya sampaikan adalah bahwa mesir akan mengalami masa 7 (tujuh) panen yang melimpah dan diikuti dengan masa 7 (tujuh) tahun paceklik. Untuk menghadapi masa kesulitan (paceklik) itu, nabi Yusuf as. Menyarankan agar menyisihkan sebagian dari hasil panen pada masa 7 tahun pertama. Saran dari nabi Yusuf as. Ini diikuti oleh Raja Fir’aun, sehingga masa paceklik bisa ditangani dengan baik.

Pada masa arab sendiri terdapat sistem ‘aqillah yang sudah menjadi kebiasaan mereka sejak pra-islam. ‘aqillah merupakan cara penutupan (istilah yang digunakan oleh AM. Hasan Ali) dari keluarag pembunuh terhadap keluarga korban (yang terbunuh). Ketika terdapat seseorang terbunuh oleh anggota suku lain, maka keluarga pembunuh harus membayar diyat dalam bentuk uang darah. Kebiasaan ini kemudian dilanjutkan oleh Nabi Muhammad saw. Yang dapat terlihat pada hadist berikut ini.

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a, dia berkata: berselisih dua orang wanita dari suku Huzail, kemudian salah satu wanita tersebut melempar batu kewanita yang lain sehingga mengakibatkan kematian wanita tersebut beserta janin yang dikandungnya. Maka ahli waris dari wanita yang meninggal tersebut mengadukan peristiwa tersebut kepada Rasulullah SAW., maka Rasulullah SAW. Memutuskan ganti rugi dari pembunuhan dari janin tersebut dengan pembebasan dengan seorang budak laki-laki atau perempuan, dan memutuskan ganti rugi kematian wanita tersebut dengan uang darah (diyat) yang dibayarkan oleh aqilahnya (kerabat dari orang tua laki-laki). (HR. Bukhari)

(6)

Perkembangan praktik ‘aqilah yang sama dengan praktik asuransi ternyata tidak hanya diterapkan pada masa pidana, tetapi juga mulai diterapkan dalam bidang perniagaan. Sering kali disebutkan dalam beberapa buku yang membahas mengenai sejarah asuransi bahwa asuransi pertama kali dilakukan di Italia berupa asuransi perjalanan laut pada abad ke-14. Namun, sebenarnya sebelum abad ke-14, asuransi telah dilakukan oleh orang-orang Arab sebelum datangnya Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Orang-orang arab yang mahir dibidang perdagangan telah melakukan perdagangan ke negara-negara lain melalui jalur laut. Untuk melindungi barang-barang dagangannya ini mereka mengasuransikannya dengan tidak menggunakan sistem bunga dan riba. Bahkan Nabi Muhammad SAW. Sendiri pun telah mekakukan asuransi ketika melakukan perdagangan di Mekkah. Suatu ketika Nabi Muhammad SAW turut dalam perdagangan di Mekkah dan seluruh armada dagangannya terpecah belah oleh suatu bencana, hilang dipadang pasir. Kemudian, para pengelola usaha yang merupakan anggota dana kontribusi membayar seluruh barang dagangannya termasuk harga unta dan kuda yang hilang, kepada para korban yang selamat dan keluarga korban yang hilang. Nabi Muhammad SAW yang pada saat itu berdagang dengan modal dari Khodijah juga telah menyumbangkan dan pada dana kontribusi tersebut dari keuntungan yang telah diperolehnya.

Dibidang bisnis inilah asuransi semakin berkembang, terutama dalam hal perlindungan terhadap barang-barang perdagangannya. Namun, perkembangan ini tidak sejalan dengan kesesuaian asuransi terhadap syariah. Meskipun demikian, dengan banyaknya kajian terhadap praktik perekonomian dalam perspektif hukum islam, asuransi mulai diselaraskan dengan ketentuan-ketentuan syariah. Pada paruh kedua abad ke-20 bibeberapa megara Timur Tengah dan Afrika telah mulai mencoba mempraktikkan asuransi dalam bentuk tafakul yang kemudian berkembang pesat hingga kenegara-negara yang berpenduduk non muslim sekalipun di Eropa dan di Amerika. ( Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Wirdiningsih, Hal.179-181)

D.

POTRET ASURANSI SYARIAH

Menyusul berdirinya bank muamalat indonesia pada bulan juli 1992 maka muncul pemikiran baru dikalangan ulama dan praktisi ekonomi syariah yang jumlahnya masih sedikit ketika itu untuk membuat asuransi syariah. Karena operasional bank syariah tidak bisa lepas dari praktik asuransi yang sudah barang tentu harus sesuai dengan prinsip-prinsip syariah pula. Setelah dibentuk tim takaful indonesia (tepati) pada tanggal 27 juli 1993, dan memulai misinya dengan berbagai persiapan termasuk mengadakan seminar-seminar oleh beberapa tokoh dan pakarnya, maka pada tanggal 24 februari 1994 berdirilah PT syarikat takaful Indonesia dengan dirut Rahmat Husein. Selanjutnya mendirikan 2 anak perusahaan yaitu PT asuransi Takaful keluarga pada tanggal 25 Agustus 1994 dan PT asuransi takaful umum pada tanggal 2 Juni 1995.

Memasuki tahun ke-8 atau tahun 2001, muncul berbagai asuransi syariah lainnya. Perkembangan asuransi pada dekade 2001 sungguh sangat menggembirakan, terutama karena bersamaan dengan tumbuh dan berkembangnya bank-bank syariah serta lembaga keuangan syariah lainnya seperti reksadan syariah, obligasi syariah, koperasi syariah dan lain-lainnya yang berkembang sampai kedaerah-daerah lainnya. Ini semakin lengkap dengan munculnya keputusan mentri keuangan (KMK) yang secara resmi mengukur keberadaan asuransi yang dijalankan dengan prinsip-prinsip syariah.

E.

FALSAFAH DASAR ASURANSI ISLAM

(7)

karena allah semata dengan niat membantu sesama peserta yang tertimpa musibah, seperti kematian, bencana, dan sebagainya. Adapun prinsip-prinsip asuransi islam dijelaskan berikut ini.

1. Saling bertanggung jawab

Hal ini sesuai dengan tuntutan hadist-hadist yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim. Kehidupan dianatara sesama muslim terikat dalam suatu kaidah yang sama dalam menegakkan nilai-nilai islam. Oleh karena itu, kesulitan seorang muslim dalam kehidupan menjadi tanggung jawab sesama muslim.

2. Saling bekerja sama untuk bantu membantu

Hal ini sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT. Dalam Al-qur’an dan Hadist rasulullah SAW. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, dan Abu Daud, sebagai berikut:

a. Al- Qur’an

QS. Al-Maidah (5): 2

“... Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran..”

b. Hadis Nabi Muhammad SAW:

“ Barang siapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya, Allah akan memenuhi kebutuhannya.” (diriwayatkan oleh al-bukhari dan Muslim dan Abu Daud)

3. Saling melindungi dari segala kesusahan

Hubungan sesama muslim tersebut dapat diibaratkan suatu badan, yang apabila salah satu anggota badan terganggu atau kesakitan maka seluruh badan akan ikut merasakan. Maka saling tolong menolong dan membantu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem kehidupan masyarakat muslim. (Bank dan Lembaga Keuangan Syariah deskripsi dan ilustrasi, Sudarsono, 121-122)

F.

JENIS DAN PRODUK TAFAKUL YANG TELAH ADA

Keberadaan produk asuransi syariah selain karena tuntutan pasar juga dikarenakan keberadaan suatu produk diperlukan dalam rangka menjaga komitmen terhadap prinsip-prinsip syariah terutama kemaslahatan ummat dan rahmat bagi alam. Kondisi ini menunjukkan bahwa selain karena orientasi bisnis, asuransi syariah juga berorientasi pada syiar islam. Hal inilah yang menjanjikan asuransi syariah dituntut lebih aktif, kreatif dan inovatif terhadap berbagai perkembangan didalam kehidupan masyarakat.

Produk asuransi syariah ditawarkan kepada seluruh masyarakat, bukan saja muslim, tetapi juga non-muslim. Prinsip tolong-menolong dalam asuransi syariah bermakna universal, tolong-menolong bukan saja ditujukan kepada sesama muslim tetapi seluruh manusia. dimana satu diantara lain sebagai sesama manusia mempunyai potensi mendapatkan resiko yang sama dalam hidup ini. Prinsip tolong-menolong inilah yang menjadi kelebihan sistem asuransi syariah dibanding sistem asuransi konvensional. Dan hal ini menjadikan alasan bagi masyarakat untuk tertarik menjadi bagian dari penyelenggaran asuransi syariah.

(8)

1. Produk tafakul individu

 Tafakul kecelakaan diri individu

 Tafakul kesehatan individu 2. Tafakul Keluarga/grub

 Tafakul al-khaairat dan tabungan haji

 Tafakul kecelakaan siswa

 Tafakul wisata dan perjalanan

 Tafakul kecelakaan diri kumpulan

 Tafakul masjis taklim

(bank dan lembaga keuangan syariah deskripsi dan ilutrasi, Sudarsono, edisi ke-3, hal. 135-158)

G.

PERBEDAAN LAPORAN KEUANGAN ASURANSI KONVENSIONAL DAN

ASURANSI SYARIAH

Perbedaan laporan keuangan asuransi konvensional dan asuransi syariah menurut Ulfi Maryati (2007) dalam jurnalnya yang berjudul “Analisis Laporan Keuangan Pada Perusahaan Asuransi Bagi Hasil” laporan keuangan berisikan tentang kekayaan suatu perusahaan serta ringkasan hasil aktifitas operasional perusahaan selama 1 periode, yang disusun oleh bagian keuangan khususnya bagian akuntansi. Dalam penyususnan laporan keuangan setiap jenis usaha terdapat standar yang mengaturnya. Terkadang antara satu jenis usaha dengan usaha yang lainnya terdapat jenis laporan keuangan yang berbeda. Hal tersebut dikarenakan kebutuhan pelaporan dan pengungkapan masing-masing usaha berbeda-beda.

Menurut PSAK No. 28 No. 36, laporan keuangan untuk perusahaan asuransi konvensional terdiri dari:

1. neraca merupakan laporan yang disusun secara sistematis mengenai posisi aset, kewajiban, dan ekuitas suatu perusahaan pada saat tertentu.

2. Laporan laba rugimerupakan laporan yang menyajikan jumlah pendapatan dan beban yang terjadi pada periode tertentu.

3. Catatan atas laporan keuangan merupakan laporan yang menyajikan informasi mengenai dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi yang di terapkan perusahaan.

Menurut PSAK No. 108, laporan keuangan perusahaan asuransi syariah yang lengkap terdiri dari:

1. Laporan posisi keuangan (neraca) laporan yang disusun secara sistematis mengenai posisi aset, kewajiban, dan ekuitas suatu perusahaan pada saat tertentu.

(9)

3. Laporan laba rugi

Entitas asuransi syariah menyajikan laporan laba rugi yang mencakup, tetapi tidak terbatas. 4. Laporan perubahan ekuitas

Entitas auransi syariah menyajikan laporan perubahan ekuitas sesuai dengan PSAK yang relevan

5. Laporan perubahan dana tabarru’

Entisitas asuransi syariah menyajikan laporan perubahan dana tabarru yang mencakup, tetapi tidak terbatas.

6. Laporan arus kas

Menurut PSAK 101 tentang penyajian laporan keuangan syariah par 109, informasi arus kas memberikan dasar bagi pengguna laporan keuangan untuk menilai kemampuan entitas syariah dalam menghasilkan kas dan setara kas dan kebutuhan dalam menggunakan arus kas tersebut.

7. Laporan sumber dan penggunaan zakat

Entitas asuransi syariah menyajikan laporan sumber dan penggunaan dana zakat sesuai PSAK 101 dan PSAK yang relevan. Menurut PSAK 101 tentang penyajian laporan keuangan syariah par 112, komponen dasar laporan sumber dan penggunaan dana zakat meliputi sumber dana, penggunaan dana selama suatu jangka waktu, serta saldo dana zakat yang menunjukkan dana zakat yang belum disalurkan pada tanggal tertentu

8. Laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan entitas asuransi syariah menyajikan laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan sesuai PSAK 101 dan PSAK yang relevan. Menurut PSAK 101 tentang penyajian laporan keuangan syariah par 116, komponen dasar laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan meliputi sumber dan penggunaan dana selama jangka waktu tertentu, serta saldo dana kebajikan yang menunjukkan dana kebjikan yang belum disalurkan pada tanggal tertentu.

9. Catatan atas laporan keuangan

Entitas asuransi syariah menyajikan catatan atas laporan keuangan sesuai PSAK 101 dan PSAK yang relevan. Menurut PSAK 101 tentang penyajian laporan keuangan syariah par 121, entitas syariah, sepanjang praktis menyajikan catatan atas laporan keuangan secara sistematis. Entitas syariah membuat referensi silang atas setiap pos dalam laporan posisi keuangan, laporan laba rugi komprehensif, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, laporan sumber dan penggunaan dana zakat, dan laporan penggunaan dana kebajikan untuk informasi yang berhubungan dalam catatan atas laporan keuangan.

(jurnal: Asuransi konvensional dan asuransi syariah: perbedaan dalam lingkup akuntansi, Rosida, hal. 14-16)

Perbedaan antara asuransi syariah dan asuransi konvensional dapat ditunjukkan dalam sebuah tabel berikut ini:

Keterangan Asuransi Syariah Asuransi Konvensional

Pengawasan dewan syariah

Akad Tolong menolong (takafulli) Jual beli

Investasi dana Investasi berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharabah)

(10)

Kepemilikan dana Dana yang terkumpul dari nasabah (premi) merupakan milik peserta. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelola.

Dana yang terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik perusahaan: perusahaan bebas menentukan investasinya.

Pembayaran klaim Dari rekening tabarru’ (dana kebajikan) seluruh peserta ; sejak awal sudah diiklaskan oleh peserta untuk keperluan tolong menolong bila terjadi musibah

Dari rekening dana perusahaan

Keuntungan (profit) Dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil (al-mudharabah)

Seluruhya menjadi milik perusaahan.

H. MEKANISME ASURANSI SYARIAH DAN KONVENSIONAL

Haramnya praktik asuransi konvensional dalam islam sudah banyak digaungkan oleh para ulama di Indonesia maupun manca negara. Hal ini dikarenakan adanya :

1. Gharar

Terlihat dari bentuk akad syariah yang melandasi penutupan polis. Dalam asuransi jiwa konvensional, digunakan akan tabadduli (pertukaran). Secara syariah, dalam akad pertukaran harus jelas berapa yang dibayarkan dan berapa yang diterima. Keadaan ini menjadi rancu (gharar). Misalnya, si pemilik polis tahu berapa yang akan diterima (sejumlah uang pertanggungan) jika meninggal dunia, tetapi tidak tahu berapa yang akan dibayarkan (jumlah seluruh premi), karena hanya Allah yang tahu kapan seseorang akan meninggal.lah uang pertanggungan) jika meninggal dunia, tetapi tidak tahu berapa yang akan dibayarkan (jumlah seluruh premi), karena hanya Allah yang tahu kapan seseorang akan meninggal.

2. Maysir

Maysir (untung-untungan) pada akhirnya timbul sebagai efek dari ketidakpastian. Dalam asuransi, terdapat 3 kemungkinan ending-nya:

a. Jika pemegang polis terkena musibah padahal baru sedikit membayar premi, maka perusahaan harus menanggung selisih antara jumlah yang dibayar dengan uang pertanggungan. Dalam hal ini, nasabah diuntungkan.

b. Jika sampai akhir perjanjian tidak terjadi sesuatu sedangkan nasabah telah membayar lunas, maka perusahan yang diuntungkan

(11)

3. Riba

Riba muncul dari investasi yang dijalankan perusahaan asuransi. Pada dasarnya, perusahaan asuransi mirip dengan perbankan, yakni sama-sama menghipun dana masyarakat. Dana ini nantinya akan diinvestasikan, sehingga akan didapat keuntungan. Namun, masalahnya instrumen investasi yang dipraktikkan asuransi konvensional tidak memperhatikan kehalalan dan keharaman jenis investasi yang dilakukan. Sehingga dikhawatirkan terjerumus pada investasi yang berbasis bunga (riba), padahal dalam Islam hal tersebut dilarang.

Dalam Mekanisme asuransi syariah pengelolaan dana peserta (premi) terbagi menjadi dua

Sistem:

a. Sistem pada produk saving ‘tabungan’

b. Sistem pada produk non-saving ‘tidak ada tabungan’.

Sistem operasional asuransi syariah (takaful) adalah saling bertanggung jawab, bantu-membantu, dan saling melindungi antara para pesertanya. Perusahaan Asuransi Syariah diberi kepercayaan atau amanah oleh para peserta untuk mengelola dana premi, mengembangkan dengan jalan yang halal, dan memberikan santunan kepada yang mengalami musibah sesuai isi akta perjanjian.Sedangkan keuntungan perusahaan diperoleh dari pembagian keuntungan dana peserta yang dikembangkan dengan prinsip mudararabah (sistem bagi hasil). Para peserta asuransi yang berbasiskan syariah berkedudukan sebagai pemilik modal sahibul mall dan perusahaan berfungsi sebagai pemegang amanah (mudarib.Agus (1997:33)

Dan keuntungan yang diperoleh dari pengembangan dana itu dibagi antara para peserta dan perusahaan sesuai dengan ketentuan (nisbah) yang disepakati oleh peserta dan perusahaan sebelumnya.Adapun dua sistem yang dijalankan setiap perusahaan yang berbasiskan syariah adalah : a. Sistem pada produk saving (tabungan) Premi yang dibayarkan oleh setiap peserta kepada perusahaan asuransi, besar premi yang dibayarkan tergantung kepada kemampuan keuangan peserta. Namun perusahaan menetapkan jumlah minimum premi yang akan dibayarkan, dan setiap premi yang dibayarkan oleh peserta akan dipisahkan dalam dua rekening yang berbeda, yaitu :

1) Rekening Tabungan Peserta, yaitu dana yang merupakan milik peserta, yang dibayarkan bila :

a) perjanjian berakhir,

b) peserta mengundurkan diri, c) peserta meninggal dunia

2) Rekening tabarru’, yaitu kumpulan dana kebajikan yang telah diniatkan oleh peserta sebagai iuran dana kebajikan untuk tujuan saling menolong dan saling membantu, yang dibayarkan apabila:

a) Peserta meninggal dunia,

b) Perjanjian telah berakhir (jika ada surplus dana).

3) Rekening biaya, yaitu kumpulan dana dari seluruh peserta yang diniatkan untuk membiayai operasional perusahaan.

a) Sistem pada produk non saving (tidak ada tabungan).Setiap premi yang dibayar oleh peserta, akan dimasukkan dalam rekening tabarru’ perusahan. Yaitu kumpulan dana yang telah diniatkan oleh peserta sebagai iuran dan kebajikan untuk tujuan saling menolong(ibid:197)

(12)

Pada praktik asuransi konvensional beban retakaful yang terjadi selama masa perjanjian diakui sebagai asuransi awal yang dikover. Sedangkan dalam akuntansi asuransi syariah beban retakaful selama masa perjanjian diakui sebagai utang sampai angsuran atau premi takaful tersebut dibayarkan. Beban retakaful diakui sebagai pendapatan apabila dibayar lebih awal. Sula(2004:398)

Akuntansi asuransi konvensional dana asuransi yang terhimpun akan dikelola untuk kepentingan bisnis perusahaan. Keuntungan yang diperoleh akan dinikmati oleh perusahaan dan pemegang saham. Sedangkan pada akuntansi asuransi syariah, dana asuransi takaful yang terhimpun akan dikelola dengan konsep mudharabah. Dengan konsep mudharabah ada pemisahan pengelolaan dana antara dana pemegang saham dengan peserta asuransi. Sula (2004:399),

Dalam asuransi konvensional surplus dari investasi ditransfer ke pemegang saham sebagai pendapatan. Sedangkan pada asuransi syariah hanya laba dari dana investasi yang dibagikan antara peserta dan perusahaan sesuai ang diperjanjikan.Sula(2004:398)

Akuntansi asuransi konvensional keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan asuransi diakui sebagai laba perusahaan. Sedangkan pada akuntansi asuransi syariah apabila terdapat keuntungan dibagikan berdasarkan rasio pembagian keuntungan yang telah disepakati antara perusahaan dan peserta (Sula, 2004:398).

Dari penjelasan di atas dapat kita lihat bahwa Asuransi syariah dan asuransi konvensional ini mempunyai kekurangan dan kelebihan masing - masing ,mekanisme yang di lakukan juga memiliki perbedaan sehinngga tak hayal bagi kita untuk lebih jeli dan pintar dalam memilih asuransi karena suransi ini sangat penting untuk investasi masa depan jikalau suatu saat sesuatu terjadi pada diri kita.Walaupun kita tau masih banyak skali pihak-pihak yang pro dan kontra terhadap asuransi ini,hal ini di sebabkan karena dalam Al-qur’an dan Hadits tidak ada satupun ketentuan yang secara eksplisit mengatur tentang asuransi.

Pendapat yang di kemukakan oleh para ahli berkisar pada pembolehan semua jenis auransi,ada yang membolehkan khususnya suransi sosial dan mengharamkan asurani yang bersifat komersial,serta ada yang sama ekali melarangnya dan menyatakan bahwa hukum dari asuransi adalah haram.

Dan yang kita ketahui Obyek Asuransi dapat berupa benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia maupun jiwa dan raga, kesehatan manusia maupun tanggung jawab hukum, semua

kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi, dan atau berkurang nilainya.

Nah dalam asuransi konvensional juga terdapat bebrapa resiko yakni :

- Yang pertama resiko murni adalah suatu resiko yang apabila terjadi akan memberikan kerugian kepada tertanggung dan apabila tidak terjadi, tidak akan menimbulkan kerugian dan tidak juga menimbulkan keuntungan.

- Resiko spekulatif adalah resiko terhadap 2 kemungkinan, yaitu kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan dan kemungkinan untuk mendapatkan kerugian.

- Resiko individual adalah resiko yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Resiko individu dapat dibagi menjadi 3, yaitu:

 Resiko pribadi atau personal risk terjadi pada tubuh seseorang

 Resiko harta atau properti risk terjadi terhadap harta atau barang tertanggung

(13)

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Haramnya praktik asuransi konvensional dalam islam sudah banyak digaungkan oleh para ulama di Indonesia maupun manca negara. Hal ini dikarenakan adanya Maisir, Gharar, dan Riba. Sistem operasional asuransi syariah (takaful) adalah saling bertanggung jawab, bantu-membantu, dan saling melindungi antara para pesertanya. Perusahaan Asuransi Syariah diberi kepercayaan atau amanah oleh para peserta untuk mengelola dana premi, mengembangkan dengan jalan yang halal, dan memberikan santunan kepada yang mengalami musibah sesuai isi akta perjanjian.Sedangkan

keuntungan perusahaan diperoleh dari pembagian keuntungan dana peserta yang dikembangkan dengan prinsip mudararabah (sistem bagi hasil).

Perbedaan antara asuransi syariah dan asuransi konvensional dapat ditunjukkan dalam sebuah tabel berikut ini:

Keterangan Asuransi Syariah Asuransi Konvensional

Pengawasan dewan syariah

Akad Tolong menolong (takafulli) Jual beli

Investasi dana Investasi berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharabah)

Investasi dana berdasarkan bunga

Kepemilikan dana Dana yang terkumpul dari nasabah (premi) merupakan milik peserta. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelola.

Dana yang terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik perusahaan: perusahaan bebas menentukan investasinya.

Pembayaran klaim Dari rekening tabarru’ (dana kebajikan) seluruh peserta ; sejak awal sudah diiklaskan oleh peserta untuk keperluan tolong menolong bila terjadi musibah

Dari rekening dana perusahaan

Keuntungan (profit) Dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil (al-mudharabah)

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Amrin, Abdullah. 2006. Asuransi Syariah Keberadaan dan Kelebihannya di Tengah Asuransi Konvensional. Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Ghofur,Anshori. 2007.Asurans Syariah di Indonesia. Yogyakarta:UII Press

Sula, Muhammad Syakir. 2004. Asuransi Syariah: Life and General: Konsep dan Sistem Operasional. Jakarta: Gema Insani Press

Amrin, Abdullah. 2009. Bisnis, Ekonomi, Asuransi, dan Keuangan. Jakarta: Grasindo

Anwar, Khoiril. 2007. Asuransi Syariah, Halal dan Maslahat. Solo: Penerbit Tiga Serangkai

Widyaningsih.2005. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia.Jakarta:Kencana

Basuki Agus AAIJ 1997. Konsep dan Operasional Asuransi Takaful Keluarga. Jakarta: Kopkar, 1997

Azhar Muhammad 1966. Fiqh Kontemporer dalam pandangan Neo-Modernisme Islam. Yogyakarta: Pustaka

Hisan Husa. 1997. Hukmu asy-syari'iah Al-Islamiyah Fil Uquudi at-Ta'min Terjemah Muhammad Syakir Sula. Jakarta: Firdaus

Muttaqien Dadan. 2008. Aspek legal lembaga keuangan syariah, Yogayakarta: Safiria Insania Press

Wirdyaningsih dkk. 2005. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana prenada media

Sudarsono Heri, 2008. Bank dan Lembaga keuangan syariah deskripsi dan ilustrasi edisi 3, Yogakarta: Ekonisia

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat 4 faktor yang mempengaruhi bangkitan perjalanan pada perumahan UKA yaitu dengan variabel bebas X1 adalah Jumlah anggota keluarga, X2 adalah Jumlah

Nasional: Dilindungi Penuh (Permen LHK 106/2018) 37 Delphinus capensis tropicalis Lumba - lumba moncong panjang Internasional: Apendiks I CITES. Nasional: Dilindungi Penuh

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kewenangan hakim konstitusi dalam memutus sengketa yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi dan

Aspek budaya yang dimaksudkan disini adalah bagaimana pengetahuan budaya bagi mahasiswa pada pelajaran mata kuliah penerjemahan dalam memaknai dan mengalihkan pesan

Full costing merupakan metode penentuan harga produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi kedalam harga pokok produksi, yang teridiri dari biaya

Oleh karena nilai signifikasi kurang dari 0,05 dan r tabel 0,235 sehingga rhitung > rtabel dan dengan demikian dapat dijelaskan bahwa ada pengaruh yang

Selanjutnya jika dilihat Tabel 3 yaitu proporsi puskesmas dengan upaya kesehatan gigi dan adanya dokter gigi dan perawat gigi memperlihatkan bahwa di wilayah Sumatera hanya

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan minat belajar siswa SMAN, SMKN, dan MAN dalam mengikuti pembelajaran pendidikan jasmani, dan untuk mengetahui mana