• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Peran UMKM Sebagai Penopang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peningkatan Peran UMKM Sebagai Penopang"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Peningkatan Peran UMKM Sebagai Penopang Utama Perekonomian Indonesia

dalam Menghadapi Globalisasi Ekonomi

oleh: Sarah Anabarja UPN “Veteran” Jawa Timur

Indonesia

sarah.anb86@gmail.com

Abstrak

Globalisasi telah menjadi konsep yang tak asing lagi bagi kehidupan masyarakat dunia. Globalisasi,

dengan segala kemudahan yang dibawanya memang telah mendatangkan keuntungan bagi para

aktor internasional. Friedman secara sederhana menganalogikan Globalisasi sebagai One size fits

all golden strait jacket, sebuah jaket emas untuk ekonomi yang cocok untuk segala ukuran, baik

negara itu besar maupun kecil. Namun, analogi yang diajukan Friedman sebagai jaket satu ukuran

itu justru menimbulkan masalah baru karena melahirkan kesenjangan antara negara kaya dan

negara miskin serta menciptakan sistim ekonomi yang eksploitatif.

Ketimpangan yang diakibatkan oleh globalisasi dapat diatasi dengan menghidupkan kembali sektor

riil yang langsung bersentuhan dengan hajat hidup orang banyak. Salah satu sektor penting di

Indonesia yang perlu dihidupkan adalah Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) karena UMKM

terbukti telah secara efektif menjadi safety valve ekonomi dalam penyediaan tenaga kerja,

memproduksi output dan sumber kehidupan dan ketenangan bagi jutaan rakyat. Usaha menengah

layak untuk didorong sebagai motor pengambangan UMKM dalam persaingan bebas di era

globalisasi

Tulisan ini membahas dampak globalisasi yang dirasakan oleh negara berkembang, khususnya

Indonesia. Selain itu, tulisan ini juga akan fokus membahas mengenai strategi aktivasi sektor riil

sebagai penopang utama perekonomian bangsa dalam menghadapi globalisasi ekonomi.

(2)

Pendahuluan

Konsep globalisasi yang oleh sebagian kalangan banyak diidentikkan dengan ketiadaan

batas dan hambatan dalam berhubungan dengan dunia ini memiliki makna yang tidak sesederhana itu. Beberapa definisi mengenai globalisasi menurut Jan Aart Scholte biasa dihubungkan dengan; internasionalisasi, liberalisasi, universalisasi, westernisasi atau modernisasi, dan deteritorialisasi.

Sedangkan John Baylis dalam The Globalization and World Politics menyatakan bahwa pada pokoknya globalisasi berarti proses interkoneksi yang terus meningkat di antara berbagai

masyarakat sehingga kejadian-kejadian yang berlangsung di sebuah Negara mempengaruhi negara dan masyarakat lainnya.

Dalam definisi IMF mengenai Globalisasi, fenomena ini merujuk pada integrasi ekonomi

yang terus meningkat di antara bangsa-bangsa di muka bumi. Globalisasi juga merujuk pada perpindahan manusia (tenaga kerja) dan pengetahuan (teknologi) melewati batas-batas

internasional. Pengidentikkan globalisasi dengan proses integrasi ekonomi ini tidak lepas dari peningkatan volume perdagangan internasional antar negara. Beragam peningkatan hubungan ini diyakini sebagai akibat dari kemajuan teknologi komunikasi, informasi dan transportasi yang

semakin mempermudah terjadinya berbagai transaksi internasional (Rais 2008).

Globalisasi, dengan segala kemudahan yang dibawanya memang telah mendatangkan

keuntungan bagi para aktor internasional. Thomas L.Friedman (2005) dalam bukunya The World is Flat pernah mengungkapkan betapa kemajuan teknologi telah memudahkan segala sesuatunya.

Kemudahan berkomunikasi, dan kesepuluh pendatar dunia menurut Friedman telah menjadikan

dunia ini semakin mudah dikendalikan. Sejalan dengan Friedman, Douglas A.Irwin juga menyatakan pendapatnya mengenai kritikan terhadap globalisasi. Menurutnya, beragam kritikan

(3)

baru yang ditimbulkan oleh semakin intensnya expor dan investasi asing. Bahkan, Irwin juga menandaskan bahwa tingkat upah yang minim dalam produksi oleh MNC tidaklah benar. Justru

MNC cenderung memberikan upah yang besar, lebih tinggi nilainya dibandingkan standar minimum upah nasional (Irwin 2005). Friedman secara sederhana menganalogikan Globalisasi sebagai One size fits all golden strait jacket, sebuah jaket emas untuk ekonomi yang cocok untuk

segala ukuran, baik negara itu besar maupun kecil (Friedman 2006).

Namun, analogi yang diajukan Friedman sebagai jaket satu ukuran itu justru menimbulkan

masalah baru. Jika kemudian ternyata jaket tersebut kedodoran bagi sebuah negara kecil, maka yang akan dilakukan adalah segala upaya agara jaket tersebut menjadi pas bagi negara tersebut. Segala upaya yang dilakukan inilah yang menjadi permasalahan. Jika cara-cara yang dipergunakan bukan

atas inisiatif pemakai, dan dengan desakan pihak-pihak eksternal. Maka, yang akan terjadi adalah beragam keterpaksaan yang harus dilakukan oleh negara tersebut untuk ikut pusaran globalisasi

yang mungkin saja tidak siap dihadapinya. Agaknya, analogi inilah yang terjadi di banyak negara dunia ketiga. Akibatnya, disamping melahirkan kesenjangan antara negara kaya dan negara miskin, globalisasi juga menciptakan sistim ekonomi yang eksploitatif. Bentuk-bentuk globalisasi yang

disebut Bung Karno sebagai neo-Kolonialisme ini juga cenderung menghilangkan kedaulatan Negara-negara yang lemah pertahanan nasionalnya.

Stiglitz dalam bukunya Making Globalization Work, mencoba memberikan jawaban atas fakta bahwa globalisasi yang sedang berjalan dewasa ini tidak memberikan manfaat bagi sebagian besar masyarakat dunia. Menurutnya ada beberapa kelemahan, yang diantaranya adalah mengenai

pertumbuhan eknomi yang hanya menguntungkan oleh sebagian kelompok saja. Selain itu, model kemajuan yang diraih oleh negara yang telah maju, dijadikan patokan bagi negara sedang

(4)

banyak memperolehnya adalah korporasi atau korporatokrasi yang juga pernah disebutkan oleh John Perkins.

Dari gambaran yang telah penulis paparkan di atas, maka dapat dikatakan bahwa globalisasi belum dapat dikatakan sebagai “teman” bagi negara-negara berkembang. Istilah “not yet a friend” sepertinya cocok dilontarkan oleh negara-negara tersebut. Dalam beberapa diskusi mengenai

bagaimana menghadapi globalisasi, selalu tercetus ide untuk belajar dari India dan China. Fenomena India dan China yang dapat dikatakan berhasil menaklukan globalisasi ini memang

menarik untuk dijadikan bahan pelajaran bagi negara-negara lain. Sebenarnya, jika Indonesia dapat menilik kembali dan menerapkan pasal 33 UUD’45 mengenai perekonomian yang mengutamakan hajat hidup orang banyak maka, permasalahan ketimpangan yang diakibatkan oleh globalisasi akan

terpecahkan. Caranya antara lain adalah, menghidupkan kembali sektor riil yang langsung bersentuhan dengan hajat hidup orang banyak tersebut. Selama ini, sektor moneter yang terlalu

diagungkan dapat membantu pertumbuhan ekonomi Negara tersebut, adalah lahan yang terlalu besar nilai ketidakjelasannya. India, dalam hal ini telah memulainya dengan dibentuknya Grameen Bank oleh Mohammad Yunus. Grameen bank ini sejatinya tidak jauh berbeda dengan Usaha Kecil

Menengah (UMKM) yang berusaha untuk dikembangkan di Indonesia. Berikut selanjutnya penulis akan membahas mengenai strategi aktivasi sektor riil, khususnya UMKM sebagai penopang utama

dalam menghadapi globalisasi ekonomi.

Pengaruh Krisis Keuangan Global Terhadap Sektor Riil

Perekonomian Indonesia sesunguhnya secara riil digerakkan oleh para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah. Menurut statistik tahun 2009, UMKM di Indonesia berjumlah sekitar 51,3 juta

(5)

peranan UMKM dalam perekonomian Indonesia sangatlah besar. Berdasarkan data Rencana Strategis (Renstra) Kementrian Negara Koperasi dan UMKM tahun 2005 hingga 2009 saja peran

UMKM tidak sekecil penyebutannya. Kedudukan UMKM yang menjadi pemain utama perekonomian dalam beragam sektor menjadi salah satu peran yang tak terelakkan. Selain itu UMKM juga menjadi penyedia lapangan kerja terbesar bagi jutaaan rakyat Indonesia saat ini.

Sehingga tidak mengherankan bila UMKM lah yang juga berperan dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan permberdayaan masyarakat. UMKM juga telah berhasil mencipatakan bentangan

pasar baru dan menjadi sumber inovasi. UMKM juga telah berjasa untuk turut menjaga neraca pembayaran melalui kegiatn ekspor. Sedangkan bai kinerja perekonomian nasional, UMKM mampu memberikan kontribusi sebesar 52,67% dari total Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Ini

juga berarti UMKM telah menopang lebih dari separuh perekonomian nasional Indonesia (Kemenkop 2009).

Melihat demikian besarnya peran UMKM, di awal pemerintahannya, Presiden SBY mencanangkan tiga strategi dalam bidang ekonomi, yang disebut tripple strategy, yaitu: mencapai pertumbuhan ekonomi 6,5 persen per tahun, menggerakkan kembali sektor riil, serta revitalisasi

pertanian dan perekonomian pedesaan (Harian Seputar Indonesia, 24 Desember 2008). Hal ini dilakukan dalam rangka upaya perbaikan perekonomian Indonesia yang pada saat tahun 1998 dan

2008 terbukti rentan terhadap berbagai gejolak eksternal dan belum memiliki fondasi dasar yang kokoh. Krisis keuangan global tahun 2008 ini ternyata memberi pelajaran bahwa kapitalisme global terbukti rentan terhadap krisis. Ambruknya perusahaan-perusahaan besar dan global di Amerika

Serikat dan Eropa menjadi bukti bahwa dengan sistem tersebut memang tidak sekokoh yang diidealkan. Indeks harga saham gabungan dan nilai kurs ikut merosot drastis yang membuktikan

contagion effect dan dampak penularan krisis yang sangat cepat menjalar ke seluruh penjuru dunia,

(6)

Asia Pasifik dalam bentuk bangkrutnya bank, institusi keuangan, dan korporasi, meningkatnya inflasi, menurunnya pertumbuhan ekonomi, meningkatnya pengangguran, dan runtuhnya indeks

bursa saham ( www.mudrajad.com , diakses 11 Mei 2010).

Di Indonesia, krisis keuangan global terbukti memporakporandakan pasar modal dan valas. IHSG anjlok dari angka 2.830 menjadi 1.111, atau turun lebih dari 60%. Nilai kurs rupiah terhadap

dolar AS terdepresiasi cukup dramatis dari Rp 9.076 hingga sempat menembus Rp 12.900, atau mengalami depresiasi lebih dari 41% sejak Januari hingga Desember 2008 (Harian Seputar

Indonesia, 24 Desember 2008). Volatilitas pun meningkat tajam di pasar valas dan modal yang terintegrasi dengan pasar keuangan global ini.

Terjadinya depresiasi nilai Rupiah terhadap Dolar Amerika merupakan imbas krisis global di

sektor keuangan. Kejadian ini sangat berdampak pada sektor riil, yakni pada sektor pembangunan infrastruktur, sektor perumahan dan pemukiman, sektor pertanian, sektor kehutanan, dan sektor

perdagangan dan industri. Pada pembangunan infrastruktur misalnya, berkurangnya anggaran pemerintah akibat krisis keuangan global mengakibatkan semakin tidak terpenuhinya kebutuhan pemeliharaan dan rehabilitasi infrastruktur, khususnya infrastruktur transportasi. Terdepresiasinya

nilai Rupiah dan tingginya tingkat inflasi juga menyebabkan terjadinya kenaikan biaya transportasi. Hal ini diperparah dengan sempat melonjaknya harga minyak dunia yang mendorong meningkatnya

harga dan subsidi bahan bakar kendaraan bermotor (Harian Seputar Indonesia, 24 Desember 2008). Kenaikan harga bahan bakar tersebut menambah beban biaya transportasi. Dengan demikian terjadilah penurunan tingkat kinerja infrastruktur transportasi dalam mendukung kegiatan ekonomi,

antara lain penurunan tingkat keselamatan, kelancaran distribusi, dan terhambatnya hubungan dari satu daerah ke daerah lain. Penurunan kinerja infrastruktur ini berimplikasi pada terhambatnya

(7)

yang berbeda. Ini akan menyebabkan pula kesenjangan daya beli antar daerah. Hambatan transportasi juga menyebabkan menurunnya mobilitas tenaga kerja sehingga meningkatkan

konsentrasi keahlian dan keterampilan pada beberapa lokasi wilayah tertentu saja.

Krisis keuangan global juga telah menurunkan volume ekspor impor Indonesia. Ekspor Indonesia menurun akibat lemahnya permintaan dari negara-negara importir utama seperti Amerika

Serikat, Cina, dan lain-lain. Krisis keuangan global juga telah meningkatkan persaingan antar produk ekspor di pasar dunia. Di sisi impor Indonesia, terdapat ancaman serbuan produk impor dari

negara lain akibat dari menurunnya permintaan produk di beberapa pasar utama ekspor dunia, yang kemudian mereka mengalihkannya ke pasar Indonesia. Hal tersebut memberikan efek defisit terhadap neraca perdagangan Indonesia dimana nilai impor lebih besar dari ekspor.

Upaya Aktivasi Sektor Riil

UMKM sebenarnya menempati posisi strategis dalam perekonomian di Indonesia. Dari segi

penyerapan tenaga kerja, sekitar 90% bekerja pada sektor usaha kecil menengah. UMKM juga menjadi pusat perhatian karena kontribusinya yang besar dalam perekonomian riil. Pada tahun 2007 pemerintah pernah meluncurkan Inpres No.6/2007 tentang tentang Paket Kebijakan Percepatan

Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Inpres ini merupakan paket kebijakan “jilid II” dari Paket Kebijakan serupa tahun lalu yang dituangkan

dalam Inpres No. 3/2006, yang berisi serangkaian program dan tindakan dengan tujuan untuk memperbaiki iklim investasi di Indonesia (Kuncoro 2008). Masalah yang menjadi perhatian adalah sejauh manakah implementasi paket kebijakan ini. Intinya Inpres No.6/2007 ini mencakup

reformasi kebijakan, yang terdiri atas: (1) Perbaikan Iklim Investasi, Reformasi Sektor Keuangan (2) Percepatan Pembangunan Infrastruktur, (3) dan Pemberdayaan UMKM (Kuncoro 2008). Tiga

(8)

pada tahun 2006 sudah ditampung dalam Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi. Inpres ini berisi 141 tindakan dengan penanggung jawab 19 menteri di bawah koordinasi Menko Bidang

Perekonomian. Sampai akhir Maret 2008, ternyata hanya 107 tindakan yang selesai. Dengan kata lain, hanya 75,9% tindakan yang dinyatakan selesai, sisanya masih berlanjut atau belum tuntas (Kuncoro 2008).

Demikian pentingnya peran UMKM dapat terlihat dari data selama 1997-2006, jumlah perusahaan dengan skala UMKM mencapai sekitar 99% dari keseluruhan jumlah unit usaha di

Indonesia. Sumbangan UMKM terhadap Produk Domestik Bruto mencapai 54-57%. Sumbangan UMKM terhadap penyerapan tenaga kerja mencapai sekitar 96% (Kuncoro 2008). Reformasi UMKM masih “jalan di tempat” karena sektor ini menghadapi masalah menurunnya jumlah

perusahaan dan penciptaan lapangan kerja, serta menghadapi banyak tantangan, yang tidak banyak disentuh oleh Inpres ini. Padahal Namun ketika krisis menghantam perekonomian Indonesia,

terbukti usaha besar yang lebih rapuh daya tahannya terhadap krisis.

Hingga saat ini memang UMKM lah yang telah secara efektif menjadi andalan

perekonomi-an dalam penyediaperekonomi-an tenaga kerja, memproduksi output dperekonomi-an sumber kehidupperekonomi-an dperekonomi-an ketenperekonomi-angperekonomi-an bagi jutaan rakyat Indonesia. Beberapa alasan dapat terus bertahannya UMKM dalam krisis keuangan

global sekali pun menurut Ubaidillah (1999) dalam kajiannya mengenai ini adalah sebagai berikut: (a) tidak terkaitnya kegiatan ekonomi UMKM dengan pinjaman dolar. Sehingga, pengaruh fluktuasi nilai tukar dolar terhadap mata uang negara tersebut, termasuk rupiah tidak akan terlalu membawa

dampak terhadap UMKM (b) UMKM mampu mengadakan langkah penghematan dengan subsitusi input mahal terhadap input yang lebih murah (c) mampu melakukan keanekaragaman usaha

(9)

na-iknya suku bunga, tidak banyak mempengaruhi sektor ini. Berbeda usaha skala besar yang banyak tergantung kepada perbankan Sehingga, jika sektor perbankan bermasalah maka kegiatan usahanya

pun ikut terganggu. Di Indonesia, usaha kecil biasanya menggunakan modal sendiri dari tabungan dan aksesnya terhadap perbankan sangat rendah.

Selain itu terdapat pula beberapa alasan lain dapat bertahannya UMKM dan cenderung

me-ningkat jumlahnya pada masa krisis, seperti; (1) Inovasi dalam teknologi dapat dengan mudah dila-kukan dalam upaya pengembangan produk. Hal ini disebabkan aplikasi teknologi dalam UMKM

yang cenderng sederhana dan tidak serumit usaha besar, (2) Hubungan antar manusia yang akrab antar pelaku usaha kecil membantu proses implementasi industri yang lebih efektif, (3) Fleksibilitas yang lebih tinggi terhadap perubahan pasar dibandingkan dengan usaha besar yang seringkali

ter-kendala birokrasi yang rumit, (4) jiwa wirausaha yang dinamis di kalangan pengusaha UMKM. Dari keunggulan-keunggulan tersebut, yang paling menonjol adalah fleksibilitas yang lebih besar

daripada usaha besar. Hal ini disebabkan karena dalam pengambilan keputusan dan inovasi, usaha besar lebih sering terhambat oleh birokrasi dan kaku. Bagi orang-orang yang kreatif dan inovatif, hal demikian kurang menarik dan terdapat kecenderungan mendirikan usaha sendiri.

Pada masa krisis ekonomi yang berkepanjangan, usaha kecil dapat bertahan dan mempunyai potensi untuk berkembang. Dengan demikian, usaha kecil dapat dijadikan andalan untuk masa yang

akan datang dan harus didukung dengan kebijakan-kebijakan yang kondusif, serta persoalan-perso-alan yang menghambat usaha-usaha pemberdayaan usaha kecil harus dihilangkan.

Peranan usaha menengah dalam hal ekspor memang sangat strategis. Jika perannya dapat dikembangkan secara optimal, keunggulan yang dimiliki yang masih bisa ditingkatkan. Usaha

(10)

memang menjadi hal yang tidak bisa ditawar mengingat perubahan yang terjadi pada tatanan pasar dunia khususnya sasaran ekspor produk Indonesia (Eropa, Amerika Serikat dan jepang) yang

semakin banyak menghadapi kendala akibat peta politik dan keamanan. Indonesia bukan hanya menghadapi situasi tersebut tapi juga bersaing dengan Cina yang bukan hanya mengancam pasar ekspor, tapi juga pasar dalam negeri.

Dalam menguatkan peran UMKM sebagai penopang utama perekonomian nasional, bukan berarti hal yang mudah. Banyak tantangan yang dihadapi oleh sektor ini, utamanya pada bidang

modal dan akses. Dalam bahasannya mengenai UMKM, Mundrajat Kuncoro menyebutkan beberapa tantangan yang dihadapi oleh UMKM (Kuncoro 2008). Pertama, tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan operasi. Kebanyakan UMKM dikelola oleh

perorangan yang merangkap sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan, serta memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya. Kedua, rendahnya akses industri kecil terhadap

lembaga-lembaga kredit formal sehingga mereka cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal sendiri atau sumber-sumber lain seperti keluarga, kerabat, pedagang perantara, bahkan rentenir. Ketiga, sebagian besar usaha kecil ditandai dengan belum dipunyainya status badan

hukum. Keempat, masalah terbesar yang dihadapi dalam pengadaan bahan baku adalah mahalnya harga bahan baku, terbatasnya ketersediaan bahan baku, dan jarak yang relatif jauh. Penyebabnya

karena bahan baku bagi UMKM yang berorientasi ekspor sebagian besar berasal dari luar daerah UMKM berlokasi. Kelima, masalah utama yang dihadapi dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja adalah tidak terampilnya tenaga kerja dan mahalnya biaya tenaga kerja. Keenam, dalam bidang

pemasaran, masalah pemasaran terkait dengan banyaknya pesaing yang bergerak dalam industri yang sama, relatif minimnya kemampuan bahasa asing sebagai suatu hambatan dalam melakukan

negosiasi, dan penetrasi pasar di luar negeri.

(11)

rangka menguatkan peran UMKM di Indonesia. Bila benar pemerintah akan mengeluarkan paket kebijakan baru di bawah Inpres No. 5/2008, perlu diprioritaskan hal penting berikut: Pertama,

pemerintah perlu menetapkan roadmap kebijakan industri nasional sampai 2009, jangka menengah, hingga tahun 2030, dengan sasaran dan strategi yang rinci. Kedua, setelah roadmap kebijakan ditetapkan, perlu ditekankan pentingnya implementasi dan efektifitas pemantauan dari kebijakan.

Ketiga, insentif perlu diberikan bagi industri yang merupakan “prioritas nasional” dan berbasis “kompentensi inti daerah”, baik berupa fasilitas pajak, kawasan khusus, kemudahan perijinan.

Keeempat, perlu rencana aksi yang jelas bagaimana menumbuhkembangkan industri komponen lokal, industri hilir di bidang agribisnis, dan industri rakyat yang hancur akibat bencana di berbagai daerah. Dalam bidang pembiayaan, sektor UMKM ke depan perlu mencakup empat aspek pokok

yaitu: (i) Strategi untuk penguatan iklim investasi dan iklim usaha yang kondusif bagi sektor UMKM, (ii) Strategi untuk penguatan kemampuan kewirausahaan dan kegiatan usaha sektor

UMKM, (iii) Strategi penguatan sektor keuangan khususnya perbankan dalam pembiayaan kepada sektor UMKM, dan (iv) Strategi untuk pengembangan berbagai perangkat penunjang (infrastuktur) bagi peningkatan pembiayaan sektor UMKM.

Selain itu juga dapat diterapkan pula strategi penguatan keterkaitan antar stakeholder dalam pengembangan UMKM. Kerjasama dalam memaksimalkan peran antar stakehoder dapat dijadikan

strategi ampuh guna semakin menghidupkan peran UMKM dalam menopang perekonomian. Beberapa pihak yang memiliki kaitan erat dalam aktivasi UMKM ini seperti; lembaga UMKM sendiri, Kelompok Koperasi, Business Development Services (BDS), Asosiasi Usaha, Lembaga

Keuangan, Pasar, dan Pemerintah. Adapun berikut adalah pola alternatif hubungan antar peran masing-masing stakeholder UMKM yang diharapkan mampu memberikan sumbangan yang

(12)

Dari tabel di atas dapat dijelaskan peranan masing-masing pihak tersebut satu persatu;

1) UMKM

UMKM sebagai pelaku memegang peran yang sangat kunci dalam rangka pemberdayaan mereka sendiri. Dalam memberdayakan UMKM perlu diberikan motivasi dan manfaat dari berbagai

peluang dan fasilitasi yang diberikan oleh berbagai pihak (stakeholder yang lain) karena tanpa partisipasi UMKM secara individu maupun kelompok akan berakibat gagalnya usaha

pemberdayaan yang dilakukan. Namun demikian perlu disadari bahwa untuk setiap program pemberdayaan harus berangkat pada pemenuhan kebutuhannya, meski kadang untuk menentukan kebutuhan tersebut membutuhkan pendampingan pula.

2) Kelompok Koperasi

Beragamnya jenis usaha dan skala usaha memang memerlukan beragam perlakuan yang berbeda.

(13)

kelompok atau dilakukan secara individual. Masalah permodalan misalnya akan lebih mudah penanganannya dengan sistim kelompok karena dapat mengurangi resiko dan mudah dalam

pembinanaannya. Kalau kelompok usaha mikro kemudian menjadi lebih besar dan teradministrasi dengan baik, maka kemudian dapat dikembangkan menjadi koperasi. Melalui koperasi diharapkan bisa memperkuat kekuatan tawar pasar baik dalam mendapatkan bahan baku maupun penjualan

produk. Demikian pula dengan berbagai fasilitas yang tersedia bagi lembaga koperasi dapat dinikmati oleh para anggotanya.

3) Bussines Development Services (BDS)

BDS ini berperan sebagai konsultan pengembang usaha dalam berbagai aspek, seperti aspek manajemen, produksi, pasar dan pemasaran bahkan sampai fasilitasi dalam menghubungkan

UMKM ke lembaga keuangan baik bank maupun non bank. Idealnya jasa layanan yang diberikan BDS harus dapat ditanggung pembiayaan oleh UMKM sendiri, namun sampai saat ini belum

banyak UMKM yang mampu menanggung atas jasa yang diterima. BDS dapat didirikan oleh Perguruan Tinggi, LSM maupun swasta.

4) Asosiasi Usaha

Asosiasi Usaha dapat membantu UMKM dalam berbagai aspek melalui anggotanya terutama dalam hal ini kaitannya dengan pasar akan memperkuat posisi tawar dalam perdagangan, baik dalam harga

maupun sistim pembayaran dan meciptakan persaingan usaha yang sehat. 5) Lembaga Keuangan (Bank dan Non Bank)

Salah satu masalah klasik pemberdayaan UMKM adalah masalah kekurangan modal, namun

UMKM enggan untuk datang ke bank khususnya karena terkait oleh banyaknya persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh fasilitasi kredit dari perbankan. Sebaliknya sering lembaga keuangan

(14)

dapat membentuk hubungan yang saling menguntungkan. Untuk itu perlu diupayakan pendekatan baru perbankkan terhadap UMKM, salah satunya dengan pendekatan melalui kelompok simpan

pinjam (KSM) maupun kelompok usaha (koperasi) dalam memberikan layanan kredit terhadap UMKM. Adanya pendekatan kelompok tidak akan efektif jika pandangan Bank terhadap UMKM masih menggunakan paragdigma lama bahwa kredit terhadap UMKM tidak ekonomis dan berisiko

Untuk itu perlu menggunakan paradigma baru, dimana UMKM harus dipandang tidak saja sebagai pemanfaat kredit namun juga sebagai sumber potensial tabungan.

Dengan pendekatan kelompok ini diharapkan memudahkan pengelolaan kredit dan dapat menekan resiko sehingga secara keseluruhan menjadi layanan kredit yang ekonomis. Selain itu, untuk membantu mengurangi resiko kredit macet bank dapat melakukan pendampingan usaha bagi

kelompok UMKM yang mengambil kredit pada bank yang bersangkutan. Pendekatan ini memang butuh waktu dan pemikiran lebih, sehingga untuk meringankan resiko dapat bekerjasama dengan

Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB), yaitu model konsultan keuangan yang sekarang banyak didorong untuk berkembang dalam rangka fasilitasi akses UMKM terhadap permodalan.

6) Pasar

Pasar perdagangan hasil produksi UMKM dapat berupa pasar dalam negeri (domestik) maupun pasar ekspor. Hubungan baik antara pelaku UMKM dan pelaku pasar (pembeli maupun ekspotir)

perlu dijaga kesinambungannya. Demikian pula dengan adanya perubahan kondisi pasar harus cepat dapat diantisipasi. Dalam hal ini dapat difasilitasi oleh pemerintah, BDS maupun Asosiasi usaha. 7) Pemerintah

Pemerintah mempunyai peran yang dalam memfasilitasi UMKM Lembaga lain yang terkait dengan pemberdayaan UMKM seperti koperasi, Asosiasi, BDS, dan lembaga keuangan dapat digerakkan

(15)

Kesemua strategi tersebut memerlukan penguatan komitmen dan strategi yang menyeluruh serta jelas dari semua pihak untuk pengembangan sektor UMKM ke depan. Strategi ini penting dan

harus menjadi bagian integral dari strategi pembangunan nasional yang sedang dirumuskan Pemerintah. Lebih dari itu, strategi nasional untuk pengembangan UMKM seperti ini diperlukan untuk menjadi pedoman dan acuan bagi integrasi dan koordinasi program-program yang selama ini

terkesan tersebar dan kurang terpadu di berbagai lembaga, baik di lingkungan Pemerintah Pusat, Bank Indonesia, maupun Pemerintah Daerah. Karena itu, peran dari Kementerian Koperasi dan

UMKM menjadi semakin penting untuk mampu memberikan masukan dalam strategi nasional tersebut.

Kesimpulan

Dari pembahasan diatas mengenai pentingnya penguatan sektor riil dalam menghadapi globalisasi ekonomi dapat disimpulkan bahwa peran UMKM tidak dapat dikesampingkan. Sektor

inilah yang telah terbukti tahan terhadap serangan krisis ekonomi tahun 2008 lalu, bahkan beberapa tahun sebelumnya. Ketahanan sektor ini disebabkan adanya kemandirian yang kuat dari para pelakunya dalam menjalankan usahanya. Namun, ternyata pengembangan peran UMKM sebagai

penopang utama perekonomian nasional juga masih dihadapkan pada tantangan yang tidak mudah. Beragam tantangan seperti akses informasi, permodalan, dan ketenagakerjaan masih saja

menghadang. Maka dari itu diperlukan strategi aktivasi yang lebih baik dari sekedar penerapan Inpres tahun 2007 mengenai UMKM. Strategi yang lebih dinamis dan komprehensif tidak dapat dilepaskan dari peranan Menteri Koperasi dan UMKM. Kementrian ini memiliki peran sentral

dalam menjalankan strategi nasional penguatan peran UMKM di Indonesia. Jika peran sentral UMKM dalam menopang perekonomian nasional semakin mantap, maka diharapkan Indonesia juga

(16)

Daftar Pustaka

Douglas A. Irwin, 2005. Trade and Globalization. In: Michael T. Weinstein, Globalization: What’s New? New York, Columbia University Press.

Thomas Friedman, 2005. The World is Flat: a brief history of the twenty first Century. ,Farrar, Straus and Giroux.

Mohammad Amien Rais,2008. Agenda Mendesak Bangsa Selamatkan Indonesia.Yogyakarta, PPSK Press.

Ngaire Woods, 2001. International Political Economy in an Age of Globalization. In John Baylis and Steve Smith (eds.), The Globalization of World Politics. 2nd edition. Oxford, Oxford

University Press.

Kevin Bowles, Frank McDonald and Nigel Healey. 2002. The Euro: A Future International Currency? In: Mary Farrel, et al.

Kuncoro, Mudrajat. 2008. Sektor Riil dan UMKM Pasca Inpres no.6/2007. Pdf. File dalam www.mudrajad.com , diakses 11 Mei 2010.

Warjiyo, Perry. 2004. Pembiayaan Pembangunan Sektor UMKM: Perkembangan dan Strategi Ke Depan Pdf. File dalam Infokop nomor 25 XX. Tahun 2004.

Referensi

Dokumen terkait

UMKM memiliki peran yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia karena UMKM merupakan penggerak utama ekonomi Indonesia, pada tahun 2018 diketahui bahwa UMKM

Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan

Persentase serangan lalat buah terhadap galur dan varietas tanaman cabai besar (Capsicum annum L.) menunjukkan berbeda-beda antar galur dan varietas tanaman cabai, seperti

Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakatinya, karena secara hukum

Pengaruh dosis inokulum dan lama fermentasi campuran dedak padi dan darah dengan Bacillus amyloliquefaciens terhadap kandungan serat kasar, kecernaan serat kasar,

Keluaran dari kegiatan ini berupa data dan informasi aktivitas penangkapan dan estimasi jumlah sumberdaya ikan yang berhasil ditangkap atau dimanfaatkan serta gambaran

Fitri Hartanto,Hen driani Selina 3 Tahun: 2009 ( Paediatrica Indonesiana, vol.51,no.4 (suppl),Juli 2011) Siswa SMP di Kota Semarang Prevalensi Masalah Mental Emosional