• Tidak ada hasil yang ditemukan

S IKOM 1202934 Chapter 5

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "S IKOM 1202934 Chapter 5"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

SIMPULAN , IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

5.1SIMPULAN

Dalam penelitian yang merupakan kajian komunikasi antarbudaya

peneliti berusaha memaparkan dan mengkaji lebih lanjut akan model

co-orientational yang dikemukakan oleh Kupka dalam Darla (2009, hlm.15-21)

mengenai kompetensi antarbudaya subjek dalam menghadapi pengalaman

gegar budaya. Berdasarkan penelitian ini, didapat kesimpulan yang

menjawab tujuan penelitian sebagaimana dipaparkan di awal penelitian

sebagai berikut:

5.1.1 Persepsi Antarbudaya

Dalam aspek persepsi antarbudaya secara umum, mahasiswa afirmasi

Papua mengakui adanya perbedaan budaya antara budaya mereka di

Papua dengan budaya mereka saat ini di Bandung. Perbedaan yang

nampak adalah dalam hal bahasa, gaya berbicara, logat dan aksen,

makanan serta budaya berbagi. Perbedaan budaya yang menjadi

kendala adalah terkait dengan bahasa dan gaya berbicara serta terkait

dengan budaya kolektivis terutama dalam hal budaya berbagi

masyarakat dalam lingkungannya saat ini menurut mahasiswa afirmasi

Papua dirasa masih kurang. Akan tetapi perbedaan budaya yang ada

tidak lantas menjadi jarak budaya yang memisahkan antara mahasiswa

afirmasi Papua dengan mahasiswa pribumi. Secara umum mahasiswa

afirmasi Papua sudah memiliki keterampilan antarbudaya yang cukup

baik. Hal ini tegambar dari kemampuan mahasiswa afirmasi Papua

untuk menyesuaikan diri dengan bahasa dan perilaku serta kebiasaan

masyarakat pribumi. Sementara terkait hubungan kontekstual, pada

awalnya mahasiswa afirmasi Papua mengaku cukup kesulitan untuk

berbaur dan berteman dengan mahasiswa non-Papua. Hal ini

dikarenakan perbedaan yang ada diantara mereka baik secara fisiologis,

budaya maupun cara bergaul. Karena itulah pada awal kedatangannya

(2)

memulai kontak dengan mahasiswa pribumi. Mereka lebih banyak

bergabung dan berkelompok dengan teman sesama Papuanya. Akan

tetapi seiring berjalannya waktu, keterampilan mahasiswa afirmasi

Papua untuk mulai berbaur dengan masyarakat pribumi mulai nampak

sehingga subjek cukup dapat beradaptasi dengan lingungan sosial

dalam masyarakat meskipun belum dapat berbaur secara sempurna.

5.1.2 Konsep Antarbudaya

Dalam Konsep Antarbudaya secara umum, mahasiswa afirmasi Papua

memiliki konsep antarbudaya yang cukup baik dalam menyikapi

perbedaan serta persamaan budaya yang ada diantara mereka dengan

mahasiswa pribumi yang non-Papua. Hal ini tergambar dari kesadaran

diri yang positif, sikap terbuka terhadap perbedaan, pengetahuan terkait

budaya pribumi yang mencukupi, motivasi berteman dengan mahasiswa

non-Papua, penyesuaian terkait perilaku kepantasan guna menjalin

hubungan yang efektif, serta persamaan budaya yang juga turut

membantu dalam proses adaptasi. Titik lemahnya adalah pada motivasi

berteman dengan mahasiswa non-Papua. Pada aspek ini, secara umum

mahasiswa afirmasi Papua belum terlalu terbuka untuk menjalin

hubungan pertemanan secara personal dengan mahasiswa lain yang

non-Papua. Mahasiswa afirmasi Papua mengaku lebih merasa nyaman

berteman dengan sesama Papua karena sudah saling mengenal satu

sama lain dan memiliki lebih banyak persamaan sehingga lebih mudah

dalam menjalin hubungan personal. Akan tetapi subjek tetap mencoba

berinteraksi dengan mereka dan menjalin hubungan meskipun relatif

bersifat umum. Sementara terkait dengan aspek pengetahuan budaya,

secara umum mahasiswa afirmasi Papua sudah mengetahui hal-hal

umum terkait budaya, kebiasaan serta perilaku kepantasan dalam

lingkungannya saat ini sehingga subjek dapat menyesuaikan perilaku

sebagaimana harapan budaya masyarakat pribumi. Hal ini tergambar

dalam pandangan masyarakat pribumi terkait mahasiswa afirmasi Papua

yang menilai bahwa mahasiswa afirmasi Papua adalah individu yang

(3)

5.1.3 Hambatan Antarbudaya

Hambatan antarbudaya yang dialami mahasiswa afirmasi Papua selama

proses adaptasinya adalah trekait dengan lingkungan fisik, sosial,

fisiologis, psikologis, serta semantik. Namun kendala terbesar bagi

mahasiswa afirmasi Papua adalah lingkungan sosial serta fisiologis

yang pada akhirnya berdampak pada psikologis subjek. Hambatan

sosial adalah lingkungan sosial dalam lingkungan kelas maupun sekitar

kostan yang dirasakan mahasiswa afirmasi Papua pada awalnya sulit

untuk ditembus. Mahasiswa afirmasi Papua merasa takut dan minder

untuk memulai kontak karena adanya perbedaan diantara mereka

terutama secara fisiologis. Mahasiswa afirmasi Papua mengaku masih

merasakan adanya perlakuan diskriminatif dari lingkungan sosialnya

karena aspek fisiologis mereka yang berbeda. Hambatan-hambatan

inilah yang memicu timbulnya gegar budaya dalam diri mahasiswa

afirmasi Papua saat awal kedatangannya. Hubungan sosial adalah

aspek penting yang dapat mendukung proses penyesuaian diri. Ketika

lingkungan sosial terbuka untuk pertemanan maka akan terjalin

interaksi yang berakibat pada terjalinnya hubungan baik satu sama lain.

Begitupun sebaliknya, ketika lingkungan sosial tidak terbuka untuk

berhubungan maka akan menjadi hambatan terbesar bagi subjek untuk

dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Lingkungan sosial yang tidak

mendukung menjadi penghambat dan membuat mahasiswa afirmasi

Papua merasa tidak nyaman. Akan tetapi secara mahasiswa afirmasi

Papua sudah memiliki kompetensi antarbudaya yang cukup baik

sehingga dalam proses penyesuaiannya saat ini mereka sudah dapat

mengatasi hambatan-hambatan antarbudaya yang ada.

5.2IMPLIKASI PENELITIAN 5.2.1 IMPLIKASI AKADEMIK

Pada dasarnya penelitian ini merupakan sebuah kajian yang berusaha

mengkaji kompetensi antarbudaya dikaitkan dengan pengalaman gegar

(4)

menyumbang kajian lebih lanjut akan topik komunikasi antarbudaya

terutama dalam hal bagaimana kompetensi komunikasi antarbudaya

dapat menangani masalah gegar budaya dalam penyesuaian dengan

lingkungan baru.

5.2.2 IMPLIKASI PRAKTIS

Secara praktis, kajian ini diharapkan bermanfaat bagi mahasiswa

perantau khususnya mahasiswa afirmasi Papua dalam mengembangkan

kompetensi antarbudaya guna menghadapi fenomena gegar budaya

dalam lingkungan barunya.

5.3REKOMENDASI

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, berikut ini rekomendasi

penelitian baik secara akademis maupun praktis:

5.3.1 Rekomendasi untuk Mahasiswa Afirmasi Papua

5.3.1.1Dalam aspek persepsi antarbudaya diharapkan mahasiswa afirmasi Papua ataupun mahasiswa perantau pada umumnya memiliki

keterampilan serta keluwesan dalam menghadapi perbedaan budaya

yang ada guna memudahkan dalam proses beradaptasi dengan

lingkungan baru saat ini.

5.3.1.2Dalam aspek konsep antarbudaya diharapkan mahasiswa afirmasi Papua ataupun mahasiswa perantau pada umumnya memiliki kesadaran

budaya yang postif dalam kaitannya dalam menghadapi persamaan dan

perbedaan budaya yang ada antara lingkungan mereka sebelumnya

dengan lingkungannya saat ini. Selain itu sikap terbuka dalam menjalin

hubungan pertemanan dengan mahasiswa pribumi juga sangat penting

sebagai upaya dalam penyesuaian diri dengan lingkungan baru saat ini.

5.3.1.3 Dalam aspek hambatan antarbudaya diharapkan mahasiswa afirmasi Papua ataupun mahasiswa perantau meningkatkan keterbukaan diri

dalam menjalin hubungan sosial dengan mahasiswa lain. Karena

(5)

memiliki kendala dalam menjalin hubungan sosial dengan mahasiswa

pribumi.

5.3.2 Rekomendasi untuk Mahasiswa Pribumi dan Dosen Pengajar 5.3.2.1Dalam aspek persepsi antarbudaya diharapkan pihak kampus seperti

dosen pengajar maupun mayoritas mahasiswa yang relatif homogen

secara budaya melakukan pendekatan yang berbeda serta di luar

kebiasaan untuk membangun komunikasi serta hubungan sosial yang

harmonis dengan mahasiswa afirmasi Papua maupun mahasiswa

perantau yang biasanya minoritas guna mereduksi jarak budaya yang

terbentuk karena adanya perbedaan budaya.

5.3.2.2Dalam aspek konsep antarbudaya baik mahasiswa maupun dosen diharapkan turut membantu mahasiswa afirmasi Papua maupun

mahasiswa perantau pada umumnya untuk dapat beradaptasi dengan

lingkungan barunya dengan cara terbuka untuk mengajarkan bahasa

pribumi serta memperkenalkan budaya kepada mereka. Serta

diharapkan agar lebih terbuka dalam menerima perbedaan serta

persamaan budaya yang ada guna menciptakan hubungan saling

menghormati dan menghargai satu sama lain sebagai upaya dalam

menjalin interaksi antarbudaya yang efektif.

5.3.2.3Dalam aspek hambatan antarbudaya baik mahasiswa maupun dosen diharapkan lebih terbuka serta aktif dalam merangkul mahasiswa

afirmasi Papua maupun mahasiswa perantau minoritas lainnya guna

mereduksi hambatan sosial yang dialami. Karena berdasarkan hasil

penelitian secara umum mahasiswa afirmasi Papua memiliki kendala

Referensi

Dokumen terkait

 Konsep diri  Apakah anda mempunyai sikap mau belajar budaya lain ketika melakukan komunikasi dengan mahasiswa Indonesia.  Bagaimana pendapat anda tentang konsep

Aspek penjangkauan masyarakat telah diterapkan oleh Departemen Humas LSM Bulan Sabit Merah Indonesia dengan mempertimbangkan isu- isu yang berkembang di masyarakat

pengaruh yang positif dari daya tarik iklan terhadap citra merek Pond’s.. Men Pollution Out di kalangan mahasiswa universitas kawasan

Ridwan Kamil adalah Ramah/ Outgoing Pattern (Skala 3) dengan jumlah.. skor 279, Ambisius/ Ambitious Pattern (Skala 2) dengan jumlah

Maka dari itu penelitian ini akan memiliki dampak yang positif untuk majalah. REL yang lebih baik ke depannya sehingga penumpang juga

Hasil pengujian regresi iklan televisi yang terdiri dari isi pesan, daya tarik, dan intensitas penayangan terhadap sikap merek TCASH, menunjukkan bahwa terdapat

dengan media bukan saja dapat menekan pemberitaan negatif tentang perusahaan. namun juga perusahaan dapat melakukan konfirmasi terhadap seluruh

3. Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi mahasiswa untuk menggunakan hak pilih terdiri atas empat faktor determinan, yakni 1) Kesadaran politik yang tinggi.