• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penguasaan Senjata Api Oleh Masyarakat Sipil (Studi Putusan No. 370 Pid.Sus 2016 PN-Mdn)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penguasaan Senjata Api Oleh Masyarakat Sipil (Studi Putusan No. 370 Pid.Sus 2016 PN-Mdn)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

H. Latar Belakang

Maraknya tindak kejahatan dan penyalahgunaan senjata api (senpi) sudah

sangat mengkhawatirkan. Kondisi ini membuat rasa aman masyarakat kian terkikis.

Beberapa kasus memperlihatkan kejahatan dilakukan tak lagi menggunakan

cara-cara konvensional. Senpi digunakan sebagai alat pelaku kejahatan menjalankan

aksinya sekaligus perlawanan terhadap penegak hokum. Kasus penyalahgunaan

senpi oleh warga sipil untuk berbagai kepentingan illegal juga meningkat.1

Tindak kekerasan dan dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)

dalam penyalahgunaan senpi mengalami tren peningkatan dalam tiga tahun terakhir

(2011-2013). Sedikitnya tercatat sebanyak 403 peristiwa penembakan dari tahun

2011-2013.2 Angka tersebut adalah angka penggunaan senpi patut diduga

digunakan untuk tujuan dan dengan cara yang tak dibenarkan.

Penggunaan senpi oleh anggota polisi paling sering digunakan pada saat

penangkapan tersangka teroris, kriminalitas, pembubaran massa demontrasi

(mahasiswa di lokasi konflik sumber daya alam dan dilokasi konflik komersial).

Dalam banyak kasus, umumnya tersangka ditembak pada titik yang mematikan

seperti dada, perut dan kepala. Seluruh praktik kekerasan yang dilakukan oleh

institusi negara tersebut dapat dibilang hamper tak memiliki akuntabilitas.

Kalaupun ada usaha kearah itu, namun tak sesuai dengan standar hokum yang

1

A. Josias Simon Runturambi Atin Sri Pujiastuti, Senjata Api dan Penanganan Tindak Kriminal, (Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2015), hal 46-47

2

(2)

berlaku. Kebanyakan polisi yang terlibat dalam penembakan hanya diberikan sanksi

disiplin.

Merebaknya penggunaan senjata api dalam kenyataan, dapat dimulai dari

sekedar tampil gaya-gaya, sok jagoan, hingga aksi sampai mengancam bahkan

membunuh. Hal ini benar-benar menjadi peristiwa menakutkan dan mengancam

ketenangan warga. Pola lain penyalahgunaan senpi adalah kepemilikan bersifat

illegal demi tujuan tertentu (illegal). Kepemilikan senpi bukan berarti tak

diperbolehkan, setiap orang yang memiliki dan memakai senpi harus memenuhi

persyaratan dan mendapat izin dari lembaga berwenang.

Pasal 1 ayat (2) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia

Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Untuk

Kepentingan Olahraga, senjata api adalah suatu alat yang sebagian atau seluruhnya

terbuat dari logam yang mempunyai komponen atau alat mekanik seperti laras,

pemukul/pelatuk, trigger, pegas, kamar peluru yang dapat melontarkan anak peluru

atau gas melalui laras dengan bantuan bahan peledak. Kepemilikan dan penggunaan

senjata api oleh masyarakat sipil di Indonesia dapat diperoleh melalui izin

Kepolisian melalui Kapolri dan izin Kementerian Pertahanan melalui Menteri

Pertahanan baik untuk kepentingan olahraga dan pengamanan diri.

Beberapa tindak pidana senjata api yaitu:

1. Penganiayaan undang-undang tidak memberikan ketentuan mengenai apakah

yang dimaksud dengan penganiayaan. Menurut yurisprudensi yang dimaksud

dengan penganiayaan adalah sengaja menyebabkan perasaan tidak enak

(3)

Dinyatakan dalam Pasal 351, 352, 353, 354, dan 355. Berdasarkan Pasal 351

terdapat 3 (tiga) jenis penganiayaan yaitu:

a) Penganiayaan yang tidak mengakibatkan luka berat atau matinya orang

b) Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat.

c) Penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang.

1. Pencurian dinyatakan dalam Pasal 362 KUHP yang menyatakan diantaranya

bahwa: “Barang siapa mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau

sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang

itu dengan melawan hak, dihukum karena pencurian ...”.

2. Pemerasan dinyatakan dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP, yang dinamakan

dengan pemerasan dengan kekerasan. Pasal 368 ayat (1) menyatakan bahwa:

“Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang

lain dengan melawan hak, memaksa orang dengan kekerasan atau ancaman

kekerasan, supaya orang itu memberikan barang, yang sama sekali atau

sebagiannya termasuk kepunyaan orang itu sendiri, kepunyaan orang lain atau

supaya orang lain itu membuat utang atau menghapuskan piutang “

3. Pembunuhan dinyatakan dalam Pasal 338 KUHP yang bunyinya sebagai

berikut: “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang dihukum

karena bersalah melakukan pembunuhan ...”

Berdasarkan bunyi Pasal 338 KUHP, maka unsur-unsur pembunuhan adalah:

a. Barang siapa Hal ini Berarti ada orang tertentu yang melakukannya.

b. Dengan sengaja Dalam ilmu hukum pidana, dikenal 3 (tiga) jenis bentuk

(4)

1) Sengaja sebagai maksud,

2) Sengaja dengan keinsyafan pasti,

3) Sengaja dengan keinsyafan kemungkinan/dolus eventualis,

c. Menghilangkan nyawa orang lain.

4. Kelalaian yang menyebabkan kematian Diatur dalam Pasal 359 KUHP, yang

menyatakan bahwa: “Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang

mati, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun”. Rumusan

karena salahnya adalah unsur kelalaian atau culpa yang menurut ilmu hukum

pidana terdiri dari: a. Culpa dengan kesadaran, b. Culpa tanpa kesadaran.3

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 1

ayat (3) Indonesia adalah negara hukum, yaitu negara yang berdiri di atas hukum

yang menjamin keadilan kepada setiap warga negaranya. Hukum dibuat untuk

tujuan mensejahterakan dan memberi keadilan bagi seluruh masyarakat agar

terciptanya suatu ketertiban dan keamanan, namun dalam kenyataannya masih saja

terjadi penyimpangan-penyimpangan atas hukum, baik yang dilakukan secara

sengaja ataupun tidak sengaja. Terhadap keadaan seperti ini maka tindakan hukum

yang tegas dan melalui prosedur hukum yang benar sangat diharapkan.4

Indonesia adalah suatu negara yang tidak gampang untuk melakukan

pembelian senjata api, untuk melakukan pembelian dan kepemilikan senjata api ini

dibutuhkan proses yang sangat panjang dan cukup ketat. Perbandingan ini dapat

dilihat dengan negara Amerika, berbeda jelas sekali di Amerika Serikat senjata api

3

Leden Marpaung, Tindak Pidana terhadap Nyawa dan Tubuh, (Sinar Grafika: Jakarta, 2002), hal. 22

4

(5)

di perjual belikan secara bebas atas alasan untuk keamanan karena ancaman biasa

datang dengan tiba-tiba, ini mungkin ada kaitanya antara kultur dan latar belakang

bangsa ini. Tetapi yang dilihat sekarang kriminalitas yang terjadi di Negara

Indonesia lebih besar daripada di Negara Amerika Serikat.5 Indonesia sangat cukup

sulit untuk memiliki senjata api secara legal tetapi masih saja kriminalitas terjadi

dengan senjata api baik oleh teroris maupun perampok atau kelompok-kelompok

yang melawan pemerintah sehingga pengawasan senjata api di Indonesia

menerapkan aturan kepemilikan senjata api untuk masyarakat sipil untuk menekan

kriminalitas dengan senjata api. Ada sejumlah dasar hukum yang mengatur

mengenai hal ini, mulai dari level undang-undang yakni UndangUndang Darurat

Nomor 12 Tahun 1951 dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang

Pendaftaran dan Pemberian Izin Kepemilikan Senjata Api. Selebihnya adalah

peraturan yang diterbitkan oleh Kepolisian yaitu Surat Keputusan (Skep) Kepala

Kepolisian (Kapolri) Nomor 82 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Pengawasan dan

Pengendalian Senjata Non-Organik TNI/Polri dan Peraturan Kapolri (Perkap) No.

Pol: 13/II/2006 tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Non Organik

TNI/Polri untuk kepentingan olahraga.

Fenomena perdagangan dan kepemilikan senjata api di Indonesia makin

marak akhir-akhir ini yang ditandai dengan banyaknya perdagangan dan

penggunaan senjata api yang mengikuti kegiatan perdagangan senjata api yang

legal maupun illegal dan aksi kekerasan yang terjadi dengan senjata api. Senjata api

yang dimiliki pun ada yang memilki izin dan ada pula yang illegal. Sehingga

5

(6)

bertolak dari fenomena yang terjadi, maka perlu dikaji mengenai pengaturan

mengenai senjata api di Indonesia.6

Maraknya tingkat kriminalitas yang berkaitan dengan senjata api

akhirakhir ini bisa dikatakan sudah mencapai tingkat meresahkan. Hal ini

disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kurangnya pengawasan oleh aparat yang

berwenang terhadap peredaran senjata api ilegal di kalangan masyarakat sipil.

Selain itu bagi masyarakat sipil yang ingin memiliki senjata, proses kepemilikan

bisa dilakukan dengan proses yang relatif mudah dan juga dengan biaya yang

terbilang murah.

Perubahan pada diri “hukum” ini sesungguhnya berfungsi menjembatani

keinginan-keinginan manusia agar tidak timbul perilaku yang anarkis, destruktif,

kondisi chaos yang sangat melelahkan masyarakat terutama masyarakat kelas

bawah atau grass root.7

Dalam perkembangan kejahatan-kejahatan tersebut terutama kejahatan

terhadap nyawa dan tubuh manusia seperti penganiayaan, pengancaman bahkan

pembunuhan dewasa ini cenderung menggunakan senjata api bagi para pelakunya.

Ini dikarenakan senjata api dapat digunakan secara praktis serta dapat

meminimalisirkan risiko perlawanan korban terhadap pelaku. Hal ini menimbulkan

akibat yang lebih parah bagi korban akibat dari penggunaan senjata api dalam suatu

kejahatan, dan tidak jarang menimbulkan luka-luka berat bahkan kematian bagi

seseorang.

6

Saddam Tri Widodo, Tinjauan Yuridis Terhadap Perijinan Perdagangan dan Kepemilikan Senjata Api di Indonesia, Jurnal Beraja NITI ISSN : 2337-4608 Volume 2 Nomor 12 (2013), hal 2

7

(7)

Fenomena kalangan sipil memiliki senjata api digunakan sebagai bela diri

(self defense) tidak bisa dibilang menjadi budaya seperti layaknya di Amerika. Di

Indonesia, penjualan senjata api ilegal masih dilakukan secara sembunyi-

sembunyi.8

Senjata api (bahasa Inggris: firearm) adalah senjata yang melepaskan satu

atau lebih proyektil yang didorong dengan kecepatan tinggi oleh gas yang

dihasilkan oleh pembakaran suatu propelan. Proses pembakaran cepat ini secara

teknis disebut deflagrasi. Senjata api dahulu umumnya menggunakan bubuk hitam

sebagai propelan, sedangkan senjata api modern kini menggunakan bubuk nirasap,

cordite, atau propelan lainnya. Kebanyakan senjata api modern menggunakan

laras melingkar untuk memberikan efek putaran pada proyektil untuk menambah

kestabilan lintasan.9

Kepemilikan senjata api untuk masyarakat sipil itu tidaklah dapat selalu

dikaitkan dengan tingginya angka kriminalitas oleh pelaku kejahatan yang

menggunakan senjata api. Karena belum tentu pelaku kriminal memiliki senjata

api secara legal berdasarkan izin kepemilikan senjata api yang dikeluarkan oleh

Kepolisian. Bagi pelaku kriminal yang belum memiliki senjata, tentunya

mereka akan berusaha untuk mendapatkannya secara ilegal.

Secara normatif, negara Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat

ketat dalam menarapkan aturan kepemilikan senjata api. Hal tersebut dapat kita

lihat dalam standar administratif perizinan senjata api yang terdapat pada

Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api, Undang-Undang-Undang-Undang

8

https://tirto.id/kontroversi-kepemilikan-senjata-api-bLKb diakses 14 Maret 2017 9

(8)

Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata

Api. Dan selebihnya adalah peraturan yang diterbitkan oleh Kepolisian, Surat

Keputusan Kepala Polisi Republik Indonesia Nomor Polisi: 82 Tahun 2004,

selanjutnya disingkat Skep/82/II/2004 tentang Pelaksanaan Pengawasan dan

Pengendalian Senjata Non-Organik TNI/POLRI, dan yang terakhir Peraturan

Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pedoman

Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api.10

Kejahatan yang terjadi di masyarakat merupakan sebuah pelanggaran

terhadap hukum positif yaitu hukum pidana. Kejahatan dan pelanggaran yang diatur

dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bisa dilihat sebagai hukum pidana

objektif yaitu suatu tindak pidana yang digolongkan menurut ketentuan-ketentuan

hukum itu sendiri dan hukum pidana subjektif yaitu ketentuan-ketentuan didalam

hukum mengenai hak penguasa menerapkan hukum.

Secara normatif, Indonesia sebenarnya termasuk Negara yang cukup ketat

menerapkan aturan kepemilikian senjata api untuk kalangan sipil. Ada sejumlah

dasar hukum yang mengatur mengenai hal ini, yakni UU Darurat No. 12 Tahun

1951, UU No. 8 Tahun 1948 dan Perpu No. 20 tahun 1960, selebihnya adalah

peraturan yang diterbitkan oleh kepolisian seperti SK Kapolri No. Skep/244/II/1999

dan SK Kapolri Nomor 82 tahun 2004 tentang pelaksanaan pengawasan dan

pengendalian senjata non organik.

Peredaran senjata api di Indonesia mengalami peningkatan, hal ini dapat

dilihat banyaknya kasus-kasus penyalahgunaan senjata api di masyarakat.

10

(9)

Peredaran senjata api ilegal sampai kepada masyakat tentu tidak terjadi begitu saja,

beberapa sumber penyebab terjadinya yang berkaitan dengan peredaran senjata api,

antara lain:

1. Penyelundupan. Hal ini tidak hanya berkaitan dengan impor, namun juga

ekspor. Hal ini sering dilakukan baik oleh perusahaan–perusahaan

eksportir/importir ataupun secara pribadi dengan cara melakukan pemalsuan

dokumen tentang isi dari kiriman.

2. Pasokan dari dalam negeri, maka hal ini erat kaitannya dengan keterlibatan

oknum militer ataupun oknum polisi, karena memang mereka dilegalkan oleh

undang-undang untuk menyimpan, memiliki dan menggunakan senjata api.

Namun pada kenyataannya kepemilikan senjata api yang legal tersebut sering

disalahgunakan dengan cara menjual senjata api organik TNI / POLRI dengan

harga yang murah kepada masyarakat sipil.11

Kepemilikan senjata api ilegal sebenarnya sudah diatur dalam beberapa

peraturan perundang-undangan. Terdapat ketentuan tersendiri mengenai

kepemilikan senjata api oleh masyarakat sipil. Kepemilikan senjata api secara

umum diatur dalam Undang-Undang Darurat No 12 Tahun 1951 yang bersifat

pidana. Pasal 1 ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951 disebutkan :

“Barangsiapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima,

mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai,

membawa, mempunyaai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya,

menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan

11

(10)

dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak,

dihukum dengan hukuman mati dan/atau hukuman penjara seumur hidup atau

hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun.12

Berdasarkan hal-hal yang tersebut di atas, adanya ketertarikan untuk

melakukan penelitian yang dirangkai dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penguasaan Senjata Api Oleh Masyarakat Sipil (Studi Putusan No. 370/Pid.Sus/2016/PN-Mdn).

I. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan

beberapa masalah yang harus dibahas dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan hukum mengenai kepemilikan senjata api oleh

masyarakat sipil?

2. Bagaimana pengawasan penguasaan dan penggunaan senjata api oleh

Kepolisian Negara Republik Indonesia?

3. Bagaimanakah penerapan hukum pidana terhadap pihak yang menguasai dan

menggunakan senjata api (Studi Putusan No. 370/Pid.Sus/2016/PN-Mdn)?

J. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui pengaturan hukum mengenai kepemilikan senjata api

oleh masyarakat sipil.

12

(11)

2. Untuk mengetahui pengawasan penguasaan dan penggunaan senjata api oleh

Kepolisian Negara Republik Indonesia.

3. Untuk mengetahui penerapan hukum pidana terhadap pihak yang menguasai

dan menggunakan senjata api (Studi Putusan No.

370/Pid.Sus/2016/PN-Mdn).

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara teoritis

Dapat memperkaya khasanah pengetahuan hukum pidana, khususnya tindak

pidana penguasaan senjata api oleh masyarakat sipil, sehingga dapat

bermanfaat bagi pengembangan hukum pidana

2. Secara praktis

Memberi pengetahuan dan pemahaman mengenai dasar hukum

penguasaan senjata api oleh masyarakat sipil.

K. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran kepustakaan, khususnya Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, penelitian mengenai, Tinjauan Yuridis Terhadap

Pelaku Tindak Pidana Penguasaan Senjata Api Oleh Masyarakat Sipil (Studi

Putusan No. 370/Pid.Sus/2016/PN-Mdn), belum pernah dilakukan oleh peneliti

sebelumnya. Namun ada beberapa penelitian terdahulu yang membahas tentang

penguasaan senjata api, antara lain:

Muhammad Heru (2010), Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku

(12)

Sipil (Studi Putusan Nomor 3550/Pid.B/2006/PN.Mdn). Adapun permasalahan

dalam penelitian ini :

1. Pengaturan mengenai kepemilikan senjata api oleh masyarakat sipil

2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kepemilkan senjata api illegal

3. Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku kepemilkan dan penjulan senjata

api ilegal serta amunisi oleh masyarakat sipil

Nicolas Samosir (2015), dengan judul penelitian Analisis Hukum

Mengenai Penguasaan dan Penggunaan Senjata Api Tanpa Hak oleh Warga Sipil

(Studi Kasus pada Putusan Nomor: 261/Pid.b/2013/PN.GS). Adapun

permasalahan dalam penelitian ini,

1. Pengaturan hukum terhadap tindak pidana penguasaan dan penggunaan

senjata api

2. Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya tindak pidana penguasaan dan

penggunaan senjata api

3. Upaya penanggulangan tindak pidana secara penguasaan dan penggunaan

senjata api tanpa hak oleh warga sipil

Dengan demikian penelitian ini adalah asli adanya, dan secara akademis

(13)

L. Tinjauan Pustaka

4. Pengertian Tindak Pidana Penguasaan Senjata Api

Senjata Api menurut Tom A. Warlow adalah senjata yang dapat dibawa

kemana-mana, yang cara kerjanya menggunakan peluru, didorong oleh beban yang

bersifat meledak seperti senapan, bedil dan pistol13

Peredaran senjata api di Indonesia belakangan terlihat terjadi adanya

peningkatan, hal ini terindikasi dengan banyak muncul kasus – kasus

penyalahgunaan senjata api di masyarakat. Peredaran senjata api ilegal hingga

sampai kepada masyakat tentu tidak terjadi begitu saja, beberapa sumber

penyebab terjadinya yang berkaitan dengan peredaran senjata api.14

Kontroversi kepemilikan senjata api ilegal merupakan suatu permasalahan

yang hangat dibicarakan. Ilegal yang dimaksud di sini ialah tidak legal, atau tidak

sah menurut hukum. Kepemilikan senjata api ilegal ini tidak hanya dilihat sebagai

bentuk pelanggaran hukum, tetapi juga sebagai suatu sarana kejahatan yang

berbahaya oleh pelaku tindak pidana. Hal ini sejalan dengan meningkatnya dan

maraknya tindak kejahatan di sekitar kita, penembakan oleh orang tidak dikenal,

teror penembakan di sejumlah tempat-tempat umum, hingga kejahatan yang

diikuti oleh ancaman bahkan pembunuhan dengan senjata api tersebut. 15

13

Warlow, Tom A. Fireams The Law and Forensic Ballistic (Second Editon: CRC, Press, 2004), hal 16

14

M.Tito Karnavian,Indonesia Top Scret Membokar Konflik Poso, (Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008), hal 197

15

(14)

5. Peraturan-peraturan tentang Senjata Api

Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 menjelaskan secara

terperinci mengenai aturan serta ketentuan pidana yang berhubungan dengan

senjata api, dan juga menjelaskan apa yang di maksud dengan senjata api beserta

jenis-jenisnya. Mengenai pasal-pasal yang terkait dengan senjata api adalah seperti

berikut:

Pasal 1

(1) Barang siapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia membuat,

menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba

menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau

mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan,

mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api,

amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau

hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi

tingginya dua puluh tahun.

(2) Yang dimaksudkan dengan pengertian senjata api dan amunisi termasuk

juga segala barang sebagaimana diterangkan dalam Pasal 1 ayat (1) dari

Peraturan Senjata Api (Vuurwapenregeling : in-, uit-, doorvoer en lossing)

1936 (Stbl. 1937 No. 170), yang telah diubah dengan Ordonnantie tanggal

30 Mei 1939 (Stbl. No. 278), tetapi tidak termasuk dalam pengertian itu

senjata-senjata yang nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang kuno

atau barang yang ajaib (merkwaardigheid), dan bukan pula sesuatu senjata

(15)

dapat dipergunakan. (3) Yang dimaksudkan dengan pengertian

bahan-bahan peledak termasuk semua barang yang dapat meledak, yang

dimaksudkan dalam Ordonnantie tanggal 18 September 1893 (Stbl. 234),

yang telah diubah terkemudian sekali dengan Ordonnantie tanggal 9 Mei

1931 (Stbl. No. 168), semua jenis mesin, bom-bom, bom-bom

pembakar,ranjau-ranjau (mijnen), granat-granat tangan dan pada umumnya

semua bahan peledak baik yang merupakan luluhan kimia tunggal

(enkelvoudige chemischeverbindingen) maupun yang merupakan adukan

bahan-bahan peledak (explosievemengsels) atau bahan-bahan peledak

pemasuk (inleidende explosieven), yang dipergunakan untuk meledakkan

lain-lain barang peledak, sekedar belum termasuk dalam pengertian amunis

6. Peraturan-Peraturan tentang Izin kepemilikan senjata api

Ketentuan Pasal 9 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1948, Tentang

Pendaftaran dan Pemberian Izin Kepemilikan Senjata Api, yang dirumuskan

sebagai berikut: Dalam pasal 9 UU tersebut dikatakan bahwa setiap orang yang

bukan anggota tentara atau polisi yang memakai dan memiliki senjata api harus

mempunyai izin pemakaian senjata api menurut contoh yang ditetapkan oleh kepala

kepolisian negara. Dengan dasar itu, setiap izin yang keluar untuk kepemilikan atau

pemakaian senjata api (IKSA) harus ditandatangani langsung oleh Kapolri dan

tidak bisa didelegasikan kepada pejabat lain seperti Kapolda. Untuk kepentingan

pengawasan Polri juga mendasarkan sikapnya pada Undang-Undang Nomor. 20

Tahun 1960 Tentang Kewenangan Perisinan Menurut Undang-Undang Senjata Api.

(16)

1

pejabat tertentu. Menurut ketentuannya, mereka harus dipilih secara selektif.

Mereka masing-masing adalah pejabat swasta datau perbankan, pejabat pemerintah,

TNI/Polri dan purnawirawan.

M. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan

analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan

konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu; sistematis

adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal

yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.16

1. Sifat penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif analitis.

Dikatakan bersifat deskriptif karena dalam penelitian ini diharapkan

memperoleh gambaran yang menyeluruh, lengkap dan sistematis mengenai

tindak pidana penguasaan senjata api oleh masyarakat sipil. Bersifat analitis

maksudnya bahwa penelitian ini tidak hanya memaparkan apa yang telah

diteliti, akan tetapi juga dianalisis terhadap putusan No. 370.Pid.

Sus/2016/PN-Mdn.

2. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif

untuk mengkaji peraturan-peraturan yang berhubungan dengan tindak pidana

kepemilikan senjata api oleh masyarakat sipil. Penelitian yuridis normatif adalah

penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa hukum yang tertulis dari

16

(17)

bahan perpustakaan atau data sekunder belaka yang lebih dikenal dengan nama

bahan hukum sekunder dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan

rujukan bidang hukum.17 Maka pendekatan yang yang dilakukan adalah

pendekatan peraturan hukum yang berlaku baik itu dalam peraturan peraturan

perundang-undangan nasional terutama tindak pidana penguasaan senjata api oleh

masyarakat sipil.

3. Sumber data

Data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder merupakan

data yang diperoleh dari hasil penelaahan kepustakaan (library research)

terhadap bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah penelitian yang sering

disebut sebagai bahan hukum sekunder.18 Data sekunder berasal dari penelitian

kepustakaan (library research) yang diperoleh dari :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang terdiri dari :

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

2) Ordonansi Bahan Peledak (Lembaran Negara tahun 1893 No. 234) Diubah

Terakhir Menjadi Lembaran Negara Tahun 1931 No. 168 Tentang

Pemasukan, Pengeluaran, Pemilikan, Pembuatan, Pengangkutan Dan

Pemakaian Bahan Peledak (tetap digunakan berdasarkan Pasal II Aturan

Peralihan UUD 1945).

3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 Tentang Pendaftaran Dan

Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api.

17

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), hal.33.

18

(18)

4) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1951 tentang Mengubah

"Ordonnantietijdelijke Bijzondere Strafbepalingen" (Stbl. 1948 Nomor 17)

Dan Undang-Undang Republik Indonesia Dahulu Nomor 8 Tahun 1948

(Lembaran Negara No. 78 Tahun 1951 Jo. Pasal 1 Ayat D Undang-undang

No. 8 Tahun 1948) Tentang Pendaftaran Dan Pemberian Izin Pemakaian

Senjata Api.

5) Undang-Undang Nomor 20 PRP Tahun 1960 Tentang Kewenangan

Perizinan Yang Diberikan Menurut Perundang-Undangan Mengenai

Senjata Api, Amunisi Dan Mesiu.

6) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia.

7) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 1996 Tanggal

23 Agustus 1996 Tentang Senjata Api Dinas Direktorat Jenderal Bea Dan

Cukai.

8) Keppres Republik Indonesia Nomor 125 Tahun 1999 Tanggal 11 Oktober

1999 Tentang Bahan Peledak.

9) Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan Republik Indonesia

Nomor: 418/MPP/Kep/6/2003 tanggal 17 Juni 2003 Tentang Ketentuan

Impor Nitro Cellulose (Nc).

10)Peraturan Menteri Pertahanan Nomor: Per/22/M/XII/2006 Tanggal 19

Desember 2006 Tentang Pedoman Pengaturan, Pembinaan dan

Pengembangan BadanUsaha Bahan Peledak Komersial.

(19)

Kapolri No Pol: Skep/1198/IX/2000 Tanggal 18 September 2000 tentang

Rekomendasi Izin Pemilikan dan Penggunaan Senjata Api .

12)Surat Keputusan Kapolri No. Pol. Skep/82/II/2004 Tanggal 16 Pebruari

2004 Perihal Buku Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Dan Pengendalian

Senjata Api Non Organik TNI/ Polri.

13)Peraturan Kapolri No. Pol. 13/X/2006 Tanggal 3 Oktober 2006 Perihal

Pengawasan Dan Pengendalian Senjata Api Non Organik TNI Polri Untuk

Kepentingan Olehraga

14)Peraturan Kapolri No. 2 Tahun 2008 Tanggal 29 April 2008 Tentang

Pengawasan, Pengendalian Dan Pengamanan Bahan Peledak Komersial.

15)Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan

dalam Tindakan Kepolisian

16)Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

17)Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

18)Putusan Pengadilan No. 370.Sus/2016/PN-Mdn

b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasl-hasil penelitian, hasil

karangan dari kalangan hukum, dan seterusnya.19

c. Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder; seperti adalah kamus

hukum, kamus bahasa Indonesia dan ensiklopedia.

19

(20)

4. Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian kepustakaan (library research) yaitu pengumpulan data yang

dilakukan dengan cara menghimpun data yang berasal dari kepustakaan, berupa

peraturan perundang-undangan, buku-buku atau literatur, jurnal ilmiah,

majalah-majalah artikel, putusan Pengadilan yang ada kaitannya dengan masalah yang

diteliti serta tulisan- tulisan yang terkait dengan tindak pidana penguasaan senjata

api oleh masyarakat sipil.

5. Analisis data

Keseluruhan data atau bahan yang diperoleh dianalisis secara kualtitatif,

yaitu dengan memberi penilaian terhadap hasil penelitian berdasarkan peraturan

perundang-undangan, pendapat para ahli, dan akal sehat dengan uraian kalimat-

kalimat dan tidak menggunakan angka-angka. Dari uraian tersebut dapat

disimpulkan bagaimana penguasaan senjata api oleh masyarakat sipil. Analisa

data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,

mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,

mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting

dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritaka kepada orang

lain.20

N. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa tahapan yang disebut

dengan bab. Dimana masing-masing bab diuraikan pokok-pokok pembahasannya

20

(21)

secara tersendiri. Namun masih saling berhubungan dengan konteks penelitian ini.

Dan antara satu dengan yang lainnya saling berhubungan. Secara sistematis,

pembahasan akan dibagi menjadi 5 (lima) bab, yang diuraikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan beberapa uraian hal-hal yang bersifat umum, yaitu

latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat

penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka dan metode penelitian

serta sistematika penulisan.

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KEPEMILIKAN SENJATA

API OLEH MASYARAKAT SIPIL

Bab ini berisikan pengertian masyarakat sipil, pengertian senjata api,

prosedur kepemilikan senjata api oleh masyarakat sipil, Syarat-syarat

Perizinan Kepemilikan Senjata Api.

BAB III PENGAWASAN PENGUASAAN DAN PENGGUNAAN SENJATA

API OLEH KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Bab ini berisikan mengenai Kepolisian Negara Republik Indonesia,

Peraturan Tentang Penggunaan Senjata Api oleh Kepolisian Republik

Indonesia

BAB IV PENERAPAN HUKUM PIDANA TERHADAP PIHAK YANG

MENGUASAI DAN MENGGUNAKAN SENJATA API (Studi

(22)

Bab ini berisikan analisis putusan, kronologis kasusi, dakwaan, tuntutan

jaksa penutut umum, fakta-fakta hukum, putusan hakim dan analisis

yuridis.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab terakhir dari skripsi ini dimana ditemukan

jawaban berupa kesimpulan dari semua permasalahan yang penulis

kemukakan dalam bab terdahulu, kemudian penulis memberikan

Referensi

Dokumen terkait

akses terhadap pinjaman modal dalam skim pembiayaan mikro dari. lembaga perbankan maupun

Berdasarkan hasil sidik ragam aplikasi agen biokontrol pada buah cabai dengan berbagai rizo-bakteri menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap susut bobot

 Dibutuhkan input maupun output atau library untuk Arduino yang secara tidak menentu karena disesuaikan dengan kondisi atau permintaan dari user atau orang –

Analisis SWOT kekuatan untuk elemen segmen pelanggan, proposisi nilai, saluran pemasaran memiliki kualitas hubungan yang kuat dengan segmen pelanggan maupun produk;

Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, Bunda Maria dan dengan penyertaaan Roh Kudus-Nya yang berkat kasih cinta dan bimbingan-Nya,

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respon siswa tentang kompetensi profesional guru, untuk mengetahui tingkat minat belajar matematika siswa dan untuk

Dalam kenyataannya yang terjadi dilapangan bahwa Notaris pada saat pembuatan akta tidak lagi memeriksa identitas diri /Kartu Tanda Penduduk penghadap sebagai

Telah banyak riset yang membuktikan bahwa rokok sangat menyebabkan ketergantungan, di samping menyebabkan banyak tipe kanker, penyakit jantung, penyakit pernapasan,