• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pedagang Buku Bekas (Studi Etnografi Asosiasi dan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pedagang Buku Bekas (Studi Etnografi Asosiasi dan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka Kota Medan)"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kajian ini membahas tentang pedagang buku bekas di Titi Gantung Medan

kehadiran pedagang buku bekas tersebut bermula sekitar tahun 1960-an, yang

dilakukan oleh sekelompok masyarakat yang tinggal di gang Buntu yang

lokasinya dekat dengan Titi Gantung, keberadaan para pedagang buku bekas

tersebut mendapat apresiasi yang positif dari masyarakat luas, terutama para

pelajar dan mahasiswa. Pedagang buku bekas selain menjual selain menjual buku

bekas yang layak dipakai, adakalanya juga menyediakan buku-buku yang tidak

ditemukan di toko-toko buku. Bisnis buku bekas nampaknya menjanjikan

penghasilan yang signifikan bagi para pedagang, sehingga banyak orang yang

menumpukan mata pencaharian pada berdagang buku bekas. Sampai saat ini

pedagang buku bekas telah berkembang dan berjualan sampai ke Jl. Irian Barat,

Jl. Jawa, Jl. Veteran,dan Jl.Sutomo.

Keberadaan pedegang buku bekas di Titi Gantung, mulai terusik pada

tahun 2003, dengan terbitnya ketetapan pemerintah bahwa Titi gantung menjadi

salah satu cagar budaya Kota Medan dengan SK: No. 511.3/5750. B tertanggal 22

Juli 2003. Ketentuan itu mengharuskan pedagang buku bekas di Titi Gantung di

relokasi ke sisi timur Lapangan Merdeka. Namun pedagang buku bekas menerima

(2)

Lapangan Merdeka merupakan pusat kota Medan yang diyakini dapat menulang

omset penjualan mereka1.

Upaya untuk mengembangkan Kota Medan terus dilakukan, termasuk

membangun skybridge yang akan menjadi penghubung antara lahan parkir

dengan Stasiun Kereta Api. Pedagang buku bekas harus di Relokasi ke jalan

Penggadaian yang lokasinya relatif tidak jauh dengan sisi Timur Lapangan

Medeka. Dari sinilah mulai timbul perlawanan dari para pedagang buku, banyak

dari pedagang buku bekas tidak mau di relokasi.

Pedagang buku menolak relokasi tersebut dengan alasan pasar buku bekas

yang berada di sisi Timur Lapangan Merdeka ini tepat berada di jantung kota

Medan, hal ini menjadi satu keuntungan bagi pedagang buku bekas, karena lokasi

mereka berjualan berada di pusat kota dan dapat dengan mudah diakses oleh

masyarakat luas. Pasar buku bekas ini merupakan salah satu ikon kota Medan

sekaligus tempat favorit masyarakat dalam membeli buku bekas dan murah, yang

tidak dapat ditemukan di gerai-gerai toko buku modern. Pasar buku bekas bukan

hanya sebagai tempat transaksi jual-beli, tetapi sebagai mata rantai dan sirkulasi

ilmu pengetahuan agar tetap terjaga pengetahuan serta kebudayaan.

Pada dasarnya tindakan pemerintah Kota Medan merelokasi pedagang

buku sisi Timur lapangan Merdeka telah melanggar kebijakan yang dibuat oleh

pemerintah sendiri. Pembangunan City Check In, Sky Bridge, dan City Car

seharusnya berlokasi di Kecamatan Medan Timur, sesuai dengan ketentuan pasal

20 angka (4) huruf (e) Peraturan Daerah Kota Medan No. : 13 Tahun 2011

(3)

“Angka (4) Stasiun Kereta Api sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) huruf

meliputi: huruf (e) Stasiun Kereta Api City Check In di Kecamatan Medan

Timur”2 .

Para pedagang buku bekas Titi Gantung tergabung dalam asosiasi

pedagang buku bekas yang bertujan untuk mempererat tali silaturahmi antar

sesama pedagang. Namun dalam perjalanannya Asosiasi pedagang buku bekas

terbelah menjadi dua kubu, yakni Asosiasi Pedagang Buku Lapangan Merdeka

(Aspeblam) dan Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka (P2BLM).

Terpecahnya pedagang buku lapangan merdeka menjadi salah satu upaya

pemerintah memecah belah pedagang agar pindah ke Jl. Pegadaian tanpa

melakukan perlawanan demi kepentingan pembangunan nasional. Pemerintah

juga berupaya mengusur paksa dengan mengeluarkan surat pemberitahuan kepada

pedagang agar segera mengemas barang dan pindah kelokasi yang sudah

disediakan Pemko Medan, hal ini menimbulkan penolakan dan gerakan

perlawanan oleh pedagang buku bekas yang tergabung didalam ikatan Persatuan

Pedagang Buku Lapangan Merdeka (P2BLM) terhadap pemerintah Kota Medan

yang diangap Diskriminatif.

Untuk bertahan para pedagang melakukan perlawanan dari kebijakan

pemerintah. Gerakan perlawanan merupakan gerakan untuk memblokir atau

mengeliminasi perubahan dijalan Pegadaian yang notabene lokasi itu merupakan

lahan dari PT. KAI. Penggusuran ini menyebabkan para pedagang khawatir akan

kehilangan sumber mata pencahariannya. Para pedagang memberi tuntutan kepada

Pemko Medan seperti:

2

(4)

a. Menolak penggusuran pedagang buku Lapangan Merdeka secara semena mena karena keberadaan pedagang adalah sah/legal dengan landasan SK Walikota No.510/ 1034/k/2003 dan telah disetujui oleh DPRD Kota Medan melalui surat No. 646/624 tertanggal 11 Juli Tahun 2003 perihal persetujuan Revitalisasi Cagar Budaya Titi Gantung Medan dan pemindahan pedagang buku di Lapangan Merdeka.

b. Meminta kepastian alas hukum tempat relokasi kepada Pemerintah Kota Medan jika harus relokasi maka tidak ada lagi penggusuran di masa depan3.

Peneliti tertarik dengan pedagang buku bekas lapangan merdeka karena

pedagang buku ini bukan cuma berbicara soal bisnis saja, tapi juga perdagangan

ilmu pengetahuan. Dengan bisa diakses dengan harga yang terjangkau atau relatif

murah dan langka, pedagang buku lapangan merdeka ini juga sudah menjadi

sebuah icon belanja buku murah dikota medan.

1.2 Tinjauan Pustaka

Para pedagang buku bekas merupakan sebuah komunitas yang

keberadaannya mendapat apresiasi yang positif dari sekolompok masyarakat.

Namun, disisi lain kehadiran mereka dianggap menggangu pembangunan Kota

Medan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, masyarakat adalah sejumlah

manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka

anggap sama4. Ralp Linton (1936:91) mengemukakan bahwa masyarakat

adalah setiap kelompok Manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja

sama, sehingga mereka dapat mengorganisasikan dirinya dan berpikir tentang

dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batasan-batasan. Masyarakat itu

juga dapat diartikan sekelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama

3

Sumber didapat dari data Kontras Sumatera Utara

(5)

cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan mengganggap

diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial degan batas-batas yang telah

dirumuskan dengan jelas.

Ada beberapa penjelasan masyarakat yang dikutip oleh Setiadi

(2011:35). Mengutip Maclver (2011:35) menjelaskan masyarakat sebagai

suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara dari wewenang dan kerja sama

antara berbagai kelompok, berbagai golongan dan pengawasan tingkah laku

serta kebebasan-kebebasan individu (manusia). Keseluruhan yang selalu

berubah inilah yang dinamakan dengan masyarakat. Masyarakat merupakan

jalinan hubungan sosial dan masyarakat selalu berubah. Mengutip Karl Marx

(2011:35) menjelaskan masyarakat adalah suatu sturktur yang mengalami

ketegangan organisasi maupun perkembangan karena adanya pertentangan

antara kelompok-kelompok yang terpecah secara ekonomi. Menurut Paul B.

Horton (2011:36) pengertian masyarakat adalah sekumpulan manusia yang

relatif mandiri dengan hidup bersama dalam jangka waktu cukup lama,

mendiami suatu wilayah tertentu dengan memiliki kebudayaan yang sama, dan

sebagian besar kegiatan dalam kelompok itu.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Asosiasi adalah Persatuan antara

rekan usaha, persekutuan dagang. Perkumpulan orang yang memiliki kepentingan

bersama, Pembentukan hubungan atau pertalian antara gagasan, ingatan, atau

kegiatan panca indra5. R.Firth (dalam Prof Harsojo 1988:114) Hidup dalam

bermasyarakat berarti mengorganisasikan berbagai kepentingan, kebutuhan para

individu, serta pengaturan sikap manusia yang satu terhadap yang lain dan

5

(6)

pemusatan manusia dalam kelompok tertentu untuk melakukan tindakan bersama.

Relasi sosial yang timbul dari hidup bermasyarakat itu dapat kita lihat sebagai

suatu rencana atau sistem yang dapat disebut struktur sosial. Jadi strukur sosial

suatu masyarakat manusia meliputi berbagai tipe kelompok atau asosiasi dan

institusi dalam mana orang banyak itu mengambil bagian. Dengan perkataan lain

asosiasi sesungguhnya adalah kelompok yang diorganisasikan. Kriteria Organisasi

yang menjadi ciri asosiasi adalah:

1. Mempunyai tujuan dan fungsi yang jelas dan tertentu.

2. Ada norma asosiasi.

3. Ada status asosiasi.

4. Ada otoritas.

5. Percobaan menjadi anggota atau ada sistem calon anggota.

6. Ada sistem hak milik

7. Mempunyai nama atau lambang identitas.

Fungsi asosiasi adalah:

1. Asosiasi dibentuk untuk melakukan tujuan tertentu seperti misalnya tujuan

politik, ekonomi sosial dan kebudyaan.

2. Sering juga bahwa suatu asosiasi mempunyai lebih dari satu fungsi.

Menurut Harsojo (1988:217) Asosiasi bebas yang tidak dibangun atas

dasar kekerabatan, meliputi berbagai bentuk pengelompokan berdasarkan seks,

umur dan dalam arti yang lebih luas, strukur sosial itu juga meliputi relasi sosial

yang mempunyai karakter politik berdasarkan atas daerah tempat tinggal dan

(7)

kekerabatan dan organisasi politik. Menurut Radcliffe Brown (dalam Classen

1988) organisasi adalah organisasi yang melaksanakan aktivitas sosial yang

menyangkut penjagaan keteraturan dan stabilitas masyarakat dalam suatu wilayah

tertentu, dengan menggunakan kekuasaan dan kalau perlu kekerasan secara paksa.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gerakan Sosial adalah tindakan

atau agitasi terencana yang dilakukan sekelompok masyarakat yang disertai

program terencana dan ditujukan pada satu perubahan atau sebagai gerakan

perlawanan untuk melestarikan pola-pola dan lembaga masyarakat yang ada6.

Turner dan Killian (dalam Suryadi 2007) mendefinisikan gerakan sosial secara

luas sebagai suatu usaha bersama untuk meningkatkan suatu penentangan

perubahan dalam masyarakat di mana usaha tersebut memainkan peran.

Kartodirdjo (dalam Kamaruddin 2012) mengatakan gerakan sosial adalah gerakan

perjuangan yang dilakukan oleh golongan sosial tertentu melawan eksploitasi

ekonomi, sosial, politik, agama dan kultural, oleh kelompok penekan, apakah itu

penguasa ataupun negara.

Zenden dan Heberle (dalam Wahyudi 2005:23) memberikan kriteria

gerakan sosial sebagai berikut :

1. Bertujuan untuk membawa perubahan fundamental terhadap tatanan

sosial, khususnya dalam institusi dasar properti dan hubungan

ketenagakerjaan

2. Suatu kesadaran tentang identitas dan solidaritas kelompok adalah

diperlukan bersamaan dengan kesadaran common sense dan tujuan

6

(8)

3. Gerakan sosial selalu terintegrasi dengan serangkaian ide atau

ideologi

4. Gerakan sosial berisi anggota-anggota kelompok yang sevara formal

diorganisasikan, tetapi gerakan sosialnya itu sendiri adalah bukan

kelompok yang terorganisir

5. Memiliki aturan yang cukup kuat untuk meneruskan eksistensinya,

meski mereka harus merubah komposisi keanggotaannya

6. Gerakan sosial bukan suatu produk, tetapi memiliki durasi.

Suryadi (2007:119) Dalam realitasnya, gerakan sosial yang terjadi di

negara-negara mengalami perubahan, dimana perubahan gerakan sosial itu

dikategorikan dengan istilah gerakan sosial lama dan gerakan sosial baru. Gerakan

Sosial lama dianggap sebagai perlawanan atau perjuangan kelas buruh dalam

menuntut keadilan mereka. Gerakan Sosial baru dianggap sebagai perluasan

makna gerakan sosial lama ke arah perjuangan mengimbangi dominasi kekuasaan

negara dan perwujudan demokratisasi.

Scott (2000:40) mengatakan perlawanan kecil setiap hari dengan penuh

kesabaran, organisasi anonim yang informal dengan koordinasi tahu sama tahu,

berhati-hati, mencuri sedikit demi sedikit, memperlambat kerja, pura-pura sakit,

menghambat, pura-pura menurut, pura-pura tidak tahu, perusakan, berlaku tidak

jujur, mencopet, masa bodoh, membuat skandal, membakar, memfitnah, sabotase,

yang mengakhiri pertentangan secara kolektif.

Kamaruddin (2012:58) Gerakan Sosial lahir pada mulanya sebagai suatu

kelompok orang yang tidak puas terhadap suatu kondisi atau keadaan. Kelompok

(9)

yang matang. Orang-orang saling membagi duka, dan mengeluh. Pemimpin dan

organisasi dari kebanyakan gerakan, biasanya muncul tidak lama setelah situasi

kersahan sosial tercipta. Setelah mengalami tahapan penurunan kegiatan kadang

kala gerakan itu sempat menciptakan organisasi permanen, dan seringkali pula

gerakan itu hilang begitu saja tanpa bekas yang berarti.

Menurut Lofland (2003:50), dua aspek empiris gelombang yang perlu

diperhatikan adalah pertama aliran tersebut cenderung berumur pendek antara

lima sampai delapan tahun. Jika telah melewati umur itu gerakan gerakan akan

melemah dan meskipun masih ada akan tetapi gerakan telah mengalami proses

„cooled down‟ .Kedua, banyak organisasi gerakan atau protes yang berubah

menjadi gerakan sosial atau setidaknya bagian dari gerakan-gerakan tersebut

diatas. Organisasi-organisasi ini cenderung selalu berupaya menciptakan gerakan

sosial atau jika organisasinya berbeda maka mereka akan dengan sabar menunggu

pergeseran struktur makro yang akan terjadi (misalnya krisis kapitalis) atau

pertarungan yang akan terjadi antara yang baik dan yang jahat, atau kedua hal

tersebut. Serta menunggu kegagalan fungsi lembaga sentral, kala itulah gerakan

itu bisa dikenali sebagai gerakan pinggiran, gerakan awal dan embrio gerakan.

Martono (2012:227) Gerakan sosial terbentuk melalui serangkaian proses.

Ada beberapa tahap terbentuknya gerakan sosial in. Tahap-tahap tersebut yaitu,

1. Tahap ketidaktenraman karena ketidakpastian dan ketidakpuasan

yang semakin meningkat.

2. Tahap perangsangan, yaitu sebuah tahap yang terjadi ketika

(10)

sudah teridentifikasi dan sasaran-sasaran tindak lanjut sudah

diperdebatkan.

3. Tahap formalisasi, sebuah tahap ketika sosok pemimpin telah

muncul, rencana telah disusun, para pendukung telah ditempa,

dan organisasi serta taktik telah dimatangkan.

4. Tahap institusionalisasi atau tahap pelembagaan, tahap ketika

organisasi telah diambil alih dari pemimpin terdahulu, birokasi

telah dibuat dan ideologi serta program telah diwujudkan.

Zande dan James (dalam Suryadi 2007:120) menyederhanakan tipe

gerakan sosial yang berdasarkan basis ideologi :

1. Gerakan-gerakan revolusioner, yaitu gerakan yang mengubah

masyarakat dengan menentang nilai-nilai fundamental. Gerakan

revolusioner mendukung penngantian kerangka nilai yang ada.

Sebagai contoh kelompok nasionaslis hitam yang muncul pada

akhir 1960-an

2. Gerakan-gerakan reformasi yaitu, gerakan yang berusaha untuk

memodifikasi kerangka kerja dari skema nilai yang ada. Gerakan

reformasi mengupayakan perubahan-perubahan yang akan

mengimplementasikan kerangka nilai yang ada secara lebih

memadai sebagai contoh gerakan hak sipil sipil di Amerika

Serikat oleh Marthin Luther King

3. Gerakan-gerakan perlawanan, yaitu gerakan untuk memblokir

atau mendominasi perubahan yang sudah dikembangkan

(11)

balasan. Sebagai contoh gerakan perlawanan kaum kulit putih

terhadap hak-hak sipil kaum kulit hitam di Amerika Serikat.

4. Gerakan-gerakan ekspresif, yaitu yaitu gerakan yang kurang

konsen dengan perubahan institusional. Gerakan ini berusaha

merenovasi atau memperbaharui orang-orang dari dalam,

seringkali dengan menjanjikan suatu pembebasan di masa depan.

Sebagai contoh adalah gerakan ratu adil.

Moyer (2004:17) Tujuan pergerakan adalah mendidik dan memenangkan

mayoritas publik yang lebih besar dan terus meningkatdan untuk menggerakkan

mayoritas publik menuju kekuatan yang efektif yang membawa masalah sosial.

Hanya dengan menunjukkan kepada masyarakat bahwa pergerakkan menegakkan

nilai-nilai dan pemegang kekuasaan melanggarnya, dapatkah masyarakat

dipengaruhi dan digerakkan ke tingkat kebutuhan yang diperlukan mereka untuk

bertindak.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia konflik diterjemahkan sebagai

percekcokkan, perselisihan, atau pertentangan. Pertentangan itu sendiri bisa saja

muncul dalam bentuk ide, gagasan maupun fisik antara dua belah pihak yang

saling bersebrangan7. Istilah “konflik” secara etimologi berasal dari bahasa Latin

con” yang berarti bersama dan “fligere” yang berarti benturan atau tabrakan.

Dengan demikian, “konflik” dalam kehidupan sosial berarti benturan kepentingan,

keinginan, pendapat, dan lain-lain yang melibatkan antara dua pihak atau lebih.

Chang (dalam Elly M.Setiadi 35:2011) mengatakan pengertian Konflik

dari aspek Antropologi, yakni ditimbulkan sebagai akibat dari persaingan antara

7

(12)

paling tidak dua pihak, di mana tiap-tiap pihak dapat berupa perorangan, keluarga,

kelompok kekerabatan, satu komunitas ataupun satu lapisan kelas sosial

pendukung ideologi tertentu, satu organisasi politik, satu suku bangsa, atau satu

pemeluk agama tertentu. Demikian pihak-pihak yang dapat terlibat dalam konflik

meliputi banyak macam dan bentuk ukuran. Selain itu, dapat pula dipahami

bahwa pengertian konflik secara antropologis tidak berdiri sendiri, melainkan

secara bersama-sama dengan pengertian konflik menurut aspek-aspek lain yang

semuanya itu turut ambil bagian dalam memunculkan konflik sosial dalam

kehidupan kolektif manusia, dengan sederhananya konflik dapat diartikan sebagai

perselisihan atau persengketaan antara dua pihak atau lebih yang memiliki

keinginan untuk saling menjatuhkan atau menyingkirkan atau mengalahkan atau

menyisihkan.

Definisi ini jika kita padukan dengan pandangan Diana Franccis (dalam

Herdensi : 2013) yang meletakan unsur pergerakan dan persinggungan sebagai

aspek tindakan didalam konflik, maka secara sederhana konflik dapat diartikan

sebagai pertarungan yang ditandai oleh pergerakan dari beberapa pihak sehingga

terjadi bersinggungan. Marx (dalam Elly M.Setiadi 364 : 2011) mengatakan

pandangannya tentang konflik sebagai berikut:

1. Masyarakat sebagai arena yang didalamnya terdapat berbagai

bentuk pertentangan.

2. Negara dipandang sebagai pihak yang terlibat aktif dalam

pertentangan dengan berpihak kepada kekuatan yang dominan.

3. Paksaan dalam wujud hukum dipandang sebagai faktor utama

(13)

perbudakan, kapital yang menimbulkan ketidaksamaan hak dan

kesempatan. Kesenjangan sosial terjadi dalam masyarakat karena

bekerjanya lembaga paksaan tersebut yang bertumpu pada

cara-cara kekerasan, penipuan, dan penindasan. Dengan demikian, titik

tumpu dari konflik sosial adalah kesenjangan sosial.

4. Negara dan hukum dilihat sebagai alat penindasan yang digunakan

oleh kelas yang berkuasa (kapitalis) demi keuntungan mereka.

5. Kelas-kelas dianggap sebagai kelompok-kelompok sosial yang

mempunyai kepentingan sendiri yang bertentangan satu sama lain,

sehingga konflik tak terelakkan lagi.

Sebagai mana dikemukakan oleh Ralf Dahendrof (1959:162) bahwa

masyrakat terbagi dalam dua kelas atas dasar pemilikan kewenangan (authority), yaitu kelas yang memiliki kewenangan (dominan) dan kelas yang tidak memiliki

kewenangan. Menurut Max Weber (1968) Konflik yaitu Hubungan sosial disebut

sebagai konflik apabila sepanjang tindakan yang ada di dalamnya secara sengaja

ditujukan untuk melaksanakan kehendak satu pihak untuk melawan pihak lain‟.

Dengan demikian, konflik merupakan suatu hubungan sosial yang dimaknai

sebagai keinginan untuk memaksakan kehendaknya pada pihak lain8.

Konflik menurut Fisher et al. (2000) adalah hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki sasaran-sasaran yang tidak

sejalan, konflik adalah suatu kenyataan hidup, tidak terhindarkan dan sering

bersifat kreatif. Konflik terjadi ketika tujuan masyrakat tidak sejalan. Berbagai

perbedaan pendapat dan konflik biasanya diselesaikan tanpa kekerasan, dan sering

8

(14)

menghasilkan situasi yang lebih baik sebagaian besar atau semua pihak yang

terlibat.

Lewis Coser mengemukakan (dalam Elly : 2011) konflik dapat

menguatkan solidaritas kelompok yang agak longgar. Dalam masyarakat yan

terancam disintegrasi, konflik dengan masyarakat lain bisa menjadi kekuatan yang

mempersatukan. Konflik dengan kelompok lainnya dapat menghasilkan

solidaritas didalam kelompok tersebut dan solidaritas itu bisa menghantarnya

kepada aliansi-aliansi dengan kelompok lainnya, bisa juga menyebabkan

anggota-anggota masyarakat yang terisolasi menjadi berperan secara aktif dan konflik juga

bisa berfungsi untuk komunikasi.

Astra dan Arsana (2012) dalam jurnalnya yang berjudul “Resistensi

Perempuan Bali Pada Sektor Industri Kreatif Di Desa Paksebali, Kecamatanan

Dawan, Kabupaten Klungkung” menjelaskan bahwa perlawanan dilakukan kaum

perempuan untuk menuntut kesetaraan gender. Dalam jurnal ini di jelaskan

resistensi perempuan di Bali merupakan cerminan dari ketidakpuasan terhadap

pembedaan antara laki-laki dan perempuan terhadap pekerjaan. Perlawanan yang

dimaksud adalah yang dilakukan oleh perempuan Bali yang beragama Hindu

dalam mendobrak idealisme budaya patriarki.

Perlawanan juga dilakukan oleh kelompok petani seperti dalam jurnal

Kamaruddin (2012) dengan judul “Pemberontakan Petani UNRA 1943 (Studi

Kasus: Mengenai Gerakan Sosial di Sulawasi Selatan Pada Masa Kependudukan

Jepang)” . Perlawanan petani di sini disebabkan karena dua faktor yaitu penyebab

langsung dan penyebab tidak langsung. Ideologi milliniarisme melatar belakangi

(15)

memberikan sugesti kepada rakyat. Jurnal ini lebih kepada mendeskripsikan

faktor-faktor serta peran tokoh petani dalam pemberontakan.

Dalam jurnal “Festival Jogokali Resistensi Terhadap Penggusuran Dan

Gerakan Sosial-Kebudayaan Masyarakat Urban” perlawanan yang dilakukan oleh

masyarakat pinggir sungai dalam menghadapi penggusuran adalah dari diskusi

dengar pendapat hinga aksi turun ke jalan, perlawanan kolektif yang dibangun

dengan menggunakan media kesenian. Masyarakat yang tinggal di dekat sungai

menggelar sebuah festival Jogo (menjaga) Kali (sungai) sebagai salah satu bentuk

gerakan mereka. Festival Jogokali sebagai bentuk perjuangan anti penggusuran

masyarakat miskin urban. Penggunaan media kesenian dan kebudayaan

mendefinisikan dirinya untuk berbicara atas nama atau menyuarakan, suara-suara

terbungkam yang benar-benar tertindas sebagai resistensi simbolik.

Maliki (2010) dalam jurnalnya yang berjudul “Resistensi Kelompok

Minoritas Keagamaan Jemaat Ahmadiyah Indonesia” menjelaskan, mereka

melakukan perlawanan terhadap dominasi dan hegemoni negara dengan cara

menggunakan kelompok intelektual sebagai representasi mereka. Menciptakan

ruang (sphere) yang cenderung bebas dari hegemoni kelompok manapun serta independen. Membangun jaringan dengan berbagai kelompok dan menjalin kerja

sama dengan pihak Universitas serta memanfaatkan media dalam perlawanan

mereka.

Moyer (2004:17) Tujuan pergerakan adalah mendidik dan memenangkan

mayoritas publik yang lebih besar yang terus meningkat dan untuk menggerakkan

mayoritas publik menuju kekuatan yang efektif yang membawa masalah sosial.

(16)

nilai-nilai dan pemegang kekuasaan melanggarnya, dapatkah masyarakat

dipengaruhi dan dan digerakkan ke tingkat kebutuhan yang diperlukan mereka

untuk bertindak. Menurut Schiffman dan Kanuk (2000) proses yang dilalui oleh

seseorang dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, & bertindak

pasca konsumsi produk, jasa maupun ide yang diharapkan bisa memenuhi

kebutuhannya. Lalu menurut, Schiffman & Kanuk Merupakan studi yang

mengkaji bagaimana individu membuat keputusan membelanjakan sumber daya

yang tersedia & dimiliki (waktu, uang & usaha) untuk mendapatkan barang atau

jasa yang akan dikonsumsi. Dan menurut, John C. Mowen & Michael Minor

perilaku konsumen sebagai studi tentang unit pembelian (buying unit) & proses

pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi berbagai produk, jasa &

pengalaman serta ide-ide9.

Dalam penelitian Andri (2011) penggusuran paksa terhadap hunian

masyarakat oleh negara merupakan fenomena umum yang terjadi di kota-kota

besar di Indonesia saat sekarang. Secara umum, praktik penggusuran paksa oleh

negara memiliki kecenderungan dengan cara-cara seperti, penggunaan hukum

(berupa peraturan-peraturan daerah) sebagai legitimasi untuk melakukan

pengusiran. Dengan dasar ini negara mengeluarkan surat formal ataupun

pernyataan yang menyuruh penduduk meninggalkan lokasi. Dalam praktik

penggusuran, aparat gabungan (Satuan Polisi Pamong Praja, Kepolisian, dan

Tentara Nasional Indonesia) menggunakan cara-cara kekerasan dengan tujuan

melakukan pengusiran secara paksa.

(17)

Relokasi dalam penelitian Musthofa (2011) mengatakan seharusnya

pemerintah melakukan beberapa langkah sebagai berikut sebelum melakukan

tindakan relokasi

1. Perlunya koordinasi sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan

evaluasi

2. Pemilihan Areal Relokasi

3. Hak masyarakat yang akan dipindahkan

4. Kelengkapan fisik lokasi pemukiman kembali

5. Bentuk rumah dan bangunan lain yang relevan

6. Status hak atas tanah.

Sedangkan Relokasi dalam penelitian saya penggusuran secara paksa yang

dilakukan oleh pihak pemerintah kota medan terahadap pedagang buku yang

menolak untuk direlokasi kareana tidak ada kejelasan hak atas tanah kios yang

disediakan oleh Pemerintah Kota Medan.

Pemerintah Kota Medan menunjukan sikap arogansinya dengan

menggunakan kuasanya untuk melakukan penggusuran terhadap pedagang buku,

yang seharusnya pihak dari Pemerintah Kota Medan melakukan relokasi dengan

mensosialisakan pembangungan dan menyepakati bersama area relokasi pedagang

buku bekas lapangan merdeka.

1.3 Rumusan Masalah

Keberadaan pedagang belum tersentuh perencanaan yang memadai,

terbuka dan mendapatkan kesetaraan dengan sektor formal. Keberpihakan

(18)

pembangunan lebih mengutamakan kepentingan golongan ekonomi menengah

keatas. Mereka yang termarjinalkan yaitu pedagang yang bertarung dengan

caranya masing-masing.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka yang menjadi perumusan masalah

dalam penelitian ini adalah :

1. Mengapa terjadi perpecahan antara sesama pedagang buku.

2. Mengapa pedagang buku bekas menolak direlokasi ketempat yang

telah ditentukan pemerintah.

3. Bagaimana peranan asosiasi pedagang buku menghadapi

Pemerintah Kota Medan.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka tujuan penelitian yang

diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui penyebab terjadinya perpecahan antara pedagang

buku

2. Untuk mengetahui alasan pedagang buku bekas Lapangan Merdeka

menolak relokasi.

3. Untuk mengetahui peran asosiasi dalam menghadapi Pemko Medan.

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan

tentang gerakan perlawanan pedagang buku bekas Lapangan Merdeka terhadap

kebijakan relokasi Pemerintah Kota Medan. Penelitian ini juga diharapkan dapat

(19)

1. Menghasilkan karya ilmiah mengenai upaya perlawanan pedagang

buku bekas Lapangan Merdeka terkait kebijakan relokasi Pemerintah

Kota Medan sehingga penelitian ini dapat memberikan peran

terhadap pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam

mengetahui kajian gerakan perlawanan.

2. Hasil penelitian ini bisa dipakai sebagai referensi dalam memahami

kehidupan para pedagang buku yang cenderung termarjinalkan

dengan kebijakan Pemerintah Kota Medan.

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk bahan pijakan bagi para

pengambil kebijakan dalam menentukan kebijakan yang menangani para

pedagang buku bekas yang ada buku bekas dan perlunya rasa kebersamaan agar

tercipta rasa keamanan dan kenyamanan bagi para pedagang buku bekas sebagai

bagian dari anggota masyarakat.

1.5 Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan metode kualitatif

untuk menggambarkan bagaimana kondisi pedagang buku yang berada di lokasi.

Sesuai yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (2009) penelitian yang bersifat

deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu,

keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan frekuensi atau

penyebaran suatu gejala hubungan tertentu antar gejala lain dalam masyarakat.

Teknik penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan Teknik

Observasi Partisipasi. Teknik yang dilakukan dengan melibatkan peneliti secara

(20)

yaitu merupakan bagian yang integral dari objek yang ditelitinya berdasarkan

kenyataan lapangan dan yang dialami informan. Metode ini mampu menggali

informasi yang mendalam dari sumber-sumber yang luas. Dalam penelitian ini

saya juga menggunakan pendekatan emic yakni suatu cara mendekati fenomena dengan menggunakan konseptual informan agar meminimalisir terjadi kesalahan

dalam mengartikan dan menganalisis data. Metode penelitian dalam hal ini

mencoba menggambarkan bagaimana gerakan perlawanan pedagang buku bekas

ex-sisi timur Lapangan Merdeka Kecamatan Medan Petisah Kota Medan yang

sekarang berjualan di Jalan Pegadaian Kelurahan Aur, Kecamatan Medan

Maimun dan Titi Gantung, Kecamatan Medan Timur.

Di dalam penelitian ini saya juga mengunjungi beberapa tempat yang saya

rasa tepat dan baik untuk mencari dan menggali data terhadap informan yang

mengerti akan kondisi permasalahan konflik relokasi tempat pedagang buku ini.

Lokasi penelitian ini adalah di Jalan Pegadaian Kelurahan Aur, Kecamatan Medan

Maimun dan di Kantor Lembaga Kontras yang menangani permasalahan kasus ini

di Jalan Brigjend Katamso, Kecamatan Medan Maimun. Adapun yang menjadi

alasan peneliti untuk memilih lokasi penelitian ini adalah dikarenakan pedagang

buku bekas terpusat disisi timur Lapangan Merdeka yang sekarang berada di Jalan

Pegadaian Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun.

Dalam mengumpulkan data lapangan peneliti akan memperoleh dua jenis

data, yaitu :

1. Data Primer adalah data mentah yang diperoleh peneliti dalam penelitian

(21)

2. Data Sekundar adalah data yang diperoleh peneliti untuk mendukung

penelitiannya dalam yang berasal dari sumber lain seperti sumber internet.

Untuk memperoleh data dilapangan peneliti akan menggunakan beberapa

teknik-teknik pengumpulan data. Teknik pengumpulan data itu berupa

observasi partisipasi dan wawancara.

1.5.1 Observasi Partisapasi (Observe of Partipatory)

Observasi adalah pengamatan secara langsung terhadap objek yang diteliti

untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai objek penelitian artinya disini

saya ikut terjun kelapangan untuk memahami fenomena yang ada dilapangan.

Dalam penelitian ini, saya langsung mengamati ke sisi timur lapangan merdeka

dan Jalan Pegadaian tempat mereka berdagang sekarang. Data yang diperoleh

melalui observasi ini terdiri dari rincian tentang kegiatan, perilaku, tindakan

pedagang buku secara keseluruhan. Hasil observasi ini kemudian dituangkan

dalam catatan lapangan.

1.5.2 Wawancara

Wawancara (interview) adalah suatu percakapan (proses tanya jawab)

dengan tatap wajah langsung yang memiliki pertanyaan yang sudah terstruktur

dalam sudut pandang informan tersebut (emic view). Proses wawancara dengan

emic view ini akan mendapatkan hasil yang bersifat objektif. Dari proses wawancara tersebut nantinya peneliti akan mendapatkan keterangan secara lisan

dan akan dituangkan secara tulisan. Kegiatan wawancara ini akan memfokuskan

kepada informan. Pemilihan informan dalam wawancara ini sangatlah penting,

agar informasi yang didapat lebih fokus dan sesuai dengan apa yang peneliti

(22)

ASPEBLAM, P2BLM dan Pemerintah Kota Medan sebagai pihak yang terkait.

Teknik Wawancara ini digunakan peneliti untuk mendapatkan informasi yang

lebih detail dan mendalam dari hasil observasi partisipasi sebelumnya. Peneliti

akan mencatat beberapa pertanyaan – pertanyaan yang akan ditanyakan kepada

informan dengan gaya bahasa yang tidak membosankan, sehingga informasi yang

lebih jujur dan apa adanya yang akan didapatkan.

1.5.3 Live In

Tinggal bersama objek penelitian ini diharapkan akan mendapatkan data

yang benar-benar jujur adanya. Peneliti akan ikut tinggal bersama salah satu

informan dilingkungan penelitiannya. Teknik ini akan membantu peneliti dalam

memperoses kebenaran dari data maupun informasi dari informan serta lebih

merasakan apa yang sesungguhnya dirasakan oleh objek. Proses Live In tersebut diperoleh peneliti salah satu pedagang buku bekas lapangan merdeka.

Selanjutnyan peneliti akan menentukan siapa informan yang tepat untuk

mendapatkan data yang sesuai dengan rumusan masalah yang telah ditentukan.

Penting bagi peneliti menentukan siapa informan untuk mendukung hasil

penelitian nantinya. Karena peneliti akan mengamati bagaimana para pedagang

buku menjalankan kegiatannya sehari-hari seperti berjuaan buku, menjalankan

asosiasi dan melakukan perjuangannya. Rapot yang baik akan berdampak bagi

hasil penelitian kita dengan informan. Oleh sebab itu, seorang peneliti haruslah

berusaha mengembangkan rapot yang baik dilapangan. Sikap yang sopan serta

rendah hati adalah salah satu modal dasar peneliti dalam mengembangkan rapot

(23)

1.6 Pengalaman Penelitian

Lokasi penilitian ini berlokasi didaerah sekitar pedagang buku berjualan

yaitu disisi Timur Lapangan Merdeka, Jalan Pegadaian dan juga Titi Gantung,

akan tetapi peneliti tidak menutup kemungkinan untuk melakukan penelitian

ditempat lain yakni ditempat pedagang buku meakukan kegiatan asosiasi misalnya

rapat dan hal yang lain yang tidak bisa ditentukan tempatnya tapi biasanya

pedagang buku melakukan kegiatan asosiasi di Jalan Brigjen Katamso Gang

Bunga di Kantor Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS)

Sumatera Utara, karena KontraS yang mengadvokasi pedagang buku. Awal

penulis melakukan penelitian pada tahun 2013 karena kebetulan penulis pada saat

itu menjadi salah satu pengurus HMI Komisariat FISIP USU dan organisasi

tersebut bersifat sebagai organisasi perjuangan sehingga memiliki perspektif

bersama dengan para pedagang buku untuk melakukan sebuah perjuangan. Pada

tahun 2013 bulan Juni peneliti mendapatkan undangan untuk menghadiri diskusi

yang diadakan pedagang buku di Kantor KontraS untuk melakukan konsolidasi.

Dalam konsolidasi tersebut terdapat beberapa LSM dan organisasi mahasiswa

yang hadir pada konsolidasi saat itu. Disaat itulah penulis mengenal dari beberapa

pedagang buku yang sebelumnya belum mengenalinya sperti Ketua P2BLM ,

Senan. Anggota sering memanggil ketua dengan bahasa Bang Haji, namun ada

juga para pengurus pedagang buku lainnya dan anggota dari P2BLM yaitu ada

Bang Fadly, Bang Frans, Bang Ferry, Bang Benuk, Kak Aida dan beberapa orang

lainnya. Setelah beberapa kali melakukan konsolidasi bersama pedagang buku

peneliti akhirnya mengenali pedagang buku dengan cukup dekat bahkan bisa

(24)

saat itu setelah pulang kuliah hampir setiap hari penulis bermain kelokasi

pedagang buku berjualan di Sisi Timur Lapangan Merdeka. Karena hampir setiap

hari berjumpa dengan pedagang buku terkadang timbul juga rasa segan karena

setiap datang pasti ada saja yang ditawarkan oleh mereka misalnya makanan

seperti gorengan dan kue walaupun seadany,a tetapi tidak bisa memakannya

karena melihat kondisi pedagang buku yang mau direlokasi pada saat itu

perekonomiannya sangat menurun karena adanya wacana relokasi. Pedagang

bukupun pada itu merasa takut untuk berjualan karena terkadang adanya teror dari

orang yang tidak dikenal. Pedagang buku juga tidak menghentikan

perjuangannya yang terlihat dengan setiap satu minggu sekali pedagang buku

P2BLM melakukan konsolidasi di Lapangan Merdeka untuk melakukan

pelebaran sayap perjuangan untuk meminta bantuan LSM dan organisasi

mahasiswa untuk ikut mendukung pedagang buku melakukan perlawanan kepada

Pemerintah Kota Medan untuk menolak direlokasi. Sehingga pada puncaknya

pada tangal 19 September 2013 Pemerintah Kota Medan melakukan penggusuran

secara paksa. Pada malam harinya tanggal 18 September 2013 peneliti bersama

beberapa pedagang buku dan organisasi mahasiswa lainnya yang ikut berjuang

bersama pedagang buku tidur dikios pedagang buku disisi Timur Lapangan

Merdeka untuk mengawal para pedagang buku agar tidak ada terjadinya tindakan

diskriminasi yang dilakukan oleh pihak Pemerintah Kota Medan terhadap

pedagang buku pada saat sebelum terjadinya penggusuran karena pada malamnya

sudah terdengar isu dari Kapolda menurunkan pasukan sabara sekitar 1000

personel. Melihat angka yang tidak sedikit seperti itu membuat kami berspekulasi

(25)

jumlah pedagang buku secara keselurahan tidak lebih dari 300 pedagang. Pada

tanggal 19 september 2013 benar adanya 1000 personel polisi sabara yang datang

kelokasi dengan 3 mobil water canon dan 2 alat berat untuk merubuhkan

pedagang buku. Pada saat itu dialog terjadi antara pedagang buku yang melakukan

perlawanan dan pihak Pemko Medan. Ketika melakukan dialog pihak pemko juga

tidak berhenti sembari menghancurkan kios pedagang buku dengan kondisi

seperti itu banyak para pedagang yang menangis bahkan jatuh pingsan melihat

kondisi kiosnya dihancurkan. Saat sampai pada saat sore hari akhirnya pihak dari

Pemko Medan, KontraS dan P2BLM mempunyai kesepakatan pedagang buku

akan direvitalisasi. Karena adanya kesepakatan revitalisasi, pedagang buku

bersedia direlokasi untuk sementara waktu menunggu pembangunan dari pihak

Pemko Medan selesai. Peneliti dihari berikutnya membantu pedagang buku untuk

memindahkan buku dari kios sisi Timur Lapangan Merdeka kekios Jalan

Pegadaian. Dihari-hari berikutnya peneliti selalu mengikuti perkembangan

pedagang buku seperti terlibat dalam konsolidasi, aksi dan mediasi. Peneliti juga

tidak hanya ikut terlibat dalam hal perjuangan dengan pedagang buku namun

peneliti juga sering diundang ke acara-acara yang bersifat kekeluargaan seperti

buka bersama dan pesta keluarga. Sampai peneliti hampir selesai menulis skripsi

ini peneliti tetap menjaga komunikasi bahkan sempat beberapa kali bertemu

dengan pedagang buku. Kedekatan peneliti dengan P2BLM berdampak tidak

leluasanya peneliti mengambil data ke ASPEBLAM sehingga peneliti hanya

Referensi

Dokumen terkait

Ijma>liy, yaitu penafsiran al-Qur'an dengan ringkas hanya menjelaskan sisi global dari makna ayat yang ditafsirkan. Itnabiy/ tafsiliy, yaitu penafsiran dengan cara

Hubungan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial pada ODHA .(Skripsi).. Jakarta: Universitas Islam

Demikian surat rekomendasi ini dibuat dengan sesungguhnya dan tanpa ada paksaan dari pihak manapun serta akan dilaksanakan dengan sebagaimana mestinya. Seberapa dekat

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:jumlah tudung buah. Source Type III Sum of Squares

The geometry of a single patch antenna using two slots with different height for dual frequency operation feed by microstrip feed line can be shown in Figure 1a and 1b.. The

Studi Pertumbuhan dan Hasil Produksi Jamur Tiram Putih (Pleorotus ostreatus) Pada Media Tumbuh Jerami Padi dan Serbuk Gergaji.. Jurnal Produksi Tanaman Volume 1

[r]

Blok diagram sistem untuk identifikasi karakter seseorang berdasarkan analisis pola sidik jari tangan dengan eskstraksi ciri momen invarian yang dirancang ditunjukkan