BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dangan tenaga kerja
pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.1 Tenaga Kerja adalah
setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau
jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat.2 Tenaga kerja merupakan faktor strategis dalam upaya mewujudkan pembangunan nasional
Indonesia. Pasal 28 H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa “setiap orang berhak atas
jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai
manusia yang bermartabat”3 dan “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak
mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”.4
Amanat Undang-Undang Dasar 1945 itu dijalankan pemerintah dengan
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional yang terbit pada tahun 2004. Undang-Undang itu merupakan
upaya untuk melakukan reformasi dibidang sistem jaminan sosial oleh karena
1
Agusmidah, Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Medan: USU Press, 2010), hlm.4
2
Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Edisi Revisi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hlm.16.
3
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Indonesia 1945 setelah perubahan, Pasal 28 H ayat (1)
4
Indonesia sudah sangat tertinggal dalam penyelengaraan sistem jaminan sosial.5
Peran Negara dalam mewujudkan upaya pembangunan nasional adalah
dengan menjamin dan melindungi kesejahteraan tenaga kerja untuk
menggairahkan semangat kerja para pekerja. Pemberian jaminan perlindungan
tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, baik dalam hubungan kerja maupun di
luar hubungan kerja melalui program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek),
selain memberikan ketenangan kerja juga mempunyai dampak positif terhadap
usaha-usaha peningkatan disiplin dan produktivitas tenaga kerja.
Undang-Undang ini merupakan langkah awal pemerintah untuk mewujudkan
masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur.
6
Sistem Jaminan
Sosial Nasional, demikian juga dengan Jamsostek diselenggarakan berdasarkan
pada prinsip:7
1. Kegotongroyongan, ialah prinsip kebersamaan antar peserta dalam
menanggung beban biaya jaminan sosial, yang diwujudkan dengan
kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai dengan tingkat gaji, upah
atau penghasilannya.
2. Nirlaba, ialah prinsip pengelolaan usaha yang mengutamakan penggunaan
hasil pengembangan dana untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya
bagi seluruh peserta.
3. Keterbukaan, ialah prinsip mempermudah akses informasi yang lengkap,
benar dan jelas bagi setiap peserta.
5
Sulastomo, Sistem Jaminan Sosial Nasional Sebuah Introduksi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), hlm.1
6
Suria Ningsih, Mengenal Hukum Keenagakerjaan, (Medan: USU Press, 2013), hlm.142
7
4. Kehati-hatian, ialah prinsip pengelolaan dana secara cermat, teliti, aman
dan tertib.
5. Akuntabilitas, ialah prinsip pelaksaan program dan pengelolaan keuangan
yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
6. Portabilitas, ialah prinsip memberikan jaminan yang berkelanjutan
meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
7. Kepesertaan Wajib, ialah prinsip yang mengharuskan seluruh penduduk
menjadi peserta jaminan sosial yang dilaksanakan bertahap.
8. Dana Amanat, ialah bahwa iuran dan hasil pengembangannya merupakan
dana titipan dari peserta untuk digunakan sebesar-besarnya bagi
kepentingan peserta jaminan sosial.
9. Pengelolaan Dana Jaminan Sosial Nasional, ialah hasil berupa dividen dari
pemegang saham yang dikembalikan untuk kepantingan peserta jaminan
sosial.
Program JAMSOSTEK diselenggarakan untuk memberikan perlindungan
dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja dan
keluarganya, serta merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah
menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka
bekerja.8
Program Jamsostek merupakan program pemerinah yang bertujuan untuk
memberikan perlindungan dasar bagi tenaga kerja untuk menjaga harkat dan
martabatnya sebagai manusia dalam mengatasi resiko-resiko yang timbul dalam
8
hubungan kerja. Program Jamsostek berupaya memberikan kepastian terhadap
Jaminan Kesehatan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kematian
(JK), dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK).
Berdasarkan prinsip-prinsip di atas, dapat kita ketahui bahwa PT.
Jamsostek yang berganti menjadi BPJS Ketenagakerjaan dalam hal ini
mengeluarkan program Jaminan Sosial Nasional Bidang Ketenagakerjaan
merupakan program pembangunan kesejahteraan yang tujuan utamanya adalah
untuk meningkatkan derajat ketenagakerjaan di Indonesia. Program ini
mempersatukan seluruh pekerja untuk bergotong-royong membiayai pelayanan
jaminan ketenagakerjaan dengan cara membayar iuran rutin setiap bulan kepada
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagarkerjaan.
Namun pada pelaksanaannya, Program Jaminan Sosial Nasional Bidang
Ketenagakerjaan sangat rawan akan terjadinya kecurangan. Pelanggaran dapat
terjadi dalam pengalokasian dana awal dari pemerintah transaksi pengumpulan
dan pembayaran iuran peserta, penagihan dan pembayaran klain pelayanan
kesehatan, investasi aset Jaminan Sosial Nasional Bidang Ketenagakerjaan dan
aset BPJS Ketenagakerjaan serta pengalokasian dana subsidi iuran bahkan dari
pengalihan aset PT. Jamsostek kepada BPJS Ketenagakerjaan.
Diperlukan pengawasan terhadap program ini untuk menghindari hal-hal
yang tidak diinginkan dalam pelaksaan program ini. Sesuai dengan amanat yang
tertulis dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan, Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut OJK)
merupakan lembaga yang berwenang mengawasi lembaga jasa keuangan lainnya.
Ketenagakerjaanyang meyelenggarakan program Jaminan Sosial Nasional Bidang
Ketenagakerjaan. Pengawasan eksternal BPJS dilakukan oleh lembaga pengawas
independen, yaitu DJSN, OJK dan Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya
disebut BPK). Dalam hal ini OJK berwenang sebagai pengawas independen.9
Keseriusan OJK dalam pengawasan BPJS semakin dipertegas dengan
dikeluarkannya POJK.05/2013 tentang Pengawasan Badan Penyelengara Jaminan
Sosial Oleh Otoritas Jasa Keuangan. OJK akan fokus pada pengawasan
aspekaspek kesehatan keuangan antara lain penerapan tata kelola yang baik,
pengelolaan aset kinerja, investasi penerapan manajemen resiko valuasi aset
liabiliti dan kepatuhan terhadap peraturan undang-undang. Lembaga pengawas
ekternal lainnya yaitu DJSN dan BPK perlu berkoordinasi dengan OJK untuk
menentukan spesifikasi pengawasan yang menjadi bagian mereka.OJK
melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan
disektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga
pembiayaan dan lembaga jasakeuangan lainnya antara lain melakukan
pengawasan, pemeriksaan, penyidikan,perlindungan konsumen dan tindakan lain
terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku dan/atau penunjang kegiatan jasa
keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di
sektorjasa keuangan, termasuk kewenanganperizinan kepada lembaga jasa
keuangan.10
9
Pasal 1 angka 1 jo Pasal 2 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
Ja
mengatur dan mengawasi lembaga keuangan bebas dari campur tangan pihak manapun kecuali untuk hal-hal yang disebutkan secara tegas dalam UU OJK.
10
Perekonomian nasional yang mampu tumbuh secara berkelanjutan dan
stabil dapat diwujudkan dengan adanya kegiatan di dalam sektor jasa keuangan
yang terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel, serta mampu
mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan, stabil dan
mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.11
B.Rumusan Masalah
OJKadalah lembaga
yang independen dan bebas dari campurtangan pihak lain. Status independensi
OJK menjadikan kewenangan OJK sangat penuh, sehingga berpotensi terjadi
penyelewengan kewenanganOJK, DJSN dan BPK akan bersama-sama mengawal
program Jaminan Sosial Nasional Bidang Ketenagakerjaa BPJS
Ketenagakerjaan.UU BPJS tidak secara spesifik mengatur mengenai ruang
lingkup pengawasan OJK terhadap BPJS.Tumpang tindih antara kewenangan
pengawasan dalam hal kesehatan keuangansangat rawan terjadi apabila koordinasi
anatara lembaga pengawas eksternal tidak dilakukan. Hal ini yang memicu untuk
mengetahui lebih rinci ruang lingkup wewenang OJK dalam program Jaminan
Sosial Nasional Bidang Ketenagakerjaan BPJS Ketenagakerjaan.
1. Bagaimana Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan setelah keluarnya UU No.
21 Tahun 2011?
2. Bagaimana Pelaksanaan Program Penyelenggaraan Jaminan Sosial
Nasional Bidang Ketenagakerjaan?
3. Bagaimana Fungsi OJK dalam melakukan pengaturan dan pengawasan
terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan?
11
C.Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Untuk mengetahui Pengaturan Otoritas Jasa Keuangan setelah keluarnya
UU No. 21 Tahun 2011
2. Untuk mengetahui Pengaturan Program Penyelenggaraan Jaminan Sosial
Nasional Bidang Ketenagakerjaan
3. Untuk mengetahui Fungsi Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pengaturan Dan
Pengawasan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
Sementara hal yang diharapkan menjadi manfaat dari adanya
penulisan skripsi ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, tulisan ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian dan
memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka perkembangan ilmu hukum
khususnya ilmu hukum ekonomi khususnya di bidang OJK sebagai pengawas
independen yang ditunjuk UU BPJS dalam program Jaminan Sosial Bidang
Ketenagakerjaan BPJS Ketenagakerjaan.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penulisan ini bermanfaat untuk menambah
wawasan dan pengetahuan secara khusus bagi penulis maupun bagi para
akademisi bahkan pada masyarakat mengenai ruang lingkup maupun
batasan wewenang OJK sebagai pengawas dalam program Jaminan Sosial
sebagai bahan kajian untuk para akademisi maupun peneliti lainnya yang
ingin mengetahui lebih mengenai wewenang OJK yang mempunyai tujuan
untuk mewujudkan sektor jasa keuangan yang terselenggara secara teratur,
adil, transparan dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan
yang tumbuh secara berkelanjutan, stabil dan mampu melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat.
D.Keaslian Penulisan
Sepanjang pengamatan dan pengetahuan, belum ada penelitian tentang
Fungsi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dalam Pengaturan dan Pengawasan
Terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Untuk
mengetahui keaslian penulisan, sebelumnya dilakukan penelusuran terhadap
berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara. Hal ini dibenarkan oleh Pusat Dokumentasi dan Informasi
Hukum/Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum melalui surat
tertanggal 09 Mei 2017 yang menyatakan bahwa “tidak ada judul yang sama”.
Dan telah dilakukan pemeriksaan melalui internet untuk membuktikan bahwa
judul skripsi tersebut belum ada di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara
atau ditempat lainnya.
Dari judu l “Fungsi OJK Dalam Pengaturan dan Pengawasan Terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan”
dapat ditemukan beberapa istilah yaitu OJK, Jaminan Sosial Bidang
Ketenagakerjaan dan BPJS Ketenagakerjaan. OJK adalah lembaga yang
independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur
tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam
undang-undang ini.12
Alasan lainnya adalah banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor
jasa keuangan yang meliputi tindakan belum optimalnya perlindungan konsumen
jasa keuangan dan terganggunya stabilitas sistem keuangan serta lemahnya
penegakan hukum.
OJK berfungsi sebagai pengawas industri jasa keuangan di
Indonesia. OJK didirikan dengan alasan telah terjadinya proses globalisasi dalam
sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi serta
inovasi finansial yang menciptakan suatu sistem keuangan yang kompleks,
dinamis dan saling terkait.
13
1. Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan;
Tugas OJKadalah melaksanakan pengaturan dan pengawasan
terhadap :
2. Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal;
12
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 2 ayat (2).
13
3. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga
pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya.14
Selanjutnya pengertian lembaga jasa keuangan lainnya adalah
pergadaian,lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia,
perusahaan pembiayaan sekunder perumahan dan lembaga yang
menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib meliputi
penyelenggara programjaminan sosial, pensiun dan kesejahteraan.15
Visi OJK adalah menjadi lembaga pengawas industri jasa keuangan yang
terpercaya, melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat serta mampu
mewujudkan industri jasa keuangan menjadi pilar perekonomian nasional yang
berdaya saing global serta dapat memajukan kesejahteraan umum.Misi OJK
adalah:16
1. Mewujudkan terselenggaranya seluruh kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan secara teratur,adil, transparan dan akuntabel;
2. Mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil;
3. Melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
UU SJSN tidak menetapkan definisi atau pengertian Jaminan Sosial
Bidang Ketenagakerjaan dalam salah satu ayat ataupasalnya. Dengan merangkai
beberapa pasal dan ayat yang mengatur tentang program jaminan sosial, manfaat,
14
Totok Budisantoso. Nuritomo , Bank Dan Lembaga Keuangan Lain (Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2013), hlm. 48.
15
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 1 ayat (10).
16
tujuan dan tata laksananya, dapat dirumuskan pengertian program Jaminan Sosial
Bidang Ketenagakerjaan sebagai berikut:
“Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan merupakan bagian dari Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan
menggunakan mekanisme asuransi sosial yang bersifat wajib berdasarkan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN. Jaminan Sosial
Bidang Ketenagakerjaan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar
hidup yang layak kepada setiap orang yang telah membayar iuran apabila
terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya
pendapatan karena menderita sakit, mengalami kecelakaan kerja,
memasuki usia lanjut/pensiun, atau meninggal dunia - BPJS
Ketenagakerjaan”.
Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaanmempunyai manfaat, memberikan
jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup bagi setiap peserta dan/atau anggota
keluarganya apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau
berkurangnya pendapatan karena menderita sakit, mengalami kecelakaan kerja,
memasuki usia lanjut/pensiun, atau meninggal dunia. Besarnya iuran untuk
dikelompokkan berdasarkan resiko lingkungan kerja dan besarnya penghasilan
peserta.17
17
Manfaat Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan,
Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan menjangkau semua pekerja,
artinya seluruh pekerja termasuk tenaga kerja asing harus membayar iuran dengan
presentase atau nominal tertentu, kecuali bagi tenaga kerja berpenghasilan minim
dan tidak mampu, iurannya dibayar oleh pemerintah. Peserta yang terakhir ini
(diakses pada
disebut sebagai penerima bantuan iuran. Harapannya semua penduduk Indonesia
sudah menjadi peserta Jaminan Sosial Ketenagakerjaan pada tahun 2019.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan adalah badan
hukum publik yang bertanggungjawab kepada Presiden dan berfungsi
menyelenggarakan program jaminan social bidang ketenagakerjaan berupa:
jaminan hari tua, jaminan pensiun, jaminan kematian dan jaminan kecelakaan
kerja bagi seluruh pekerja Indonesia termasuk orang asing yang bekerja paling
cepat selama 6 bulan di Indonesia.18 Dengan adanya BPJS ketenagakerjaan ini para peserta BPJS yang tergolong para tenaga kerja tidak perlu khawatir apabila
mengalami kecelakaan dalam melakukan pekerjaan, maka pihak BPJS akan
memberikan fasilitas berupa pelayanan rumah sakit yang menjadi mitra BPJS dan
juga pekerja yang mengalami kecelakaan tersebut masih menerima upah dengan
ketentuan dari BPJS Ketenagakerjaan dan masih banyak lagi fasilitas yang
disediakan.19
Artinya mereka tidak boleh tidak menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan
meskipun sudah memiliki jaminan kesehatan lain. Orang asing yang bekerja
minimal 6 bulan di Indonesia dan telah membayar iuran peserta BPJS
Ketenagakerjaan. Menurut kamus Bahasa Indonesia online,wewenang adalah hak
dan kekuasaan untuk bertindak dan kewenangan adalah kekuasaan membuat
keputusan, memerintah dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang Peserta BPJS ketenagakerjaan adalah semua tenaga kerja di
Indonesia wajib untuk menjadi peserta program Jaminan Sosial Bidang
Ketenagakerjaan yang dikelola BPJS ketenagakerjaan.
18
Definisi BPJS Ketenagakerjaan ketenagakerjaan_26(diakses pada tanggal 18 Mei 2017).
19
lain.20
F. Metode Penelitian
OJK yang mempunyai misi untuk mewujudkan terselenggaranya seluruh
kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara teratur adil, transparan dan
akuntabel memiliki wewenang dan tanggung jawab untuk mengawasi program
Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan.
Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif atau
bisa juga disebut sebagai penelitian hukum doktrinal. Pada jenis penelitian ini,
hukum dikonsepsikan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan
perundangundangan ( law in book ) atau hukum dikonsepsikan sebagai kaidah
atau norma yang merupakan patokan berperilaku masyarakat terhadap apa yang
dianggap pantas.Penelitian ini hanya meneliti peraturan perundang-undangan dan
mempunyai beberapa konsekuensi dan sumber data yang digunakan berasal dari
data sekunder. Dalam penelitian ini, adapun Undang-Undang yang digunakan
antara lain :
1. UU SJSN.
2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa keuangan
(selanjutnya disebut UU OJK).
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (selanjutnya disebut UU BPJS).
20
4. Peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait.
Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi adalah
metode yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang secara deduktif melakukan
analisa terhadap pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur
terhadap suatu permasalahan. Penelitian hukum secara yuridis adalah suatu
penelitian yang mengacu pada studi kepustakaan yang ada ataupun terhadap data
sekunder yang digunakan. Sedangkan bersifat normatif maksudnya adalah
penelitian hukum yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif
tentang hubungan antara satu peraturan dengan peraturan lainnya.Sifat penelitian
dalam skripsi ini adalah penelitian deskriptif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan
untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang suatu keadaan yang menjadi
objek penelitian sehingga akan mempertegas suatu hipotesa dan dapat membantu
memperkuat teori yang sudah ada dan membuat teori baru.
1. Sumber data
Penelitian yuridis normatif menggunakan jenis data sekunder sebagai data
utama. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari kepustakaan. Data
sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan
baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain.21
21
Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 41.
Data sekunder
mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku,hasil-hasil penelitian yang
berwujud laporan dan sebagainya. Data sekunder berfungsi untuk mencari
definisi suatu istilah dan mencari data awal/informasi. Data sekunder yang
a. Bahan hukum primer, UU SJSN,UU OJK, UU BPJS danPeraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan.
b. Bahan hukum sekunder,yaitu bahan hukum yang berkaitan erat dengan
bahan hukum primer, berupa buku-buku yang berkaitan dengan judul
skripsi, artikel-artikel ilmiah dari majalah, laporan-laporan, hasil-hasil
penelitian, jurnal hukum, makalah, skripsi, tesis, disertasi dan sebagainya
yang diperoleh melaluimedia cetak maupun media elektronik.
c. Bahan hukum tersier,yang mencakup bahan yang memberi
petunjukpetunjuk dan informasi terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum. Sekunder yaitu kamus, ensiklopedia, jurnal ilmiah dan
bahan-bahan lain yangdapat dipergunakan untuk melengkapi data yang
diperlukan penulis dalam penulisan skripsi ini.
2. Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data dalam penulisan ini dilakukan dengan cara pengumpulan
data secara studi pustaka (library research) dan juga melalui bantuan media
elektronik, yaitu internet. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara
mengumpulkan dan mengkaji data yang terdapat dalam peraturan
perundangundangan, buku-buku,majalah, surat kabar, hasil seminar dan
sumber-sumber lain yang terkait dengan masalah yang dibahas dalam skripsi
3. Analisis data
Penulisan skripsi ini dilakukan dengan cara menelaah data primer dan
sekunder lalu dilakukan analisis data secara kualitatif. Metode analisis data
yang digunakan penulis adalah pendekatan kualitatif, penelitian yang
memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip umum yang mendasari
perwujudan satuan-satuan yang ada dalam kehidupan manusia, atau pola-pola
yang dianalisis gejala-gejala sosial budaya dengan menggunakan kebudayaan
dari masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai
pola-pola yang berlaku22
a. Mengumpulkan peraturan perundang-undangan dan bahan kepustakaan
lainnya yang relevan dengan penelitian;
. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan :
b. Melakukan pengelompokan terhadap peraturan perundang-undangan dan
bahan hukum yang relevan dengan penelitian;
c. Mengolah dan menginterpretasikan data primer maupun sekunder untuk
mendapatkan kesimpulan dari permasalahan;
menarik kesimpulan, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yaitu
kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.
G.Sistematika Penulisan
Sistematikan penulisan skripsi ini dilakukan dengan pembahasan secara
sistematis.Sistematika penulisan ini meliputi:
22
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini mengemukakan tentang tentang latar belakang,
perumusan masalah sebagai topik yang akan dibahas dalam
penulisan ini,tujuan dan manfaat penulisan,keaslian
penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan.
BAB II PENGATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN
TERHADAP LEMBAGA KEUANGAN
Bab ini akan membahas tentang Latar Belakang
Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan, Pengertian Otoritas
Jasa Keuanagan, Tujuan dan Fungsi Otoritas Jasa
Keuangan, Tugas dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan
Terhadap Lembaga Keuangan Lainnya, dan Dewan
Komisioner Otoritas Jasa Keuangan
BAB III PENGATURAN PROGRAM PENYELENGGARAAN
JAMINAN SOSIAL NASIONAL BIDANG
KETENAGAKERJAAN
Bab ini akan menguraikan tentang Pengertian Jaminan
Sosial, Sejarah Terbentuknya Jaminan Sosial Bidang
Ketenagakerjaan Bagi Pekerja, Tujuan dan Manfaat
Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan Bagi Pekerja,
Mekanisme Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial
Bidang Ketenagakerjaan, Pembentukan Badan
sertaFungsi, Tugas, dan Wewenang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
BAB IV FUNGSI OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM
PENGATURAN DAN PENGAWASAN BADAN
PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL
KETENAGAKERJAAN
Bab ini akan menguraikan tentangProgram Jaminan Sosial
Bidang Ketenagakerjaan oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Ketenagakerjaan,Mekanisme Pengaturan dan
Pengawasan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor: 5/POJK.05/2013, Ruang Lingkup Otoritas Jasa
Keuangan Dalam Melakukan Pengaturan dan Pengawasan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan,
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengaturan dan
Pengawasan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan.
BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini,
bab V ini berisikan Kesimpulan dan Saran-saran dari