BAB II
PENGATURAN PERJANJIAN KREDIT OLEH LEMBAGA PERBANKAN
DI INDONESIA
A. Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia
1. Pengertian kredit
Kata kredit secara etymologi berasal dari bahasa Yunani yaitu kata redere
yang berarti kepercayaan, sedangkan dari bahasa Romawi kata kredit merupakan
credere artinya kepercayaan.31 Dalam arti luas, kredit dapat diartikan sebagai pinjaman yang didasarkan pada komponen-komponen kepercayaan, risiko, dan
pertukaran ekonomi dimasa mendatang.32
Pemberian kredit adalah salah satu kegiatan usaha yang sah bagi bank.
Landasan hukum yang pokok untuk kegiatan kredit perbankan di Indonesia pada
saat ini adalah UU Perbankan. Pengertian kredit pada Pasal 1 angka (11) UU
Perbankan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Jika dihubungkan dengan Kegiatan perbankan utamanya adalah
menghimpun dan menyalurkan dana. Salah satu kegiatan utama itu adalah bentuk
kredit kepada masyarakat khususnya para pengusaha yang memerlukan dana
untuk investasi, modal kerja maupun konsumsi.
31
Suharno, Op. Cit., hlm.1.
32
bank maka berarti bank selaku kreditur percaya menanamkan sejumlah
uang kepada nasabah atau debitur, karena adanya rasa percaya oleh pihak bank
bahwa nasabah atau kreditur tersebut mampu melunasi pinjamannya dalam jangka
waktu yang ditentukan.
Muhamad Djumhana menyebutkan mengenai kredit perbankan sebagai
ruang lingkup dari kredit sebagai kegiatan perbankan tidaklah semata-mata berupa
kegiatan peminjaman kepada nasabah, melainkan sangatlah kompleks karena
menyangkut keterkaitan unsur-unsur yang cukup banyak diantaranya meliputi:
sumber-sumber dana kredit, alokasi dana, organisasi dan manajemen perkreditan,
kebijakan perkreditan, dokumentasi dan administrasi kredit, pengawasan kredit
serta penyelesaian kredit bermasalah.33
Menurut Munir Fuadi, kredit berarti kepercayaan. Kata kredit sendiri
berasal dari bahasa Latin yaitu “creditus” yang berarti to trust. Dengan demikian
sungguh pun kata kredit sudah berkembang ke mana-mana, tetapi dalam tahap
apapun dan kemanapun arah perkembangannya, dalam setiap kata “kredit” tetap
mengandung unsur “kepercayaan”. Walaupun sebenarnya kredit itu tidak hanya
sekedar kepercayaan. 34
Sedangkan menurut O.P. Simorangkir, kredit adalah pemberian prestasi
(misalnya uang, barang) dengan balas prestasi (kontraprestasi) yang akan terjadi
pada waktu yang akan datang. Kehidupan ekonomi modern adalah prestasi uang,
sehingga transaksi kredit yang menyangkut uang merupakan alat kredit . Kredit
33
Jonker Sihombing, Tanggung Jawab Yuridis Bankir atas Kredit Macet Nasabah (Bandung: PT. Alumni, 2009), hlm. 47.
34
berfungsi kooperatif antara si pemberi kredit dan si penerima kredit atau antara
kreditur dan debitur. Mereka menarik keuntungan dan saling menanggung risiko.
Singkatnya, kredit dalam arti luas didasarkan atas komponen, kepercayaan, risiko,
dan pertukaran ekonomi dimasa-masa mendatang.35
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa dalam
konsep kredit selalu terkandung unsur-unsur esensial, yaitu:36
a. Kepercayaan
Yaitu adanya keyakinan dari pihak bank atas prestasi yang diberikannya
kepada nasabah peminjam dana yang akan dilunasinya sesuai dengan
diperjanjikan pada waktu tertentu. Berdasarkan analisis yang dilakukan
terhadap pemohon kredit, bnak yakni kredit yang akan diberikan itu dapat
dikembalikan sesuai dengan persyaratan yang akan disepakati bersama.
b. Agunan
Setiap kredit yang akan diberikan selalu disertai agunan yang berfungsi
sebagau jaminan bahwa kredit yang akan diterima oleh calon debitor pasti
akan dilunasi dan ini meningkatkan kepercayaa pihak bank.
c. Jangka waktu
Adanya jangka waktu tertentu antara pemberian kredit dan pelunasannya,
jangka waktu tersebut sebelumnya terlebih dahulu disetujui atau disepakati
bersama antara pihak bank dan nasabah peminjam dana. Pengembalian
kredit didasarkan pada jangka waktu antara tertentu yang layak, setelah
jangka waktu berakhir kredit dilunasi.
35
O.P Simorangkir,Kredit Perbankan Di Indonesia (Jakarta: Aksara Persada Indonesia, 2005), hlm. 2.
36
d. Risiko
Yaitu adanya risiko yang mungkin akan terjadi selama jangka waktu
antara pemberian dan pelunasan kredit tersebut, sehingga untuk
mengamankan pemberian kredit dan menutup kemungkinan terjadinya
wanprestasi dari nasabah peminjam dana, maka diadakanlah pengikatan
jaminan dan agunan.
e. Bunga bank
Setiap pemberian kredit selalu disertai imbalan jasa berupa bunga yang
wajib dibayar oleh calon debitur, dan ini merupakan keuntungan yang
diterima oleh bank.
f. Kesepakatan
Semua persyaratan pemberian kredit dan prosedur pemngembalian kredit
serta akibat hukumnya adalah hasil kesepakatan dan dituangkan dalam
akta perjanjian yang disebut kontrak kredit.
Dapat dipastikan dalam kredit di dunia perbankan akan terkandung
unsur-unsur kredit sebagaimana telah diuraikan di atas.
2. Jenis- jenis kredit
Beragam jenis kegiatan usaha mengakibatkan beragam pula kebutuhan
akan kebutuhan jenis kreditnya. Dalam praktiknya kredit yang ada di masyarakat
terdiri dari beberapa jenis, begitu pula dengan pemberian fasilitas kredit oleh bank
kepada masyarakat. Jenis-jenis kredit yang disalurkan oleh bank dan dilihat dari
berbagai segi adalah37
37
Kasmir, Op. Cit., hlm. 76.
a. Dilihat dari segi jaminan
Maksudnya adalah setiap pemberian suatu fasilitas kredit harus dilindungi
dengan suatu barang atau surat-surat berharga minimal senilai kredit yang
diberikan. Jenis kredit dilihat dari segi jaminan adalah :
1) Kredit dengan jaminan, merupakan kredit yang diberikan dengan suatu
jaminan tertentu. Jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud
atau tidak berwujud.
2) Kredit tanpa jaminan, yaitu kredit yang diberikan tanpa jaminan barang
atau orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek
usaha, karakter serta loyalitas calon debitur selama berhubungan
dengan bank yang bersangkutan.
b. Dilihat dari segi tujuan kredit
Kredit jenis ini dilihat dari tujuan pemakaian suatu kredit, apakah
bertujuan untuk diusahakan kembali atau dipakai untuk keperluan pribadi.
Jenis kredit dilihat dari segi tujuannya adalah :
1) Kredit produktif , kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau
produksi atau investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan
barang atau jasa.
2) Kredit konsumtif, merupakan kredit yang digunakan untuk dikonsumsi
atau dipakai secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada pertambahan
barang dan jasa yang dihasilkan, karena memang untuk digunakan atau
3) Kredit perdagangan, merupakan kredit yang digunakan untuk kegiatan
perdagangan dan biasanya untuk membeli barang dagangan yang
pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan
tersebut.
c. Dilihat dari segi kegunaan
Maksud dari jenis kredit dilihat dari segi kegunaannya adalah untuk
melihat penggunaan uang tersebut apakah untuk digunakan dalam kegiatan
atau hanya kegiatan tambahan. Jika ditinjau dari segi kegunaan terdapat
dua jenis yaitu
1) Kredit investasi, yaitu kredit yang biasanya digunakan untuk keperluan
perluasan usaha atau membangun proyek/pabrik baru di mana masa
pemakaiannya untuk suatu periode yang relatif lebih lama dan
biasanya kegunaan kredit ini adalah untuk kegiatan utama suatu
perusahaan.
2) Kredit modal kerja, merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan
meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Contoh kredit modal
kerja diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai
atau biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan.
3. Prinsip-prinsip pemberian kredit
Peluncuran kredit oleh suatu bank mestilah dilakukan dengan berpegangan
pada beberapa prinsip, yaitu sebagai berikut:38
a. Prinsip kepercayaan
38
Sesuai dengan asal kata kredit yang berarti kepercayaan, maka setiap
pemberian kredit sebenarnya mestilah selalu dibarengi oleh kepercayaan.
Yakni kepercayaan dari kreditur akan bermanfaatnya kredit bagi debitur
sekaigus kepercayaan oleh kreditur bahwa debitur dapat membayar
kembali kreditnya. Tentunya untuk bisa memenuhi unsur kepercayaan ini
oleh kreditur mestilah dilihat apakah calon debitur memenuhi berbagai
kriteria yang biasanya diberlakukan terhadap pemberian suatu kredit.
Karena itu timbul prinsip lain yang disebut prinsip kehati-hatian.
b. Prinsip kehati-hatian
Prinsip kehati-hatian (prudent) ini adalah salah satu konkretisasi dari
prinsip kepercayaan dalam suatu pemberian kredit. Disamping pula
sebagai perwujudan dari prinsip prudent banking dari seluruh kegiatan
perbankan. Untuk mewujudkan prinsip kehati-hatian dalam pemberian
kredit ini, maka berbagai usaha pengawasan dilakukan, baik oleh bank itu
sendiri (internal) maupun oleh pihak luar (eksternal). Disamping itu juga
dengan tujuan penegakan prinsip kehati-hatian ini, regulasi tentang
perbankan diperketat. Sehingga akhirnya dunia perbankan merupakan
salah satu bidang yang sangat heavily regulated. Demikian juga dengan
keharusan adanya jaminan hutang dalam setiap pemberian kredit
sebenarnya juga mempunyai tujuan agar kredit diluncurkan secara
hati-hati, sehingga ada jaminan bahwa kredit yang bersangkutan akan dibayar
Berdasarkan penjelasan Pasal 8 UU Perbankan, yang mesti dinilai oleh
bank sebelum memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
adalah watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah
debitur, yang kemudian terkenal dengan sebutan “the five C of credit analysis”
atau prinsip 5 C.39
Ada beberapa prinsip-prinsip penilaian kredit dengan analisis 5 C terdiri
atas
40
e. Condition, dalam menilai kredit hendaknya dinilai kondisi ekonomi sekarang dan untuk dimasa yang akan datang sesuai sektor
masing-masing. :
a. Character, adalah sifat atau watak seseorang dalam hal ini adalah calon debitur. Tujuannya adalah untuk memberikan keyakinan kepada Bank,
bahwa sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit
benar-benar dapat dipercaya.
b. Capacity, untuk melihat kemampuan calon nasabah dalam membayar kredit dihubungkan dengan kemampuan mengelola bisnis serta
kemampuan mencari laba.
c. Capital, dimana untuk mengetahui sumber-sumber pembiayaan yang dimiliki nasabah terhadap usaha yang akan dibiayai oleh bank.
d. Collateral, merupakam jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit
Selain prinsip 5 C di atas, bank dalam memberikan kredit juga
menerapkan apa yang dinamakan dengan prinsip 5P sebagai berikut41
a. Party (para pihak)
:
Para pihak merupakan titik sentral yang diperhatikan dalam setiap
pemberian kredit.
b. Purpose (tujuan)
Tujuan dari pemberian kredit juga sangat penting diketahui oleh pihak
kreditur. Harus dilihatapakah kredit akan digunakan untuk hal-hal yang
c. Payment (pembayaran)
Harus pula diperhatikan apakah sumber pembayaran kredit dari calon
debitur cukup tersedia dan cukup aman, sehingga dengan demikian
diharapkan bahwa kredit yang akan diluncurkan tersebut dapat dibayar
kembali oleh debitur yang bersangkutan.
d. Profitability (perolehan laba)
Untuk perolehan laba oleh debitur tidak kurang pula pentingnya dalam
suatu pemberian kredit. Untuk itu, kreditur harus pula berantisipasi apakah
laba yang akan diperoleh oleh perusahaan lebih besar daripada bunga
pinjaman dan apakah pendapatan perusahaan dapat menutupi pembayaran
kembali kredit, cash flow, dan sebagainya.
e. Protection (perlindungan)
41
Diperlukan suatu perlindungan terhadap kredit oleh perusahaan, atau
jaminan dari holding, atau jaminan pribadi pemilik perusahaan penitng
diperlukan.
Di samping menggunakan prinsip pemberian kredit di atas, bank dalam
memberikan kredit juga menggunakan prinsip 3R, yaitu: 42
a. Returns (hasil yang diperoleh)
Yakni yang merupakan hasil yang akan diperoleh oleh debitur, dalam hal
inni ketika kredit telah dimanfaatkan nanti mestilah dapat diantisipasi oleh
calon kreditur. Artinya perolehan tersebut mencukupi untuk membayar
kembali kredit beserta bunga, ongkos-ongkos, disamping membayar
keperluan perusahaan yang lain seperti untuk cash flow, kredit lain jika
ada dan sebagainya.
b. Repayment (pembayaran kembali)
Kemampuan membayar dari pihak debitur tentu saja harus
dipertimbangkan. Kemampuan bayar tersebut macth dengan schedule
pembayaran kembali dari kredit yang akan diberikan itu merupakan hal
yang tidak boleh diabaikan.
c. Risk bearing ability (kemampuan menganggung risiko)
Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah sejauhmana terdapatnya
kemampuann debitur unntuk menanggung resiko. Misalnya dalam hal-hal
di luar antisipasi kedua belah pihak. Terutama jika dapat menyebabkan
timbulnya kredit macet. Untuk itu harus diperhitungkan apakah misalnya
42
jaminan dan/atau asuransi barang atau kredit sudah cukup aman untuk
menutupi risiko tersebut.
4. Pelaksanaan pemberian kredit
Menurut Pasal 8 UU Perbankan, dalam melaksanakan kegiatan usahanya
yang berupa pemberian kredit, bank antara lain:
a. wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas
itikad dan kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi
utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan (Pasal 8 ayat (1));
b. memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (Pasal 8 ayat (2));
Pemberian kredit oleh suatu bank dengan bank lain tidak jauh berbeda,
kalaupun ada perbedaan hanya terletak pada persyaratan dan ukuran penilaian
yang ditetapkan oleh bank dengan pertimbangan masing-masing dengan tetap
memperhitungkan umur persaingan dan kompetisi.43 Ketentuan dan persyaratan
umum dalam pemberian kredit oleh perbankan terdiri dari 9 (sembilan)
persyaratan sebagai berikut:44
a. Mempunyai feasibility study, yang dalam penyusunannya melibatkan
konsultan yang terkait.
b. Mempunyai dokumen administrasi dan izin-izin usaha, misalnya akta
perusahaan, NPWP, SIUP dan lain-lain.
c. Maksimum jangka waktu kredit adalah 15 (lima belas) tahun dan masa
tenggang waktu (grace period) maksimum 4 tahun.
43
Hermansyah, Op. Cit., hlm. 68.
44
d. Agunan utama adalah usaha yang dibiayai. Debitur menyerahkan aguanan
tambahan jika menurut penilaian bank diperlukan. Dalam hal ini akan
melibatkan pejabat penilai (appraiser) independen untuk menentukan nilai
agunan.
e. Maksimum pembiayaan bank adalah 65 % (enam pulh lima persen) dan
self financing adalah sebesar 35 % (tiga puluh lima persen).
f. Penarikan atau pencairan kredit biasanya didasarkan atas dasar prestasi
proyek, dalam hal ini biasanya melibatkan konsultan pengawas
independen untuk menentukan progress proyek.
g. Pencairan biasanya dipindahbukukan ke rekening giro.
h. Rencana angsuran ditetapkan atas dasar cash flow yang disusun
berdasarkan analisis dalam feasibility study.
i. Pelunasan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan.
Tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh seorang debitur untuk
memperoleh kredit adalah sebagai berikut:45
a. Pengajuan permohonan atau aplikasi kredit
Untuk memperoleh krdit dari bank, maka tahap pertama yang dilakukan
untuk mengajukan permohonan atau peplikasi kredit kepada bank yang
bersangkutan. Permohonan atau aplikasi kredit tersebut harus dilampiri
dengan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan.
b. Penelitian berkas kredit
45
Setelah permohonan atau aplikasi kredit tersebut diterima oleh bank, maka
bank akan melakukan penelitian secara mendalam dan mendetail terhadap
berkas aplikasi kredit yang diajukan. Apabila dari hasil yang dilakukan itu,
bank berpendapat bahwa berkas aplikasi tersebut telah lengkap dan
memenuhi syarat, maka bank akan melakukan tahap selanjutnya yaitu
penilaian kelayakan kredit. Adapun apabila ternyata berkas aplikasi kredit
yang diajukan tersebut belum lengkap dan belum memenuhi persyaratan
yang ditentukan, maka bank akan meminta kepada pemohon krdit untuk
melengkapinya.
c. Penilaian kelayakan kredit (studi kelayakan kredit)
Dalam tahap penilaian kelayakan kredit banyak aspek yang akan dinilai,
yaitu:
1) Aspek hukum. Yang dimaksud dengan aspek hukum adalah penilaian
terhadap keaslian dan keabsahan dokumen-dokumen yang diajukan
oleh pemohon kredit.
2) Aspek pasar dan pemasaran. Dalam aspek ini yang akan dinilai adalah
prospek usaha yang akan dijalankan oleh pemohon kredit untuk masa
sekarang dan masa mendatang.
3) Aspek keuangan. Dalam aspek ini yang dinilai dengan menggunakan
anaslisi keuangan adalah aspek keuangan perusahaan yang dilihat dari
laporan keuangan yang termuat dalam neraca dan laporan ganti rugi
4) Aspek teknis. Aspek teknis merupakan penilian mengenai lokasi
tempat usaha, kondisi gedung, beserta sarana dan prasarana pendukung
lainnya.
5) Aspek manajemen. Penilaian terhadap aspek manajemen ini adalah
untuk menilai pengalaman dari perusahaan yang memohon kredit
dalam mengelola kegaitan usahanya, termasuk sumber daya manusia
yang mendukung kegiatan usaha tersebut.
6) Aspek sosial ekonomi. Untuk melakukan penilaian terhadap dampak
dari kegiatan usaha yang dijalankan oleh perusahaan yang memohon
kredit khusunya bagi masyarakat baik secara ekonomis maupun social.
7) Aspek AMDAL. Penilaian terhadap aspek AMDAL ini sangat penting
karena merupakan salah satu persyaratan pokok untuk dapat
beroperasinya suatu perusahaan. Oleh karena kegiatan usaha yang
dijalankan oleh suatu perusahaan pasti mempunyai dampak terhadap
lingkungan baik darat, air, dan udara.
B. Pengaturan Perjanjian Kredit Perbankan di Indonesia
Perjanjian kredit adalah salah satu bentuk perjanjian yang ada di dalam
dunia usaha, yang menimbulkan hubungan hukum antara dua pihak atau lebih. Di
dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut
KUH Perdata) disebutkan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Untuk
yang diisyratkan oleh Pasal 1320 KUH Perdata harus dipenuhi, dan hal tersebut
berlaku pula untuk perjanjian kredit. Adapun syarat sahnya perjanjian antara
lain:46
1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. Suatu hal tertentu.
4. Suatu sebab yang halal.
Perjanjian kredit bank tidak identik dengan perjanjian pinjam meminjam
uang sebagaimana yang dimaksud dalam KUH Perdata. Perjanjian kredit bank
adalah perjanjian tidak bernama (onbenumde overeentskomst) sebab tidak terdapat
ketentuan khusus yang mengaturnya, baik di dalam KUH Perdata maupun dalam
UU Perbankan. Dasar hukumnya dilandaskan kepada persetujuan atau
kesepakatan antara bank dan calon debiturnya sesuai dengan asas kebebasan
berkontrak.47 Perjanjian kredit merupakan perjanjian pendahuluan (pactum de
contrahendo). Dengan demikian perjanjian ini mendahului perjanjian utang-piutang (perjanjian pinjam-mengganti). Perjanjian utang-utang-piutang merupakan
pelaksanaan dari perjanjian pendahuluan atau perjanjian kredit.48
Ada beberapa perbedaan yang lain antara perjanjian kredit dan perjanjian
hutang piutang, yaitu terletak pada sifat perjanjian tersebut. Perjanjian kredit
bahwa perjanjian baru ada setelah uang yang dipinjamkan dalam perjanjian kredit
diserahkan secara nyata pada debitur.49
Perjanjian kredit merupakan salah satu perjanjian di dalam transaksi bisnis
yang terjadi bukan melalui proses negosiasi yang seimbang antara para pihak,
melainkan perjanjian itu dibuat oleh salah satu pihak dengan cara menyiapkan
syrat-syarat baku pada formulir perjanjian yang sudah hamper tidak memberikan
kebebasan sama sekali kepada pihak lain untuk bernegosiasi atas syarat-syarat
tersebut. Perjanjian inilah yang disebut sebagai perjanjian baku atau perjanjian
standar. Perjanjian baku adalah perjanjian yang hampir seluruh
klausula-klausulanya sudah dibakukan oleh pemakainya dalam tranksaksi perbankan
adalah bank yang bersangkutan) dan pihak lain (dalam transaksi perbankan adalah
nasabah bank tersebut) pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk
merundingkan atau meminta perubahan.
50
Dilihat dari bentuknya, perjanjian kredit merupakan perjanjian baku atau
perjanjian standar. Calon debitur hanya diminta diminta pendapatnya apakah
dapat menerima syarat-syarat yang tersebut dalam formulir yang diberikan atau
tidak.51
49
Ibid., hlm. 30.
50
Sutan Remy Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank Indonesia (Jakarta: Bankir Indonesia,1993), hlm. 3.
51
Johannes Ibrahim, Cross Default dan Cross Colateral sebagai Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah (Bandung: Refika Aditama, 2004), hlm. 30.
Apabila calon debitur menerima semua ketentuan dan persyaratan yang
ditentukan oleh bank, maka debitur berkewajiban untuk menandatanganin
perjanjian kredit tersbut, akan tetapi jika calon debitur menolak, maka ia tidak
Pemberian istilah perjanjian kredit tidak tegas dinyatakan dalam peraturan
perundang-undangan. Dalam penjelasan Pasal 8 ayat (2) UU Perbankan hanya
disebutkan bahwa dalam pemberian kredit disertai dengan suatu perjanjian tanpa
dibahas lebih lanjut mengenai perjanjian kredit. Pasal 8 ayat (2) UU Perbankan
menginstrusikan agar bank wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dalam penjelasan
Pasal 8 ayat (2) UU Perbankan disebutkan pokok-pokok ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia antara lain :
1. Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dibuat dalam
perjanjian tertulis.
2. Bank harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesungguhan nasabah
debitur yang antara lain diperoleh dari penilaian yang seksama terhadap
watak, kemampuan, modal, aguanan dan prospek usaha dari nasabah debitur.
3. Kewajiban bank untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian kredit
atau pembiayaan berdarkan prinsip syariah.
4. Kewajiban bank untuk memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur
dan persyaratan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
5. Larangan bank untuk memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah dengan persyaratan yang berbeda kepada nasabah debitur atau
pihak-pihak terafiliasi.
6. Penyelesaian sengketa.
Perjanjian kredit merupakan ikatan atau bukti tertulis antara bank dengan
debitur sehingga harus disusun dan dibuat sedemekian rupa agar setiap orang
mudah untuk mengetahui bahwa perjanjian yang dibuat itu merupakan perjanjian
kredit. Perjanjian kredit termasuk salah satu jenis akta yang dibuat sebagai alat
bukti. Dalam praktik bank ada dua bentuk perjanjian kredit, yaitu:52
1. Perjanjian kredit di bawah tangan
Perjanjian yang disiapkan dan dibuat sendiri oleh bank kemudian
ditawarkan kepada debitur untuk disepakati. Untuk mempermudah dan
mempercepat kerja bank, biasanya bank sudah menyiapkan formulir perjanjian
dalam bentuk standar (standard form) yang isi, syarat-syarat dan ketentuannya
disiapkan terlebih dahulu secara lengkap. Bentuk perjanjian kredit yang dibuat
sendiri oleh bank tersebut termasuk jenis akta di bawah tangan.
2. Perjanjian kredit notariil atau akta otentik
Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan notaris. Yang
menyiapkan dan membuat perjanjian ini adalah seorang notaris, namun dalam
praktik semua syarat dan ketentuan perjanjian kredit disiapkan oleh bank
kemudian diberikan kepada notaris untuk dirumuskan dalam akta notariil.
Perjanjian kredit yang dibuat dalam bentuk akta notariil atau akta otentik biasanya
untuk pemberian kredit dalam jumlah yang besar dengan jangka waktu menengah
atau panjang, seperti kredit investasi, kredit modal kerja, kredit sindikasi (kredit
yang diberikan lebih dari satu kreditur atau lebih dari satu bank).
52
Menurut Gatot Wardoyo, perjanjian kredit mempunyai beberapa fungsi,
yaitu:53
1. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit
merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya perjanjian lain
yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan.
2. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak
dan kewajiban diantara kreditur dan debitur.
3. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.
Selain uraian di atas, Sutarno juga memberikan beberapa pendapat
mengenai fungsi perjanjian kredit, yakni:54
1. Perjanjian kredit sebagai alat bukti kreditur dan debitur yang membuktikan
adanya hak dan kewajiban timbal balik antara bank sebagai kreditur dan
debitur.
2. Perjanjian kredit dapat digunakan sebagai alat atau saran pemantauan atau
pengawasan kredit yang sudah diberikan, karena perjanjian kredit berisi syarat
dan ketentuan dalam pemberian kredit dapat dipantau dari ketentuan
perjanjian kredit.
3. Perjanjian kredit merupakan perjanjian kredit yang menjadi dasar dari
perjnajian pengikutnya yaitu perjanjian pengikatan jaminan.
4. Perjanjian kredit hanya sebagai alat bukti biasa yang membuktikan adanya
hutang debitur, artinya perjanjian kredit tidak mempunyai kedudukan
eksekutorial atau memberikan kekuasaan langsung kepada bank atau kreditur
53
Budi Untung, Op. Cit., hlm. 43.
54
untuk mengeksekusi barang jaminan apabila debitur tidak mampu melunasi
hutangnya (wanprestasi).
Perjanjian kredit merupakan perjanjian antara pihak bank dengan pihak
nasabah. Dengan melihat perjanjiannya, maka sebenarnya perjanjian kredit
merupakan perjanjian yang tergolong dalam jenis perjanjian pengganti. Meskipun
adanya, namun perjanjian kredit tetap merupakan perjanjian khusus karena di
dalamnya terdapat adanya kekhususan, dimana pihak kreditur adalah pihak bank
sedangkan objek perjanjian berupa uang.55
1. Pihak bank
Sesuai dengan Pasal 5 UU Perbankan, bank terbagi dalam dua jenis yaitu:
a. Bank umum, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR), yaitu yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
2. Pihak nasabah
Dalam Peraturan Bank Indonesia No. 7/7/PBI/2005 jo No. 10/10/PBI/2008
tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah Pasal 1 angka 2 yang dimaksud
dengan nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak
yang tidak memiliki rekening namum memanfaatkan jasa bank untuk
melakukan transaksi keuangan. Di dalam UU Perbankan dimuat tentang jenis
55
dan pengertian nasabah. Dalam Pasal 1 angka 17 disebutkan bahwa pengertian
nasabah yaitu pihak yang menggunakan jasa bank. Jenis-jenis nasabah ada 2,
yakni:56
a. Nasabah penyimpan, yakni nasabah yang menempatkan dananya di bank
dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang
bersangkutan.
b. Nasabah debitur, nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan
itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.
Dari praktik-praktik perbankan, setidaknya dikenal tiga macam nasabah:
a. Nasabah deposan, yaitu nasabah yang menyimpan dananya pada suatu
bank misalnya dalam bentuk deposito atau tabungan lain.
b. Nasabah yang memanfaatkan fasilitas kredit perbankan, misalnya kredit
usaha kecil, kredit kepemilikan rumah dan sebagainya.
c. Nasabah yang melakukan transaksi dengan pihak lain melalui bank.
Misalnya antara importer sebagai pembeli dengan eksportir di luar negeri
untuk transaksi semacam ini biasanya importer membuka letter of credit
(L/C) pada suatu bank demi kelancaran dan keamanan pembayaran.
Dalam kedudukannya sebagaimana subjek hukum yang diakui dalam hukum
nasabah terbagi atas dua, yaitu:57
a. Orang
56
Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 32-33.
57
Nasabah bank sebagaimana dikaitkan dengan kedudukannya sebagai
subjek hukum dapat berupa orang atau badan hukum. Nasabah bank
terbagi menjadi orang dewasa dan orang yang belum dewasa. Nasabah
orang dewasa hanya diperbolehkan untuk nasabah kredit atau nasabah
giro. Sedangkan nasabah simpanan dan/atau jasa diperuntukkan orang
yang belum dewasa, misalnya nasabah tabungan atau nasabah lepas untuk
transfer dan lain sebagainya.
b. Badan hukum
Nasabah berupa badan hukum perlu diperhatikan aspek legalitas badan
tersebut, serta kewenangan bertindak dari pihak yang berhubungan dengan
bank. Hal ini terkait dengan aspek hukum perseroan (corporate law).
C. Sengketa Hukum dalam Perjanjian Kredit Perbankan
1. Permasalahan hukum dalam perjanjian kredit perbankan
Ekonomi suatu negara seharusnya merupakan suatu paduan yang efisien
dan suportif diantara kegiatan-kegiatan sektor riil. Saat ini dapat dikatakan bahwa
penyediaan berbagai jasa keuangan (perbankan) merupakan sektor yang strictly
well regulated. Hal ini terjadi karena perbankan menyangkut kepentingan jumlah orang banyak. Situasi di Indonesia adalah suatu hal yang cukup memberi
gambaran bahwa perbankan merupakan sektor yang sangat diatur. Lebih lanjut
strictly well regulated, tetapi kredit macet masih dapat terjadi diantaranya dapat
disebabkan karena :58
Sedangkan Siswanto Sutojo mengatakan bahwa kredit bermasalah dapat
timbul selain karena sebab-sebab dari pihak kreditur, sebagian besar kredit
bermasalah timbul karena hal-hal yang terjadi pada pihak debitur, antara lain : a. kesalahan appraisal;
b. membiayai proyek dari pemilik/terafiliasi;
c. membiayai proyek yang direkomendasi oleh kekuatan tertentu;
d. dampak makro ekonomi/ unforecasted variabel;
e. kenakalan nasabah.
Siswanto Sutojo, The Management of Commercial Bank (Jakarta: Damar Mulia Pustaka 2007), hlm. 171-172.
a. Menurunnya kondisi usaha bisnis perusahaan yang disebabkan merosotnya
kondisi ekonomi umum dan/ atau bidang usaha dimana mereka beroperasi.
b. Adanya salah urus dalam pengelolaan usaha bisnis perusahaan, atau
karena kurang berpengalaman dalam bidang usaha yang mereka tangani.
c. Problem keluarga, misalnya perceraian, kematian, sakit yang
berkepanjangan atau pemborosan dana oleh salah satu atau beberapa orang
anggota keluarga debitur.
d. Kegagalan debitur pada bidang usaha atau perusahaan mereka yang lain.
e. Kesulitan likuiditas keuangan yang serius.
f. Munculnya kejadian di luar kekuasaan debitur, misalnya perang dan
g. Watak buruk debitur (yang dari semula memang telah merencanakan untuk
tidak akan mengembalikan kredit).
Sebagian besar kredit bermasalah tidak muncul secara tiba-tiba. Hal ini
disebabkan karena pada dasarnya kasus kredit bermasalah merupakan satu proses,
yang diibaratkan api dalam sekam. Banyak gejala tidak menguntungkan yang
menjurus kepada kasus kredit bermasalah, sebenarnya telah bermunculan jauh
sebelum kasus itu sendiri timbul di permukaan. Bilamana gejala tersebut dapat
dideteksi dengan tepat dan ditangani secara professional sedini mungkin, ada
harapan kredit yang bersangkutan dapat ditolong. Sebaliknya bilamana api yang
membara dalam sekam itu tidak dideteksi atau dibiarkan saja, transaksi kredit
akan berakhir dengan bencana, terutama bagi pihak kreditur. Gejala-gejala yang
muncul sebagai tanda akan terjadinya kredit bermasalah adalah :60
Mengingat kredit yang diberikan oleh kreditur mengandung risiko, maka
pemberian kredit dilandasi atas kemampuan, kesanggupan dan itikad baik dari
kreditur untuk dapat melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. a. penyimpangan dari berbagai ketentuan dalam perjanjian kredit;
b. penurunan kondisi keuangan perusahaan;
c. frekuensi pergantian pimpinan dan tenaga inti;
d. penyajian bahan masukan secara tidak benar;
e. menurunnya sikap kooperatif debitur;
f. penurunan nilai jaminan yang disediakan;
g. problem keuangan atau pribadi.
60
Dalam rangka memperoleh keyakinan tersebut, bank sebagai kreditur perlu
melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan
dan prospek usaha nasabah debitur. Akan tetapi pada kenyataannya, harapan
kredit yang diberikan kepada debitur berjalan lancar tidak selamanya dapat
terwujud mengingat kredit yang diberikan tetap mengandung risiko kegagalan dan
kemacetan dalam pengembaliaanya.
Prestasi merupakan isi dari perikatan. Apabila debitur tidak memenuhi
prestasi sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian, maka ia dikatakan
wanprestasi (kelalaian). Wanprestasi dengan memperhatikan ketentuan Pasal 1243
KUH Perdata dapat terjadi karena tidak melakukan apa yang disanggupi akan
dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak dengan
semestinya, menjalankan hal yang yang dijanjikan akan tetapi terlambat
melaksanakannya, atau melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh
dilakukannya. Sehingga dapat dikatakan wanprestasi seorang debitur dapat
berupa, sama sekali tidak memenuhi prestasi, tidak tunai memenuhi prestasi,
terlambat memenuhi prestasi, keliru memenuhi prestasi.61 Perkataan wanprestasi
berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi buruk. Adapun yang dimaksud
wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya,
debitur tidak memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian.62
Jika dihubungkan dengan kredit macet, ada tiga macam perbuatan yang
digolongkan dengan wanprestasi, yaitu meliputi:63
61
R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian (Jakarta: Putra Abidin, 1999), hlm. 18. 62
Nindyo Pramono, Hukum Komersial (Jakarta: Pusat Penerbian UT, 2003), hlm. 21. 63
a. Debitur sama sekali tidak membayar angsuran kredit dan atau beserta
bunganya.
b. Debitur membayar sebagian angsuran kredit dan/atau beserta bunganya.
Pembayaran angsuran kredit tidak dipersoalkan apakah debitur telah
membayar sebagian kecil atau sebagian besar angsuran. Walaupun debitur
kurang membayar satu kali angsuran tetap tergolong kreditnya sebagai
kredit macet.
c. Debitur membayar lunas kredit dan/atau beserta bunganya setelah jangka
waktu yang diperjanjikan berakhir. Hal ini tidak termasuk debitur
membayar lunas setelah perpanjangan jangka waku kredit yang telah
disetujui kreditur atas permohonan debitur.
Kredit bermasalah dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari
sudut eksternal maupun internal. Faktor terjadinya kredit bermasalah yang bersifat
internal pada umumnya berkaitan dengan pihak analisis kurang teliti sehingga apa
yang seharusnnya terjadi tidak dapat diprediksi sebelumnya atau mungkin salah
dalam melakukan perhitungan. Sedangkan faktor eksternal yang dapat
mempengaruhi kualitas kredit atau yang menyebabkan kredit bermsalah adalah
keadaan perekenomian tidak mendukung perkembangan usaha namun di satu sisi
debitur mempunyai kemauan atau itikad untuk membayar akan tetapi di sisi lain
ada pula debitur yang tidak mempunyai kemauan atau itikad untuk tidak
membayar.
Menurut Pasal 1267 KUH Perdata, maka pihak yang ingkar janji atau
perjanjian disertai dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga. Ini juga dapat
diartikan bahwa pihak yang ingkar janji dapat hanya dibebani kewajiban ganti
kerugian saja atau pemenuhan perjanjian dengan ganti rugi saja.
Apabila terjadi wanprestasi, maka kreditur dapat memilih antara
tuntutan-tuntutan sebagai berikut:
a. pemenuhan perjanjian;
b. pemenuhan perjanjian disertai dengan ganti rugi;
c. ganti rugi;
d. pembatalan perjanjian;
e. pembatalan perjanjian disertai dengan ganti rugi.
2. Penyelesaian hukum dalam perjanjian kredit perbankan
Langkah pertama yang harus segera diambil setelah bank mendeteksi
adanya gejala kredit bermasalah adalah menentukan seberapa besar masalah yang
sedang dihadapi debitur. Hal itu diperlukan karena cara penanganan selanjutnya
akan oleh tingkat besar kecilnya masalah tadi. Selain ditentukan oleh besar
kecilnya masalah yang dihadapi oleh debitur, cara bank menangani kredit
bermasalah juga dipengaruhi oleh:64
64
Siswanto Sutojo, Op. Cit., hlm. 178.
a. Jumlah dana milik debitur yang diharapkan dapat dipergunakan untuk
mengembalikan kredit;
b. Jumlah kredit yang dipinjam debitur dari kreditur lain;
c. Status dan nilai jaminan yang telah terikat; maupun
Menurut Siswanto Sutojo dalam menyelesaikan kredit bermasalah dapat
dilakukan melalui :65
1) Waktu yang dibutuhkan untuk menangani kredit bermasalah.
a. Organisasi intern bank.
Yang menjadi pertimbangan bank membentuk tim khusus untuk
menangani kredit bermasalah adalah sebagai berikut:
2) Obyektifitas penangan.
3) Pengalaman dan keahlian yang diperlukan, jumlah saldo kredit
tertunggak dan tingkat beratnya masalah yang dihadapi.
b. Penanganan kredit bermasalah melalui proses pengadilan dan di luar
proses pengadilan.
Bank menangani penyelesaian kredit bermasalah melalui proses
pengadilan dilakukan antara lain bilamana bank mendapat bukti ada unsur
penipuan atau kesengajaan di pihak debitur, atau apabila proses penyelesaian
di luar pengadilan tidak membawa hasil seperti yang diharapkan. Sedangkan
penanganan penyelesaian kredit bermasalah di luar proses pengadilan
dilakukan bank apabila mereka masih mempunyai harapan dalam satu masa
tertentu (dengan bimbingan bank) debitur mampu mengumpulkan dana untuk
melunasi kredit dan bunga tertunggak. Adapun yang lazim dilakukan bank
dalam negosiasi kredit bermasalah adalah melalui :66
1) Penjadwalan kembali pembayaran kredit (rescheduling)
65
Ibid., hlm. 181.
66
Apabila bank merasa perlu mengadakan perpanjangan masa
pembayaran kembali yang kedua dan seterusnya (yang disertai syarat
perjanjian lebih ketat). Hal tersebut hanya dapat diberikan apabila bank
yakin bahwa kondisi keuangan debitur telah menjadi lebih baik dari
masa sebelumnya.
2) Peninjauan kembali isi perjanjian kredit (reconditioning)
Baik sebagian maupun seluruhnya dilakukan seiring dengan
keputusanbank menjadwalkan kembali pembayaran kredit. Tujuan
utama dari peninjauan kembali isi perjanjian kredit adalah memperkuat
kedudukan bank dalam ikatan perjanjian dengan debitur.
3) Penataan kembali (reorganization and recapitalization).
Dalam rangka penataan kembali operasi bisnis dan memperkuat kondsi
keuangan perusahaan debitur, diperlukan rekapitalisasi yang dapat
berbentuk memasukkan modal saham baru atau mengkonversi saldo
kredit berikut bunga tertunggak menjadi saham. Isi perjanjian yang
dapatditinjau kembali adalah :
a) jumlah angsuran;
b) jadwal pembayaran angsuran;
c) affirmative convenants; yang memuat kesanggupan pihak pimpinan perusahaan melakukan sesuatu hal demi kepentingan kreditur.
Hal-hal yang biasa dimasukan dalam affirmative convenants antara lain
adalah kesanggupan perusahaan debitur untuk menyerahkan daftar
kewajiban perusahaan debitur untuk memelihara tingkat likuiditas
keuangan, kesanggupan perusahaan debitur untuk melaporkan
perubahan susunan atau personalia dewan komisaris dan/atau
dewan direksi.
d) negative convenants; yang memuat kesanggupan debitur untuk tidakmelakukan sesuatu hal selama masa perjanjian kredit, kecuali
bilamana memberitahuka dan mendapat persetujuan dari kreditur
terlebih dahulu.
e) restrictive clauses; isi restrictive clauses hampir sama dengan negative convenants yaitu mewajibkan debitur selama masa
berlakunya perjanjian kredit, tidak melakukan tindakan tertentu,
perbedaannya hanya terletak pada tingkat pembatasannya. Pada
negative convenants kesanggupan debitur bersifat mutlak, yaitu tidak boleh melakukan sesuatu hal tanpa persetujuan kreditur
terlebih dahulu.
f) even of defaults; yang dimaksud even of defaults adalah hal-hal yang bilamana terjadi atau syarat tertentu yang bilamana tidak
dipenuhi, menyebabkan debiturnya dinyatakan tidak memenuhi
janji, sehingga secara otomatis bank dapat menyatakan bahwa
perjajian kredit batal. Akibatya debitur wajib secepatnya
membayar kembali saldo kredit yang masih terhutang. Klausula ini
diadakan dengan tujuan melindungi bank dari bahaya terseret pada
c. Penangan kredit bermasalah dengan jalan penagihan.
Selain dengan cara-cara seperti di atas, bank juga dapat melakukan
penyelesain kredit bermasalah dengan cara melakukan penagihan. Penagihan
dapat dilakukan baik oleh pihak bank sendiri maupun melalui jasa pihak
ketiga. Untuk melakukan penagihan, bank harus mengirimkan surat tagihan
resmi kepada debitur yang didalamnya mencantumkan batas waktu terakhir
pelunasan tunggakan kredit.
d. Penyelesaian kredit macet melalui PUPN dan BUPLN (Sekarang
KPKNL).
Jika kredit bermasalah sudah dapat digolongkan sebagai kredit macet,
maka untuk bank-bank milik negara di Indonesia dapat menyerahkan
penyelesaian kredit macet kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan
Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN). Sekarang Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).
e. Penyelesaian kredit bermasalah melalui jasa pengacara.
Jalan ini dapat pula ditempuh oleh sebuah bank, hanya penyelesaian
melalui jasa pengacara akan membutuhkan biaya yang relatif lebih besar
karena harus membayar feenya, oleh karena itu sebelum memutuskan untuk
menggunakan jasa pengacara, pihak bank harus membandingkan dulu jumlah
kredit tertunggak dengan besarnya biaya yang harus dikeluarkan kemudian