• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Klausul Lingkungan Hidup Dalam Perjanjian Kredit Investasi Oleh Lembaga Perbankan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Klausul Lingkungan Hidup Dalam Perjanjian Kredit Investasi Oleh Lembaga Perbankan"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN PERJANJIAN KREDIT OLEH LEMBAGA PERBANKAN

DI INDONESIA

A. Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia

1. Pengertian kredit

Kata kredit secara etymologi berasal dari bahasa Yunani yaitu kata redere

yang berarti kepercayaan, sedangkan dari bahasa Romawi kata kredit merupakan

credere artinya kepercayaan.31 Dalam arti luas, kredit dapat diartikan sebagai pinjaman yang didasarkan pada komponen-komponen kepercayaan, risiko, dan

pertukaran ekonomi dimasa mendatang.32

Pemberian kredit adalah salah satu kegiatan usaha yang sah bagi bank.

Landasan hukum yang pokok untuk kegiatan kredit perbankan di Indonesia pada

saat ini adalah UU Perbankan. Pengertian kredit pada Pasal 1 angka (11) UU

Perbankan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan

itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank

dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya

setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Jika dihubungkan dengan Kegiatan perbankan utamanya adalah

menghimpun dan menyalurkan dana. Salah satu kegiatan utama itu adalah bentuk

kredit kepada masyarakat khususnya para pengusaha yang memerlukan dana

untuk investasi, modal kerja maupun konsumsi.

31

Suharno, Op. Cit., hlm.1.

32

(2)

bank maka berarti bank selaku kreditur percaya menanamkan sejumlah

uang kepada nasabah atau debitur, karena adanya rasa percaya oleh pihak bank

bahwa nasabah atau kreditur tersebut mampu melunasi pinjamannya dalam jangka

waktu yang ditentukan.

Muhamad Djumhana menyebutkan mengenai kredit perbankan sebagai

ruang lingkup dari kredit sebagai kegiatan perbankan tidaklah semata-mata berupa

kegiatan peminjaman kepada nasabah, melainkan sangatlah kompleks karena

menyangkut keterkaitan unsur-unsur yang cukup banyak diantaranya meliputi:

sumber-sumber dana kredit, alokasi dana, organisasi dan manajemen perkreditan,

kebijakan perkreditan, dokumentasi dan administrasi kredit, pengawasan kredit

serta penyelesaian kredit bermasalah.33

Menurut Munir Fuadi, kredit berarti kepercayaan. Kata kredit sendiri

berasal dari bahasa Latin yaitu “creditus” yang berarti to trust. Dengan demikian

sungguh pun kata kredit sudah berkembang ke mana-mana, tetapi dalam tahap

apapun dan kemanapun arah perkembangannya, dalam setiap kata “kredit” tetap

mengandung unsur “kepercayaan”. Walaupun sebenarnya kredit itu tidak hanya

sekedar kepercayaan. 34

Sedangkan menurut O.P. Simorangkir, kredit adalah pemberian prestasi

(misalnya uang, barang) dengan balas prestasi (kontraprestasi) yang akan terjadi

pada waktu yang akan datang. Kehidupan ekonomi modern adalah prestasi uang,

sehingga transaksi kredit yang menyangkut uang merupakan alat kredit . Kredit

33

Jonker Sihombing, Tanggung Jawab Yuridis Bankir atas Kredit Macet Nasabah (Bandung: PT. Alumni, 2009), hlm. 47.

34

(3)

berfungsi kooperatif antara si pemberi kredit dan si penerima kredit atau antara

kreditur dan debitur. Mereka menarik keuntungan dan saling menanggung risiko.

Singkatnya, kredit dalam arti luas didasarkan atas komponen, kepercayaan, risiko,

dan pertukaran ekonomi dimasa-masa mendatang.35

Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa dalam

konsep kredit selalu terkandung unsur-unsur esensial, yaitu:36

a. Kepercayaan

Yaitu adanya keyakinan dari pihak bank atas prestasi yang diberikannya

kepada nasabah peminjam dana yang akan dilunasinya sesuai dengan

diperjanjikan pada waktu tertentu. Berdasarkan analisis yang dilakukan

terhadap pemohon kredit, bnak yakni kredit yang akan diberikan itu dapat

dikembalikan sesuai dengan persyaratan yang akan disepakati bersama.

b. Agunan

Setiap kredit yang akan diberikan selalu disertai agunan yang berfungsi

sebagau jaminan bahwa kredit yang akan diterima oleh calon debitor pasti

akan dilunasi dan ini meningkatkan kepercayaa pihak bank.

c. Jangka waktu

Adanya jangka waktu tertentu antara pemberian kredit dan pelunasannya,

jangka waktu tersebut sebelumnya terlebih dahulu disetujui atau disepakati

bersama antara pihak bank dan nasabah peminjam dana. Pengembalian

kredit didasarkan pada jangka waktu antara tertentu yang layak, setelah

jangka waktu berakhir kredit dilunasi.

35

O.P Simorangkir,Kredit Perbankan Di Indonesia (Jakarta: Aksara Persada Indonesia, 2005), hlm. 2.

36

(4)

d. Risiko

Yaitu adanya risiko yang mungkin akan terjadi selama jangka waktu

antara pemberian dan pelunasan kredit tersebut, sehingga untuk

mengamankan pemberian kredit dan menutup kemungkinan terjadinya

wanprestasi dari nasabah peminjam dana, maka diadakanlah pengikatan

jaminan dan agunan.

e. Bunga bank

Setiap pemberian kredit selalu disertai imbalan jasa berupa bunga yang

wajib dibayar oleh calon debitur, dan ini merupakan keuntungan yang

diterima oleh bank.

f. Kesepakatan

Semua persyaratan pemberian kredit dan prosedur pemngembalian kredit

serta akibat hukumnya adalah hasil kesepakatan dan dituangkan dalam

akta perjanjian yang disebut kontrak kredit.

Dapat dipastikan dalam kredit di dunia perbankan akan terkandung

unsur-unsur kredit sebagaimana telah diuraikan di atas.

2. Jenis- jenis kredit

Beragam jenis kegiatan usaha mengakibatkan beragam pula kebutuhan

akan kebutuhan jenis kreditnya. Dalam praktiknya kredit yang ada di masyarakat

terdiri dari beberapa jenis, begitu pula dengan pemberian fasilitas kredit oleh bank

kepada masyarakat. Jenis-jenis kredit yang disalurkan oleh bank dan dilihat dari

berbagai segi adalah37

37

Kasmir, Op. Cit., hlm. 76.

(5)

a. Dilihat dari segi jaminan

Maksudnya adalah setiap pemberian suatu fasilitas kredit harus dilindungi

dengan suatu barang atau surat-surat berharga minimal senilai kredit yang

diberikan. Jenis kredit dilihat dari segi jaminan adalah :

1) Kredit dengan jaminan, merupakan kredit yang diberikan dengan suatu

jaminan tertentu. Jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud

atau tidak berwujud.

2) Kredit tanpa jaminan, yaitu kredit yang diberikan tanpa jaminan barang

atau orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek

usaha, karakter serta loyalitas calon debitur selama berhubungan

dengan bank yang bersangkutan.

b. Dilihat dari segi tujuan kredit

Kredit jenis ini dilihat dari tujuan pemakaian suatu kredit, apakah

bertujuan untuk diusahakan kembali atau dipakai untuk keperluan pribadi.

Jenis kredit dilihat dari segi tujuannya adalah :

1) Kredit produktif , kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau

produksi atau investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan

barang atau jasa.

2) Kredit konsumtif, merupakan kredit yang digunakan untuk dikonsumsi

atau dipakai secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada pertambahan

barang dan jasa yang dihasilkan, karena memang untuk digunakan atau

(6)

3) Kredit perdagangan, merupakan kredit yang digunakan untuk kegiatan

perdagangan dan biasanya untuk membeli barang dagangan yang

pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan

tersebut.

c. Dilihat dari segi kegunaan

Maksud dari jenis kredit dilihat dari segi kegunaannya adalah untuk

melihat penggunaan uang tersebut apakah untuk digunakan dalam kegiatan

atau hanya kegiatan tambahan. Jika ditinjau dari segi kegunaan terdapat

dua jenis yaitu

1) Kredit investasi, yaitu kredit yang biasanya digunakan untuk keperluan

perluasan usaha atau membangun proyek/pabrik baru di mana masa

pemakaiannya untuk suatu periode yang relatif lebih lama dan

biasanya kegunaan kredit ini adalah untuk kegiatan utama suatu

perusahaan.

2) Kredit modal kerja, merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan

meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Contoh kredit modal

kerja diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai

atau biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan.

3. Prinsip-prinsip pemberian kredit

Peluncuran kredit oleh suatu bank mestilah dilakukan dengan berpegangan

pada beberapa prinsip, yaitu sebagai berikut:38

a. Prinsip kepercayaan

38

(7)

Sesuai dengan asal kata kredit yang berarti kepercayaan, maka setiap

pemberian kredit sebenarnya mestilah selalu dibarengi oleh kepercayaan.

Yakni kepercayaan dari kreditur akan bermanfaatnya kredit bagi debitur

sekaigus kepercayaan oleh kreditur bahwa debitur dapat membayar

kembali kreditnya. Tentunya untuk bisa memenuhi unsur kepercayaan ini

oleh kreditur mestilah dilihat apakah calon debitur memenuhi berbagai

kriteria yang biasanya diberlakukan terhadap pemberian suatu kredit.

Karena itu timbul prinsip lain yang disebut prinsip kehati-hatian.

b. Prinsip kehati-hatian

Prinsip kehati-hatian (prudent) ini adalah salah satu konkretisasi dari

prinsip kepercayaan dalam suatu pemberian kredit. Disamping pula

sebagai perwujudan dari prinsip prudent banking dari seluruh kegiatan

perbankan. Untuk mewujudkan prinsip kehati-hatian dalam pemberian

kredit ini, maka berbagai usaha pengawasan dilakukan, baik oleh bank itu

sendiri (internal) maupun oleh pihak luar (eksternal). Disamping itu juga

dengan tujuan penegakan prinsip kehati-hatian ini, regulasi tentang

perbankan diperketat. Sehingga akhirnya dunia perbankan merupakan

salah satu bidang yang sangat heavily regulated. Demikian juga dengan

keharusan adanya jaminan hutang dalam setiap pemberian kredit

sebenarnya juga mempunyai tujuan agar kredit diluncurkan secara

hati-hati, sehingga ada jaminan bahwa kredit yang bersangkutan akan dibayar

(8)

Berdasarkan penjelasan Pasal 8 UU Perbankan, yang mesti dinilai oleh

bank sebelum memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah

adalah watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah

debitur, yang kemudian terkenal dengan sebutan “the five C of credit analysis

atau prinsip 5 C.39

Ada beberapa prinsip-prinsip penilaian kredit dengan analisis 5 C terdiri

atas

40

e. Condition, dalam menilai kredit hendaknya dinilai kondisi ekonomi sekarang dan untuk dimasa yang akan datang sesuai sektor

masing-masing. :

a. Character, adalah sifat atau watak seseorang dalam hal ini adalah calon debitur. Tujuannya adalah untuk memberikan keyakinan kepada Bank,

bahwa sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit

benar-benar dapat dipercaya.

b. Capacity, untuk melihat kemampuan calon nasabah dalam membayar kredit dihubungkan dengan kemampuan mengelola bisnis serta

kemampuan mencari laba.

c. Capital, dimana untuk mengetahui sumber-sumber pembiayaan yang dimiliki nasabah terhadap usaha yang akan dibiayai oleh bank.

d. Collateral, merupakam jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit

(9)

Selain prinsip 5 C di atas, bank dalam memberikan kredit juga

menerapkan apa yang dinamakan dengan prinsip 5P sebagai berikut41

a. Party (para pihak)

:

Para pihak merupakan titik sentral yang diperhatikan dalam setiap

pemberian kredit.

b. Purpose (tujuan)

Tujuan dari pemberian kredit juga sangat penting diketahui oleh pihak

kreditur. Harus dilihatapakah kredit akan digunakan untuk hal-hal yang

c. Payment (pembayaran)

Harus pula diperhatikan apakah sumber pembayaran kredit dari calon

debitur cukup tersedia dan cukup aman, sehingga dengan demikian

diharapkan bahwa kredit yang akan diluncurkan tersebut dapat dibayar

kembali oleh debitur yang bersangkutan.

d. Profitability (perolehan laba)

Untuk perolehan laba oleh debitur tidak kurang pula pentingnya dalam

suatu pemberian kredit. Untuk itu, kreditur harus pula berantisipasi apakah

laba yang akan diperoleh oleh perusahaan lebih besar daripada bunga

pinjaman dan apakah pendapatan perusahaan dapat menutupi pembayaran

kembali kredit, cash flow, dan sebagainya.

e. Protection (perlindungan)

41

(10)

Diperlukan suatu perlindungan terhadap kredit oleh perusahaan, atau

jaminan dari holding, atau jaminan pribadi pemilik perusahaan penitng

diperlukan.

Di samping menggunakan prinsip pemberian kredit di atas, bank dalam

memberikan kredit juga menggunakan prinsip 3R, yaitu: 42

a. Returns (hasil yang diperoleh)

Yakni yang merupakan hasil yang akan diperoleh oleh debitur, dalam hal

inni ketika kredit telah dimanfaatkan nanti mestilah dapat diantisipasi oleh

calon kreditur. Artinya perolehan tersebut mencukupi untuk membayar

kembali kredit beserta bunga, ongkos-ongkos, disamping membayar

keperluan perusahaan yang lain seperti untuk cash flow, kredit lain jika

ada dan sebagainya.

b. Repayment (pembayaran kembali)

Kemampuan membayar dari pihak debitur tentu saja harus

dipertimbangkan. Kemampuan bayar tersebut macth dengan schedule

pembayaran kembali dari kredit yang akan diberikan itu merupakan hal

yang tidak boleh diabaikan.

c. Risk bearing ability (kemampuan menganggung risiko)

Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah sejauhmana terdapatnya

kemampuann debitur unntuk menanggung resiko. Misalnya dalam hal-hal

di luar antisipasi kedua belah pihak. Terutama jika dapat menyebabkan

timbulnya kredit macet. Untuk itu harus diperhitungkan apakah misalnya

42

(11)

jaminan dan/atau asuransi barang atau kredit sudah cukup aman untuk

menutupi risiko tersebut.

4. Pelaksanaan pemberian kredit

Menurut Pasal 8 UU Perbankan, dalam melaksanakan kegiatan usahanya

yang berupa pemberian kredit, bank antara lain:

a. wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas

itikad dan kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi

utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan (Pasal 8 ayat (1));

b. memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan sesuai dengan ketentuan

yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (Pasal 8 ayat (2));

Pemberian kredit oleh suatu bank dengan bank lain tidak jauh berbeda,

kalaupun ada perbedaan hanya terletak pada persyaratan dan ukuran penilaian

yang ditetapkan oleh bank dengan pertimbangan masing-masing dengan tetap

memperhitungkan umur persaingan dan kompetisi.43 Ketentuan dan persyaratan

umum dalam pemberian kredit oleh perbankan terdiri dari 9 (sembilan)

persyaratan sebagai berikut:44

a. Mempunyai feasibility study, yang dalam penyusunannya melibatkan

konsultan yang terkait.

b. Mempunyai dokumen administrasi dan izin-izin usaha, misalnya akta

perusahaan, NPWP, SIUP dan lain-lain.

c. Maksimum jangka waktu kredit adalah 15 (lima belas) tahun dan masa

tenggang waktu (grace period) maksimum 4 tahun.

43

Hermansyah, Op. Cit., hlm. 68.

44

(12)

d. Agunan utama adalah usaha yang dibiayai. Debitur menyerahkan aguanan

tambahan jika menurut penilaian bank diperlukan. Dalam hal ini akan

melibatkan pejabat penilai (appraiser) independen untuk menentukan nilai

agunan.

e. Maksimum pembiayaan bank adalah 65 % (enam pulh lima persen) dan

self financing adalah sebesar 35 % (tiga puluh lima persen).

f. Penarikan atau pencairan kredit biasanya didasarkan atas dasar prestasi

proyek, dalam hal ini biasanya melibatkan konsultan pengawas

independen untuk menentukan progress proyek.

g. Pencairan biasanya dipindahbukukan ke rekening giro.

h. Rencana angsuran ditetapkan atas dasar cash flow yang disusun

berdasarkan analisis dalam feasibility study.

i. Pelunasan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan.

Tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh seorang debitur untuk

memperoleh kredit adalah sebagai berikut:45

a. Pengajuan permohonan atau aplikasi kredit

Untuk memperoleh krdit dari bank, maka tahap pertama yang dilakukan

untuk mengajukan permohonan atau peplikasi kredit kepada bank yang

bersangkutan. Permohonan atau aplikasi kredit tersebut harus dilampiri

dengan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan.

b. Penelitian berkas kredit

45

(13)

Setelah permohonan atau aplikasi kredit tersebut diterima oleh bank, maka

bank akan melakukan penelitian secara mendalam dan mendetail terhadap

berkas aplikasi kredit yang diajukan. Apabila dari hasil yang dilakukan itu,

bank berpendapat bahwa berkas aplikasi tersebut telah lengkap dan

memenuhi syarat, maka bank akan melakukan tahap selanjutnya yaitu

penilaian kelayakan kredit. Adapun apabila ternyata berkas aplikasi kredit

yang diajukan tersebut belum lengkap dan belum memenuhi persyaratan

yang ditentukan, maka bank akan meminta kepada pemohon krdit untuk

melengkapinya.

c. Penilaian kelayakan kredit (studi kelayakan kredit)

Dalam tahap penilaian kelayakan kredit banyak aspek yang akan dinilai,

yaitu:

1) Aspek hukum. Yang dimaksud dengan aspek hukum adalah penilaian

terhadap keaslian dan keabsahan dokumen-dokumen yang diajukan

oleh pemohon kredit.

2) Aspek pasar dan pemasaran. Dalam aspek ini yang akan dinilai adalah

prospek usaha yang akan dijalankan oleh pemohon kredit untuk masa

sekarang dan masa mendatang.

3) Aspek keuangan. Dalam aspek ini yang dinilai dengan menggunakan

anaslisi keuangan adalah aspek keuangan perusahaan yang dilihat dari

laporan keuangan yang termuat dalam neraca dan laporan ganti rugi

(14)

4) Aspek teknis. Aspek teknis merupakan penilian mengenai lokasi

tempat usaha, kondisi gedung, beserta sarana dan prasarana pendukung

lainnya.

5) Aspek manajemen. Penilaian terhadap aspek manajemen ini adalah

untuk menilai pengalaman dari perusahaan yang memohon kredit

dalam mengelola kegaitan usahanya, termasuk sumber daya manusia

yang mendukung kegiatan usaha tersebut.

6) Aspek sosial ekonomi. Untuk melakukan penilaian terhadap dampak

dari kegiatan usaha yang dijalankan oleh perusahaan yang memohon

kredit khusunya bagi masyarakat baik secara ekonomis maupun social.

7) Aspek AMDAL. Penilaian terhadap aspek AMDAL ini sangat penting

karena merupakan salah satu persyaratan pokok untuk dapat

beroperasinya suatu perusahaan. Oleh karena kegiatan usaha yang

dijalankan oleh suatu perusahaan pasti mempunyai dampak terhadap

lingkungan baik darat, air, dan udara.

B. Pengaturan Perjanjian Kredit Perbankan di Indonesia

Perjanjian kredit adalah salah satu bentuk perjanjian yang ada di dalam

dunia usaha, yang menimbulkan hubungan hukum antara dua pihak atau lebih. Di

dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut

KUH Perdata) disebutkan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana

satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Untuk

(15)

yang diisyratkan oleh Pasal 1320 KUH Perdata harus dipenuhi, dan hal tersebut

berlaku pula untuk perjanjian kredit. Adapun syarat sahnya perjanjian antara

lain:46

1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

3. Suatu hal tertentu.

4. Suatu sebab yang halal.

Perjanjian kredit bank tidak identik dengan perjanjian pinjam meminjam

uang sebagaimana yang dimaksud dalam KUH Perdata. Perjanjian kredit bank

adalah perjanjian tidak bernama (onbenumde overeentskomst) sebab tidak terdapat

ketentuan khusus yang mengaturnya, baik di dalam KUH Perdata maupun dalam

UU Perbankan. Dasar hukumnya dilandaskan kepada persetujuan atau

kesepakatan antara bank dan calon debiturnya sesuai dengan asas kebebasan

berkontrak.47 Perjanjian kredit merupakan perjanjian pendahuluan (pactum de

contrahendo). Dengan demikian perjanjian ini mendahului perjanjian utang-piutang (perjanjian pinjam-mengganti). Perjanjian utang-utang-piutang merupakan

pelaksanaan dari perjanjian pendahuluan atau perjanjian kredit.48

Ada beberapa perbedaan yang lain antara perjanjian kredit dan perjanjian

hutang piutang, yaitu terletak pada sifat perjanjian tersebut. Perjanjian kredit

(16)

bahwa perjanjian baru ada setelah uang yang dipinjamkan dalam perjanjian kredit

diserahkan secara nyata pada debitur.49

Perjanjian kredit merupakan salah satu perjanjian di dalam transaksi bisnis

yang terjadi bukan melalui proses negosiasi yang seimbang antara para pihak,

melainkan perjanjian itu dibuat oleh salah satu pihak dengan cara menyiapkan

syrat-syarat baku pada formulir perjanjian yang sudah hamper tidak memberikan

kebebasan sama sekali kepada pihak lain untuk bernegosiasi atas syarat-syarat

tersebut. Perjanjian inilah yang disebut sebagai perjanjian baku atau perjanjian

standar. Perjanjian baku adalah perjanjian yang hampir seluruh

klausula-klausulanya sudah dibakukan oleh pemakainya dalam tranksaksi perbankan

adalah bank yang bersangkutan) dan pihak lain (dalam transaksi perbankan adalah

nasabah bank tersebut) pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk

merundingkan atau meminta perubahan.

50

Dilihat dari bentuknya, perjanjian kredit merupakan perjanjian baku atau

perjanjian standar. Calon debitur hanya diminta diminta pendapatnya apakah

dapat menerima syarat-syarat yang tersebut dalam formulir yang diberikan atau

tidak.51

49

Ibid., hlm. 30.

50

Sutan Remy Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank Indonesia (Jakarta: Bankir Indonesia,1993), hlm. 3.

51

Johannes Ibrahim, Cross Default dan Cross Colateral sebagai Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah (Bandung: Refika Aditama, 2004), hlm. 30.

Apabila calon debitur menerima semua ketentuan dan persyaratan yang

ditentukan oleh bank, maka debitur berkewajiban untuk menandatanganin

perjanjian kredit tersbut, akan tetapi jika calon debitur menolak, maka ia tidak

(17)

Pemberian istilah perjanjian kredit tidak tegas dinyatakan dalam peraturan

perundang-undangan. Dalam penjelasan Pasal 8 ayat (2) UU Perbankan hanya

disebutkan bahwa dalam pemberian kredit disertai dengan suatu perjanjian tanpa

dibahas lebih lanjut mengenai perjanjian kredit. Pasal 8 ayat (2) UU Perbankan

menginstrusikan agar bank wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan

sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dalam penjelasan

Pasal 8 ayat (2) UU Perbankan disebutkan pokok-pokok ketentuan yang

ditetapkan oleh Bank Indonesia antara lain :

1. Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dibuat dalam

perjanjian tertulis.

2. Bank harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesungguhan nasabah

debitur yang antara lain diperoleh dari penilaian yang seksama terhadap

watak, kemampuan, modal, aguanan dan prospek usaha dari nasabah debitur.

3. Kewajiban bank untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian kredit

atau pembiayaan berdarkan prinsip syariah.

4. Kewajiban bank untuk memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur

dan persyaratan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

5. Larangan bank untuk memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip

syariah dengan persyaratan yang berbeda kepada nasabah debitur atau

pihak-pihak terafiliasi.

6. Penyelesaian sengketa.

Perjanjian kredit merupakan ikatan atau bukti tertulis antara bank dengan

(18)

debitur sehingga harus disusun dan dibuat sedemekian rupa agar setiap orang

mudah untuk mengetahui bahwa perjanjian yang dibuat itu merupakan perjanjian

kredit. Perjanjian kredit termasuk salah satu jenis akta yang dibuat sebagai alat

bukti. Dalam praktik bank ada dua bentuk perjanjian kredit, yaitu:52

1. Perjanjian kredit di bawah tangan

Perjanjian yang disiapkan dan dibuat sendiri oleh bank kemudian

ditawarkan kepada debitur untuk disepakati. Untuk mempermudah dan

mempercepat kerja bank, biasanya bank sudah menyiapkan formulir perjanjian

dalam bentuk standar (standard form) yang isi, syarat-syarat dan ketentuannya

disiapkan terlebih dahulu secara lengkap. Bentuk perjanjian kredit yang dibuat

sendiri oleh bank tersebut termasuk jenis akta di bawah tangan.

2. Perjanjian kredit notariil atau akta otentik

Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan notaris. Yang

menyiapkan dan membuat perjanjian ini adalah seorang notaris, namun dalam

praktik semua syarat dan ketentuan perjanjian kredit disiapkan oleh bank

kemudian diberikan kepada notaris untuk dirumuskan dalam akta notariil.

Perjanjian kredit yang dibuat dalam bentuk akta notariil atau akta otentik biasanya

untuk pemberian kredit dalam jumlah yang besar dengan jangka waktu menengah

atau panjang, seperti kredit investasi, kredit modal kerja, kredit sindikasi (kredit

yang diberikan lebih dari satu kreditur atau lebih dari satu bank).

52

(19)

Menurut Gatot Wardoyo, perjanjian kredit mempunyai beberapa fungsi,

yaitu:53

1. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit

merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya perjanjian lain

yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan.

2. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak

dan kewajiban diantara kreditur dan debitur.

3. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.

Selain uraian di atas, Sutarno juga memberikan beberapa pendapat

mengenai fungsi perjanjian kredit, yakni:54

1. Perjanjian kredit sebagai alat bukti kreditur dan debitur yang membuktikan

adanya hak dan kewajiban timbal balik antara bank sebagai kreditur dan

debitur.

2. Perjanjian kredit dapat digunakan sebagai alat atau saran pemantauan atau

pengawasan kredit yang sudah diberikan, karena perjanjian kredit berisi syarat

dan ketentuan dalam pemberian kredit dapat dipantau dari ketentuan

perjanjian kredit.

3. Perjanjian kredit merupakan perjanjian kredit yang menjadi dasar dari

perjnajian pengikutnya yaitu perjanjian pengikatan jaminan.

4. Perjanjian kredit hanya sebagai alat bukti biasa yang membuktikan adanya

hutang debitur, artinya perjanjian kredit tidak mempunyai kedudukan

eksekutorial atau memberikan kekuasaan langsung kepada bank atau kreditur

53

Budi Untung, Op. Cit., hlm. 43.

54

(20)

untuk mengeksekusi barang jaminan apabila debitur tidak mampu melunasi

hutangnya (wanprestasi).

Perjanjian kredit merupakan perjanjian antara pihak bank dengan pihak

nasabah. Dengan melihat perjanjiannya, maka sebenarnya perjanjian kredit

merupakan perjanjian yang tergolong dalam jenis perjanjian pengganti. Meskipun

adanya, namun perjanjian kredit tetap merupakan perjanjian khusus karena di

dalamnya terdapat adanya kekhususan, dimana pihak kreditur adalah pihak bank

sedangkan objek perjanjian berupa uang.55

1. Pihak bank

Sesuai dengan Pasal 5 UU Perbankan, bank terbagi dalam dua jenis yaitu:

a. Bank umum, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara

konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam

kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR), yaitu yang melaksanakan kegiatan usaha

secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam

kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

2. Pihak nasabah

Dalam Peraturan Bank Indonesia No. 7/7/PBI/2005 jo No. 10/10/PBI/2008

tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah Pasal 1 angka 2 yang dimaksud

dengan nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak

yang tidak memiliki rekening namum memanfaatkan jasa bank untuk

melakukan transaksi keuangan. Di dalam UU Perbankan dimuat tentang jenis

55

(21)

dan pengertian nasabah. Dalam Pasal 1 angka 17 disebutkan bahwa pengertian

nasabah yaitu pihak yang menggunakan jasa bank. Jenis-jenis nasabah ada 2,

yakni:56

a. Nasabah penyimpan, yakni nasabah yang menempatkan dananya di bank

dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang

bersangkutan.

b. Nasabah debitur, nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau

pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan

itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.

Dari praktik-praktik perbankan, setidaknya dikenal tiga macam nasabah:

a. Nasabah deposan, yaitu nasabah yang menyimpan dananya pada suatu

bank misalnya dalam bentuk deposito atau tabungan lain.

b. Nasabah yang memanfaatkan fasilitas kredit perbankan, misalnya kredit

usaha kecil, kredit kepemilikan rumah dan sebagainya.

c. Nasabah yang melakukan transaksi dengan pihak lain melalui bank.

Misalnya antara importer sebagai pembeli dengan eksportir di luar negeri

untuk transaksi semacam ini biasanya importer membuka letter of credit

(L/C) pada suatu bank demi kelancaran dan keamanan pembayaran.

Dalam kedudukannya sebagaimana subjek hukum yang diakui dalam hukum

nasabah terbagi atas dua, yaitu:57

a. Orang

56

Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 32-33.

57

(22)

Nasabah bank sebagaimana dikaitkan dengan kedudukannya sebagai

subjek hukum dapat berupa orang atau badan hukum. Nasabah bank

terbagi menjadi orang dewasa dan orang yang belum dewasa. Nasabah

orang dewasa hanya diperbolehkan untuk nasabah kredit atau nasabah

giro. Sedangkan nasabah simpanan dan/atau jasa diperuntukkan orang

yang belum dewasa, misalnya nasabah tabungan atau nasabah lepas untuk

transfer dan lain sebagainya.

b. Badan hukum

Nasabah berupa badan hukum perlu diperhatikan aspek legalitas badan

tersebut, serta kewenangan bertindak dari pihak yang berhubungan dengan

bank. Hal ini terkait dengan aspek hukum perseroan (corporate law).

C. Sengketa Hukum dalam Perjanjian Kredit Perbankan

1. Permasalahan hukum dalam perjanjian kredit perbankan

Ekonomi suatu negara seharusnya merupakan suatu paduan yang efisien

dan suportif diantara kegiatan-kegiatan sektor riil. Saat ini dapat dikatakan bahwa

penyediaan berbagai jasa keuangan (perbankan) merupakan sektor yang strictly

well regulated. Hal ini terjadi karena perbankan menyangkut kepentingan jumlah orang banyak. Situasi di Indonesia adalah suatu hal yang cukup memberi

gambaran bahwa perbankan merupakan sektor yang sangat diatur. Lebih lanjut

(23)

strictly well regulated, tetapi kredit macet masih dapat terjadi diantaranya dapat

disebabkan karena :58

Sedangkan Siswanto Sutojo mengatakan bahwa kredit bermasalah dapat

timbul selain karena sebab-sebab dari pihak kreditur, sebagian besar kredit

bermasalah timbul karena hal-hal yang terjadi pada pihak debitur, antara lain : a. kesalahan appraisal;

b. membiayai proyek dari pemilik/terafiliasi;

c. membiayai proyek yang direkomendasi oleh kekuatan tertentu;

d. dampak makro ekonomi/ unforecasted variabel;

e. kenakalan nasabah.

Siswanto Sutojo, The Management of Commercial Bank (Jakarta: Damar Mulia Pustaka 2007), hlm. 171-172.

a. Menurunnya kondisi usaha bisnis perusahaan yang disebabkan merosotnya

kondisi ekonomi umum dan/ atau bidang usaha dimana mereka beroperasi.

b. Adanya salah urus dalam pengelolaan usaha bisnis perusahaan, atau

karena kurang berpengalaman dalam bidang usaha yang mereka tangani.

c. Problem keluarga, misalnya perceraian, kematian, sakit yang

berkepanjangan atau pemborosan dana oleh salah satu atau beberapa orang

anggota keluarga debitur.

d. Kegagalan debitur pada bidang usaha atau perusahaan mereka yang lain.

e. Kesulitan likuiditas keuangan yang serius.

f. Munculnya kejadian di luar kekuasaan debitur, misalnya perang dan

(24)

g. Watak buruk debitur (yang dari semula memang telah merencanakan untuk

tidak akan mengembalikan kredit).

Sebagian besar kredit bermasalah tidak muncul secara tiba-tiba. Hal ini

disebabkan karena pada dasarnya kasus kredit bermasalah merupakan satu proses,

yang diibaratkan api dalam sekam. Banyak gejala tidak menguntungkan yang

menjurus kepada kasus kredit bermasalah, sebenarnya telah bermunculan jauh

sebelum kasus itu sendiri timbul di permukaan. Bilamana gejala tersebut dapat

dideteksi dengan tepat dan ditangani secara professional sedini mungkin, ada

harapan kredit yang bersangkutan dapat ditolong. Sebaliknya bilamana api yang

membara dalam sekam itu tidak dideteksi atau dibiarkan saja, transaksi kredit

akan berakhir dengan bencana, terutama bagi pihak kreditur. Gejala-gejala yang

muncul sebagai tanda akan terjadinya kredit bermasalah adalah :60

Mengingat kredit yang diberikan oleh kreditur mengandung risiko, maka

pemberian kredit dilandasi atas kemampuan, kesanggupan dan itikad baik dari

kreditur untuk dapat melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. a. penyimpangan dari berbagai ketentuan dalam perjanjian kredit;

b. penurunan kondisi keuangan perusahaan;

c. frekuensi pergantian pimpinan dan tenaga inti;

d. penyajian bahan masukan secara tidak benar;

e. menurunnya sikap kooperatif debitur;

f. penurunan nilai jaminan yang disediakan;

g. problem keuangan atau pribadi.

60

(25)

Dalam rangka memperoleh keyakinan tersebut, bank sebagai kreditur perlu

melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan

dan prospek usaha nasabah debitur. Akan tetapi pada kenyataannya, harapan

kredit yang diberikan kepada debitur berjalan lancar tidak selamanya dapat

terwujud mengingat kredit yang diberikan tetap mengandung risiko kegagalan dan

kemacetan dalam pengembaliaanya.

Prestasi merupakan isi dari perikatan. Apabila debitur tidak memenuhi

prestasi sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian, maka ia dikatakan

wanprestasi (kelalaian). Wanprestasi dengan memperhatikan ketentuan Pasal 1243

KUH Perdata dapat terjadi karena tidak melakukan apa yang disanggupi akan

dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak dengan

semestinya, menjalankan hal yang yang dijanjikan akan tetapi terlambat

melaksanakannya, atau melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh

dilakukannya. Sehingga dapat dikatakan wanprestasi seorang debitur dapat

berupa, sama sekali tidak memenuhi prestasi, tidak tunai memenuhi prestasi,

terlambat memenuhi prestasi, keliru memenuhi prestasi.61 Perkataan wanprestasi

berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi buruk. Adapun yang dimaksud

wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya,

debitur tidak memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian.62

Jika dihubungkan dengan kredit macet, ada tiga macam perbuatan yang

digolongkan dengan wanprestasi, yaitu meliputi:63

61

R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian (Jakarta: Putra Abidin, 1999), hlm. 18. 62

Nindyo Pramono, Hukum Komersial (Jakarta: Pusat Penerbian UT, 2003), hlm. 21. 63

(26)

a. Debitur sama sekali tidak membayar angsuran kredit dan atau beserta

bunganya.

b. Debitur membayar sebagian angsuran kredit dan/atau beserta bunganya.

Pembayaran angsuran kredit tidak dipersoalkan apakah debitur telah

membayar sebagian kecil atau sebagian besar angsuran. Walaupun debitur

kurang membayar satu kali angsuran tetap tergolong kreditnya sebagai

kredit macet.

c. Debitur membayar lunas kredit dan/atau beserta bunganya setelah jangka

waktu yang diperjanjikan berakhir. Hal ini tidak termasuk debitur

membayar lunas setelah perpanjangan jangka waku kredit yang telah

disetujui kreditur atas permohonan debitur.

Kredit bermasalah dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari

sudut eksternal maupun internal. Faktor terjadinya kredit bermasalah yang bersifat

internal pada umumnya berkaitan dengan pihak analisis kurang teliti sehingga apa

yang seharusnnya terjadi tidak dapat diprediksi sebelumnya atau mungkin salah

dalam melakukan perhitungan. Sedangkan faktor eksternal yang dapat

mempengaruhi kualitas kredit atau yang menyebabkan kredit bermsalah adalah

keadaan perekenomian tidak mendukung perkembangan usaha namun di satu sisi

debitur mempunyai kemauan atau itikad untuk membayar akan tetapi di sisi lain

ada pula debitur yang tidak mempunyai kemauan atau itikad untuk tidak

membayar.

Menurut Pasal 1267 KUH Perdata, maka pihak yang ingkar janji atau

(27)

perjanjian disertai dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga. Ini juga dapat

diartikan bahwa pihak yang ingkar janji dapat hanya dibebani kewajiban ganti

kerugian saja atau pemenuhan perjanjian dengan ganti rugi saja.

Apabila terjadi wanprestasi, maka kreditur dapat memilih antara

tuntutan-tuntutan sebagai berikut:

a. pemenuhan perjanjian;

b. pemenuhan perjanjian disertai dengan ganti rugi;

c. ganti rugi;

d. pembatalan perjanjian;

e. pembatalan perjanjian disertai dengan ganti rugi.

2. Penyelesaian hukum dalam perjanjian kredit perbankan

Langkah pertama yang harus segera diambil setelah bank mendeteksi

adanya gejala kredit bermasalah adalah menentukan seberapa besar masalah yang

sedang dihadapi debitur. Hal itu diperlukan karena cara penanganan selanjutnya

akan oleh tingkat besar kecilnya masalah tadi. Selain ditentukan oleh besar

kecilnya masalah yang dihadapi oleh debitur, cara bank menangani kredit

bermasalah juga dipengaruhi oleh:64

64

Siswanto Sutojo, Op. Cit., hlm. 178.

a. Jumlah dana milik debitur yang diharapkan dapat dipergunakan untuk

mengembalikan kredit;

b. Jumlah kredit yang dipinjam debitur dari kreditur lain;

c. Status dan nilai jaminan yang telah terikat; maupun

(28)

Menurut Siswanto Sutojo dalam menyelesaikan kredit bermasalah dapat

dilakukan melalui :65

1) Waktu yang dibutuhkan untuk menangani kredit bermasalah.

a. Organisasi intern bank.

Yang menjadi pertimbangan bank membentuk tim khusus untuk

menangani kredit bermasalah adalah sebagai berikut:

2) Obyektifitas penangan.

3) Pengalaman dan keahlian yang diperlukan, jumlah saldo kredit

tertunggak dan tingkat beratnya masalah yang dihadapi.

b. Penanganan kredit bermasalah melalui proses pengadilan dan di luar

proses pengadilan.

Bank menangani penyelesaian kredit bermasalah melalui proses

pengadilan dilakukan antara lain bilamana bank mendapat bukti ada unsur

penipuan atau kesengajaan di pihak debitur, atau apabila proses penyelesaian

di luar pengadilan tidak membawa hasil seperti yang diharapkan. Sedangkan

penanganan penyelesaian kredit bermasalah di luar proses pengadilan

dilakukan bank apabila mereka masih mempunyai harapan dalam satu masa

tertentu (dengan bimbingan bank) debitur mampu mengumpulkan dana untuk

melunasi kredit dan bunga tertunggak. Adapun yang lazim dilakukan bank

dalam negosiasi kredit bermasalah adalah melalui :66

1) Penjadwalan kembali pembayaran kredit (rescheduling)

65

Ibid., hlm. 181.

66

(29)

Apabila bank merasa perlu mengadakan perpanjangan masa

pembayaran kembali yang kedua dan seterusnya (yang disertai syarat

perjanjian lebih ketat). Hal tersebut hanya dapat diberikan apabila bank

yakin bahwa kondisi keuangan debitur telah menjadi lebih baik dari

masa sebelumnya.

2) Peninjauan kembali isi perjanjian kredit (reconditioning)

Baik sebagian maupun seluruhnya dilakukan seiring dengan

keputusanbank menjadwalkan kembali pembayaran kredit. Tujuan

utama dari peninjauan kembali isi perjanjian kredit adalah memperkuat

kedudukan bank dalam ikatan perjanjian dengan debitur.

3) Penataan kembali (reorganization and recapitalization).

Dalam rangka penataan kembali operasi bisnis dan memperkuat kondsi

keuangan perusahaan debitur, diperlukan rekapitalisasi yang dapat

berbentuk memasukkan modal saham baru atau mengkonversi saldo

kredit berikut bunga tertunggak menjadi saham. Isi perjanjian yang

dapatditinjau kembali adalah :

a) jumlah angsuran;

b) jadwal pembayaran angsuran;

c) affirmative convenants; yang memuat kesanggupan pihak pimpinan perusahaan melakukan sesuatu hal demi kepentingan kreditur.

Hal-hal yang biasa dimasukan dalam affirmative convenants antara lain

adalah kesanggupan perusahaan debitur untuk menyerahkan daftar

(30)

kewajiban perusahaan debitur untuk memelihara tingkat likuiditas

keuangan, kesanggupan perusahaan debitur untuk melaporkan

perubahan susunan atau personalia dewan komisaris dan/atau

dewan direksi.

d) negative convenants; yang memuat kesanggupan debitur untuk tidakmelakukan sesuatu hal selama masa perjanjian kredit, kecuali

bilamana memberitahuka dan mendapat persetujuan dari kreditur

terlebih dahulu.

e) restrictive clauses; isi restrictive clauses hampir sama dengan negative convenants yaitu mewajibkan debitur selama masa

berlakunya perjanjian kredit, tidak melakukan tindakan tertentu,

perbedaannya hanya terletak pada tingkat pembatasannya. Pada

negative convenants kesanggupan debitur bersifat mutlak, yaitu tidak boleh melakukan sesuatu hal tanpa persetujuan kreditur

terlebih dahulu.

f) even of defaults; yang dimaksud even of defaults adalah hal-hal yang bilamana terjadi atau syarat tertentu yang bilamana tidak

dipenuhi, menyebabkan debiturnya dinyatakan tidak memenuhi

janji, sehingga secara otomatis bank dapat menyatakan bahwa

perjajian kredit batal. Akibatya debitur wajib secepatnya

membayar kembali saldo kredit yang masih terhutang. Klausula ini

diadakan dengan tujuan melindungi bank dari bahaya terseret pada

(31)

c. Penangan kredit bermasalah dengan jalan penagihan.

Selain dengan cara-cara seperti di atas, bank juga dapat melakukan

penyelesain kredit bermasalah dengan cara melakukan penagihan. Penagihan

dapat dilakukan baik oleh pihak bank sendiri maupun melalui jasa pihak

ketiga. Untuk melakukan penagihan, bank harus mengirimkan surat tagihan

resmi kepada debitur yang didalamnya mencantumkan batas waktu terakhir

pelunasan tunggakan kredit.

d. Penyelesaian kredit macet melalui PUPN dan BUPLN (Sekarang

KPKNL).

Jika kredit bermasalah sudah dapat digolongkan sebagai kredit macet,

maka untuk bank-bank milik negara di Indonesia dapat menyerahkan

penyelesaian kredit macet kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan

Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN). Sekarang Kantor

Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).

e. Penyelesaian kredit bermasalah melalui jasa pengacara.

Jalan ini dapat pula ditempuh oleh sebuah bank, hanya penyelesaian

melalui jasa pengacara akan membutuhkan biaya yang relatif lebih besar

karena harus membayar feenya, oleh karena itu sebelum memutuskan untuk

menggunakan jasa pengacara, pihak bank harus membandingkan dulu jumlah

kredit tertunggak dengan besarnya biaya yang harus dikeluarkan kemudian

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana peran kelompok dan kemampuan peternak sapi dalam meningkatkan peternakan sapi dan

[r]

Joomla adalah sebuah nama untuk sebuah program aplikasi yang dapat memudahkan programer dalam membuat website.. Joomla merupakan aplikasi yang menganut Content Management

[r]

[r]

SDQGDQJDQ KLGXS NHVDGDUDQ GDQ FLWDFLWD KXNXP VHUWD FLWDFLWDPRUDO \DQJPHOLSXWL VXDVDQDNHMLZDDQ GDQZDWDNEDQJVD ,QGRQHVLD \DLWX FLWDFLWDPHQJHQDL NHPHUGHNDDQ LQGLYLGX NHPHUGHNDDQ

Kelurahan Tuatunu Indah yang terjun ke dalam aktivitas ini, yakni lebih dari.. setengah jumlah ibu-ibu yang ada di Kelurahan tersebut

Pengambilan tema pengembangan desain motif didasari oleh gagasan eksplorasi budaya Kabupaten Garut yaitu memadukan budaya batik Garut dengan budaya Domba Adu Garut,