• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KONDISI KEUANGAN DAN OPINI AUDI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH KONDISI KEUANGAN DAN OPINI AUDI"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KONDISI KEUANGAN DAN OPINI AUDIT TAHUN SEBELUMNYA TERHADAP PEMBERIAN OPINI AUDIT GOING CONCERN PADA

PERUSAHAAN YANG MENGALAMI F INANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR

Nanda Fito Mela

Faculty of Economics, Universitas Riau nanda.fito.mela@gmail.com

ABSTRACK

The main purposes of this reseach is to examine the effect of company’s financial condition and audit opinion prior year meeting on acceptance of going concern opinion of manufacturing firm listed on Indonesia Stock Exchange in 2010-2015.

Samples are obtained by purposive sampling method and based on the criteria, 37 companies were chosen as the samples of this study. The logistic regression was used to examine the factors that are predicted to affect the probability of acceptance of going concern audit opinion. The result of this reseach is that the previous years audit opinion and the company’s financial condition had a significant influence on the audit going concern opinion

Key Words: company’s financial condition, audit opinion prior year, going concern opinion

1. PENDAHULUAN

Asimetri informasi merupakan suatu keadaan dimana manajer memiliki informasi atas prospek perusahaan yang tidak dimiliki oleh pihak luar perusahaan. Praktek audit dapat mengurangi asimetri informasi dengan cara memungkinkan pihak eksternal perusahaan untuk melakukan verifikasi atas keandalan laporan keuangan perusahaan (Setyowati, 2009). Manajemen yang diberi kewenangan oleh pemegang saham untuk mengelola perusahan lebih mengetahui segala informasi tentang kondisi perusahaan dibandingkan pemegang saham. Oleh sebab itu untuk mengurangi asimetri informasi antara pemegang saham dan manajemen diperlukan suatu audit atas laporan keuangan oleh auditor eksternal agar laporan keuangan yang disediakan oleh manajemen menjadi lebih handal. Pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya lebih memperhatikan pada pendapat auditor karena pendapat ini merupakan pendapat auditor mengenai suatu kepastian yang layak atas kondisi perusahaan dimana auditor harus dapat mempertanggungjawabkan pendapat yang diterbitkan dalam laporan audit termasuk pendapat going concern yang merupakan bagian dari pendapat wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas.

Going concern adalah kelangsungan hidup suatu badan usaha dan merupakan asumsi dalam pelaporan keuangan suatu entitas sehingga jika suatu entitas mengalami kondisi sebaliknya, entitas tersebut menjadi bermasalah (Petronela, 2004). Asumsi going concern

(2)

kesangsian terhadap perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode waktu tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan audit (SPAP Seksi 341, 2001). Meskipun auditor tidak bertanggungjawab terhadap keberlangsungan hidup sebuah perusahaan, tetapi dalam melakukan audit going concern perlu menjadi pertimbangan auditor dalam memberikan opini.

Junaidi dan Hartono (2010) menyatakan bahwa semakin besar reputasi dari kantor akuntan publik, maka akan semakin besar pula kualitas yang diberikan oleh kantor akuntan publik tersebut, auditor yang memiliki nama baik dan reputasi baik mempunyai sebuah kecendrungan untuk menerbitkan pendapat going concern apabila perusahaan auditee

mengalami suatu masalah berkaitan dengan keberlangsungan usaha perusahaan. Kualitas audit merupakan sebuah kemungkinan bahwa laporan keuangan mengandung kesalahan yang material dan seorang auditor akan dapat menemukan dan kemudian melaporkan kekeliruan material tersebut. Kualitas akan meningkat sejalan dengan penignkatan ukuran kantor akuntan publik karena kantor akuntan publik berukuran besar akan memiliki kemampuan untuk menjadi spesialis dan melakukan investasi dalam teknologi dan juga sumber daya sehingga dapat disimpulkan bahwa kantor akuntan publik yang berukuran besar akan memiliki kualitas audit yang lebih baik jika dibandingkan dengan kantor akuntan publik yang berukuran lebih kecil (DeAngelo, 1981). Penelitian yang dilakukan oleh Junaidi dan Hartono (2010), menemukan bahwa reputasi auditor berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini going concern. Namun penelitian Praptitorini dan Januarti (2007), Rahman dan Siregar (2012), dan Barlian et al (2014) menemukan bahwa reputasi auditor tidak berpengaruh signifikan pada opini audit going concern.

Kondisi keuangan perusahaan merupakan tingkat kesehatan perusahaan sesungguhnya. Pada perusahaan yang sakit banyak ditemukan masalah going concern

(Ramadhany, 2004). Kesangsian mengenai kelangsungan hidup perusahaan dapat juga digunakan sebagai indikasi terjadinya kebangkrutan di suatu perusahaan. Altman dan McGough (1974) menemukan bahwa tingkat prediksi kebangkrutan dengan menggunakan suatu model prediksi dapat mencapai tingkat keakuratan 82% dan menyarankan penggunaan model prediksi kebangkrutan sebagai alat bantu auditor untuk memutuskan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu perusahaan berpeluang mendapatkan opini audit going concern apabila perusahaan tersebut diprediksikan atau terancam bangkrut. Kondisi keuangan berpengaruh negatif terhadap kecendrungan penerimaan opini audit going concern (Santosa dan Wedari, 2007). Tetapi berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahman dan Siregar (2011) yang menyatakan bahwa kondisi keuangan perusahaan tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern.

Audit client tenure merupakan jumlah tahun dimana kantor akuntan publik (KAP) melakukan perikatan audit pada perusahaan (auditee) yang sama. Hal ini dapat diartikan bahwa perikatan audit yang lama akan menjadikan auditor kehilangan independensinya dalam memberikan opini going concern. Namun dengan adanya perikatan audit yang lama justru akan membuat kantor akuntan publik lebih memahami kondisi keuangan serta lebih mudah dalam mendeteksi masalah going concern. Menurut Espahbodi (1991) dalam Dewayanto (2011) independensi auditor akan terpengaruh dengan lamanya perikatan audit dengan auditee yang sama. Penelitian yang dilakukan oleh Junaidi dan Hartono(2010) menyatakan bahwa audit client tenure berpengaruh terhadap pemberian opini going concern, sedangkan penelitian Januarti dan Fitrianasari (2008) dan Dewayanto (2011) mengungkapkan bahwa audit tenure tidak berpengaruh terhadap pemberian opini going concern.

McKeown et al. (1991), Mutchler et al. (1997), serta Carcello & Neal (2000) menemukan bukti terdapat hubungan yang signifikan negatif antara ukuran perusahaan

(3)

oleh perusahaan kecil. Mutchler (1985) menyatakan bahwa auditor lebih sering mengeluarkan opini audit going concern pada perusahaan kecil, karena auditor mempercayai bahwa perusahaan besar dapat menyelesaikan kesulitan keuangannya daripada perusahaan kecil. Mutchler et al. (1997) memberikan bukti empiris bahwa ada hubungan negatif antara ukuran perusahaan dengan penerimaan opini audit going concern. Tetapi berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ramadhany (2004), Santosa dan Wedari (2007), Rahman dan Siregar (2012) dan Barlian, Perwitasari dan Probohudono (2014) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap pemberian opini audit going concern.

Pertumbuhan perusahaan mengindikasikan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan usahanya. Pertumbuhan perusahaan dapat diproksikan dengan rasio pertumbuhan penjualan. Rasio ini mengukur seberapa baik perusahaan mempertahankan posisi ekonominya, baik dalam industrinya maupun dalam kegiatan ekonomi secara keseluruhan (Weston & Copeland, 1992 dalam Setyarno, et al., 2006). Perusahaan yang mengalami pertumbuhan, menunjukkan aktivitas operasional perusahaan berjalan dengan semestinya sehingga perusahaan dapat mempertahankan posisi ekonominya dan kelangsungan hidupnya. Sementara perusahaan dengan rasio pertumbuhan penjualan negatif berpotensi besar mengalami penurunan laba sehingga manajemen perlu untuk mengambil tindakan perbaikan agar tetap dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Penjualan merupakan kegiatan operasi utama perusahaan. Penjualan perusahaan yang meningkat dari tahun ke tahun memberi peluang perusahaan untuk memperoleh peningkatan laba. Oleh karena itu, semakin tinggi rasio pertumbuhan penjualan perusahaan akan semakin kecil kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit going concern (Setyarno et al., 2006). Rahman dan Siregar (2011) menyatakan bahwa pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap pemberian opini audit going concern sedangkan Fanny dan Saputra (2000), Setyarno, Januarti dan Faisal (2006), Santoso dan Wedari (2007) dan Barlian, Perwitasari dan Probohudono (2014) menyatakan bahwa pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap pemberian opini audit going concern.

Penelitian merupakan replikasi dari penelitian Santoso dan Wedari (2007). Beberapa persamaan variabel independen dari penelitan sebelumnya adalah kualitas audit, kondisi keuangan, pertumbuhan perusahaan, ukuran perusahaan dan opini audit tahun sebelumnya Disini peneliti menambah satu variabel independen yaitu audit tenure. Peneliti menambahkan variabel audit tenure karena perikatan audit yang lama akan menjadikan auditor kehilangan independensinya dalam memberikan opini going concern. Namun di sisi lain dengan adanya perikatan audit yang lama justru akan membuat kantor akuntan publik lebih memahami kondisi keuangan serta lebih mudah dalam mendeteksi masalah going concern. Dan tahun pengamatan juga berbeda dari penelitian sebelumnya, pada penelitian ini tahun pengamatan dari tahun 2011-2015 sedangkan penelitian sebelumnya tahun 2001-2005. Sedangkan untuk objek penelitian sama dengan penelitian tahun sebelumnya yaitu perusahaan manufaktur, alasan peneliti mengambil objek yang sama agar terhindar dari industrial effect yaitu resiko industri yang berbeda yang muncul antara suatu sektor dengan sektor yang lain (Setyarno et al, 2006). Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti akan menguji faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan opini going concern.

2. TINJAUAN PUSTAKA A. Opini Audit Going Concern

(4)

mengharuskan auditor menambahkan paragraf (atas bahas penjelasan lain) dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion) yang dinyatakan oleh auditor. Berikut panduan bagi auditor dalam menerbitkan opini auditgoing concern (SPAP, 2011):

1. Jika auditor yakin terdapat keraguan mengenai kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas, maka auditor harus memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang ditunjukkan untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut serta menetapkan kemungkinan bahwa rencana tersebut efektif dilaksanakan.

2. Jika manajemen tidak memiliki rencana untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa terhadap kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya maka auditor mempertahankan untuk memberikan pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion).

3. Jika manajemen memiliki rencana untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa diatas, maka auditor menyimpulkan (berdasarkan pertimbangannya) atas efektivitas rencana tersebut:

a. Jika auditor berkesimpulan bahwa rencana tersebut tidak efektif, maka auditor menyatakan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion).

b. Jika auditor berkesimpulan bahwa rencana tersebut efektif dan klien mengungkapkan dalam catatan laporan keuangan, maka auditor menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas (unqualified opinion with expalanatory language/emphasis of matterparagraph).

4. Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif akan tetapi klien tidak mengungkapkan dalam catatan laporan keuangan, maka auditor dapat memberikan pendapat tidak wajar (qualified/adverse opinion).

B. Kondisi Keuangan

Kegagalan biasanya ditandai dengan buruknya kondisi keuangan perusahaan yang berakibat terganggunya kelangsungan hidup perusahaan. Dewayanto (2011) menyatakan bahwa kondisi keuangan perusahaan adalah suatu tampilan secara utuh atas keuangan perusahaan selama periode atau kurun waktu tertentu. Kondisi keuangan perusahaan menggambarkan kesehatan perusahaan sesungguhnya (Ramadhany, 2004). Menurut Mc. Keown (1991) menjelaskan bahwa semakin memburuk atau terganggunya kondisi keuangan suatu perusahaan makan semakin besar kemungkinan perusahaan menerima opini audit going concern dan sebaliknya pada perusahaan yang tidak pernah mengalami kesulitan keuangan, auditor tidak pernah memberikan opini audit going concern.

Altman dan McGough (1974) menemukan bahwa tingkat prediksi kebangkrutan dengan menggunakan suatu model prediksi dapat mencapai tingkat keakuratan 82% dan menyarankan penggunaan model prediksi kebangkrutan sebagai alat bantu auditor untuk memutuskan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Model Z Scoreini hanya dapat diaplikasikan pada perusahaan manufaktur yang go public. Altman mengembangkan model ini dengan melakukan suatu revisi agar model prediksi kebangkrutan dapat diaplikasikan baik pada perusahaan manufaktur yang go public

dan perusahaan-perusahaan di sektor swasta serta menggantikan market value of equity

dengan book value of equity (Z4). Model Revised Altman Z Score diformulakan sebagi berikut:

Z’ = 0.717Z1 + 0.847Z2 + 3.107Z3 + 0.420Z4 + 0.998Z5

Dimana:

Z1 = Working capital/total asset

(5)

Z3 = Earning before interest and taxes/total asset

Z4 = Book value of equity/book value of debt

Z5 = Sales/total asset

Z Score yang dikembangkan Altman ini dapat digunakan untuk menentukan kecenderungan kebangkrutan dan juga dapat digunakan sebagai ukuran dari keseluruhan kinerja keuangan perusahaan serta sebagai alat analisis tanpa memperhatikan bagaimana ukuran perusahaan (Astuti, 2012). Sebuah perusahaan dianggap sangat makmur, namun jika

Z Score mulai turun dengan tajam, maka mengindikasikan adanya bahaya akan kebangkrutan. Atau, jika perusahaan baru saja survive, Z score bisa digunakan sebagai alat bantu dalam melihat dampak yang telah duperhitungkan dari perubahan upaya-upaya manajemen perusahaan. Berikut definisi kelima rasio yang digunakan Altman, yaitu:

1. Z1 = Net Working Capital to Total Assets

Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahan untuk menghasilkan modal kerja bersih dari keseluruhan total aktiva yang dimilikinya. Rasio ini dihitung dengan membagi modal kerja bersih dengan total aktiva. Modal kerja bersih diperoleh dengan cara aktiva lancar dikurangi dengan kewajiban lancar. Modal kerja bersih yang negatif kemungkinan besar akan menghadapi masalah dalam menutupi kewajiban jangka pendeknya karena tidak tersedianya aktiva lancer yang cukup untuk menutupi kewajiban tersebut. Sebaliknya, perusahaan dengan modal kerja bersih yang bernilai positif jarang sekali menghadapi kesulitan dalam melunasi kewajibannya.

2. Z2 = Retained Earning to Total Assets

Rasio ini menunjukkan adanya kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba ditahan dari total aktiva perusahaan. Laba ditahan merupakan laba yang tidak dibagikan kepada para pemegang saham. Dengan kata lain, laba ditahan menunjukkan berapa banyak pendapatan perusahaan yang tidak dibayarkan alam bentuk dividen kepada para pemegang saham. Laba ditahan menunjukkan klaim terhadap aktiva, bukan aktiva per ekuitas pemegang saham.Laba ditahan terjadi karena pemegang saham biasa mengizinkan perusahaan untuk menginvestasikan kembali laba yang tidak didistribusian sebagai dividen. Oleh karena itu laba ditahan yang dilaporkan dalam neraca bukan merupakan kas dan tidak tersedia untuk pembayaran dividen atau yang lain.

3. Z3 = Earning Before Interest and Tax to Total Assets

Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari aktivitas perusahaan sebelum pembayaran bunga dan pajak.

4. Z4 = Market Value of Equity to Book Value of Debt

Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban kewajiban dari nilai pasar modal sendiri (saham biasa).Nilai pasar ekuitas sendiri diperoleh dengan mengkalikan jumlh lembar saham biasa yang beredar dengan harga pasar per lembar pasar saham biasa.Nilai buku hutang diperoleh dengan menjumlahkan kewajiban lancar dengan kewajiban jangka panjang.

5. Z5 = Sales to Total Asset

Rasio ini menunjukkan apakah perusahaan menghasilkan volume bisnis yang cukup dibandingkan investasi dalam total aktivanya.Rasio ini mencerminkan efisiensi manajemen dalam menggunakan keseluruhan aktiva perusahaan untuk menghasilkan penjualan dan mendapatkan laba.

Penelitian yang dilakukan Altman menunjukkan nilai tertentu pada perusahaan yang bangkrut atau tidak bangkrut. Kriteria yang digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan dengan model diskiminan adalah dengan melihat zone of ignorance yaitu daerah nilai Z, dikategorikan sebagai berikut:

(6)

Tabel Zone of Ignorance Z Score

Berdasarkan tabel diatas dapat dianalisis bahwa apabila Z score dari suatu perusahaan yang diteliti menunjukkan angka lebih besar dari (>) 2,99 maka perusahaan tersebut dapat dikategorikan sebagai perusahaan sehat atau perusahaan bebas dari masalah kebangkrutan (non bankrupt company) dan jika perusahaan yang diteliti menunjukkan nilai Z Score kurang dari (<) 1,88 maka perusahaan tersebut dapat dikategorikan sebagai perusahaan yang berisiko tinggi terhadap kebangkrutan. Sedangkan jika perusahaan tersebut menunjukkan nilai Z

Score diantara 1,81 sampai dengan 2,99 maka perusahaan tersebut dapat dikatakan masih memiliki risiko kebangkrutan.

C. Opini Audit Tahun Sebelumnya

Opini audit tahun sebelumnya adalah opini audit yang diterima auditee pada tahun sebelumnya atau 1 tahun sebelum tahun penelitian. Opini audit going concern tahun sebelumnya ini akan menjadi faktor pertimbangan penting bagi auditor untuk mengeluarkan kembali opini audit going concern pada tahun berikutnya. Apabila auditor menerbitkan opini audit going concern tahun sebelumnya maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan akan menerima kembali opini audit going concern pada tahun berjalan.

Mutchler (1984) melakukan wawancara dengan praktisi auditor yangmenyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini audit going concernpada tahun sebelumnya lebih cenderung untuk menerima opini yang samapada tahun berjalan. Mutchler (1984) menguji pengaruh ketersediaaninformasi publik terhadap prediksi opini audit going concern, yaitu tipeopini audit yang telah diterima perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwamodel

discriminant analysis yang memasukkan tipe opini audit tahunsebelumnya mempunyai akurasi prediksi keseluruhan yang paling tinggisebesar 89,9 persen dibanding model yang lain.

Penelitian Setyarno dkk.(2006) serta Santosa dan Wedari (2007)memperkuat bukti mengenai opini audit going concern yang diterimatahun sebelumnya dengan opini audit

going concern tahun berjalan. Adahubungan positif yang signifikan antara opini audit going concern tahunsebelumnya dengan opini audit going concern tahun berjalan. Apabilapada tahun sebelumnya auditor telah menerbitkan opini audit goingconcern, maka akan semakin besar kemungkinan auditor untukmenerbitkan kembali opini audit going cocern pada tahun berikutnya.Hasil penelitian diatas memberikan bukti empiris bahwa auditordalam menerbitkan opini audit going concern akan mempertimbangkanopini audit going concern

yang telah diterima perusahaan pada tahunsebelumnya. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

1. Pengaruh Kondisi Keuangan Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern. Tingkat kesehatan suatu perusahaan dapat dilihat dari kondisi keuangan perusahaan. Perusahaan yang mempunyai kondisi keuangan yang baik maka auditor tidak akan mengeluarkan opini audit going concern. Fanny dan Saputra (2003), Setyono, Sanuardi dan Faisal (2006), Santoso dan Wedari (2007), Susanto Kurnia (2009) mengatakan bahwa kondisi keuangan memiliki pengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Perusahaan dalam kondisi keuangan memburuk atau sakit bahkan berpotensi mengalami kebangkrutan

(7)

maka kemungkinan perusahaan tersebut menerima opini audit going concern akan semakin besar (Ramadhani Alexander: 2004). Sedangkan menurut Rahman dan Siregar (2011) menyatakan bahwa kondisi keuangan tidak berpengaruh terhadap peneriamaan opini audit

going concern karena baik auditor yang berkualitas (big four) maupun auditor non big four

memiliki peluang yang sama dalam memberikan opini audit going concern.

Berdasarkan penjelasan yang di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

H1: Kondisi keuangan berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. 2. Pengaruh Opini Audit Tahun Sebelumnya terhadap penerimaan opini audit

going concern.

Setyarno dkk. (2006) menemukan pengaruh yang signifikan antara opini audit tahun sebelumnya dengan opini audit going concern. Opini audit tahun sebelumnya adalah opini audit yang diterima auditee pada tahun sebelumnya atau 1 tahun sebelum tahun penelitian. Nogler dalam Santosa dan Wedari (2007) memberikan bukti bahwa setelah auditor mengeluarkan opini going concern, perusahaan harus menunjukkanpeningkatan keuangan yang signifikan untuk memperoleh opini bersih pada tahun berikutnya. Jika tidak mengalami peningkatan keuangan maka pengeluaran opini audit going concern dapat diberikan kembali. Penelitian ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Santosa dan Wedari (2007) dalam penelitian analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur di BEJ. Penelitian ini menunjukkan hasil bahwaada hubungan positif yang signifikan antara opini audit going concern yang diterima tahun sebelumnya dengan opini audit going concern tahun berjalan. Apabila pada tahun sebelumnya auditor telah menerbitkan opini audit going concern, maka akan semakin besar kemungkinan auditor untuk menerbitkan kembali opini audit going concern pada tahun berikutnya. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, maka hipotesis yang dirumuskan adalah: H2: Opini audit tahun sebelumnya berpengaruh terhadap penerimaan opini audit

going concern.

Model Penelitian Variabel Independen

3. METODELOGI PENELITIAN Kondisi Keuangan

Penerimaan Opini Audit Going Concern Opini Audit Tahun

(8)

A. Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Pengambilan sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan metode purposive sampling, dengan kriteria sebagai berikut:

Kriteria khusus perusahaan (auditee) dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Auditee telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak sebelum 1 Januari 2010; (2) Auditee tidak delisting atau keluar dari Bursa Efek Indonesia (BEI) selama

periodepenelitian (2010-2015);

(3) Auditee menerbitkan laporan keuangan yang sudah diaudit oleh auditor independen selama periode penelitian (2010-2015);

(4) Auditee mempunyai data laporan tahunan yang dipublikasikan dan juga lengkap berhubungan dengan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini selama periode penelitian (2010-2015); dan

(5) Auditee termasuk dalam kategori fincancial distress, digunakan penghitingan analisis deskriminan Revised Altman Z Score diambil cut off pertengahan pada grey area, yaitu 1,20 – 2,90. Sehingga nilai Z score yang didapat adalah perusahaan yang mempunyai nilai Zscore kurang dari atau sama dengan 2,05. Dalam penelitian ini, peneliti berfokus pada auditee yang mengalami financial distress karena auditor hampir tidak pernah mengeluarkan pendapat going concern pada perusahaan

auditee yang tidak mengalami financial distress (McKeown et al., 1991). B. Jenis dan Sumber Data

Data yang diperlukan dlaam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder diperoleh dari laporan keuangan auditan perusahaan manufaktur yang redaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2012-2015 yang telah dipublikasikan.

C. Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel 1. Opini Audit Going Concern

Opini audit going concern merupakan varibel dependen dalam penelitian ini. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah variabel dummy. Dimana kategori 1 untuk perusahaan manufaktur yang menerima opini audit going concern dan 0 untuk perusahaan manufaktur yang tidak menerima opini audit going concern.

2. Kondisi Keuangan

Variabel ini menggambarkan tingkat financial distress perusahaan.Kondisi keuangan didefinisikan sebagai tingkatan yang dapat menggambarkan kesehatan perusahaan sesunguhnya. Kondisi ini digambarkan dari rasio-rasio keuangan yang dapat memberikan

indikasi apakah perusahaan dalam kondisi baik (sehat) atau dalam kondisi buruk (sakit).’

Digunakan perhitungan analisis Revised Altman Model (1993) untuk mengukur kondisi keuangan, yaitu:

Z’ = 0.717Z1 + 0.847Z2 + 3.107Z3 + 0.420Z4 + 0.998Z5 Dimana:

Z1 = Working capital/total asset

Z2 = Retained earning/total asset

Z3 = Earning before interest and taxes/total asset

Z4 = Book value of equity/book value of debt

Z5 = Sales/total asset

(9)

Opini audit tahun sebelumnya adalah opini audit yang diterima auditee pada tahun sebelumnya atau 1 tahun sebelum tahun penelitian. Variabel dalam penelitian ini menggunakan variabel dummy, 1 jika opini audit tahun sebelumnya adalah opini going concern dan 0 jika opini bukan going concern. Penggunaan variabel dummy ini pernah dilakukan dalam penelitian Setyarno et, al. (2006), Rahman dan Siregar (2012).

D. Metode Analisis Data 1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran atau deskripsi variabel-variabel dalam penelitian. Statistik deskriptif yang digunakan adalah nilai rata-rata (mean), standar deviasi (standard deviation), dan maksimum-minimum.Hal ini perlu dilakukan untuk melihat gambaran keseluruhan dari sampel yang berhasil dikumpulkan dan memenuhi syarat untuk dijadikan sampel penelitian (Wijayanti, 2010).

2. Pengujian Hipotesis Penelitian

Estimasi parameter menggunakan Maximum Likehood Estimation (MLE).

Ho = b1 = b2 = b3 = …= bi = 0 Ho ≠ b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ … ≠ bi ≠ 0

Hipotesis nol menyatakan bahwa variabel independen (x) tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel respon yang diperhatikan (dalam populasi). Pengujian terhadap hipotesis dilakukan dengan menggunakan a = 5%. Kaidah pengambilan keputusan adalah:

1. Jika nilai probabilitas (sig.) < a = 5% maka hipotesis alternatif didukung.

2. Jika nilai probabilitas (sig.) > a = 5% maka hipotesis alternatif tidak didukung.

3. Keseluruhan Model (Overall Model Fit)

Langkah pertama adalah menilai overall fit model terhadap data. Beberapa test

statistik diberikan untuk menilai hal ini. Hipotesis untuk menilai model fitadalah: Ho : Model yang dihipotesiskan fit dengan data

Hα : Model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data

Beberapa tes statistik digunakan untuk menilai overall model fit, yaitu nilai Hosmer

and Lemeshow’s Goodness of Fit Tes, Log Likelihood, Nagelkerke R Square, Correlation dan

Classificatio.

a) Hormes anf Lemeshow’s Goodness of Fit test

Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan Hosmer and Lemeshow’s

Goodness of Fit Test. Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test menguji hipotesis nol bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan model (tidak ada perbedaan antara model dengan data sehingga model dapat dikatakan fit). Jika nilai Hosmer and Lemeshow’s

Goodness of Fit Test statistics sama dengan atau kurang dari 0,05, maka hipotesis nol ditolak yang berarti ada perbedaan signifikan antara model dengan nilai observasinya sehingga

Goodness fit model tidak baik karena model tidak dapat memprediksi nilai observasinya. Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test lebih besar dari 0,05, maka hipotesis nol tidak dapat ditolak dan berarti model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima karena cocok dengan data observasinya (Ghozali,2006).

b) Nagelkerke R Square

(10)

logistik karena tidak dimungkinkan untuk mengamati nilai 0 atau 1 (variabel dummy) pada variabel terikat.

c) Uji Likelihood

Uji Likelihooddigunakan untuk menilai profitabilitas bahwa model yang dihipotesis menggambarkan data input (Ghozali, 2006). Uji Likelihood ditentukan dengan membandingkan nilai -2Log Likelihood awal dengan -2Log Likelihood pada langkah selanjutnya. Adanya penurunan pada nilai Log Likelihoodmenunjukkan bahwa model regresi yang digunakan semakin baik.

4. Analisis Regresi Logistik

Metode statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi logistik (logistic regression), karena dalam penelitian ini variabel bebasnya merupakan sebuah percampuran antara variabel kontinu atau metrik dan variabel kategorial atau non-metrik yang menyebabkan asumsi multivariate normal distribution tidak terpenuhi(Ghozali, 2009). Oleh karena hal tersebut, analisis regresi logistik tidak memerlukan ujinormalitas data serta uji asumsi klasik dalam variabel bebasnya (Ghozali, 2009).Gujarati (2003) menyebutkan bahwa analisis regresi logistik mengabaikan heterokedastisitas (heteroscedasity) yang mana variabel dependen tidak memerlukan homokedastisitas (homoscedacity) untuk setiap variabel independen. Tahap analisisstatistik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah adalah (1) menilai model fit dan (2) estimasi parameter dan interpretasinya. Persamaan yang digunakan dalam penelitian ini untuk menguji hipotesis secara keseluruhan adalah sebagai berikut:

Ln= α + β1X1+ β2X2+ β3X3 + β4X4+β5X5+ β6X6 + ε Dimana :

Ln = Opini going concern (variabel dummy, 1 jika opini going concern, 0 jikaopini non going concern).

X1 = Kualitas Audit (1 jika KAP Big 4, dan 0 jika non KAP Big 4) X2 = Kondisi keuangan, dihitung dengan Revised Altman Zscore

X3 = Audit Tenure jumlah tahun KAP mengaudit auditee yangsama. X4 = Ukuran perusahaan, dihitung dengan natural logaritma total aktiva

X5 = Pertumbuhan perusahaan, dihintung dengan rasio pertumbuhan perusahaan X6 = Opini Audit Tahun Sebelumnya (1 jika opini GC, dan 0 jika NGC)

α = Konstanta

β1- β6 = Koefisien Regresi ε = Residual

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

p 1 - p p

(11)

1. Deskripsi Objek Penelitian

Tabel 4.1 dibawah ini menyajikan tahapan seleksi sampel berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan

Tabel 4.1 Pemilihan Sampel

Kriteria Jumlah

Jumlah perusahaan yang listing di BEI tahun 2010-2015 121 Perusahaan yang tidak mengalami financial

distressselama tahun 2010-2015 84

Jumlah perusahaan sampel 37

Tahun Pengamatan 6

Jumlah sampel total selama penelitian 222 Sumber : data diolah

2. Hasil Analisis Statistik Deskriptif

Tabel 4.2. Statistik Deskriptif

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Going Concern 222 .00 1.00 .2387 .42728

Opini Audit Tahun Sebelumnya 222 .00 1.00 .2523 .43529

Kondisi Keuangan 222 -9.19 1.96 .6948 1.42961

Valid N (listwise) 222

Hasil statistik deskriptif menunjukkan bahwa penerimaan opini audit going concern

menunjukkan nilai minimum 0, nilai maksimum sebesar 1, dengan rata-rata sebesar 0,2387 dan standar deviasi 0,42728. Nilai rata-rata sebesar 0,2387 menunjukkan bahwa opini audit

going concern dengan kode 1 menunjukkan bahwa sampel penelitian lebih sedikit menerima opini audit going concern. Dari 222 perusahaan terdapat 53 perusahaan yang menerima opini audit going concern dan 169 yang mendapatkan opini audit non going concern. Opini audit tahun sebelumnya menunjukkan nilai minimum 0, nilai maksimum sebesar 1, dengan rata-rata sebesar 0,2523 dan standar deviasi 0,43529. Nilai rata-rata-rata-rata sebesar 0,2523 menunjukkan bahwa opini audit tahun sebelumnya kode 0 lebih banyak diterima perusahaan dibandingkan dengan yang pada tahun sebelumnya tidak menerima opini audit going concern. Rata-rata menunjukkan 56 perusahaan yang menerima opini audit going concern, pada tahun sebelumnya juga menerima opini audit going concern, dan 166 perusahaan yang menerima opini audit non going concern, pada tahun sebelumnya juga menerima opini audit non going concern. Kondisi keuangan menunjukkan nilai minimum -9,19, nilai maksimum sebesar 1,96, dengan rata-rata sebesar 0,6948dan standar deviasi 1,42961. Nilai yang negatif (minimum) menggambarkan kondisi keuangan yang semakin memburuk. Hal ini mengindikasikan kondisi keuangan yang memburuk akan memperbesar kemungkinan penerimaan opini audit

(12)

3. Analisis Regresi Logistik a. Overall Model F it

1. Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test

Tabel 4.3. Hosmer and Lemeshow Test Hosmer and Lemeshow Test

Chi-square Df Sig.

2.558 8 .959

Tabel 4.3 menunjukkan hasil Hosmer and Lemeshow. Hasil dari Chi Square menunjukkan nilai sebesar 2,558 dengan signifikansi 0,959 yang nilainya diatas 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model yang digunakan mampu memprediksi nilai observasinya.

2. Negelkerke R Square

Tabel 4.4. Negelkerke R Square Model Summary

Step -2 Log likelihood Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square

1 43.102a .595 .893

Dari tabel 4.4 diatas dapat dilihat nilai Negelkerke R Square sebesar 0.893 artinya variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh varibel independen sebesar 89,3% sementara 10,7% dijelaskan oleh variabel-varibel diluar model penelitian.

3. Uji Likelihood

Tabel 4.5 Perbandingan Nilai -2 Log Likelihood -2LL awal (Block Number=0) 244.032 -2LL akhir (Block Number=1) 43.102

Dari tabel 4.5 diketahui nilai -2 Log likelihood awal (Block Number =0) (244,032) sedangkan nilai -2 Log Likelihood akhir (Block Number=1)(43,102). Dari kedua hasil tersebut terdapat penurunan -2LL yang mengindikasikan bahwa model regresi yang digunakan lebih baik dengan kata lain model yang dihipotesiskan fit dengan data.

b. Hasil Analisis Regresi

Tabel 4.6 Hasil Analisis Regresi Variables in the Equation

B S.E. Wald Df Sig. Exp(B)

Step 1a KA -.560 .987 .322 1 .570 .571

AT .499 .407 1.499 1 .221 1.647

(13)

KK -1.893 .936 4.090 1 .043 .151

PP .028 .022 1.602 1 .206 1.029

UP -.330 .264 1.566 1 .211 .719

Constant .474 3.654 .017 1 .897 1.606

1. H1: Opini Audit Tahun Sebelumnya berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern.

Tingkat signifikansi 0,000 lebih kecil dari 0,05, maka secara parsial opini audit tahun sebelumnya memiliki pengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Carcello dan Neal (2000) yang menyatakan bahwa opini going concern yang diterima pada tahun sebelumnya mempengaruhi auditor untuk kembali menerbitkan opini going concern tersebut.

2. H2: Kondisi Keuangan berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Tingkat signifikansi 0,043 lebih kecil dari 0,05, maka secara parsial kondisi keuangan memiliki pengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Ramadhany (2004) yang menyatakan bahwa perusahaan dalam kondisi keuangan yang buruk atau sakit berpotensi mengalami kebangkrutan maka perusahaan tersebut menerima opini going concern akan semakin besar. Penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian Santoso dan Wedari (2007) yang menyatakan bahwa kondisi keuangan tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan analisa data dan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa kondisi keuangan dan opini audit tahun sebelumnya memiliki pengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern

Saran

(14)

DAFTAR PUSTAKA

American Institute of Certified Public Accountants (AICPA). 1988. The

Auditor’sConsiderations of an Entity’s Ability to Continue as a Going-Concern -

Statement on Auditing Standards No.59. Auditing Standards Board (ASB).

Altman, E. I. 1968. Financial Ratios Discriminant Analysis and The Prediction of Corporate Bankrupcy. Journal of Finance, 23 (4), hal. 589-609.

Altman, E dan McGough, T., 1974. Evaluation of A Company as A Going Concern.Journal of Accountancy. December. 50-57.

ArensA.,Randal J. Elder, dan Mark S. Beasley. 2006. Auditing dan Jasa Assurance : Pendekatan Integrasi (Alih Bahasa: Herman Wibowo). Jilid 1Edisi Keduabelas. Penerbit Erlangga: Jakarta.

Astuti, Irtani Retno dan Darsono.2012. Pengaruh Faktor Keuangan Dan Non Keuangan Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern. DiponegoroJournal Of Accounting,vol. 1 No.2:1-10.

Barlian, Nanda Raisa dkk. 2014. Pendapat Going Concern: AnalisisFaktor-Faktor yang Mempengaruhi pada Perusahaan yang Mengalami Financial Distress (Studi pada Perusahaan Mnaufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2010-2013). SNA 17 Mataram, Lombok. Universitas Mataram.

Ballesta, J. P. S. dan Garcia, M. E. 2005. Audit Qualifications and Corporate Governance in Spanish Listed Firm.Managerial Auditing Journal, 20 (7), hal. 725-738.

Berle, A. dan Means, G. 1932. The Modern Corporation and Private Property. New York: Macmillan

Brigham, E. F. dan Daves, P. R. 2004. Intermediate Financial Management (8th Edition).Thomson South-Western.

Carcello dan Neal, T. L. 2000. Audit Committee Composition and Auditor Reporting.The Accounting Review,75 (4), hal. 453-467.

Chen, K.C. dan Church, B. K. 1992. Default on Debt Obligations and The Issuance of Going-Concern Report. Auditing: Journal Practices and Theory, hal. 30 – 49.

Chen, K. dan Church, B. 1996. Going Concern Opinions and the Market Reaction to Bankruptcy Filings. The Accounting Review, 71 (1), hal. 117-128.

Chen, R. R., Lin, H. C., dan Long, M. 2012. The Deferred Default Problem of Myopic Going Concern Practice.

Craswell, A. T., Francis, J. R., dan Taylor, S. L. 1995. Auditor Brand Name Reputations and Industry Specializations.Journal of Accounting and Economics,20 (3), hal. 297-322. Dewayanto, Totok. 2011. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Opini

audit Going Concern pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Fokus ekonomi. Vol 6,No. 1 Juni 2011.

DeAngelo, L. E. 1981. Auditor Size and Audit Quality. Journal of Accounting and Economics, 3, hal. 183–199.

Fanny, M. dan Saputra, S. 2005. Opini Audit Going Concern: Kajian Berdasarkan Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan Perusahaan, dan Reputasi Kantor Akuntan Publik (Studi Pada Emiten Bursa Efek Jakarta).Simposium Nasional Akuntansi VIII, hal. 966-978.

(15)

Geiger, M. A. dan Blay, A. D. 2007. Auditor Fees and Auditor Independence: Evidence from Going Concern Reporting Decisions.

Ghozali, L 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: BadanPenerbit Universitas Diponegoro.

Gujarati, D. N. 2003. Basic Econometrics (4th ed.). New York: McGraw-Hill.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2001. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta: Salemba Empat.

Januarti, Indira dan Ella Fitrianasari. 2008. Analisis Rasio Keuangan Dan Rasio Non Keuangan Yang Mempengaruhi Auditor Dalam Memberikan Opini Audit Going Concern Pada Auditor Dalam Memberikan Opini Audit Going Concern Pada Auditee. Jurnal Maksi Vol.8 No.1 Januari 2008, hal 43-58.

Jensen, M. C., dan Meckling, W. H. 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure. Journal of Financial Economics,3 (4), hal. 305-360. Junaidi, dan Hartono, J. 2010. Faktor Nonkeuangan pada Opini Going Concern. Simposium

Nasional Akuntansi XIII, hal. 1-23.

Knechel, W. R., dan Vanstraelen, A. 2007. The Relationship between Auditor Tenure and Audit Quality Implied by Going Concern Opinions. Auditing: A Journal of Practice and Theory, 26 (1), hal. 113–131.

McKeown, J. R., Mutchler, J. F., dan Hopwood, W. 1991. Toward an Explanation of Auditor Failure to Modify the Audit Reports of Bankrupt Companies. Auditing: A Journal of Practice and Theory. Supplement: 1-13.

Mutchler, J. 1985. A Multivariate Analysis of The Auditors Going Concern Opinion Decision. Journal of Accounting Research.

Mutchler, J. F., Hopwood, W. dan McKeown, J. M. 1997. The Influence of Contrary Information and Mitigating Factors on Audit Opinion Decisions on Bankrupt Companies. Journal of Accounting Research, 35 (2), hal. 295-310.

Mulyadi. 2002. Auditing.Edisi Pertama Jilid Dua. Salemba Empat: Semarang.

Munawir, S. 1999. Analisis Informasi Keuangan. Edisi Pertama Cetakan Pertama. Penerbit Liberty: Yogyakarta.

Nasir, N. M. dan Abdullah, S. N. 2004. Voluntary Disclosure and Corporate Governance among Financially Distressed Listed Firms in Malaysia. Financial Reporting, Regulation, and Governance.

Petronela, T. 2004. Pertimbangan Going Concern Perusahaan dalam Pemberian Opini Audit. Jurnal Balance, hal. 47-55.

Praptitorini, M. D. dan Januarti, I. 2007. Analisis Pengaruh Kualitas Audit, Debt Default, dan Opinion Shopping terhadap Penerimaan Opini Going Concern. Simposium NasionalAkuntansi X, hal. 1-25.

Ramadhnay, Alexander. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Opini Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang Mengaami Finacial Distress di Bursa Efek Jakarta. 2004. Tesis Magister Akuntansi Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro: Semarang.

(16)

Rudyawan, A. P. dan Badera, I. D. N. 2009. Opini Audit Going Concern: Kajian Berdasarkan Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan Perusahaan, Leverage, dan Reputasi Auditor. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis, 4 (2), hal. 1-17.

Sandra, Dessy dan Indra Wijaya Kusuma. 2004.Reaksi Pasar Terhadap TindakanPerataan Laba Dengan Kualitas Auditor Dan Kepemilikan Manajerial Sebagai Variabel Pemoderasi. Proceeding Simposium NasionalAkuntansi VII.

Santosa, A. F. dan Wedari, L. K. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecenderungan Penerimaan Opini Audit Going Concern. JAAI, 11 (2), hal 141 – 158.

Schwartz, Mel. M.. 1997. Composite Material Processing. Fabrication and Applications.Vol II. New Jersey : Prencitice Hall, Inc.

Sekaran, U. 2011. Research methods for business (metodologi penelitian untuk bisnis). 4th ed.Jakarta: Salemba Empat.

Sekaran, Uma dan Roger Bougie. 2010.Edisi 5. Research Method for Busines:A Skill Building Approach. John Wiley Sons: New York.

Setiawan, S. 2006. Opini Going Concern dan Prediksi Kebangkrutan Perusahaan. Jurnal Ilmiah Akuntansi, V (1), hal. 59-67.

Setyarno, E. B., Januarti, I. dan Faisal. 2006. Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi Keuangan Perusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan Perusahaan terhadap Opini Audit Going Concern. Simposium Nasional Akuntansi IX.

Setyowati, W. 2009. Overview: Perkembangan Standar Audit yang Relevan dengan Keputusan Opini Going Concern. Kajian Akuntansi, 1 (1), hal. 58-68.

Singh, S. dan Singla. N. 2011. Fresh Food Retail Chains in India-Organization and Ismpacts. New Delhi: Allied Publishers.

Sujoko dan Soebiantoro, U. 2007. Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Leverage, Faktor Intern dan Faktor Ekstern Terhadap Nilai Perusahaan: Studi Empirik Pada Perusahaan Manufaktur dan Non Manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 9 (1), hal. 41-48.

Susanto, Y. K. 2009. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Opini Audit Going Concern pada Perusahaan Publik Sektor Manufaktur. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, 11 (3), hal. 155-173.

Sutton, M. H. 1997. Auditor Independence: The Challenge of Fact and Appearance.

Accounting Horizons, 1, hal. 86-91.

Wallace, W. A. 2004. The Economic Role of The Audit in Free and Regulated Markets: A Look Back and a Look Forward. Research in Accounting Regulation, 17, hal. 267– 298.

Wardhani, R. 2013. The Role of Audit Quality in Enhancing the Market Consequences of Increased Voluntary Disclosure in Different Context of Accounting Standards: Cross Country Analysis in Asia. Simposium Nasional Akuntansi XVI, hal. 18 – 48.

Weston, J. F. dan Copeland, T. E. 1992. Managerial Finance. Dryden Press.

(17)
(18)
(19)

Gambar

Tabel 4.1 Pemilihan Sampel
Tabel 4.6 Hasil Analisis Regresi Variables in the Equation

Referensi

Dokumen terkait

Ber dasar kan Ber ita Acar a Penetapan Daftar Pendek ( Short List ) Nomor : 05/ PBJ-Kons/ KS-3/ 08/ 2012 tanggal 22 Mar et 2012 dengan ini diumumkan Hasil Evaluasi Seleksi Seder

Kepada seluruh peserta lelang yang masih membutuhkan penjelasan lebih lanjut tentang mengajukan pertanyaan melalui website LPSE Kementerian selama waktu penjelasan

Pada perhitungan satu dimensi untuk kasus distribusi suhu pelat elemen bakar RSG- GAS diperoleh hasil yang sama dengan perhitungan menggunakan metode analitik atau

[r]

Dari uraian di atas bahwa pendidik adalah seorang yang memiliki peranan penting dalam menumbuhkembangkan peserta didik dan memiliki tanggung jawab dalam proses pertumbuhan

➢ Untuk agenda pertama, dan keempat RUPSLB berdasarkan ketentuan Pasal 41 ayat (1) POJK 15/2020 dan Pasal 13 ayat 2 angka 1 huruf a Anggaran Dasar Perseroan, disebutkan bahwa RUPSLB

Figure 9 shows the sensor data consumer in an operational context with OGC CS-W catalogs for services discovery and SOS service instances with observation offerings and

Dalam system pembelajaran yang besar yang terdiri dari beberapa kelompok dengan kurikullum yang sama, media seperti film dan televisi dapat di gunakan untuk menyajikan