• Tidak ada hasil yang ditemukan

Suku Baduy dan Gempuran Modernisasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Suku Baduy dan Gempuran Modernisasi"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BADUY DAN GEMPURAN MODERNISASI

Abstrak

Modernisasi merupakan salah satu faktor penyebab perubahan yang ada dalam masyarakat, yang berarti merubah kondisi masyarakat yang tradisional menuju pada kondisi masyarakat yang modern. Modernisasi ini biasanya sangat erat hubungannya dengan globalisasi atau mengglobalnya suatu budaya secara meluas tanpa terikat ruang dan waktu. Dampak modernisasi ini adalah pada semua masyarakat dibelahan dunia manapun, dampak terbesar dari globalisasi biasanya pada aspek sosial dan budaya. Di Indonesia yang masyarakatnya beragam modernisasi pasti sangat berpengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat di dalamnya, terutama pada masyarakat yang masih tradisional seperti masyarakat Baduy yang merupakan salah satu suku bangsa yang ada di Indonesia.

Artikel ini mencoba untuk memaparkan mengenai gempuran arus modernisasi terhadap kehidupan sosial dan budaya masyarakat Baduy yang berada di wilayah Banten yang mayoritas masih jauh dari kehidupan modern. Artikel ini dibuat dari hasil penelitian yang dilakukan secara semi partisipan, yaitu peneliti secara langsung melakukan pengamatan dan wawancara kepada masyarakat Baduy, sehingga data yang didapatkan cukup valid.

Obyek penelitian yaitu masyarakat atau penduduk asli Baduy Luar, Baduy Dalam, dan Masyarakat di Ciboleger. Hal tersebut dilakukan agar dapat melakukan perbandingan pengaruh modernisasi pada masyarakat Baduy luar, Baduy dalam dan pandangan penduduk di luar suku Baduy. Dalam artikel ini dijelaskan mengenai pengertian atau teori modernisasi yang berkaitan, biografi dan penjelasan mengenai masyarakat baduy, pengaruh modernisasi di masyarakat Baduy Luar dan Baduy Dalam, dan Analisis secara Sosiologis mengenai fenomena gempuran modernisasi di dalam masyarakat Baduy.

Latar Belakang

(2)

menyebarkan paham, produk dan pengaruh mereka di semua belahan dunia. Hal tersebut tentu saja dilakukan untuk mendapatkan keuntungan bagi negara atau masyarakat mereka.

Semakin berkembangnya zaman maka lahirlah era globalisasi, era dimana semua budaya, sistem sosial, ekonomi dan segala aspek kehidupan saling bertukar atau mengglobal tanpa dibatasi ruang dan waktu. Di dalam arus globalisasi, modernisasi mulai gencar di dunia, terutama di negara yang masyarakatnya mayoritas masih tradisional salah satunya di Indonesia dan negara-negara di Asia dan Afrika yang mayoritas masyarakatnya masih tradisional.

Di Indonesia masyarakatnya sangat beragam etnis, budaya dan golongan atau sering disebut masyarakat yang multikultur yang setiap etnis atau golongan memiliki karakter yang berbeda-beda. Sehingga jika modernisasi masuk di dalamnya pasti perubahan dan penerimaan antara masyarakat satu dan masyarakat lainnya tentu berbeda. Selain itu masyarakat di Indonesia yang terdiri dari bersuku-suku bangsa juga memiliki tempat tinggal yang berbeda, ada yang tinggal di pedalaman hutan atau gunung sehingga sangat terpencil dan ada juga masyarakat yang dapat dengan mudah dijumpai.

Pengaruh modernisasi pada suatu masyarakat juga bias dipengruhi oleh kondisi geografis dan norma adat yang ada di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat yang terbuka dan bertempat di lokasi yang mudah dijangkau pasti masyarakat tersebut pasti mudah menerima, sedangkan di dalam masyarakat yang tinggal dipedalaman dan memiliki norma adat yang tertutup pasti sulit mendapat pengaruh modernisasi.

Modernisasi memiliki beberapa dampak bagi masyarakat, yang umumnya terjadi di Indonesia, yang pertama dampak positif yaitu masyarakat semakin berfikir kritis terhadap kondisi yang ada karena dengan adanya modernisasi menuntut masyarakat agar menempuh pendidikan yang tinggi, selain itu adanya sarana komunikasi yang maju dapat menyalurkan informasi pada masyarakat dengan mudah, itulah sebagian kecil dampak positif dari adanya modernisasi. Selanjutnya terdapat dampak negatif, dampak negatif ini biasanya berpengaruh dalam bidang sosial dan budaya, misalnya dalam budaya dengan adanya modernisasi masyarakat beralih menggunakan budaya barat yang dianggap tidak tepat di Indonesia, seperti pesta miras dan pesta sex. Selain itu dampak negatif adanya modernisasi di Indonesia yang karakter masyarakatnya berbeda dapat menimbulkan kriminalitas, konflik, dan kesenjangan sosial lainnya.

(3)

suku bangsa yang terbuka terhadap modernisasi, tetapi ada juga suku bangsa yang masih tertutup dengan adanya modernisasi seperti pada masyarakat Baduy yang berada di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Suku Baduy terkenal dengan masyarakatnya yang tertutup terhadap pengaruh dari luar, selain itu tempat berada masyarakat Baduy juga berada di pedalaman yaitu berada di pegunungan Kendeng. Banyak pihak yang menganggap bahwa masyarakat Baduy masih primitif, namun di dalam masyarakat Baduy sendiri terbagi menjadi dua, yaitu Baduy Luar dan Baduy Dalam yang anggota masyarakatnya saling berinteraksi. Baduy Luar dan Baduy Dalam berbeda, perbedaannya Baduy Luar memang lebih terbuka dan menerima pengaruh dari luar walapun tidak penuh.

Dewasa ini masyarakat Baduy Luar dan Baduy Dalam tidak bisa dipisahkan interaksinya dari masyarakat luar, terutama masyarakat Ciboleger yang sudah modern dimana di Ciboleger merupakan pusat berjual-beli masyarakat Baduy. Masyarakat Baduy Luar dan Baduy Dalam sebagian sekarang juga telah menerima masyarakat luar untuk masuk ke dalamnya. Dengan demikian apakah pengaruh modernisasi telah masuk ke dalam kehidupan masyarakat Baduy? Dan dalam bentuk apakah modernisasi itu berpengaruh apakah dalam budaya ataukah dalam bentuk sistem saja. Hal tersebut patut diungkapkan karena dengan dibolehkannya masyarakat luar masuk ke dalam yang mereka membawa kebudayaan luar sekecil apapun pasti memiliki pengaruh. Sekecil apapun pengaruh modernisasi pasti menimbulkan perubahan sosial dalam masyarakatnya.

(4)

A. Modernisasi dan Masyarakat Baduy 1. Konsep Modernisasi

Modernisasi berasal dari kata modern yang berarti maju, modernity atau modernitas yang diartikan sebagai nilai-nilai yang berlakunya dalam aspek ruang, waktu dan kelompok sosialnya lebih luas atau universal. Modernisasi diartikan sebagai perubahan-perubahan masyarakat yang bergerak dari keadaan yang tradisional atau dari masyarakat pra modern menuju kepada suatu masyarakat yang modern. Secara historis, modernisasi merupakan suatu proses perubahan yang menuju pada tipe sistem-sistem sosial, ekonomi, politik yang telah berkembang di Eropa Barat dan Amerika Utara pada abad ke- 17 sampai abad ke- 19. Proses modernisasi mencakup proses yang sangat luas. Kadang- kadang batas-batasnya tak dapat diterapkan secara mutlak. Pengertian modernisasi dari beberapa tokoh:

a. Wilbert E Moore mengemukakan modernisasi adalah suatu transformasi total kehidupan bersama yang tradisional atau pra modern dalam arti teknologi serta organisasi sosial kearah pola-pola ekonomis dan politis yang menjadi ciri Negara barat yang stabil.

b. J W School, modernisasi adalah suatu transformasi, suatu perubahan masyarakat dalam segala aspek-aspeknya.

c. Soerjono Soekanto modernisasi adalah suatu bentuk dari perubahan sosial yang terarah yang didasarkan pada suatu perencanaan yang biasanya dinamakan social planning.

d. Koentjaraningrat modernisasi adalah usaha untuk hidup sesuai dengan zaman dan konstelasi dunia sekarang.

Menurut Soerjono Soekanto dalam buku pengantar sosiologi menyebutkan syarat-syarat suatu modernisasi adalah sebagai berikut:

a. Cara berfikir yang ilmiah,

b. Sistem administrasi negara yang baik, yang benar- benar mewujudkan birokrasi,

c. Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur dan terpusat pada suatu lembaga atau badan tertentu,

d. Penciptaan iklim yang menyenangkan dari masyarakatterhadap modernisasi dengan cara penggunaan alat komunikasi massa,

e. Tingkat organisasi yang tinggi, distu pihak berarti disiplin, sedangkan di lain pihak berarti pengurangan kemerdekaan.

2. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Baduy

(5)

memberikan nama Baduy karena masyarakat atau penduduknya yang berpindah-pindah (nomaden) seperti masyarakat Badawi di Arab Saudi. Ada juga yang mengatakan Baduy karena diambil dari nama gunung baduy dan sungai baduy yang ada dibagian utara wilayah tersebut. Namun bagi orang baduynya mereka lebih suka menamai dirinya dengan sebutan orang Kenekes. Mereka bermukim tepat di kaki pegunungan Kendeng di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak-Rangkasbitung, Banten. Tiga desa utama orang Kanekes Dalam adalah Cikeusik, Cikertawana, dan Cibeo. Di Baduy dalam yang menjadi tetua atau anutan yaitu Pu’un (ketua adat) setelah itu Jaro (wakil adat). Orang Baduy mata pencahariannya adalah sebagai petani dan pengrajin. Dan yang paling utama masyarakat baduy adalah bertani padi diladang (tanah kering) atau yang disebut dengan padi “gogo”, selain itu banyak sekali tumbuh- tumbuhan dan sayur- sayuran yang mereka tanam diladang baik itu timun, jagung, durian, jambu, dan lain- lain sebagai penopang hidupnya. Selain untuk dimakan sendiri orang baduy dalam juga mengenal transaksi jual beli dalam hal ekonomi di mana hasil hutan yang lebih dijual kepada orang luar, seperti pisang, durian, rambutan, madu, dan sebagainya. Dalam transaksi ini selain jual beli padi. Bagi masyarakat Baduy adanya larangan untuk menjual padi, karena setelah panen padi di baduy dalam maka langsung disimpan dalam lumbung padi. Hal ini sebagai persediaan atau sebagai tabungan dihari tua, oleh karena itu di Baduy tidak ada kata kelaparan atau kekurangan pangan hal ini disebabkan karena sistem adat ini.

(6)

perkumpulan tersebut untuk memberikan pengarahan mengenai adat istiadat, perilaku hidup, dan tata cara bertani yang kegiatannya secara berkontinu atau berulang- ulang ini biasanya dilakukan oleh tetua di Baduy dalam misalnya Jaro.

Mengenai adat dan aturan pernikahan dalam masyarakat Baduy dalam tidak mengenal kata “pacaran” dalam melakukan pernikahan anak Baduy dalam harus melalui perjodohan yang dilakukan oleh orang tua kedua belah pihak. Anak disini tidak memiliki hak untuk memilih jodohnya siapa. Apabila anak melanggar perintah orang tua atau menolak perjodohan. Maka ada hukum adat dimana anak tersebut diasingkan di Baduy luar selama 40 hari, setelah itu apabila bisa berubah maka diperbolehkan untuk kembali ke Baduy dalam. Batasan menikah anak Baduy dalam menurut bapak Jarosami sekitar 13 - 19 tahun bagi perempuan sedangkan untuk laki- laki antara 18- 25 tahun. Upacara dalam pernikahan di Baduy dalam dilakukan tiga kali, dimana yang pertama keluarga mempelai laki- laki membawa sirih ke rumah mempelai perempuan apabila itu diterima oleh pihak perempuan maka hari berikutnya, yang kedua keluarga dari mempelai laki- laki membawa cicin pernikahan apabila itu diterima oleh pihak perempuan maka hari berikutnya, yang ketiga mempelai laki- laki membawa alat- alat rumah tangga dan akad nikah kerumah mempelai perempuan. Di Baduy dalam yang menikahkan adalah Pu’un atau ketua adat. Setelah menikah anak untuk sesaat terserah akan tinggal dimana baik akan tinggal satu rumah dengan ibu dari laki- laki maupun dari ibu perempuan. Di Baduy dalam setelah berkeluarga diwajibkan harus memiliki rumah sendiri. Masyarakat Baduy dalam juga tidak mengenal mengenai sabun, pasta gigi, dan deterjen. Bagi masyarakat Baduy dalam apabila mereka mandi menggunakan sabun, pasta gigi, dan deterjen untuk mencuci baju maka itu akan mencemari sungai dan mematikan habitat yang ada disungai misalnya ikan. Karena prinsip bagi orang Baduy dalam adalah menjaga kelestarian lingkungan alam mereka dan tidak akan merusak.

B. Pengaruh Modernisasi terhadap Baduy Luar

(7)

rumah yang terbuat dari kayu dan bambu dan tungku besar masih belum berubah. Kesederhanaan dan kebersamaan mereka juga belum banyak berubah. Sarpin, ayah dua anak warga Kampung Balingbing, Baduy Luar, sengaja membangun rumah dengan ukuran yang luar biasa besar untuk menyediakan para pelancong yang mau menikmati kehidupan masyarakat Baduy tanpa bayaran sepeser pun. Bukan hanya itu, Sarpin juga membangun dua kamar mandi yang disediakan untuk umum di belakang rumahnya. Para pelancong yang akan menuju Baduy Dalam umumnya singgah satu malam di Baduy Luar di kampung Gajeboh, Babakan Marengo, atau Balingbing.

Masyarakat Baduy tidak diperbolehkan oleh adat untuk mendapatkan pendidikan dari bangku sekolah. Anak-anak Baduy sejak kecil dididik untuk berladang. Hal itu tampak dari permainan mereka, ngasek padi (menanam padi). Permainan ini butuh kekompakan dan ketepatan dalam pembagian peran. Sebagian anak laki-laki mematok tanah dengan kayu dan anak perempuan menebar benihnya. Sebagian anak laki-laki lainnya mengiringi dolanan ini dengan musik angklung dan gendang. Kemudian cara mereka belajar hanyalah mendengar dan melihat. Meskipun begitu, sebagian masyarakat Baduy bisa membaca, menulis, dan berhitung (calistung). Apabila mereka memaksakan untuk mengenyam pendidikan formal, mereka diharuskan meninggalkan adat dan tentu harus keluar dari warga Baduy. Mungkin karena larangan adat itu, justru minat belajar mereka cukup tinggi. Setiap ada pendatang (turis lokal) mereka antusias meminta diajari menulis dan membaca bahkan belajar bahasa asing (bahasa Inggris). Mulyono salah satunya, pemuda tanggung berusia 16 tahun ini memiliki ketertarikan yang luar biasa untuk belajar bahasa Inggris. Sepanjang pengalaman saya menuju Baduy Luar (Gajeboh) dan teman-teman kelompok saya melanjutkan ke Baduy Dalam (Cibeo), Mulyono tidak jarang melontarkan pertanyaan dengan bahasa Inggris yang tengah ia pelajari. Mulyono adalah satu contoh warga Baduy Luar yang mendobrak paradigma bahwa tidak sekolah bukan berarti tidak bisa membaca dan menulis.

(8)

luar rumah yang tujuannya untuk mengisi energi lampu tersebut seperti halnya Handphone yang diisi energinya dengan cara di-charge.

C. Pengaruh Modernisasi terhadap Baduy Dalam

Dengan kondisi masyarakat Baduy dalam yang selama 20 tahun terakhir ini bersifat terbuka dengan masyarakat luar. Dimana banyak sekali para pengunjung baik itu peneliti, mahasiswa, maupun wisatawan yang mengunjungi Suku Baduy. Berdasarkan penjelasan penduduk di Ciboleger yang bekerja sebagai jasa pembawa tas atau ransel ke Baduy luar mengatakan bahwa setiap minggu selalu ada pengunjung ke Baduy apalagi saat- saat liburan misalnya hari minggu itu pasti rame sekali. Mungkin dalam teori ini akan mempengaruhi pola fikir, pola hidup, dan pola perilaku masyarakat Baduy dalam yang bergeser ke modernisasi. Karena tidak dipungkiri bahwa salah satu penyebab modernisasi adalah sistem terbuka masyarakat (Open Stratification). Selain itu juga adanya kontak dengan budaya lain dimana biasanya wisatawan atau pengunjung yang tidur di rumah salah satu warga yang ada di Baduy dalam jadi dengan hubungan yang intensif akan mempengaruhi perubahan ke arah modernisasi.

Dari pengamatan dan observasi yang telah kami lakukan di Baduy dalam bahwa pengaruh modernisasi sangat tipis pengaruhnya terhadap Baduy dalam. Karena apa mereka masih memegang teguh adat istiadat yang mereka yakini. Tetapi tidak dipungkiri juga bahwa mereka sedikit demi sedikit sudah tergerus oleh arus modernisasi karena mereka berinteraksi dengan masyarakat di luar Baduy. Meskipun sekarang masih sedikit sentuhan modernisasi yang terlihat, tetapi pasti ada kekhawatiran dari masyarakat Baduy dalam kepada generasinya yang mungkin tidak bisa menjaga kearifan lokal lagi.

(9)

baju-baju yang dijual oleh pedagang luar di Baduy dalam. Dari situ anak-anak Baduy dalam mengenal dan tahu, selain itu juga pengunjung yang mengajari anak-anak Baduy dalam mengenai baca dan tulis.

Anak-anak di suku Baduy dalam sekarang sudah tidak lagi saklek mematuhi peraturan adat, kami sempat mengamati anak-anak gadis disana sudah mengenal make up, mereka mengaku bahwa memakai make up tidak diperbolehkan, tetapi mereka tetap melanggarnya. Kami juga sempat melihat salah satu anak sedang menikmati jajanan yang dibungkus plastik seperti ciki, tentunya jajanan tersebut dia beli dari masyarakat luar Baduy. Selanjutnya, modernisasi terlihat pada alat-alat rumah tangga, salah satu warga mengaku bahwa alat-alat rumah tangga sudah banyak dibeli dari luar, sehingga kebanyakan alat rumah tangga sudah seperti yang kita lihat di dapur-dapur masyarakat kita. Misalnya saja ada panci, mangkuk, piring, dan alat penggorenga, dan lain- lain. Tetapi perubahan ini juga semuanya misalnya untuk kompor mereka masih tetap setia menggunakan tungku dan kayu. Untuk minum masyarakat Baduy dalam masih menggunakan gelas yang terbuat dari bambu.

(10)

terminal Ciboleger terdapat sebuah Alfamart, menurut warga sekitar tidak jarang masyarakat Baduy Dalam membeli sesuatu di Alfamart tersebut.

Masyarakat Baduy Dalam sudah mengenal sistem uang dalam transaksi jual belinya, meskipun di zaman dulu juga mengenal sistem barter, dalam hal ini terlihat bahwa masyarakat Baduy Dalam terbuka terhadap perubahan sistem perekonomian, salah satu warga mengaku bahwa mereka sudah mengenl uang sejak uang koin, berarti mereka mengenal uang sejak awal uang disahkan sebagai sistem pembayaran.

Simpulan

Modernisasi diartikan sebagai perubahan-perubahan masyarakat yang bergerak dari keadaan yang tradisional atau dari masyarakat pra modern menuju kepada suatu masyarakat yang modern. Secara historis, modernisasi merupakan suatu proses perubahan yang menuju pada tipe sistem- sistem sosial, ekonomi, politik yang telah berkembang di Eropa Barat dan Amerika Utara pada abad ke- 17 sampai abad ke- 19. Proses modernisasi mencakup proses yang sangat luas. Kadang- kadang batas- batasnya tak dapat diterapkan secara mutlak.

Fenomena Modernisasi sebagai paradigma pembangunan memang tidak bisa ditolak oleh kebanyakan Negara berkembang, sebab paradigma yang muncul pasca revolusi industri di Inggris ini merupakan suatu perpanjangan dari proses imperialisme yang telah mendarah daging pada kehidupan masyarakat secara sosiologis. Jika melihat realitasnnya, modernisasi sebenarnya telah membawa suatu perubahan yang cukup signifikan terhadap aspek kehidupan yang dianggap “tradisional” dan tidak sesuai dengan kaidah-kaidah modern versi “Negara Barat”. Sehingga acapkali masyarakat salah persepsi mengenai kaidah-kaidah moderniasi dan westernisasi

Tulisan ini direkonstruksi berdasarkan pengalaman lapangan penulis dan beberapa rekan mahasiswa ketika melakukan penelitian tentang kearifan lokal Suku Baduy di Banten pada bulan November 2014. Tanpa pengalaman dan sekedar membaca telaah pustaka tentang kehidupan Suku Baduy kami memberanikan diri untuk melangkah memasuki tanah ulayat Suku Baduy dan secara langsung kami melihat perubahan-perubahan yang cukup membuat kami tercengang karena apa yang kami lihat saat itu di Tanah Baduy berbeda dengan telaah pustaka yang kami pelajari sebelumnya. Hal tersebut antara lain:

(11)

2. Sistem ekonomi tertutup mereka dimana produksi hutan hanya diperuntukan untuk konsumsi keluarga, namun kini meski dengan sistem tebang pilih. Banyak produksi hutan yang menjadi komoditi kayu yang diperjual belikan ke luar tanah adat.

Sebenarnya masih banyak perubahan-perubahan yang terjadi disana. Disinyalir arus pariwisata sejak tahun 1997 yang menjadikan Tanah Ulayat Suku Baduy yang terkenal akan keindahan ekologinya sebagai obyek wisata membawa pengaruh besar dalam perubahan tersebut. Interaksi yang sangat insentif antara wisatawan dan penduduk lokal secara kognitif mampu merubah pola pikir penduduk lokal yang polos dan masih tradisional. Berdasarkan data yang kami peroleh, tiap minggunya ratusan wisatawan datang untuk mengunjungi tanah ini dan juga menginap di rumah-rumah penduduk. Meski tanpa listrik dan harus berjalan kaki sejauh 12 km untuk sampai ke Baduy Dalam.

Daftar Pustaka

Globalisasi dan Modernisasi di Indonesia. Diakses 22 Desember 2014 pukul 23:20 WIB. https://bybyluphta.wordpress.com/tu9az/

Referensi

Dokumen terkait

Nadiah Amirah Binti Mohd Zahid * A534.. Nasyitah Diyanah Binti Karim **

Perbedaan penelitian Yoghi Citra Pratama dengan judul Peran Zakat Dalam Penanggulangan Kemiskinan (Studi Kasus: Program Zakat Produktif Pada Badan Amil Zakat Nasional)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Nilai Tukar Rupiah, Harga Kopi Internasional dan Produksi Kopi Domestik dengan variabel terikat yaitu Volume Ekspor

Hari Jam ke Mata Kuliah SKS Dosen Pengampu Ruang.. Selasa III Manajemen

Hasil penelitian yang telah peneliti lakukan menunjukkan bahwa strategi yang digunakan oleh kepala madrasah MTs Islamiyah Medan dalam meningkatkan budaya disiplin

Demikian Laporan Kunjungan Kerja Spesifik Komisi V DPR RI dalam rangka pengawasan pelarangan mudik lebaran tahun 2021 di Pelabuhan Merak dan Bandar Udara

Sementara itu metode konvensional walaupun siswa merasa kebingungan saat menjelaskan dan memahami proses pembelajaran, tetapi juga siswa akan lebih berani

a) Sifat pengendapan, yaitu debu yang cenderung selalu mengendap karena gaya grafitasi bumi. Namun karena kecilnya kadang-kadang debu ini relatif tetap berada di