FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN POSITIF TELUR CACING
SOIL TRANSMITTED HELMINTH
(STH) PADA PETANI PENGGUNA
PUPUK KANDANG DI DESA RASAU JAYA UMUM
TAHUN 2013
Maulidiyah Salim, SKM. M.Kes.
ABSTRAK
Soil Transmitted Helminth (STH) adalah nematoda usus yang ditularkan melalui tanah dan juga ditularkan melalui kotoran hewan yang menyebabkan infeksi cacingan. Petani dapat terinfeksi melalui kontak langsung dengan kotoran hewan yang mengandung telur cacing yang digunakan sebagai pupuk kandang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya infeksi telur cacing (STH) pada petani pengguna pupuk kandang di Desa Rasau Jaya Umum. Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan
cross sectional dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Jumlah sampel dalam penelitian ini 36 responden. Spesimen penelitian adalah faeces untuk membuktikan terjadinya infeksi akibat penggunaan pupuk kandang menggunakan uji laboratorium. Metode uji laboratorium yang digunakan yaitu metode apung dengan NaCl jenuh. Data dianalisis menggunakan uji Binomial dan Chi square.
A. PENDAHULUAN
Keadaan iklim Indonesia yang tropis sangat berpengaruh terhadap perkembangan penyakit endemik, salah satunya infeksi kecacingan yang ditularkan melalui tanah. Berdasarkan keputusan menteri kesehatan Indonesia nomor 424/Menkes/SK/VI/2006 tentang pedoman pengendalian cacingan, prevalensi cacingan di Indonesia pada umumnya masih sangat tinggi, terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu dalam ekonomi mempunyai risiko tinggi terjangkit penyakit cacingan.
Insidens tinggi ditemukan pada penduduk di Indonesia, terutama di daerah pedesaan, khususnya di perkebunan. Seringkali golongan pekerja perkebunan yang langsung berhubungan dengan tanah, mendapat infeksi lebih dari 70%. Kebiaasan defekasi di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk (di berbagai daerah tertentu) penting dalam penyebaran infeksi.
Penularan Nematoda golongan STH tidak hanya melalui tanah tetapi dapat melalui kotoran, adapun spesies dari golongan ini
adalah cacing gelang (Ascaris
lumbricoides),cacing tambang ( Necator americanus dan Ancylostoma duodenale ),
cacing cambuk (Trichuris trichiura), dan
Strongyloides stercolaris. Mekanisme penularan STH berkaitan dengan higienis dan sanitasi lingkungan yang buruk, aspek sosial ekonomi dan tingkat pengetahuan seseorang.
Sekitar 60% dari 220 juta penduduk Indonesia cacingan dengan kerugian lebih dari Rp 500 miliar atau setara dengan 20 juta liter darah per tahun. Infeksi cacingan dapat menimbulkan kerugian zat gizi berupa kalori dan protein yang dapat menghambat perkembangan fisik, kecerdasan, produktifitas kerja dan mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan sehingga secara ekonomi menurunkan kualitas sumber daya manusia.
Kabupaten Kubu Raya merupakan pemekaran dari Kabupaten Pontianak dengan luas wilayah 881.322 Ha yang dibagi menjadi 9 kecamatan, salah satunya kecamatan Rasau Jaya dengan jumlah penduduk tahun 2011 berjumlah 24.084 jiwa. Desa Rasau Jaya Umum adalah salah satu desa dari Kecamatan
Rasau Jaya yang sebagian penduduk usia kerja bekerja pada sektor pertanian sebagai petani.
Para petani melakukan pekerjaan mulai dari kegiatan menanam, mencangkul, memupuk, dan memanen hasil. Setiap kegiatan tersebut mereka sangat beresiko terinfeksi cacing. Petani dapat terinfeksi cacing baik melalui oral yaitu melalui makanan dan minuman yang tercemar dan melalui penetrasi kulit dengan adanya kontak langsung dengan kotoran hewan yang digunakan sebagai pupuk tanaman. Kotoran ternak mengandung telur dan larva cacing yang dapat menyebabkan gangguan pada sistem ekologis di antaranya penyebaran penyakit kecacingan terhadap manusia maupun ternak.
Sehubungan dengan latar belakang yang telah dipaparkan, maka penulis tertarik
elakuka pe elitia te ta g Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Positif Telur Cacing
Soil Transmitted Helminth (STH) pada Petani Pengguna Pupuk Kandang di Desa Rasau Jaya
U u .
B. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan observasi analitik dengan studi cross sectional (potong lintang). Observasi analitik dengan studi cross sectional yaitu mencari hubungan antar variabel dan dilakukan analisis terhadap data yang telah terkumpul dengan melakukan observasi atau pengukuran variabel pada satu saat tertentu saja.
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang diteliti.Populasi dari penelitian ini adalah petani yang menggunakan pupuk kandang yang ada di Desa Rasau Jaya Umum. Populasi petani yang menggunakan pupuk kandang yaitu 56 orang dan penentuan jumlah sampel dengan menggunakan rumus Slovin dengan derajat ketelitian yang dikehendaki 90%.
n = 35,897 n = 36
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya, dengan kriteria:
1. Petani yang menggunakan pupuk kandang 2. Petani yang bersedia menjadi responden 3. Petani yang tidak minum obat cacing dalam
kurun waktu 6 bulan
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Politeknik Kesehatan Pontianak Jurusan Analis kesehatan pada bulan Mei tahun 2013.
Data yang didapat dari hasil wawancara dan hasil pemeriksaan laboratorium yang diperiksa di laboratorium Analis Kesehatan oleh peneliti yang dibimbing tenaga teknis. Data sekunder diperoleh dari Balai Desa Rasau Jaya Umum tahun 2013.
Data dikumpulkan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium terhadap sampel faeces dengan metode apung menggunakan NaCl jenuh. Data yang telah terkumpul dalam penelitian ini akan diolah dan dianalisa dengan menggunakan rumus uji statistik uji binomial
dan chi square, diolah secara komputerisasi dengan program SPSS.
C. HASIL
Pengambilan sampel ini dilakukan mulai tanggal 18 Mei 2013 hingga tanggal 30 Mei 2013, dimana pengambilan sampel ini dilakukan di Desa Rasau Jaya Umum pada petani pengguna pupuk kandang dan selanjutnya penelitian dilakukan di Laboratorium Parasitologi Analis Kesehatan.
Sampel 36 orang petani yang sebelumnya terlebih dahulu dilakukan wawancara (check list) dan setelah itu dilakukan pengambilan sampel faeces dengan memberikan pot sampel yang sudah diberi kode dan diserahkan keesokan harinya untuk dilakukan pemeriksaan secara mikroskopis
dengan menggunakan metode flotasi dengan NaCl jenuh.
Berdasarkan hasil penelitian dari 36 responden diketahui bahwa umur responden di Desa Rasau Jaya Umum berkisar antara 21 tahun hingga 73 tahun dengan rerata sebesar 44 tahun. Tingkat pendidikan responden sebagian besar pada pendidikan tingkat sekolah dasar yaitu sebesar 25 (69,4%), tingkat menengah pertama sebesar 5 (13,8%), tingkat menegah atas yaitu sebesar 4 (11,1%) dan perguruan tinggi sebesar 2 (3,8%). Sebagian besar petani di Desa Rasau Jaya Umum adalah perempuan yaitu sebesar 23 responden dan laki-laki sebesar 13 responden.
Tabel 1. Frekuensi Infeksi STH pada Petani Pengguna Pupuk Kandang
Hasil Frekuensi Persentase
Positif Negatif
5 31
13,9 86,1
Jumlah 36 100
Tabel 1 menunjukkan infeksi STH pada petani pengguna pupuk kandang didapatkan 5 petani (13,9%) dan 31 (86,1%) petani dengan hasil negatif.
Tabel 2. Frekuensi Petani Pengguna Pupuk Kandang dengan Jenis STH
Infeksi telur
STH Frekuensi Persentase
Ascaris lumbricoides
Cacing tambang
3
2
60
40
Jumlah 5 100
Tabel 3. Frekuensi Petani Pengguna Pupuk Kandang dengan Lama Kerja
Lama kerja Frekuens
Tabel 3 menunjukkan frekuensi lama kerja pada petani pengguna pupuk kandang
la a kerja ≤ 8 ja se esar peta i , %
dan lama kerja >8 jam sebesar 23 petani (63,9%).
Tabel 4. Frekuensi Petani Pengguna Pupuk Kandang dengan Masa Kerja
Masa kerja Frekuensi Persentase <1 tahun
Tabel 4 menunjukkan frekuensi petani pengguna pupuk kandang pada masa kerja <1 tahun sebesar 9 petani (25%) dan pada masa kerja >1 tahun sebesar 27 petani (75%).
Tabel 5. Frekuensi Petani Pengguna Pupuk Kandang dengan Alat Pelindung Diri
Alat Pelindung
Tabel 5 menunjukkan frekuensi petani pengguna alat pelindung diri sebesar 8 petani (22,4%) dan yang tidak menggunakan alat pelindung diri sebesar 28 petani (77,6%). Tabel 6. Frekuensi Petani Pengguna Pupuk
Kandang dengan Kebiasaan
Mencuci Tangan
Tabel 6 menunjukkan frekuensi petani yang mencuci tangan setelah bekerja sebesar 35 (97,3%) dan pada petani yang tidak mencuci tangan setelah bekerja diperoleh hasil 1 (2,7%).
Tabel 7. Hubungan Petani Pengguna Pupuk Kandang dengan Positif Telur Cacing STH maka Ha diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan petani pengguna pupuk kandang dengan positif telur STH di Desa Rasau Jaya Umum.
Tabel 8. Hubungan Petani Pengguna Pupuk Kandang antara Lama Kerja dengan Positif Telur Cacing STH
Lama Kerja Positif Negatif p-value
≤ 8 ja
Analisis bivariat hubungan antara lama kerja dengan positif telur cacing diperoleh petani (55,5%). Hasil analisis bivariat didapat nilai p sebesar 1,000 (p> 0,05) maka secara statistik dikatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara lama kerja dengan positif telur cacing STH.
Tabel 9. Hubungan Petani Pengguna Pupuk Kandang antara Masa Kerja dengan Positif Telur Cacing STH
< 1 tahun
Analisis bivariat hubungan antara masa kerja dengan positif telur cacing STH didapat secara statistik dikatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan positif telur cacing STH.
Tabel 10. Hubungan Petani Pengguna Pupuk Kandang Antara Alat Pelindung Diri Dengan Positif Telur Cacing STH
Alat Pelindung
Diri Positif Negatif
p-Analisis bivariat hubungan antara alat pelindung diri dengan positif telur cacing STH didapat hasil petani yang menggunakan alat pelindung diri tidak terinfeksi STH sebesar 8 (22,4%). Pada petani yang tidak menggunakan alat pelindung diri didapat hasil petani yang terinfeksi sebesar 5 petani (13,8%) dan yang tidak terinfeksi STH sebesar 23 (63,8%). Hasil analisis bivariat didapat nilai p sebesar 0,566(p>0,05) maka secara statistik dikatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara alat pelindung diri dengan positif telur cacing STH.
Tabel 11. Hubungan Petani Pengguna Pupuk
Kandang Antara Kebiasaan
Mencuci Tangan Dengan Positif Telur Cacing STH
Kebiasaan Mencuci
Tangan
Positif Negatif p-value
Analisis bivariat hubungan antara kebiasaan mencuci tangan dengan positif telur cacing STH didapat hasil pada petani yang biasa mencuci tangan setelah bekerja yang terinfeksi STH 4 petani (11,1%) dan yang tidak terinfeksi sebesar 31 petani (86,2%). Pada petani yang tidak mencuci tangan setelah bekerja, petani yang terinfeksi sebesar 1 petani (2,7%). Hasil analisis bivariat didapat nilai p sebesar 0,139 (p>0,05) maka secara statistik dikatakan tidak ada hubungan antara kebiasaan mencuci tangan dengan positif telur cacing STH.
Analisa faktor petani pengguna pupuk kandang terhadap lama kerja, masa kerja, alat pelindung diri, kebiasaan mencuci tangan dengan positif telur STH tidak dilakukan karena hanya satu variabel bebas saja yang berhubungan.
D. PEMBAHASAN
1. Hubungan penggunaan pupuk kandang dengan positif telur cacing STH
Hasil uji statistik antara hubungan penggunaan pupuk kandang dengan positif telur cacing STH dengan taraf signifikan 0,05 diperoleh p= 0,0001 < 0,05 maka Ha diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan penggunaan pupuk kandang dengan positif telur cacing STH pada petani di Desa Rasau Jaya Umum.
Menurut Herlia di dalam kotoran ternak yang digunakan sebagai pupuk mengandung telur dan larva cacing yang dapat menyebabkan penyakit cacingan terhadap manusia sehingga penularannya lebih mudah karena tangan yang kontak langsung dengan pupuk kandang menyebabkan petani terinfeksi cacingan lewat kulit dan kuku yang kotor.
Hasil wawancara dari responden, beberapa petani tidak menggunakan sarung tangan dan masker saat memupuk, sehingga dapat menyebabkan petani terinfeksi cacingan yang ditularkan melalui debu yang mengandung telur cacing.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lama kerja dari responden yang kurang dari
sa a de ga delapa ja ≤ 8 ja ya g
terinfeksi STH yaitu sebesar 5,5% dan yang tidak terinfeksi sebesar 30,5% .Jumlah responden pada lama kerja lebih dari delapan jam (>8 jam) yang terinfeksi STH sebesar 8,3% dan yang tidak terinfeksi STH sebesar 55,5%. Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa persentase responden yang lama kerja > 8 jam ada yang positif terinfeksi STH dan responden
ya g ekerja sela a ≤ 8 ja juga terdapat yang terinfeksi STH.
Hasil uji statistik yang telah dilakukan antara lama kerja dengan positif telur cacing STH pada petani di Desa Rasau Jaya Umum
de ga ti gkat keper ayaa α = % ,
diperoleh p>0,05 (p=1,000) dimana Ha ditolak, yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara lama kerja dengan kontaminasi STH. Menurut Nurmina lama bekerja tidak mempengaruhi terjadinya infeksi cacingan, karena berdasarkan hasil wawancara petani tempat dilakukan penelitian sudah paham menjaga kebersihan diri sehingga infeksi cacing dapat dicegah.(16)
3. Hubungan masa kerja dengan positif telur cacing STH
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada responden yang masa kerja kurang dari satu tahun (<1 tahun) didapat sebesar 5,5% responden yang terinfeksi STH dan 19,4% tidak terinfeksi STH. Jumlah responden yang terinfeksi STH dengan masa kerja lebih dari satu tahun (>1 tahun) didapat sebesar 8,3% terinfeksi STH dan 66,6% tidak ditolak, yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan positif telur cacing STH.
Menurut Syahrul’a asa kerja tidak mempengaruhi petani terhadap infeksi cacing, karena petani pengguna pupuk kandang dalam bekerja tidak menggunakan alat pelindung diri maka telur cacing tersebut
dapat menginfeksi petani melalui kontak langsung dengan tangan.
4. Hubungan alat pelindung diri dengan positif telur cacing STH
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang tidak terinfeksi STH 63,8% pada yang tidak menggunakan alat pelindung diri, sedangkan pada responden yang terinfeksi STH ada 13,8%. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa responden yang tidak menggunakan alat pelindung diri dalam bekerja lebih banyak tidak terinfeksi STH dibandingkan dengan responden yang terinfeksi STH.
Hasil uji statistik yang telah dilakukan antara alat pelindung diri dengan positif telur cacing STH pada petani di Desa Rasau Jaya
U u de ga ti gkat keper ayaa α = % ,
diperoleh p>0,05 (p=0,566) dimana Ha ditolak yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara alat pelindung diri dengan positif telur cacing STH. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Nurmina yang menyatakan bahwa ada hubungan antara alat pelindung diri terhadap infeksi cacing.
Berdasarkan hasil survei terhadap responden, petani yang menggunakan sepatu bot saat mereka bekerja dapat terhindar dari cacing. Alat pelindung diri berfungsi untuk menghindarkan diri dari risiko pekerjaan seperti penyakit cacing yang dapat menembus lewat kaki dan petani selalu menjaga kebersihan dirinya dengan mandi dan mencuci tangan setelah bekerja sehingga dapat mencegah terjadinya penularan infeksi kecacingan.
5. Hubungan Kebiasaan Mencuci Tangan Dengan Positif Telur Cacing STH
Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapat bahwa responden yang memiliki kebiasaan mencuci tangan yang terinfeksi STH sebanyak 86,2% dan yang tidak biasa mencuci tangan yang terinfeksi sebanyak 2,7%.
positif telur cacing STH pada petani di Desa
Rasau Jaya Umum dengan tingkat
kepercayaan α = % , diperoleh p > 0,05 (p = 0,139) dimana Ha ditolak, yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan mencuci tangan dengan positif telur cacing STH.
Hasil penelitian yang sama dengan Liena, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan mencuci tangan dengan infeksi cacingan. Tidak adanya hubungan karena kesadaran responden akan pentingnya mencuci tangan setelah bekerja dan sebelum makan sudah baik sehingga telur cacing yang terselip di jari dan kuku yang kotor tidak dapat masuk kedalam tubuh responden.(29)
Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh petani mencuci tangan dengan menggunakan air dan sabun sehingga kotoran yang menempel di tangan bersih dan bebas dari telur cacing yang menempel ditangan yang bisa ikut masuk kedalam mulut bersama makanan.
E. KESIMPULAN
1. Berdasarkan hasil penelitian dari 36 responden dapat disimpulkan adanya infeksi kecacingan pada petani pengguna pupuk kandang yaitu sebesar 5 petani (13,9%) dan didapat hasil jenis telur STH yang menginfeksi sebesar 3 orang terinfeksi Ascaris lumbricoides dan 2 orang terinfeksi telur cacing tambang. 2. Hasil analisa statistik antara penggunaan
pupuk kandang dengan positif telur cacing STH pada petani di Desa Rasau Jaya Umum dapat disimpulkan bahwa p = 0,0001 < 0,05 maka Ha diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara penggunaan pupuk kandang dengan positif telur STH pada petani di Desa
signifikan antara lama kerja dengan positif telur cacing STH.
4. Hasil analisa statistik antara masa kerja signifikan antara masa kerja dengan positif telur cacing STH.
5. Hasil analisa statistik antara alat pelindung diri dengan positif telur cacing STH pada petani pengguna pupuk kandang di Desa Rasau Jaya Umum
de ga ti gkat keper ayaa α = % ,
diperoleh p > 0,05 (p = 0,566) dimana Ha ditolak yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara alat pelindung diri dengan positif telur cacing STH.
6. Hasil analisa statistik yang telah dilakukan antara kebiasaan mencuci tangan dengan positif telur cacing STH pada petani pengguna pupuk kandang di Desa Rasau Jaya Umum dengan tingkat kepercayaan
α = % , diperoleh p > 0,05 (p = 0,139) dimana Ha ditolak, yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan mencuci tangan dengan positif telur cacing STH.
REFERENSI
1. Crompton,et. al. 2000. Controlling Disease Due to Helminth Infection.
Bali. Indonesia.
2. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor
424/MENKES/SK/VI/2006.
3. Margono, et.al. 1998. Parasitologi Kedokteran. Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
4. Safar, Rosdiana. 2010. Parasitologi Kedokteran : Protozologi, Entomologi, dan Helmintologi. Yrama Widya. Bandung.
5. Anonim. 2008. Diakses dari
6. Anonim. 2004. Hubungan Personal Hygiene dan Pemakaian Alat Pelindung Diri Pada Petani dengan Infeksi Cacing di Desa Paribun Kecamatan Barus Jahe Kabupaten
Karo. Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/33620/4/Chapter%20II.pd f pada tanggal 15/02/2013 jam 9.26. 7. Herlia, Ellin, dkk. 2009. The Effect of
Anaerobic Fermentation To Various Animal Feses On The Egg and Infective Worm Larva In Biogas Sludge. Jurnal. Sumedang Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. Diakses dari http://journal.ipb.ac.id/index.php/he mera/article/viewFile/4802/3269 pada tanggal 15/02/2013 jam 14.22. 8. http://www.depnakertrans.go.id/micr
osite/KTM/uploads/Rasau%20Jaya.pdf pada tanggal browsing 13/03/2013 jam 6.33.
9. http://kopertis11.net/jurnal/USAHA% 20PEMANFAATAN%20AIR%20GAMBU T-ARIF%20PARABI.pdf pada tanggal browsing 13/03/2013 jam 14.00. 10. Kecamatan Rasau Jaya Dalam Angka
2012.
11. Setiawan, Budi susilo. 2010. Membuat Pupuk Kandang Secara Cepat. Penebar Swadaya. Bogor.
12. Sutanto, Rachman. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta.
13. Agromedia Redaksi. 2007. Petunjuk Pemupukan. Agromedia Pustaka Jakarta.
14. Mandal, Wilkins, Dunbar, Mayon-White. 2008. Penyakit infeksi. Erlangga. Jakarta.
15. Silalahi, Dahlia Kristina. 2010.
Hubungan Kebersihan Perorangan Dan Pemakaian Alat Pelindung Diri dengan Keluhan Gangguan Kulit Pada Petugas Pengelola Sampah di Tempat
Pembuangan Akhir Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
16. Nurmina. 2005. Hubungan Personal Hygiene dan Pemakaian Alat Pelindung Diri pada Petani dengan Infeksi Cacing di Desa Paribun Kecamatan Barus Jahe Tahun 2005. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
17. Pujiono. 2009. Hubungan Faktor Lingkungan Kerja dan Praktek Pengelolaan Pestisida Dengan Kejadian Keracunan Pestisida Pada Tenaga Kerja di Tempat Penjualan Pestisida di Kabupaten Subang. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang. 18. Fitri Juni. 2012. Analisis Faktor-Faktor
Resiko Infeksi Kecacingan Murid Sekolah Dasar di Kecamatan Angkola Timur Kabupaten Tapanuli Selatan. Jurnal Ilmu Lingkungan.
19. http://www.portalsaofrancisco.com.b r/alfa/filo-asquelmintes/classe-nematoda-3.php
20. Natadisastra, Djaenudin dan Ridad Agoes. 2005. Parasitologi Kedokteran : Ditinjau dari Organ Tubuh Yang Diserang. EGC. Jakarta.
21. http://medicastore.com/penyakit/97/ Infeksi_Cacing_Tambang.html
22. Sandjaja, Bernadus. 2007. Parasitologi kedokteran II : Helmintologi
kedokteran.Prestasi Pustaka
25. Sugiyono. 2010. Statistika untuk penelitian. Alfabet. Bandung.
26. Notoatmodjo Soekidjo. 2005.
Metodologi Penelitian Kesehatan. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
27. Sastroasmoro Sudigdo. 2002. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Sagung Seto. Jakarta.
29. Sofiana Liena. Hubungan Perilaku Dengan Infeksi Soil Transmitted Helminths Pada Anak Sekolah Dasar