• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Biodiesel dari Treated Waste Cooking Oil (TWCO) dengan Katalis Zeolit Alam dan CaO yang Berasal dari Cangkang Telur Ayam: Pengaruh Berat Katalis dan Suhu Reaksi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan Biodiesel dari Treated Waste Cooking Oil (TWCO) dengan Katalis Zeolit Alam dan CaO yang Berasal dari Cangkang Telur Ayam: Pengaruh Berat Katalis dan Suhu Reaksi"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1BIODIESEL

Biodiesel (Fatty Acid Methyl Ester ; FAME) merupakan bahan bakar yang disusun oleh mono-alkil ester dari asam lemak rantai panjang yang diturunkan dari bahan baku terbarukan, seperti minyak nabati atau lemak hewani [19, 20]. Biodiesel merupakan cairan kuning muda yang jernih dapat digunakan dalam bentuk murni (B100) atau sebagai campuran dengan bahan bakar diesel dari petroleum (B5, B20). Petrodiesel merupakan hasil fraksinasi pada pertengahan proses cracking, yang dikenal dengan “middle distillates”. Viskositas biodiesel adalah dua kali lebih besar daripada petrodiesel, sehingga biodiesel memiliki sifat pelumas yang lebih baik. Biodiesel dapat dihasilkan melalui alkoholisis kompleks (transesterifikasi) dari minyak nabati dan lemak hewani [19]. Metanol adalah alkohol yang paling banyak digunakan karena lebih murah dan merupakan senyawa polar dengan rantai pendek [2].

(2)
(3)

2.2BAHAN BAKU

2.2.1 Minyak Jelantah

Indonesia merupakan negara produsen dan eksportir kelapa sawit terbesar di dunia. Produksi minyak kelapa sawit (CPO) di Indonesia mengalami peningkatan drastic dari 21,39 juta ton pada tahun 2009 menjadi 30,95 juta ton pada tahun 2015. Pasar potensial yang menyerap pemasaran minyak sawit maupun minyak inti sawit adalah industri fraksinasi/rafinasi (industri minyak goreng), lemak khusus, margarin, oleokimia, dan sabun mandi [25]. Pada masa sebelum Orde Baru dan sampai pada awal Pembangunan Jangka Panjang (PJP) I, minyak goreng yang dikonsumsi masyarakat didominasi oleh jenis minyak goreng asal kelapa, akan tetapi sejak tahun 1970-an sejajar dengan meningkatnya produksi kelapa sawit, minyak goreng asal kelapa tergeser oleh minyak goreng asal sawit [26]. Kebutuhan minyak goreng sawit sendiri mencapai 6,58 juta ton pada tahun 2015 [27].

Minyak goreng bekas (jelantah) adalah minyak goreng yang sudah digunakan beberapa kali pemakaian oleh konsumen. Selain warnanya yang tidak menarik dan berbau tengi, minyak jelantah juga mempunyai potensi besar dalam membahayakan kesehatan tubuh. Minyak jelantah kaya akan asam lemak bebas [28]. Kandungan asam lemak dalam minyak jelantah dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Komposisi Asam Lemak pada Minyak Jelantah [29]

No. Komponen Rumus Molekul %Komposisi

1 Asam Laurat C12H24O2 0,4

2 Asam Miristat C14H28O2 1,1

3 Asam Palmitoleat C16H30O2 1,0

4 Asam Palmitat C16H32O2 25,8

(4)

Bahan baku dalam pembuatan biodiesel harus memiliki biaya produksi yang rendah dan dapat digunakan pada skala produksi yang besar. Minyak jelantah adalah minyak nabati yang telah digunakan pada pengolahan bahan pangan dan tidak dapat digunakan lagi. Minyak jelantah tersedia dalam jumlah yang besar di seluruh belahan dunia. Minyak jelantah dapat diperoleh dengan biaya setengah dari minyak goreng yang baru. Penggunaan minyak jelantah sebagai reaktan biodiesel tidak hanya mengurangi masalah pembuangan limbah minyak jelantah, tetapi juga menurunkan biaya produksi [5].

2.2.2 Zeolit

Zeolit adalah senyawa padat dan bersifat asam, berupa alumina-silikat yang berbentuk kristal dan memiliki ukuran pori yang seragam [30-32] dengan rumus molekul (Mx/n[(AlO2)x(SiO2)y].mH2O). Zeolit juga memiliki sifat – sifat khusus seperti kemampuan menukar ion, saringan molekul, luas permukaan yang besar, dan aktivitas katalitiknya, sehingga zeolit menjadi bahan yang banyak dipilih untuk ragam aplikasi dalam industri, seperti: katalis heterogen, pemisahan, penukar ion, pemisahan kimiawi, adsorpsi, membrane, dan lain-lain [32-34]. Kinerja zeolit dipengaruhi oleh beberapa parameter, yakni: tipe struktur zeolit, perbandingan silika terhadap aluminium, dan distribusi aluminium itu sendiri [32]. Stabilitas termal zeolit bervariasi pada interval suhu yang besar, misalnya zeolit dengan kandungan silika rendah akan terdekomposisi pada suhu 700 °C

sedangkan zeolit silikat stabil hingga suhu 1.300 °C [35].

Zeolit alam memiliki kemampuan sebagai katalis dalam beberapa reaksi kimia. Namun, zeolit alam perlu diaktivasi terlebih dahulu agar dapat bekerja dengan optimal [12]. Secara umum, aktivasi zeolit dilakukan menggunakan larutan basa kuat ataupun larutan asam kuat. Metode – metode ini memiliki kekurangan, seperti pengurangan rasio kandungan Si/Al dalam zeolit serta terjadinya proses dealuminasi [12, 36, 37]. Sebagai katalis, zeolit dapat digunakan berulang kali, sebanyak 5 kali dengan penurunan konversi yang dapat diabaikan [30].

(5)

[38]. Zeolit merupakan senyawa mesoporous yang mengandung ragam logam oksida serta dapat digunakan untuk menyangga basa dan logam transisi [18, 39]. Katalis tersebar pada permukaan zeolit dan bagian dalam zeolit, sehingga mempengaruhi kemampuan katalitik dari katalis tersebut. Semakin tinggi rasio Si/Al pada zeolit, maka stabilitas termal zeolit juga semakin tinggi [13].

Gambar 2.1 Struktur Zeolit Alam [31]

2.2.3 Kalsium Oksida (CaO)

Kalsium oksida (CaO) adalah salah satu logam alkali tanah oksida yang terbentuk dari kristal ionik dan karakter kation logam dari asam Lewis yang dimiliki sangat rendah karena nilai elektronegatif yang rendah. Katalis CaO juga tersedia dalam jumlah besar dan biaya yang murah. Selain itu, CaO dapat diproduksi dari bahan – bahan limbah / buangan yang mengandung kalsium karbonat. Penggunaan bahan limbah / buangan tak hanyak meningkatkan keuntungan dari segi biaya, namun juga terkait dengan daur ulang sumber mineral alami [9]. Katalis basa heterogen juga dikenal mudah diregenerasi dan tidak korosif, sehingga penggunaannya lebih aman, hemat, dan ramah lingkungan [40].

(6)

Penggunaan senyawa basa padat sebagai katalis [42] seperti CaO dari cangkang telur / hewan dapat mempermudah tahap pemurnian biodiesel dan pemisahan katalis dari biodiesel yang diperoleh.

Kemampuan katalis CaO dapat ditingkatkan dengan mengkombinasikan katalis dengan ragam penyangga, seperti logam oksida, alumina, dan silika. CaO yang dikombinasikan dengan penyangga (disebut loaded CaO) cenderung memiliki kinerja katalitik yang lebih baik dibandingkan CaO murni. Sebagai tambahan, adanya ikatan antara CaO dan penyangga menyebabkan katalis lebih stabil terhadap pengaruh air dan asam lemak bebas (tidak membentuk sabun kalsium) [8]. Konversi dan yield yang dicapai dengan penggunaan katalis CaO dari cangkang telur/hewan juga cukup tinggi, seperti yang dikaji oleh Niju, dkk. (2014) yang mencapai konversi sebesar 94,52% dan Chen, dkk. (2014) dengan yield sebesar 92,7% [17, 43].

2.3PROSES PEMBUATAN BIODIESEL

2.3.1 Pre-Treatment dengan Menggunakan Karbon Aktif

Penggunaan minyak sebagai media penggorengan tidak dapat terhindar dari serangkaian reaksi kimia yang mampu mempengaruhi kualitas minyak tersebut. Kualitas minyak menurun sebagai dampak dari terbentuknya asam lemak bebas (FFA), gliserol, monogliserida, digliserida dan produk oksigenasi yang lain [44, 45]. Dalam hal ini, asam lemak bebas adalah yang paling tidak diinginkan [45-47] karena dapat mempengaruhi konversi minyak jelantah menjadi biodiesel. Sehingga, perlu dilakukan treatment untuk mengurangi impuritas dari minyak jelantah agar dapat digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai aplikasi [45].

(7)

digunakan. Menurut Kheang [45] adsorben yang terbaik adalah silica gel, namun harganya relatif mahal. Sedangkan, karbon aktif terletak di urutan kedua, dimana terjadi penurunan kadar FFA (dari 1,3% menjadi 0,5%) dan lebih mudah diperoleh secara komersil. Pada pemurnian biodiesel, karbon aktif dapat diregenerasi dan digunakan kembali untuk fungsi pemurnian, dan hasilnya lebih baik dibandingkan penggunaan silica gel yang diregenerasi dan digunakan kembali [49].

2.3.2 Transesterifikasi

Ragam metode untuk menghasilkan biodiesel dari berbagai jenis bahan baku telah dikembangkan. Metode ini diklasifikasikan atas penggunaan/pencampuran minyak secara langsung dengan bahan bakar diesel, pirolisis, mikro-emulsi, dan transesterifikasi. Metode yang paling sering digunakan dalam menghasilkan biodiesel adalah reaksi transesterifikasi minyak nabati dengan alkohol rantai pendek, biasanya menggunakan metanol [7]. Berikut ini merupakan skema reaksi transesterifikasi katalitik dari minyak nabati:

Gambar 2.2 Skema Reaksi Transesterifikasi dengan Menggunakan Metanol [7]

Transesterifikasi juga dikenal sebagai reaksi alkoholisis, dimana terjadi penggantian alkohol suatu ester oleh alkohol yang lain, proses ini mirip dengan hidrolisis, perbedaannya terletak pada molekul yang terlibat pada hidrolisis adalah molekul air, bukan molekul alkohol. Reaksi transesterifikasi awalnya merupakan metode yang digunakan untuk membentuk gliserin dalam pembuatan sabun. Produk samping dari proses tersebut adalah mono-alkil ester yang merupakan konstituen biodiesel [51]. Tahapan reaksi transesterifikasi adalah sebagai berikut:

Triglycerides Methanol

Catalyst

(8)

Gambar 2.3 Tahapan Reaksi Transesterifikasi [50]

Ketidaklarutan lemak / minyak terhadap alkohol berpengaruh pada konversi yang rendah dari trigliserida menjadi produk biodiesel. Sehingga, untuk meningkatkan laju reaksi dan mencapai rendemen yang lebih baik, digunakan katalis pada reaksi. Pada metode konvensional, biasanya digunakan katalis homogen seperti katalis basa (NaOH, KOH, CH3ONA, CH3OK, dan lain – lain) serta katalis asam (asam sulfat, asam klorida, asam fosfat, dan lain – lain) dalam pembuatan biodiesel. Untuk pembuatan biodiesel secara komersial, banyak menggunakan katalis basa [7].

Reaksi transesterifikasi dengan menggunakan katalis homogen yang bersifat basa memiliki keuntungan, yaitu laju reksi yang sangat cepat (4000 kali lebih cepat daripada transesterifikasi dengan katalis asam), reaksi dalam fasa cair dan membutuhkan konsumsi energi yang lebih sedikit, dan katalisnya mudah diperoleh dengan biaya yang murah. Namun, reaksi ini sensitif terhadap kandungan asam lemak bebas pada minyak [50]. Jika kadar asam lemak bebas pada minyak lebih besar daripada 0,5%, maka akan terjadi saponifikasi yang mengganggu proses pemisahan ester dan gliserin [2]. Pembentukan sabun yang berlebihan akan menurunkan konversi dan rendemen, sehingga membutuhkan air dalam jumlah yang besar untuk pemurnian produk [50].

Triglycerides Methanol

Catalyst

Methyl Esters Diglyceride

Diglyceride Monoglyceride

Monoglyceride Glycerol

Methyl Esters

Methyl Esters Methanol

Methanol

Catalyst

(9)

2.3.3 Pemurnian Biodiesel

Transesterifikasi juga dikenal sebagai reaksi alkoholisis, dimana terjadi penggantian alkohol suatu ester oleh alkohol yang lain, proses ini mirip dengan hidrolisis, perbedaannya terletak pada molekul yang terlibat pada hidrolisis adalah molekul air, bukan molekul alkohol [51]. Tingkat kemurnian biodiesel memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap sifat – sifat bahan bakar tersebut, terutama pada jumlah gliserida dan trigliserida yang terdapat dalam bahan bakar dapat menyebabkan masalah serius dalam aplikasinya ke mesin penghasil energi. Bahan bakar harus bebas dari kandungan air, alkohol, gliserin, dan katalis. Sehingga, perlu dilakukan treatment terhadap lapisan ester pada tahap pembuatan biodiesel [49, 52].

(10)

Tabel 2.3 Dampak Negatif Kontaminan dalam Biodiesel [53]

No. Kontaminan Dampak Negatif

1 Metanol

Pengikisan pada segel karet dan gasket, titik nyala yag rendah (menimbulkan masalah pada penyimpanan, transportasi, utilitas, dan lain – lain), viskositas dan densitas yang rendah, bersifat korosif terhadap aluminium dan zinc.

2 Air

Menurunkan panas pembakaran, korosi pada komponen sistem (saluran bahan bakar dan pompa injektor), kegagalan pemompaan bahan bakar, hidrolisis (FFA terbentuk), pembentukan kristal es yang menyebabkan timbulnya gel pada sisa bahan bakar, pertumbuhan bakteri (terhalangnya saluran saringan mesin), serta pitting pada piston.

3 Katalis Merusak injektor, korosi pada mesin .

4 FFA Stabilitas oksidasi yang rendah, korosi pada mesin.

5 Gliserida

Kristalisasi, kekeruhan, viskositas yang tinggi, deposit pada piston dan keran injektor.

6 Gliserol

Pengendapan, deposit pada tangki bahan bakar, kandungan aldehid yang tinggi, emisi akrolein, fouling pada injektor.

(11)

2.4FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REAKSI TRANSESTERIFIKASI

2.4.1 Kandungan Air pada Minyak

Waktu reaksi yang singkat cenderung memberikan konversi yang tinggi melalui penggunaan katalis basa bila dibandingkan dengan katalis asam. Transesterifikasi dengan katalis basa sangat dipengaruhi oleh kandungan air yang menyebabkan reaksi parsial (saponifikasi) [56, 57]. Pada transesterifikasi dengan katalis basa menggunakan minyak dengan kadar asam lemak bebas di atas 1%, reaksi membutuhkan jumlah katalis yang jauh lebih banyak untuk menetralisasi asam lemak bebas [58].

2.4.2 Suhu Reaksi

Semakin tinggi suhu reaksi dapat meningkatkan laju reaksi dan menurunkan waktu reaksi yang dibutuhkan, yang disebabkan oleh penurunan viskositas minyak. Transesterifikasi biasanya dilangsungkan pada suhu di bawah titik didih alkohol untuk mencegah evaporasi alkohol [58]. Namun, menurut kajian Berrios, [2], suhu reaksi transesterifikasi berada pada rentang 60 – 80 °C.

2.4.3 Konsentrasi Katalis

(12)

2.4.4 Waktu Reaksi

Secara umum, konversi menjadi ester akan semakin meningkat dengan bertambahnya waktu reaksi. Reaksi akan berlangsung lambat pada awal reaksi [60]. Yield akan meningkat hingga mencapai maksimum dan kemudian akan menurun seiring pengingkatan waktu reaksi. Hal ini disebabkan oleh hidrolisis ester [3]. Bedasarkan kajian terhadap penggunaan minyak jelantah dan metanol sebagai bahan baku transesterifikasi menjadi biodiesel, biasanya menggunakan waktu reaksi 2 jam [6, 17].

2.4.5 Rasio Molar Alkohol dan Minyak

Penggunaan alkohol yang berlebih dapat meningkatkan konversi minyak atau lemak menjadi ester dalam waktu yang singkat. Sehingga, yield biodiesel akan meningkat seiring peningkatan konsentrasi alkohol sampai batas tertentu [58]. Penggunaan katalis CaO dan metanol dikaji oleh beberapa peneliti, seperti Niju [17] yang mencapai yield 94,25% dengan rasio molar metanol terhadap minyak sebesar 12 : 1 serta Sirisomboonchai [6] yang mencapai yield 86% dengan rasio molar metanol terhadap minyak sebesar 6 : 1.

2.4.6 Kecepatan Pengadukan

(13)

2.5ANALISIS EKONOMI

Minyak jelantah adalah limbah rumah tangga dari proses penggorengan berbagai jenis makanan, digunakan beberapa kali oleh konsumen. Minyak jelantah memiliki warna yang sudah tidak menarik, cenderung gelap dan keruh, berbau tengi, dan berpotensi besar dalam membahayakan kesehatan tubuh, serta tidak dapat digunakan lagi untuk pengolahan pangan. Sehingga, minyak jelantah dapat dijadikan alternatif bahan baku dalam pembuatan biodiesel, sekaligus mengurangi biaya produksi melalui pemanfaatan limbah, serta memenuhi kebutuhan bahan bakar biodiesel dalam negeri yang semakin meningkat.

Gambar

Tabel 2.1 Standar Biodiesel Berdasarkan ASTM D 6751/09, EN 14214/03, dan  Pr EN 14214/09 [22-24]
Gambar 2.1 Struktur Zeolit Alam [31]
Gambar 2.2 Skema Reaksi Transesterifikasi dengan Menggunakan Metanol [7]
Gambar 2.3 Tahapan Reaksi Transesterifikasi [50]
+2

Referensi

Dokumen terkait

Masa sanggah untuk hasil kualifikasi ini mulai hari Senin – Jum’at tanggal 30 Januari – 03 Februari 2012. Demikian kami sampaikan pengumuman dan pemberitahuan ini dan

Dengan hormat kami beritahukan, bahwa berita acara nomor 027/06.J.ULP/012 tentang hasil prakualifikasi Kegiatan Manajemen Konstruksi Pembangunan Masjid Agung dan surat

Dengan hormat kami beritahukan, bahwa berita acara nomor 027/06.J.ULP/024 tentang hasil prakualifikasi Kegiatan Pengawasan Pembangunan Pasar Cawas dan surat

UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN POKJA PENGADAAN JASA KONSULTANSI DAN JASA LAINNYA.. Klaten, 06 Februari 2012 Nomor : 027/06.J.ULP/035

UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN POKJA PENGADAAN JASA KONSULTANSI DAN JASA LAINNYA.. Klaten, 06 Februari 2012 Nomor : 027/06.J.ULP/032

Keuntungan dalam kerja sama bagi hasil ini telah di tentukan pada awal yakni sebesar 10% dari modal usaha untuk pemilik modal, sedangkan sisanya akan menjadi

Berdasarkan pejelasan yang telah penulis paparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa praktik ijarah tanah sengketa berupa waduk yang dilakukan oleh Kepala dusun

The blades of modern large wind turbines become very long and their rotational speed decreases (to keep a certain tip speed ratio), which implies that the part of the blade close