• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kadar Protein Total dan Non Protein Nitrogen Pada Pakkat (Calamus caesius Blume.) dengan Metode Kjeldahl

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kadar Protein Total dan Non Protein Nitrogen Pada Pakkat (Calamus caesius Blume.) dengan Metode Kjeldahl"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Protein

Protein berasal dari bahasa Yunani yaitu proteos, yang bearti yang utama atau yang di dahulukan. Kata ini diperkenalkan oleh ahli kimia Belanda, Geraldus Mulder (1802-1880). Ia berpendapat bahwa protein adalah zat yang paling penting dalam setiap organisme. Molekul protein mengandung unsur-unsur C, H, O, dan unsur khusus yang terdapat di dalam protein dan tidak terdapat di dalam molekul

karbohidrat dan lemak ialah nitrogen (N). Protein mempunyai molekul besar

dengan bobot molekul bervariasi antara 5000 sampai jutaan. Ada 20 jenis asam

amino yang terdapat dalam molekul protein. Asam-asam amino ini terikat satu

dengan lain oleh ikatan peptida. Protein mudah dipengaruhi oleh suhu tinggi, pH

dan pelarut organik (Sibagariang, 2010; Sediaoetama, 2008; Poedjiadi, 1994). Tumbuhan membentuk protein dari CO2, H2O dan senyawa nitrogen.

Hewan yang makan tumbuhan mengubah protein nabati menjadi protein hewani.

Di samping digunakan untuk pembentukan sel-sel tubuh, protein juga dapat

digunakan sebagai sumber energi apabila tubuh kita kekurangan karbohidrat dan

lemak. Komposisi rata-rata unsur kimia yang terdapat dalam protein ialah sebagai

berikut: karbon 50%, hidrogen 7%, oksigen 23%, nitrogen 16%, belerang 0-3%

dan fosfor 0-3% (Poedjiadi, 1994).

2.1.1 Asam Amino

(2)

6

20 jenis asam amino yang berbeda, masing-masing memiliki struktur dasar yang

sama, yang membedakan hanyalah gugus R pada salah satu sisinya (Almatsier, 2004). Struktur dasar asam amino dapat dilihat pada Gambar 2.1.

H

NH2 C COOH

R

Gambar 2.1 Struktur Dasar Asam Amino (Almatsier, 2004)

2.1.2 Sifat-sifat asam amino

Pada umumnya asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut

organik non polar seperti eter, aseton, dan kloroform. Sifat asam amino berbeda

dengan asam karboksilat maupun dengan sifat amina. Perbedaan sifat antara asam

amino dengan asam karboksilat dan terlihat pula pada titik leburnya. Asam amino

mempunyai titik lebur yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan asam

karboksilat atau amina. Apabila asam amino larut dalam air, gugus karboksilat

akan melepas ion H+, sedangkan gugus amino akan menerima ion H+. Oleh

adanya gugus tersebut maka asam amino dapat membentuk ion yang bermuatan

positif dan juga bermuatan negatif (zwitterion) atau ion amfoter (Poedjiadi, 1994).

2.1.3 Klasifikasi Asam Amino

Tubuh memerlukan 20 jenis asam amino yang terdiri dari 11 asam amino

non-esensial dan 9 asam amino esensial. Asam amino non-esensial adalah asam

amino yang dapat disintesis tubuh yang sehat dalam jumlah yang cukup,

sedangkan asam amino esensial adalah asam amino yang tidak dapat disintesis

oleh tubuh dalam jumlah yang cukup sehingga harus terdapat dalam diet. Asam

(3)

7

dari fenilalanin. Metionin dan fenilalanin merupakan asam amino esensial

sehingga sistin dan tirosin harus dibentuk melalui asam amino esensial atau

langsung diperoleh dalam makanan. Oleh karena itu, sistin dan tirosin disebut

sebagai asam amino semi-esensial (Wardlaw, dkk., 2004). Klasifikasi asam amino

dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Klasifikasi Asam Amino

Asam Amino Esensial Asam Amino Semi

Esensial

Sumber: Wardlaw, dkk. (2004).

2.1.4 Penggolongan Protein

Menurut Budiyanto (2004), berdasarkan keanekaragaman penyusun

struktur protein maka penggolongan protein dilakukan dengan berbagai kriteria

sebagai berikut:

a. Berdasarkan bentuknya protein digolongkan atas dua golongan yaitu:

i. Protein fibriler (skleroprotein) yaitu protein yang berbentuk serabut. Contoh

protein fibriler adalah kolagen yang terdapat pada tulang rawan, miosin pada otot,

keratin pada rambut, dan fibrin pada gumpalan darah.

ii. Protein globuler (steroprotein) yaitu protein yang berbentuk bola. Protein ini

banyak terdapat pada bahan pangan seperti susu, telur dan daging.

b. Berdasarkan kelarutannya dalam air atau pelarut lain, protein digolongkan atas

(4)

8

i. Albumin: larut dalam air dan terkoagulasi oleh panas. Contohnya adalah

albumin telur, albumin serum, laktalbumin dalam susu.

ii. Globulin: tidak larut dalam air, terkoagulasi oleh panas. Contohnya adalah

miosinogen dalam otot dan ovoglobulin dalam kuning telur.

iii. Glutelin: tidak larut dalam pelarut netral, tetapi larut dalam asam atau basa

encer. Contohnya adalah glutelin gandum, orizenin beras.

iv.Prolamin (gliadin): larut dalam alkohol 70-80% dan tidak larut dalam air

maupun alkohol absolut. Contohnya adalah prolamin dalam gandum.

v. Protamin: larut dalam air dan tidak terkoagulasi dalam panas.

vi. Histon: larut dalam air dan tidak larut dalam amonia encer. Contohnya adalah

histon dalam hemoglobin.

c. Berdasarkan senyawa pembentuknya dibagi atas dua golongan yaitu:

i. Protein sederhana (protein saja) contohnya adalah hemoglobin.

ii. Protein konyugasi dan senyawa non protein: protein yang mengandung

senyawa lain yang non protein disebut protein konyugasi sedangkan protein yang

tidak mengandung senyawa non protein disebut protein sederhana. Contohnya

glikoprotein terdapat pada hati, lipoprotein terdapat pada susu dan kasein terdapat

pada kuning telur.

d. Berdasarkan asam amino pembentuknya, protein digolongkan sebagai berikut:

i. Protein sempurna (mengandung semua asam amino esensial).

ii. Protein kurang sempurna (hanya sedikit mengandung asam amino esensial).

iii. Protein tidak sempurna (tidak atau sedikit sekali mengandung asam amino

(5)

9

Menurut Girindra (1993), berdasarkan strukturnya protein digolongkan

atas empat golongan yaitu:

i. Struktur primer, pada struktur ini ikatan antar asam amino hanya ikatan peptida.

ii. Struktur sekunder adalah struktur protein di mana asam amino bukan hanya

dihubungkan oleh ikatan peptida tetapi juga diperkuat oleh ikatan hidrogen.

iii. Struktur tersier adalah rantai polipeptida yang cenderung untuk membentuk

struktur yang kompleks.

iv. Struktur kuartener adalah struktur yang terbentuk dari beberapa bentuk tersier.

Menurut Sediaoetama (2008), berdasarkan sumbernya protein digolongkan

atas dua yaitu:

i. Protein hewani adalah protein dalam bahan makanan yang berasal dari hewan.

Contohnya protein dari daging, protein susu, dan sebagainya.

ii. Protein nabati adalah protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Contohnya

protein dari jagung, terigu, kacang kedelai dan sebagainya.

Nilai protein dalam berbagai bahan makanan dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini: Tabel 2.2 Nilai protein berbagai bahan makanan (gram/100 gram)

Sumber Protein Hewani

Nilai Protein Sumber Protein Nabati

(6)

10

2.1.5 Denaturasi Protein

Denaturasi protein terjadi akibat perubahan pada struktur sekunder, tersier,

dan kuaterner protein tanpa perubahan pada struktur primer. Denaturasi mengubah

sifat-sifat dari protein seperti hilangnya aktivitas enzim. Kebanyakan protein

makanan dikonsumsi dalam keadaan terdenaturasi. Denaturasi protein dapat

diinginkan maupun tidak tergantung pada keadaannya. Denaturasi meningkatkan

daya cerna dari suatu protein, terkadang pula membuat makanan menjadi lebih

lezat. Denaturasi dapat terjadi secara parsial atau sempurna, dapat pula bersifat

reversibel maupun irreversibel. Penyebab denaturasi protein adalah pemanasan,

perubahan pH yang drastis, deterjen, pelarut organik, perlakuan mekanis, urea dan

guanidin hidroklorida (Ustunol, 2015).

2.1.6 Fungsi Protein

Protein mempunyai fungsi bermacam-macam bagi tubuh, yaitu sebagai

enzim, zat pengatur pergerakan, pertahanan tubuh, dan alat pengangkut. Sebagai

zat-zat pengatur, protein mengatur proses-proses metabolisme dalam bentuk

enzim dan hormon. Proses metabolik (reaksi biokimiawi) diatur dan

dilangsungkan atas pengaturan enzim, sedangkan aktivitas enzim diatur lagi oleh

hormon, agar terjadi hubungan yang harmonis antara proses metabolisme yang

satu dengan yang lain (Sediaoetama, 2008).

Protein memegang peranan esensial dalam mengangkut zat-zat gizi dari

saluran cerna melalui dinding saluran cerna ke dalam darah, dari darah ke

jaringan-jaringan, dan melalui membran sel ke dalam sel-sel. Alat angkut protein

ini dapat bertindak secara khusus, misalnya, protein pengikat-retinol yang hanya

(7)

11

mangan dan zat besi, yaitu transferin, atau mengangkut lipida dan bahan sejenis

lipida yaitu lipoprotein. Bila kekurangan protein, menyebabkan gangguan pada

absorpsi dan transportasi zat-zat gizi (Almatsier, 2004).

Cairan tubuh terdapat di dalam tiga kompartemen: intraselular (di dalam

sel), ekstraselular/ interselular (di antara sel), dan intravaskular (di dalam

pembuluh darah). Kompartemen-kompartemen ini dipisahkan satu sama lain oleh

membran sel. Distribusi cairan di dalam kompartemen-kompartemen ini harus

dijaga dalam keadaan seimbang atau homeostatis. Keseimbangan ini diperoleh

melalui sistem kompleks yang melibatkan protein dan elektrolit. Penumpukan

cairan di dalam jaringan dinamakan edema dan merupakan tanda awal kekurangan

protein (Almatsier, 2004).

2.2 Non Protein Nitrogen

Dalam analisa bahan makanan dianggap bahwa semua nitrogen berasal

dari protein merupakan suatu hal yang tidak benar. Unsur nitrogen ini di dalam

makanan mungkin berasal pula dari ikatan organik lain yang bukan jenis protein,

misalnya urea dan berbagai ikatan amino yang terdapat dalam jaringan tumbuhan.

Nitrogen yang berasal dari ikatan yang bukan protein, disebut non protein

nitrogen (NPN), sebagai lawan dari protein nitrogen (PN) (Sediaoetama, 2008).

Pentingnya senyawa non protein nitrogen dalam makanan baru diperhatikan

beberapa tahun terakhir. Senyawa-senyawa ini termasuk asam amino, amin, amida,

senyawa nitrogen kuarterner, purin, pirimidin, dan N-nitrosoamida.

(8)

12

panggangan), dan sifat-sifat penting makanan lainnya (Pomeranz dan Meloan,

2000).

2.3 Penyakit Gizi yang Berhubungan dengan Protein

2.3.1 Akibat Kekurangan Protein

1. Kwashiorkor

Istilah Kwashioskor pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Cecily Wiliams

pada tahun 1993 di Ghana, Afrika. Penyakit ini lebih banyak terdapat pada usia

dua hingga tiga tahun yang komposisi gizi makanannya tidak seimbang terutama

dalam hal protein (Yuniastuti, 2008).

Gejala penyakit Kwashioskor adalah pertumbuhan terhambat, otot-otot

berkurang dan lemah, bengkak (edema) terutama pada perut, kaki dan tangan,

muka bulat seperti bulan (moonface), gangguan psikimotor, nafsu makan kurang,

apatis (Widodo, 2009).

2. Marasmus

Marasmus umumnya merupakan penyakit pada bayi (12 bulan pertama),

karena terlambat diberi makanan tambahan. Hal ini dapat terjadi karena formula

pengganti ASI terlalu encer dan tidak higienis atau sering terkena infeksi.

Marasmus adalah penyakit kelaparan dan terdapat banyak diantara kelompok

sosial ekonomi rendah di sebagian besar negara sedang berkembang dan lebih

banyak dari kwashiorkor (Yuniastuti, 2008).

Gejala penyakit Marasmus adalah pertumbuhan yang terhambat, lemak

dibawah kulit berkurang, otot-otot berkurang dan melemah, muka seperti orang

(9)

13

2.3.2 Akibat Kelebihan Protein

Protein secara berlebihan tidak menguntungkan tubuh. Kelebihan asam

amino memberatkan ginjal dan hati yang harus memetabolisme dan mengeluarkan

kelebihan nitrogen. Kelebihan protein akan menimbulkan asidosis, dehidrasi,

diare, kenaikan amonia darah, kenaikan ureum darah, dan demam. Diet protein

tinggi yang sering dianjurkan untuk menurunkan berat badan kurang beralasan

(Almatsier, 2004).

2.4 Analisis Protein

Analisis protein dapat dilakukan dengan dua cara yaitu (i) secara langsung

menggunakan zat kimia yang spesifik terhadap protein dan (ii) secara tidak

langsung dengan menghitung jumlah nitrogen yang terkandung di dalam bahan

(Rhee, 2005).

2.4.1 Metode Kjeldahl

Sejak abad ke-19, metode Kjeldahl telah dikenal dan diterima secara

universal sebagai metode untuk analisis protein dalam berbagai variasi produk

makanan dan produk jadi. Penetapan kadar protein dengan metode Kjeldahl

merupakan metode tidak langsung yaitu melalui penetapan kadar N dalam bahan

yang disebut protein kasar (Rhee, 2005; Estiasih, dkk., 2012).

Tahapan kerja pada metode Kjeldahl dibagi tiga yaitu:

a. Tahap Destruksi

Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga

terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi

(10)

14

(NH4)SO4. Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator

berupa campuran Na2SO4 dan HgO (20:1). Ammonium sulfat yang terbentuk

dapat bereaksi dengan merkuri oksida membetuk senyawa kompleks, maka

sebelum proses destilasi Hg harus diendapkan lebih dahulu dengan K2S atau

dengan tiosulfat agar senyawa kompleks merkuri-ammonia pecah menjadi

ammonium sulfat. Gunning menganjurkan menggunakan K2SO4 atau CuSO4.

Dengan penambahan katalisator tersebut titik didih asam sulfat akan dipertinggi

sehingga dekstruksi berjalan lebih cepat. Tiap 1 gram K2SO4 dapat menaikkan

titik didih 3°C. Selain katalisator yang telah disebutkan tadi, kadang-kadang juga

diberikan selenium. Selenium dapat mempercepat proses oksidasi. Penggunaan

selenium lebih reaktif dibandingkan merkuri dan kupri sulfat tetapi selenium

mempunyai kelemahan yaitu karena sangat cepatnya oksidasi maka nitrogennya

justru mungkin ikut hilang (Sudarmadji, dkk., 1989).

Reaksi yang terjadi pada tahap dekstruksi adalah:

Protein + H2SO4 CO2 + H2O + (NH4)2SO4

(11)

15

b. Tahap Destilasi

Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3)

dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar selama destilasi

tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung

gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang

dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar yang dipakai

dalam jumlah berlebihan. Agar kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka

diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam

(Sudarmadji, dkk., 1989).

Reaksi yang terjadi pada tahap destilasi adalah:

(NH4)2SO4 + 2NaOH 2NH3 + Na2SO4 + 2H2O

2NH3 + H2SO4 (NH4)2SO4

(12)

16

c. Tahap Titrasi

Larutan asam pada penampung destilat yang dapat digunakan adalah

larutan standar asam kuat seperti asam sulfat atau larutan asam borat. Jika dipakai

larutan asam kuat standar maka titrasi yang dilakukan disebut titrasi kembali

sedangkan jika dipakai larutan asam borat maka disebut titrasi tidak langsung

(Kenkel, 2003).

Pada metode titrasi kembali, larutan asam standar yang berlebihan setelah

bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan larutan standar NaOH. Titrasi ini

disebut titrasi kembali karena jumlah asam yang bereaksi dengan ammonia

tersedia dalam keadaan berlebih sehingga melewati titik ekuivalen reaksi. Oleh

karena itu, analis harus mengembalikan titik ekuivalen reaksi dengan titrasi

menggunakan NaOH (Kenkel, 2003).

Reaksi yang terjadi pada tahap titrasi adalah sebagai berikut:

H2SO4 + 2NaOH Na2SO4 + 2H2O

Menurut Sudarmadji, dkk. (1989), kadar nitrogen dalam sampel dapat

dihitung dengan rumus:

% N =ml NaOH (blanko – sampel)

berat sampel (g) x 1000 x N NaOH x 14,008 x 100%

Pada metode titrasi tidak langsung menggunakan asam borat, ammonia

bereaksi dengan asam borat menghasilkan garam asam borat yang bersifat netral

parsial. Garam tersebut dapat dititrasi dengan larutan asam standar. Jumlah larutan

asam yang diperlukan adalah proporsional dengan jumlah ammonia yang bereaksi

dengan asam borat. Titrasi ini disebut titrasi tidak langsung karena ammonia

ditentukan, bukan dititrasi. Ammonia ditentukan secara tidak langsung dengan

(13)

17

bereaksi dengan pentiter. Konsentrasi asam borat pada penampung destilat tidak

dimasukkan dalam perhitungan dan tidak perlu diketahui (Kenkel, 2003). Reaksi

yang terjadi adalah sebagai berikut:

NH3 + H3BO3 H2BO3- + NH4+

H2BO3- + H+ H3BO3

Menurut Sudarmadji, dkk. (1989), kadar nitrogen dalam sampel dapat

dihitung dengan rumus:

% N =ml HCl (sampel – blanko)

berat sampel (g) x 1000 x N NaOH x 14,008 x 100%

Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar protein dengan

mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini

tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan

(Sudarmadji, dkk., 1989).

Keuntungan menggunakan metode Kjeldahl ini adalah dapat diaplikasikan

untuk semua jenis bahan pangan, tidak memerlukan biaya yang mahal untuk

pengerjaannya, akurat dan merupakan metode umum untuk penentuan kandungan

protein kasar, dapat dimodifikasi sesuai kuantitas protein yang dianalisis. Adapun

kerugiannya adalah yang ditentukan adalah jumlah total nitrogen yang terdapat

didalamnya bukan hanya nitrogen dari protein, waktu yang diperlukan relatif lebih

lama (minimal 2 jam untuk menyelesaikannya), presisi yang lemah, pereaksi yang

digunakan korosif (Chang, 2003).

2.4.2 Metode Spektrofotometri

Penentuan kadar protein dengan menggunakan instrumen dibagi menjadi

(14)

18

280 nm dan ii) metode pembentukan warna dengan pereaksi tertentu (Simonian,

2005).

1. Metode pengukuran langsung pada panjang gelombang 205 nm dan 280 nm

Absorbansi pada panjang gelombang 205 nm dan 280 nm digunakan untuk

menghitung konsentrasi protein dengan terlebih dahulu distandarisasi dengan

protein standar. Metode ini dapat dengan mudah diaplikasikan dan sederhana,

cocok untuk larutan protein yang telah dimurnikan. Penetapannya berdasarkan

absorbansi sinar ultraviolet oleh asam amino triptopan, tirosin dan ikatan disulfida

sistein yang menyerap kuat pada panjang gelombang tersebut, terutama panjang

gelombang 280 nm (Simonian, 2005).

2. Metode pembentukan warna dengan pereaksi tertentu

a. Pereaksi Biuret

Prinsip penetapan protein metode Biuret adalah pada kondisi basa, Cu2+

membentuk kompleks dengan ikatan peptida (-CO-NH-) suatu protein

menghasilkan warna ungu, sehingga kadar protein sampel dapat ditetapkan

dengan spektrofotometer (Estiasih, dkk., 2012).

Keuntungan dari metode ini adalah prosedur yang sederhana, tidak

memerlukan biaya yang mahal, waktu yang digunakan relatif singkat, deviasi

warna sangat sedikit bila dibandingkan dengan Lowry, Bradford dan metode

turbidimetri sehingga absorpsi warnanya relatif stabil, sangat sedikit senyawa

yang berinteraksi dengan pereaksi Biuret, dan tidak mendeteksi nitrogen dari

sumber non-protein. Kerugiannya adalah kurang sensitif dibandingkan dengan

Lowry, konsentrasi garam ammonium yang sangat tinggi, adanya variasi warna

(15)

19

yang sangat tinggi dapat menyebabkan larutan menjadi buram sehingga tidak

dapat ditembus cahaya UV (Chang, 2003).

b. Pereaksi Lowry

Pada tahun 1951, Oliver H. Lowry memperkenalkan penggunaan pereaksi

ini yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari Biuret. Metode ini diakui

cukup sensitif untuk menentukan konsentrasi total protein. Metode Lowry

menggabungkan reaksi biuret dengan reduksi reagen Folin-Ciocalteau fenol (asam

fosfomolibdat-fosfotungstat) oleh residu tirosin dan triptofan dalam protein.

Warna kebiruan yang terbentuk dibaca pada panjang gelombang 750 nm

(sensitivitas tinggi untuk konsentrasi protein tinggi) atau 500 nm (mempunyai

sensitivitas rendah untuk konsentrasi protein tinggi) (Krohn, 2005; Chang, 2003).

Keuntungan analisis dengan pereaksi ini adalah 50-100 kali lebih sensitif

daripada metode biuret, 10-20 kali lebih sensitif daripada metode absorpsi UV

pada 280 nm, kurang terganggu oleh turbiditas sampel, lebih spesifik daripada

metode lainnya, sederhana, dapat diselesaikan dalam 1 – 1,5 jam. Kerugian

analisis dengan pereaksi Lowry adalah variasi warnanya yang lebih banyak

dibanding dengan pereaksi Biuret, warna yang terbentuk tidak secara tepat

menggambarkan konsentrasi protein, reaksinya sangat dipengaruhi oleh

senyawa-senyawa pengganggu seperti glukosa dan lemak (Chang, 2003).

c. Pereaksi Bradford

Pada tahun 1976, Marion Bradford memperkenalkan penggunaan pereaksi

Coomassive Blue untuk penetapan secara kuantitatif konsentrasi total protein.

(16)

20

kemerahan menjadi kebiruan, dan absorpsi maksimum dari warna akan berubah

dari 465 nm menjadi 595 nm (Krohn, 2005; Chang, 2003).

Keuntungan analisis dengan pereaksi Bradford adalah cepat (reaksi hanya

berlangsung selama 2 menit), reprodusibel, sensitif, tidak mengalami gangguan

oleh ammonium sulfat, polifenol, karbohidrat atau kation-kation seperti K+, Na+,

dan Mg2+. Kerugiannya adalah analisis ini terganggu oleh adanya deterjen

nonionik dan ionik, kompleks warna-protein dapat bereaksi dengan kuvet kuarsa

(harus menggunakan kuvet kaca atau plastik), warna berbeda tergantung pada

jenis protein sehingga protein standar harus dipilih dengan hati-hati (Chang,

2003).

2.4.3 Metode Titrasi Formol

Larutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH), kemudian ditambahkan

formalin akan membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti

gugus aminonya sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam

(gugus karboksil) dengan basa NaOH sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan

tepat. Indikator yang digunakan adala fenolftalein, akhir titrasi bila tepat terjadi

perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik. Titrasi

formol ini hanya tepat untuk menentukan suatu proses terjadinya pemecahan

protein dan kurang tepat untuk penentuan protein (Sudarmadji, dkk., 1989).

2.4.4 Metode Dumas

Pada metode ini sampel dioksidasi pada suhu sangat tinggi (700-900°C).

Hasil oksidasi menghasilkan gas O2, N2 dan CO2. Gas nitrogen yang dilepaskan

dikuantitasi menggunakan kromatografi gas dengan detektor konduktivitas termal

(17)

21

dikonversi. Jumlah nitrogen dalam sampel sebanding dengan kadar proteinnya

(Chang, 2003).

Keuntungan metode ini adalah tidak memerlukan zat kimia berbahaya,

analisis dapat diselesaikan dalam waktu 3 menit, instrumen otomatis terbaru dapat

menganalisis 150 sampel secara bersamaan. Adapun kekurangan metode ini

adalah membutuhkan instrumen analisis yang mahal, mengukur total nitrogen,

bukan hanya mengukur nitrogen yang berasal dari protein (Chang, 2003).

2.5 Pakkat (Calamus caesius Blume.)

Pakkat merupakan makanan unik berbuka puasa masyarakat di Mandailing

Natal dan di Medan yang diambil dari bagian dalam rotan muda. Pakkat ini dapat

dikonsumsi dengan cara dibakar dan direbus. Proses pembakaran biasanya

dilakukan dengan menggunakan kayu bakar dan dibakar di atas api secara

langsung. Pakkat ini sendiri sangat diminati selain karena dipercaya dapat

menyembuhkan berbagai penyakit diantaranya kencing manis dan malaria, juga

memiliki khasiat sebagai pembangkit nafsu makan disaat berbuka puasa ataupun

sahur (Harrist, 2014).

Menurut Herbarium Medanense (2015), klasifikasi pakkat adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Arecales

Famili : Arecaceae

Genus : Calamus

(18)

22

2.5.1 Deskripsi Rotan

Rotan berasal dari bahasa melayu yang berarti tanaman yang tumbuh memanjat. Batang rotan memiliki ciri dan sifat berbeda-beda, tergantung pada jenis dan varietasnya. Ukuran ruas pada sebatang rotan berbeda-beda. Tanaman

rotan pada umumnya tumbuh berumpun dan mengelompok, maka umur dan

tingkat ketuaan rotan yang siap dipanen berbeda. Oleh karena itu, pemungutan

rotan dilakukan secara tebang pilih. Tanda-tanda rotan siap dipanen adalah daun

dan durinya sudah patah; warna durinya berubah menjadi hitam atau kuning

kehitam-hitaman dan sebagian batangnya sudah tidak dibalut oleh pelepah daun

(Sinambela, 2011).

2.5.2 Tempat Tumbuh dan Penyebaran Rotan

Tempat tumbuh rotan pada umumnya di daerah tanah berawa, tanah

kering, hingga tanah pegunungan. Semakin tinggi tempat tumbuh semakin jarang dijumpai jenis rotan. Tanaman yang tumbuh dan merambat pada suatu pohon akan memiliki tingkat pertumbuhan batang yang lebih panjang dan jumlah batang dalam satu rumpun lebih banyak dibandingkan dengan rotan yang menerima sedikit cahaya matahari akibat tertutup oleh cabang, ranting dan daun pohon (Sinambela, 2011). 2.5.3 Pemanfaatan Rotan

Batang rotan yang sudah tua banyak dimanfaatkan untuk bahan baku

kerajinan dan perabot rumah tangga. Batang yang muda digunakan untuk sayuran,

akar dan buahnya untuk bahan obat tradisional. Getah rotan dapat digunakan

untuk bahan baku pewarnaan pada industri farmasi. Rotan tidak hanya

dimanfaatkan sebagai bahan baku industri furniture tetapi juga sebagai makanan

Gambar

Tabel 2.2 Nilai protein berbagai bahan makanan (gram/100 gram)
Gambar 2.3  Alat Destilasi (Aisyah, 2008)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

KELOMPOK KERJA GURU (KKG) MADRASAH IBTIDAIYAH KECAMATAN GENUK KOTA

KELOMPOK KERJA GURU (KKG) MADRASAH IBTIDAIYAH KECAMATAN GENUK KOTA

[r]

[r]

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan b, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Penetapan Nama Taman Kanak-kanak Penerima Program

[r]

Perawatan dan Perbaikan Sasis, Pemindah Tenaga Otomotif 798 33. Perawatan dan Perbaikan Kelistrikan