• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Efektifitas Bakteri Pseudomonas fluorescens dari beberapa Rizosfer terhadap Penyakit Virus pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) di Lapangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Efektifitas Bakteri Pseudomonas fluorescens dari beberapa Rizosfer terhadap Penyakit Virus pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) di Lapangan"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

UJI EFEKTIFITAS BAKTERI Pseudomonas fluorescens DARI BEBERAPA RIZOSFER TERHADAP PENYAKIT VIRUS PADA TANAMAN CABAI

(Capsicum annum L.) DI LAPANGAN

T E S I S

Oleh

N U R L I A N A

097001005/AET

SEKOLAH PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UJI EFEKTIFITAS BAKTERI Pseudomonas fluorescens DARI BEBERAPA RIZOSFER TERHADAP PENYAKIT VIRUS PADA TANAMAN CABAI

(Capsicum annum L.) DI LAPANGAN

.

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Pertanian dalam Program Studi Agroekoteknologi pada Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Oleh :

N U R L I A N A

097001005

SEKOLAH PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : UJI EFEKTIFITAS BAKTERI Pseudomonas fluorescens DARI BEBERAPA RIZOSFER TERHADAP PENYAKIT VIRUS PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.) DI LAPANGAN

Nama Mahasiswa : NURLIANA

Nomor Pokok : 097001005

Program Studi : Agroekoteknologi

Menyetujui

Komisi Pembimbing

( Dr. Ir. Hasanuddin, MS. )

Ketua

( Dr. Lisnawita, SP, M.Si.)

anggota

Ketua Program Studi

( Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP.)

Dekan

(4)

Telah diuji pada tanggal

: 30 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua

:

Dr. Ir. Hasanuddin, MS.

Anggota

:

Dr. Lisnawita, SP, M.Si.

Penguji

:

1.

Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS.

(5)

ABSTRACT

Nurliana, 2012, Effectiveness Test of Pseudomonas fluorescens Bacterium of Several Rizosfers on the Virus–Contaminated Disease in Chili Plants (Capsicum annum L.) in the Field, under the supervision of Hasanuddin and Lisnawita.

Virus is the main disease for chili plants because, in terms of economy, this disease decreases chili production up to 100% that results in the decrease of the farmers’ income. Various control methods have been applied to reduce the virus infection and one of them is by using the resistance induction agents against P. fluorescence. Pseudomonas fluorescence can be isolated from various plant rizosfer. Thus, the purpose of this study conducted in the Plant Disease Laboratory, Faculty of Agriculture, the University of Sumatera Utara and in the Demonstration Plot, Faculty of Agriculture, The Islamic University of Sumatera Utara, Gedung Johor Subdistrict from January to October 2011 was to 1) find out the effectiveness of P. fluorescence bacterium from various rizosfers as the agents of resistance induction to control the virus –contaminated diseases in chili plants, 2) find out the most effective way to apply the P. fluorescence bacterium as the agents of resistance induction to control the virus –contaminated diseases in chili plants. This study consisted of 4 (four) stages such as 1. the Exploration of the P. fluorescence bacterium from various rizosfers (bamboo, Napier/elephant grass, reed), 2. Biofertilizer and bioprotecting tests, 3. the Application test through roots and leaves, and 4. Coating seed test by applying P. fluorescence bacterium. The result of this study showed that P. fluorescence bacterium was very effective as the agents of resistance induction on the virus–contaminated disease in chili plants in the field. This effectiveness was shown through a longer incubation period, low attack intensity of virus-contaminated virus, increasing germination rate of chili seed, and increasing growth, development and production of chili plants.

(6)

ABSTRAK

Nurliana, 2012. Uji Efektifitas Bakteri Pseudomonas fluorescens dari beberapa Rizosfer terhadap Penyakit Virus pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) di Lapangan. di bawah bimbingan Hasanuddin dan Lisnawita.

Virus merupakan penyakit utama pada tanaman cabai karena dari segi ekonomi menurunkan produksi tanaman sampai 100%, yang berakibat pada penurunan pendapatan petani. Berbagai metode pengendalian telah dilakukan untuk mengurangi infeksi virus, salah satunya adalah dengan menggunakan agens induksi ketahanan P. fluorescens. Pseudomonas fluorescens dapat diisolasi dari berbagai rizosfer tanaman. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah : 1). Mengetahui efektifitas bakteri P. fluorescens dari berbagai rizosfer sebagai agens induksi ketahanan untuk mengendalikan penyakit virus pada tanaman cabai. 2). Mengetahui cara aplikasi bakteri P. fluorescens yang paling efektif sebagai agens induksi ketahanan untuk mengendalikan penyakit virus pada cabai. Penelitian dilaksanakan pada dua tempat yaitu di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Islam Sumatera Utara Medan, Kecamatan Gedung Johor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2011 sampai dengan Oktober 2011. Penelitian terdiri dari 4 tahap pengujian yaitu 1. Eksplorasi bakteri P.fluorescens dari berbagai rizosfer (bambu, rumput gajah dan gelagah). 2. Uji biofertilizer dan bioprotecting, 3. Uji Aplikasi melalui akar dan daun, 4. Uji seed coating dengan pemberian bakteri P.fluorescens. Hasil penelitian menunjukkan bakteri P.fluorescens sangat efektif sebagai agens induksi ketahanan terhadap penyakit virus pada tanaman cabai di lapangan. Bakteri P. fluorescens asal gelagah merupakan bakteri yang paling efektif sebagai agens induksi ketahanan terhadap penyakit virus pada tanaman cabai di lapangan. Hal ini ditunjukkan dengan periode inkubasi yang lebih lama, rendahnya intensitas serangan penyakit virus, meningkatnya daya kecambah benih cabai, meningkatnya pertumbuhan, perkembangan dan produksi tanaman cabai.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan dan

rahmat-Nya kepada penulis dalam menyelesaikan tesis yang berjudul Uji Efektifitas Bakteri Pseudomonas fluorescens dari beberapa Rizosfer terhadap Penyakit Virus pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) di Lapangan. Tesis merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Pertanian pada

Program Studi Agroekoteknologi, Program Pascasarjana Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Komisi

Pembimbing Dr. Ir. Hasanuddin, MS., selaku Ketua dan Dr. Lisnawita, SP, M.Si,

selaku Anggota.

Demi kesempurnaan penulisan ini penulis mengharapkan adanya kritik dan

saran yang bersifat membangun sehingga dapat bermanfaat untuk penulisan

selanjutnya.

Medan, Agustus 2012

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

kesempatan dan rahmat-Nya kepada penulis dalam menyelesaikan tesis pada Program

Studi Magister Agroekoteknologi, Program Pascasarjana Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir.

Hasanuddin, MS, selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Lisnawita, SP, M.Si,

Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS., Dr. Ir. Lollie Agustina P.Putri, M.Si, dan Prof. Dr.

Dra. Maryani Cyccu Tobing, MS., selaku dosen penguji yang telah banyak

memberikan saran, masukan dan bimbingan yang sangat berguna bagi penulis dalam

menyelesaikan tesis ini.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS,

selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. Abdul

Rauf, MS dan Dr. Ir. Lollie Agustina P.Putri, M.Si, selaku Ketua dan Sekretaris

Program Studi Pascasarjana Agroekoteknologi beserta staff Fakultas Pertanian.

Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H,

MSc(CTM). Sp.A(K), Direktur Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Ir.

A. Rahim Matondang, MSIE.

Terima kasih yang sangat mendalam penulis ucapkan kepada keluarga yaitu

ayahanda Alm. Bagio dan ibunda Hj. Nurhaidah br. Simorangkir, suami tercinta

(9)

Rafiqatul Hasanah HD dan Nurul ‘Izzah HD, kakak dan adik yang telah memberikan

kasih sayang, materi dan dorongan semangat sehingga penulis berhasil menyelesaikan

studi ini.

Terimakasih kepada teman-teman angkatan 2009, teman-teman di

Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

atas bantuan yang tak ternilai harganya. Semua pihak yang telah membantu penulis

dalam menyelesaikan tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga budi

baik yang telah diberikan menjadi amal ibadah dan mendapat rahmat dari Allah SWT.

Amin.

Medan, Agustus 2012

(10)

RIWAYAT HIDUP

Nurliana, lahir sebagai anak kedua dari enam bersaudara pada tanggal 09 Pebruari 1973 di Marbau Selatan, Labuhan Batu Utara. Menempuh pendidikan formal mulai

dari sekolah dasar di SD Negeri 112315 Marbau Selatan selesai pada tahun 1985,

melanjutkan ke SMP PGRI Marbau selesai pada tahun 1988. Pendidikan Sekolah

Menengah Atas di tempuh di SMA Negeri 2 Rantauprapat yang diselesaikan pada

tahun 1991, dan lulus dari Fakultas Pertanian Universitas Islam Sumatera Utara

(UISU) Medan pada tahun 1995.

Tahun 1997-2011 penulis bekerja di salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat

(LSM) di Medan, yang bergerak di bidang Advokasi Petani.

Pada tahun 2009, penulis melanjutkan kuliah di Sekolah Pascasarjana

(11)

DAFTAR ISI

Pengendalian Hayati dan Mekanisme Ketahanan Penyakit ... 10

BAHAN DAN METODE ... 13

Isolasi Pseudomonas kelompok fluorescens dari rizosfer bambu, rumput gajah dan gelagah ... 15

(12)

Penyediaan Larutan Bakteri P. fluorescens ... 16

(13)

DAFTAR TABEL

No J u d u l Halaman

1. Uji kemampuan menfiksasi nitrogen (N) bebas ... 25

2. Uji aktifitas selulosa ... 26

3. Persentase perkecambahan benih cabai ... 28

4. Periode inkubasi penyakit akibat virus pada tanaman cabai ... 30

5. Persentase kejadian penyakit ... 32

6. Rataan tinggi tanaman (cm) pengamatan I sampai dengan pengamatan XII ... 34

(14)

DAFTAR GAMBAR

No J u d u l Halaman

1 Pseudomonas yang diisolasi dari rizosfer bambu, rumput gajah, dan

gelagah …………...……… 23

2 Pewarnaan gram ketiga isolate bakteri P. fluorescens asal; a).

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No J u d u l Halaman

1 Denah penelitian ………. 48

2 Denah plot ……….. 49

3 Deskripsi tanaman cabai dari benih LADO F1 cap Panah Merah... 50

4 Tabel rataan perkecambahan benih 3 hari setelah semai sampai dengan 9 hari setelah semai dan Tabel Sidik Ragam …………... 51 5 Tabel rataan tinggi tanaman (cm) pengamatan I sampai dengan pengamatan XII dan Tabel Sidik Ragam…... 54 6 Tabel rataan produksi per tanaman (gram) pengamatan I sampai dengan pengamatan VI dan Tabel Sidik Ragam …………...………. 66 7 Tabel kejadian penyakit (hari) pengamatan I sampai dengan pengamatan VIII dan Tabel Sidik Ragam ………..… 72 8 Tabel rataan periode inkubasi (hari) dan Tabel Sidik Ragam ……… 80

9 Media pertumbuhan bakteri ………... 81

10 Bahan uji pewarnaan gram ………. 82

11 Bahan uji fiksasi-N bebas ………... 83

(16)

ABSTRACT

Nurliana, 2012, Effectiveness Test of Pseudomonas fluorescens Bacterium of Several Rizosfers on the Virus–Contaminated Disease in Chili Plants (Capsicum annum L.) in the Field, under the supervision of Hasanuddin and Lisnawita.

Virus is the main disease for chili plants because, in terms of economy, this disease decreases chili production up to 100% that results in the decrease of the farmers’ income. Various control methods have been applied to reduce the virus infection and one of them is by using the resistance induction agents against P. fluorescence. Pseudomonas fluorescence can be isolated from various plant rizosfer. Thus, the purpose of this study conducted in the Plant Disease Laboratory, Faculty of Agriculture, the University of Sumatera Utara and in the Demonstration Plot, Faculty of Agriculture, The Islamic University of Sumatera Utara, Gedung Johor Subdistrict from January to October 2011 was to 1) find out the effectiveness of P. fluorescence bacterium from various rizosfers as the agents of resistance induction to control the virus –contaminated diseases in chili plants, 2) find out the most effective way to apply the P. fluorescence bacterium as the agents of resistance induction to control the virus –contaminated diseases in chili plants. This study consisted of 4 (four) stages such as 1. the Exploration of the P. fluorescence bacterium from various rizosfers (bamboo, Napier/elephant grass, reed), 2. Biofertilizer and bioprotecting tests, 3. the Application test through roots and leaves, and 4. Coating seed test by applying P. fluorescence bacterium. The result of this study showed that P. fluorescence bacterium was very effective as the agents of resistance induction on the virus–contaminated disease in chili plants in the field. This effectiveness was shown through a longer incubation period, low attack intensity of virus-contaminated virus, increasing germination rate of chili seed, and increasing growth, development and production of chili plants.

(17)

ABSTRAK

Nurliana, 2012. Uji Efektifitas Bakteri Pseudomonas fluorescens dari beberapa Rizosfer terhadap Penyakit Virus pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) di Lapangan. di bawah bimbingan Hasanuddin dan Lisnawita.

Virus merupakan penyakit utama pada tanaman cabai karena dari segi ekonomi menurunkan produksi tanaman sampai 100%, yang berakibat pada penurunan pendapatan petani. Berbagai metode pengendalian telah dilakukan untuk mengurangi infeksi virus, salah satunya adalah dengan menggunakan agens induksi ketahanan P. fluorescens. Pseudomonas fluorescens dapat diisolasi dari berbagai rizosfer tanaman. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah : 1). Mengetahui efektifitas bakteri P. fluorescens dari berbagai rizosfer sebagai agens induksi ketahanan untuk mengendalikan penyakit virus pada tanaman cabai. 2). Mengetahui cara aplikasi bakteri P. fluorescens yang paling efektif sebagai agens induksi ketahanan untuk mengendalikan penyakit virus pada cabai. Penelitian dilaksanakan pada dua tempat yaitu di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Islam Sumatera Utara Medan, Kecamatan Gedung Johor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2011 sampai dengan Oktober 2011. Penelitian terdiri dari 4 tahap pengujian yaitu 1. Eksplorasi bakteri P.fluorescens dari berbagai rizosfer (bambu, rumput gajah dan gelagah). 2. Uji biofertilizer dan bioprotecting, 3. Uji Aplikasi melalui akar dan daun, 4. Uji seed coating dengan pemberian bakteri P.fluorescens. Hasil penelitian menunjukkan bakteri P.fluorescens sangat efektif sebagai agens induksi ketahanan terhadap penyakit virus pada tanaman cabai di lapangan. Bakteri P. fluorescens asal gelagah merupakan bakteri yang paling efektif sebagai agens induksi ketahanan terhadap penyakit virus pada tanaman cabai di lapangan. Hal ini ditunjukkan dengan periode inkubasi yang lebih lama, rendahnya intensitas serangan penyakit virus, meningkatnya daya kecambah benih cabai, meningkatnya pertumbuhan, perkembangan dan produksi tanaman cabai.

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu sayuran paling penting di dunia dan di Indonesia merupakan salah satu komoditas unggulan hortikultura.

Tanaman cabai ditanam di seluruh provinsi di Indonesia dan memiliki nilai yang baik

sehingga mendapat prioritas untuk dikembangkan. Luas pertanaman cabai pada tahun

2008 mencapai 103,837 ha, menempati urutan pertama terluas dibandingkan dengan

tanaman sayuran lainnya (Direktorat Jenderal Hortikultura 2008), namun produksi

masih belum mencukupi kebutuhan nasional. Produksi baru mencapai 6.51 ton per ha

sementara potensinya bisa mencapai 20-40 ton per ha. Rendahnya produktivitas cabai

tersebut dapat disebabkan banyak faktor, salah satunya gangguan organisme

pengganggu tanaman, seperti virus (Agustin2010).

Beberapa jenis virus yang dilaporkan dapat menginfeksi tanaman cabai di

Indonesia diantaranya adalah cucumber mosaic virus (CMV), chilli veinal mottle virus (ChiVMV), tobacco mosaic virus (TMV), tomato mosaic virus (ToMV),

tobacco etch virus (TEV), pepper mottle virus (PeMV), tomato spotted wilt virus

(TSWV), potato virus Y (PVY) (Semangun 1991), dan Pepper yellow leaf curl virus

(PepYLCV) yang menyebabkan penyakit daun keriting kuning cabai merah.

Pepper yellow leaf curl virus (PepYLCV) menjadi salah satu faktor pembatas produksi tanaman cabai saat ini. Kerusakan langsung pada tanaman disebabkan oleh

imago dan nimfa Bemisia tabaci (kutu kebul) yang merupakan vektor virus

(19)

bercak nekrotik pada daun akibat rusaknya sel-sel dan jaringan daun. Ekskresi kutu

kebul menghasilkan madu yang merupakan media yang baik untuk tempat tumbuhnya

embun jelaga yang berwarna hitam sehingga menyebabkan proses fotosintesis tidak

berlangsung normal (Sudiono dan Purnomo, 2007).

Pengendalian secara alami yang dilakukan oleh petani saat ini adalah terbatas

pada hama vektor virus. Pengendalian tersebut antara lain menggunakan tanaman

perangkap hama di sekeliling pertanaman cabai seperti jagung, kacang panjang,

mentimun, paria, bunga tembelekan dan bunga matahari. Disamping itu penggunaan

pestisida nabati dari bahan alami seperti daun nimba. Terlihat upaya pengendalian

terbatas pada hama vektor penyakit virus saja. Namun upaya pengendalian di atas

belum memberikan hasil yang maksimal. Oleh karena itu diperlukan pengendalian

alternatif yaitu pengendalian penyakit dengan menggunakan agens hayati menjadi

pilihan untuk mengurangi penggunaan pestisida kimia yang mahal, menyebabkan

kerusakan lingkungan dan kesehatan petani.

Menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor 411 tahun 1995 tentang

pengertian agens hayati maka, agens hayati adalah setiap organisme yang meliputi

spesies, subspesies, varietas, semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan (fungi), bakteri, virus, mikoplasma, serta organisme lainnya dalam semua tahap

perkembangannya yang dapat dipergunakan untuk keperluan pengendalian hama dan

penyakit atau organisme pengganggu, proses produksi, pengolahan hasil pertanian,

dan berbagai keperluan lainnya (Menteri Pertanian RI, 1995).

(20)

untuk menghancurkan dinding sel patogen. Selain itu bakteri juga menghasilkan

hidrogen sianida dan antibiotik seperti pycocyanine dan phenazine yang dapat

menghambat pertumbuhan organisme penyebab penyakit. Pseudomonas fluorescens

juga memproduksi siderofor yang dapat mengkhelat besi dalam tanah, dan membuat

patogen sulit masuk ke jaringan tanaman. Senyawa giberellin yang dihasilkan oleh

P. fluorescens dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Bakteri ini juga tidak

memiliki fitotoksisitas dan dapat digunakan bersama dengan pupuk hayati, sehingga

bakteri ini sesuai untuk semua tanaman

Pseudomonas fluorescens merupakan salah satu plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) yang pertama sekali dikenalkan oleh Kloepper dan Schroth pada tahun 1904. Bakteri ini ditemukan berkolonisasi pada akar tanaman setelah

diinokulasikan ke benih yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Secara

implisit dijelaskan bahwa PGPR memiliki kemampuan berkolonisasi pada akar

setelah inokulasi ke benih yang berkembangbiak pada .

spermosphere (wilayah sekitar

benih) dengan merespon eksudat yang dikeluarkan oleh benih untuk melekat pada

permukaan akar (Nelson, 2004).

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui efektifitas bakteri P. fluorescens dari berbagai rizosfer sebagai agens hayati untuk mengendalikan penyakit virus pada tanaman cabai.

(21)

Hipotesis

1. Bakteri P. fluorescens dari berbagai sumber rizosfer mempunyai efektifitas yang berbeda.

2. Aplikasi bakteri P. fluorescens dengan cara yang berbeda akan menunjukan efektifitas yang berbeda.

Rumusan Masalah

Tingginya serangan penyakit virus pada tanaman cabai seperti pada varietas

Lado F1 dapat menurunkan produksi hingga 100%. Penularan penyakit virus sangat

cepat, dapat secara mekanik dan lewat benih. Petani cabai kurang mengetahui

penyebab penyakit dikarenakan virus dapat ditularkan oleh banyak vektor dan

memiliki kisaran inang yang luas.

Penggunaan agens hayati bakteri P. fluorescens dengan cara seed coating atau penyiraman langsung ke tanah akan menjadi solusi untuk memberi ketahanan

tanaman cabai terhadap penyakit virus di lapangan.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi ke petani tentang

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit Pada Tanaman Cabai

Tanaman cabai rentan dengan serangan berbagai penyakit, baik yang

disebabkan oleh bakteri, virus, jamur maupun nematoda. Penyakit-penyakit yang

menyerang tanaman cabai seperti ; tobacco mosaic virus (TMV), cucumber mosaic virus (CMV), layu bakteri (Ralstonia solanacearum), rebah kecambah atau dumping off, virus gemini, bercak bakteri (Xanthomonas campestris), antraksnosa (Patek),

bercak daun cercospora, busuk daun (Phytophthora capsici), layu fusarium, bengkak akar (Meloidogyne, spp.), busuk basah bakteri (Erwinia carotovora), dan bercak kering bakteri (Xanthomonas campestris) (Duriat et al., 2007).

Penyakit yang disebabkan oleh virus menjadi organisme pengganggu tanaman

(OPT) utama yang menyebabkan kerugian pada usaha tani cabai. Menurut Duriat dan

Muharam (2003) ahli virologi seperti Neinhaus (1981) dan Kalloo (1994) telah

mencatat antara 13-35 jenis virus yang menyerang tanaman cabai di daerah tropis dan

sub tropis. Prevalensi penyakit virus ini dari waktu ke waktu terjadi perubahan seperti

hasil deteksi virus cabai yang dilakukan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa)

Lembang antara 1986-1995 . Hasil survei tahun 1986 dan 1990 dilaporkan urutan tiga

(23)

Penyakit virus kuning yang disebabkan oleh virus gemini TYLCV (Tomato Yellow Leaf Curl Virus) genomnya berupa DNA utas tunggal, berbentuk bundar dan terselubung dalam virion ikosahedral kembar (germinate). Penyakit ini tidak ditularkan oleh biji, tetapi dapat menular melalui penyambungan dan serangga vektor

B. tabaci. Penyakit virus kerupuk yang disebabkan oleh CPSV (Chili Puckery Stunt Virus) yang ditularkan oleh golongan aphid (Aphis gossypii) sebagai vektor virus dan dapat pula ditularkan lewat penyambungan. Penyakit virus mosaik keriting yang

disebabkan oleh PVY atau TEV atau CMV atau CVMV secara tunggal atau gabungan

yang ditularkan oleh vektor dari golongan aphid (Myzus persicae dan A. gossypii). Penyakit virus kerdil, nekrosis, mosaik ringan disebabkan oleh tobacco mosaic virus

(TMV) dan tomato mosaic virus (ToMV) dapat ditularkan secara kontak. Kisaran inang dari penyakit virus pada cabai juga sangat luas seperti tomat, tembakau,

ketimun, gulma berdaun lebar, kubis, kacang panjang, kumis kucing, cabai rawit dan

gulma babadotan.

Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR)

Istilah rizosfer pertama sekali diperkenalkan oleh Hiltner pada tahun 1904,

yang didefenisikan tanah yang mengelilingi akar yang dapat mempengaruhi

pertumbuhan mikroorganisme. Interaksi ini ditandai dengan adanya pemanfaatan

eksudat akar yang dikeluarkan akar oleh mikroorganisme dan sebaliknya

metabolisme di perakaran dipengaruhi oleh kerja mikroorganisme. Eksudat akar

(24)

fisik diantara akar dan organisme perakaran. Modifikasi biologi dan fisika tanah dari

rizosfer memberi kontribusi bagi pertumbuhan akar tanaman agar tetap survive

(Kelly, 2005).

Bakteri-bakteri yang hidup di sekitar perakaran ada yang menguntungkan.

Bakteri ini sering disebut dengan rizobakteri pemacu tumbuh tanaman (RPTT) atau

popular disebut plant growth promoting rhizobacteria (PGPR). Aktivitas rizobakteria ini memberi keuntungan langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung PGPR

ini didasarkan atas kemampuannya menyediakan dan memobilisasi atau memfasilitasi

penyerapan berbagai unsur hara dalam tanah serta mensintesis dan mengubah

konsentrasi berbagai fitohormon pemacu tumbuh (Husen et al., 2006).

Dalam Supriadi (2006) menurut Lelliot dan Stead (1987), jenis-jenis agens

hayati dari kelompok bakteri yang pernah diteliti telah dirangkum oleh Sadler (2005),

yang meliputi Bacillus spp., B. cereus, B. polymyxa, B. subtilis, Burkholderia glume, Corynebacterium sp., Escherichia sp., Pseudomonas aeruginosa, P. fluorescens, Streptomyces mutabilis, dan actinomycetes. Diantara spesies bakteri tersebut, B. polymyxa dan Curtobacterium (Corynebacterium) flaccumfaciens pv. flaccumfaciens

perlu diwaspadai karena berpotensi menjadi patogen pada tanaman.

Menurut Nivedhitha et al. (2008), tiga bakteri dan satu Actinomycetes yang diisolasi dari rizosfer bambu menunjukkan daya hambat terhadap pertumbuhan

Fusarium, meningkatkan pertumbuhan tanaman, dan bertambahnya jumlah daun. Selanjutnya menurut Minorsky (2008), bakteri P. fluorescens B16 yang diisolasi dari perakaran tanaman Graminae menunjukan adanya kolonisasi yang dapat

(25)

buah tomat. Kemampuan untuk menfiksasi nitrogen, melarutkan fosfat, memproduksi

senyawa siderofor dan hidrogen sianida (HCN), enzim kitinase, protease, dan selulosa merupakan karakteristik rizobakteri yang diinginkan (Zhang, 2004). Oleh

karena itu untuk memperoleh rizobakteri yang berpotensi perlu dievaluasi berbagai

karakter tersebut. Salah satu kemampuan rizobakteri dari kelompok Bacillus spp. dan

Pseudomonas spp. yang telah dilaporkan adalah mampu melarutkan fosfat (Faccini et al., 2004).Selain itu P. fluorescens merupakan salah satu mikroorganisme antagonis yang diteliti secara intensif dan berpotensi besar untuk pengendalian beberapa

penyakit (Hasanuddin, 2003).

Bakteri Pseudomonas fluorescens

Pseudomonas fluorescens berbentuk gram negatif yang bersumber dari tanah dan air. Suhu perkembangan dari P. fluorescens antara 25-30°C tetapi juga dapat bertahan dalam suhu rendah 0°C. Pseudomonas fluorescens merupakan bakteri obligat aerob dan oksidase positif. Dalam kondisi anaerobik bakteri ini tidak

berkembang. Bakteri P. fluorescens mempunyai kemampuan dalam menghasilkan siderofor yang berguna sebagai pengkhelat besi ketika konsentrasi besi rendah.

Sebaliknya apabila konsentrasi besi tinggi, pyoverdine tidak diperlukan sehingga koloni bakteri tidak akan berpendar di bawah sinar ultraviolet. Di samping itu P. fluorescens juga menghasilkan viscosin yang dapat meningkatkan antivirality.

Metabolit sekunder yang dihasilkan P. fluorescens memainkan peranan penting dalam menekan perkembangan penyakit tanaman seperti antibiotik

(26)

pertumbuhan phytopatogen. Pseudomonas fluorescens menghasilkan hidrogen sianida, pyocheline siderophores dan pyoverdine. Pseudomonas fluorescens menghasilkan exopolysaccharides yang digunakan untuk perlindungan terhadap bakteriofag atau dehidrasi serta untuk pertahanan terhadap sistem kekebalan tubuh

inang. Pseudomonas fluorescens memiliki flagella yang berguna dalam proses metabolisme. Secara khusus, isolat P. fluorescens tertentu menghasilkan dari metabolit sekunder 2,4-diacetylphloroglucinol (2,4-DAPG) dan biokontrol properti

antiphytopathegenic dalam strain nya.

Semua isolat P. fluorescens yang diuji bersifat gram negatif, membentuk enzim katalase dan oksidase positif. Memerlukan oksigen untuk tumbuh (aerob),

mampu menghidrolisa pati dan arginin, membentuk enzim gelatinase, melakukan

denitrifikasi dan tidak mengakumulasi poly-hydroxybutirate (Arwiyanto et al., 2007).

Yanti et al., (2008), melaporkan aplikasi P. fluorescens pada tanaman cabai menunjukkan pertumbuhan yang bagus. Hal ini dilihat dari peningkatan tinggi

tanaman, jumlah daun, berat basah, berat kering tanaman dan hasil. Di samping itu

aplikasi P. fluorescens juga dapat meningkatkan pengurangan serangan penyakit pada tanaman cabai.

Menurut Kloepper (1996), ketahanan sistemik terinduksi (induced systemic resistance) bergantung pada kolonisasi sistem perakaran oleh PGPR. Kolonisasi oleh PGPR dapat terjadi melalui penyelubungan benih atau penambahan suspensi PGPR

(27)

Pengendalian Hayati dan Mekanisme Ketahanan Penyakit

Kerugian yang disebabkan oleh serangan penyakit cukup tinggi dengan

menurunnya produksi tanaman cabai. Tindakan pengendalian yang dilakukan selama

ini dengan menggunakan pestisida kimia. Disamping harganya mahal dan susah

didapat, pestisida kimia dapat berakibat pada kerusakan lingkungan dan kesehatan

petani. Hal ini menjadi tantangan besar bagi kita untuk mencari teknik pengendalian

yang lebih bersahabat dengan lingkungan dan kesehatan petani dalam melindungi

tanaman terhadap serangan berbagai penyakit pada tanaman cabai.

Pengendalian hayati dilihat dari aspek ekologi adalah suatu fase dari

pengendalian alami. Definisi pengendalian hayati adalah perbuatan parasitoid,

predator dan patogen dalam memelihara kepadatan populasi organisme pada tingkat

rata-rata yang lebih rendah dari pada apabila perbuatan itu tidak ada.

Beberapa mekanisme pengendalian hayati, antara lain adalah sebagai berikut

(Istikorini, 2002):

1. Antagonisme

Antagonis adalah mikroorganisme yang mempunyai pengaruh yang merugikan

terhadap mikrooraganisme lain yang tumbuh dan berasosiasi dengannya.

Antagonisme meliputi (a) kompetisi nutrisi atau sesuatu yang lain dalam jumlah terbatas tetapi diperlukan oleh OPT, (b) antibiosis sebagai hasil dari pelepasan antibiotika atau senyawa kimia yang lain oleh mikroorganisme dan berbahaya

(28)

2. Ketahanan Terimbas.

Ketahanan terimbas adalah ketahanan yang berkembang setelah tanaman

diinokulasi lebih awal dengan elisitor biotik (mikroorganisme avirulen, non patogenik, saprofit) dan elisitor abiotik (asam salisilik, asam 2-kloroetil fosfonik). Kacang buncis yang diimbas dengan Colletotrichum lindemuthianum ras non patogenik menjadi tahan terhadap ras patogenik (Agrios, 1988).

3. Proteksi Silang.

Tanaman yang diinokulasi dengan strain virus yang lemah hanya sedikit

menderita kerusakan, tetapi akan terlindung dari infeksi strain yang kuat. Strain

yang dilemahkan antara lain dapat dibuat dengan pemanasan in vivo, pendinginan

in vivo dan dengan asam nitrit. Proteksi silang sudah banyak dilakukan di banyak negara antara lain Taiwan dan Jepang.

Ketahanan sistemik terinduksi (KST) pada berbagai tanaman terhadap

serangan patogen akibat aplikasi agens penginduksi tidak terlepas dari peran

senyawa-senyawa tertentu dan PR-protein (Patogenesis Related-protein) seperti

peroksidase, kitinase, β-1,3 glukanase, β-1,4glukosidase, dan asam salisilat

sebagaimana ditunjukkan oleh peningkatan aktivitas dan kadarnya (Wei et al.,

1996).

Kessman et al. (1994) menyatakan, asam salisilat (AS) memegang peranan penting dalam KST. Asam salisilat terbentuk pada tanaman sebagai

reaksi terhadap infeksi patogen.Beberapa produk dari gen KST mempunyai sifat

antimikrobia atau dapat dimasukkan ke dalam kelas protein anti mikrobia. Protein

(29)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan waktu

Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara dan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas

Islam Sumatera Utara (UISU) Jl. Ekawarni Gedung Johor, dari Januari sampai

dengan Oktober 2011.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan antara lain, daun pisang kepok, rizosfer bambu,

rumput gajah, dan gelagah, bahan medium Kings’ B, Medium Nutrient Agar (NA), benih cabai Lado F-1, dan pupuk kandang sapi.

Alat-alat yang digunakan antara lain, cawan petri, erlenmeyer 250 dan

erlenmeyer 500 ml, mikropipet dan tip 1 ml, autoklaf, gembor, tali, timbangan, cangkul, meteran dan alat tulis.

Metode Penelitian

Metode Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)

Faktorial dengan 2 faktor dan 3 kali ulangan, yaitu :

Faktor Pertama ; cara aplikasi (A) terdiri dari 2 metoda, yaitu :

A1

A

= Aplikasi melalui akar.

(30)

Faktor kedua ; Penyelubungan benih (seed coating) (C) terdiri dari 3 taraf, yaitu :

C1

C

= Penyelubungan + P. fluorescens asal bambu

2

C

= Penyelubungan + P. fluorescens asal rumput gajah

3

Sehingga didapat 2 x 3 = 6 kombinasi perlakuan yaitu : = Penyelubungan + P. fluorescens asal gelagah

A1C1 A2C1

A1C2 A2C2

A1C3 A2C3

Data dianalisis dengan uji kontras dengan kontrol/pembanding tanpa aplikasi P. fluorescens.

Model Linier Rancangan Penelitian :

Yijk = µ + αj=1,2+ βj=1,2,3 + (αβ)ij + Kk=1,2,3 + Єijk dimana :

Yijk = Hasil pengamatan untuk faktor A taraf ke-i, faktor C taraf ke-j pada kelompok ke-k.

µ = Nilai tengah umum

αj = Pengaruh faktor A pada taraf ke-i

β j = Pengaruh faktor C pada taraf ke-j

(αβ)ij = Pengaruh interaksi AC pada taraf ke-i (dari faktor A) dan taraf ke-j (dari taraf C).

Kk = Pengaruh kelompok ke-k

(31)

Pelaksanaan Penelitian Di Laboratorium

Isolasi Pseudomonas kelompok fluorescens dari rizosfer bambu, rumput gajah dan gelagah.

Sebanyak 10 g akar dan butiran tanah yang melekat di permukaan akar di

rizosfer bambu, rumput gajah dan gelagah, disuspensikan dalam 90 ml aquadest steril.

Setelah itu suspensi dikocok menggunakan rotary shaker selama 30 menit dengan kecepatan 100 rpm. Suspensi yang diperoleh diencerkan menjadi 10-1, 10-2, 10-3, 10-4,

10-5 dan dilakukan plating pada pengenceran 10-3, 10-4, 10-5 sebanyak 0,1 ml pada media King’s B (agar 15 gr, bacto peptone 20 gr, glycerol 10 ml, dipotassium phosphate 1,5 g, magnesium sulfate 7 H2O 1,5 gr) (Biokar Diagnostic, 2009).

Setelah itu biakan diinkubasikan pada suhu 37o

Uji Pewarnaan Gram

C selama 24 jam. Setiap koloni

rizobakteri yang tumbuh diisolasi kembali, dan dibuat biakan murni.

Untuk mengetahui apakah bakteri yang didapat gram positif atau negatif

dilakukan pengujian gram (gram staining) dari biakan murni setiap isolat. Pewarnaan gram terdiri dari larutan A: crystal violet 2,0 g, ethyl alkohol (95%) 20,0 ml, larutan B: ammonium oxalate 0,8 g, H2O 80,0 ml. Selanjutnya larutan A dan Larutan B

dicampur, kemudian dimasukan dan disimpan dalam inkubator dengan suhu 300

Iodine (I

C

selama 1 x 24 jam sebelum digunakan. Kemudian larutan tersebut disaring dengan

kertas saring, dimasukkan ke dalam botol penyimpanan.

2) 1,0 g, potasium iodida (KI) 2,0 g, H2O 300,0 ml. Larutan iodine

(32)

digerus halus di dalam mortar, kemudian tambahkan air perlahan. Selanjutnya

campuran disimpan di dalam botol gelap selama 1 malam.

Pewarna tandingan,

Larutan stock : Safranin O 2,5 g, Ethyl alkohol 100,0 ml, Larutan Kerja : Larutan stok 10,0 ml, H2

Pengujian dilakukan dengan mengoles tipis suspensi dari koloni murni

bakteri berumur 24 jam pada gelas objek yang bersih kemudian dikering-anginkan.

Setelah kering difiksasi dengan cara melewatkan bagian bawah gelas objek di atas api

bunsen dua kali. Olesan bakteri digenangi dengan larutan kristal violet selama 1

menit. Kemudian dibilas dengan air kran selama beberapa detik. Selanjutnya dikering

anginkan dan digenangi kembali dengan larutan iodine dan dibiarkan selama 1 menit. Setelah itu dibilas dengan air kran selama beberapa detik, dan dikering anginkan.

Selanjutnya dibilas dengan alkohol 95% selama 30 detik, kemudian dikering

anginkan dan dibilas kembali dengan air kran selama 2 detik. Setelah itu biakan

digenangi dengan safranin selama 10 detik dan dibilas kembali dengan air kran

dengan cepat, lalu dikering anginkan. Hasil pewarnaan diamati di bawah mikroskop

kompaun dengan pembesaran 10x100 kali dengan menggunakan minyak imersi

(immersion oil). Sel-sel bakteri gram positif akan berwarna ungu hingga biru gelap sedangkan bakteri gram negatif akan berwarna merah (Departemen Pertanian Badan

Karantina Pertanian, 2008).

(33)

Penyediaan Larutan Bakteri P. fluorescens

Isolat P. fluorescens yang disiapkan untuk perlakuan benih ditumbuhkan dalam media Kings’B agar selama 1 x 24 jam. Koloni yang terbentuk selanjutnya

disuspensikan dalam media Kings’B cair 125 ml per rizosfer dan diguncang dengan

rotary shaker selama 7x24 jam dengan kecepatan 100 rpm. Setiap aplikasi dilakukan pembuatan suspensi yang baru.

Uji Biofertilizer

Uji Kemampuan Menfiksasi Nitrogen (N) Bebas.

Fiksasi N dari udara yang berkisar 78-80% dapat dilakukan oleh beberapa

bakteri yang hidup bebas maupun bersimbiosis dengan akar tanaman, salah satunya

adalah bakteri P. fluorescens.Pengujian dilakukan menurut Hara et al. (2009), dengan

membuat media mineral minimum tanpa N dengan komposisi sebagai berikut:

MgSO4.7H2O 25 g, FeSO4.7H2O 0,01 g, Na2MoO4.2H2O 0,01 g, MnSO4.5H2O

0,01 g, CaCl2 0,1 g, K2HPO4 dalam buffer NaCl (1 kali ; stok K2HPO4 200 kali

dibuat dari 2 g K2HPO4 dicampur 1 g NaCl dilarutkan dalam 10 ml akuades.Tuang

media dalam cawan petri dan diamkan semalam. Tumbukan bakteri isolat uji dengan

cara menggoreskan pada permukaan media. Inkubasi hingga 4 hari. Isolat yang

tumbuh disubkultur pada media yang sama hingga 3 kali selama 7 hari. Bakteri yang

pertumbuhannya stabil pada media ini merupakan bakteri penfiksasi N dari udara

(34)

Uji Bioprotecting Uji Aktivitas Selulosa

Selulosa merupakan penyusun dinding sel tanaman yang sukar didegradasi,

karena monomer glukosanya dihubungkan dengan ikatan β(1.4). Untuk meningkatkan

pemecahan ikatan B-(1.4) diperlulan enzim selulase dengan aktivitas tinggi.

Menurut Andro et al. (1984), media yang digunakan terdiri atas 4 bagian yaitu

larutan A yaitu CMC yang dibuat dengan mencampurkan NaCl 0,25 g dan K2HPO4

1,5 g ke dalam akuades 400 ml lalu dikocok dengan kecepatan 100 rpm selama 24

jam pada suhu 50°C. Larutan B yaitu MgSO4 1,0 M. Larutan C yaitu: Na2HPO4

3,0 g, NH4Cl 0,5 g, gliserol 2,5 ml, yeast ekstrak 0,5 g, agar 6,5 g dan akuades 100

ml. Larutan D: 7,5% (w/v) CaCl2.

Penyediaan Formulasi Talk P. fluorescens

Semua bahan disterilisasi secara terpisah dengan

autoklaf selama 20 menit. Larutan A dan C dicampur secara perlahan-lahan, lalu 1,0

ml larutan B dan 1,0 ml larutan D hingga larutan homogen. Campuran media uji

tersebut selanjutnya dituangkan ke dalam cawan petri (ө 9 cm). Setelah media padat

digoreskan isolat rizobakteri lalu diinkubasi selama 3 hari pada suhu ruang. Setelah

diinkubasi, media diberi pewarna dengan 10 ml congo-red (0,1%), lalu diinkubasi selama 10 menit, dicuci dengan larutan NaCl 1,0 M selama 15 menit dan diamati terbentuknya halo di sekitar koloni bakteri.

(35)

(CMC), 1 kg bedak (talk), dan ditambahkan sedikit demi sedikit kalsium karbonat

(CaCO3) hingga mencapai pH 7,0. Setelah itu disterilkan dengan autoklaf temperatur

1 ATM (1210C) selama 30 menit selama dua hari berturut-turut. Pseudomonas fluorescens ditumbuhkan pada media King’s B cair dengan volume 400 ml dan diguncang selama 48 jam dengan kecepatan 150 rpm. Kemudian dibuat formulasi

tepung bakteri yang berisi 109

Penyelubungan benih (Seed Coating)

cfu ditambah dengan 1 kg talk steril. Formulasi ini dapat disimpan pada suhu 4°C dengan kadar air 35% selama 1 bulan.

Proses penyelubungan benih (seed coating) dilakukan secara manual. Benih ditimbang sebelum dan sesudah di-coating untuk mengetahui bobot bahan coating

yang melekat. Campurkan benih dengan formulasi tepung bakteri dan diaduk merata

menggunakan magnetic stirer. Lama pengadukan 20 menit. Benih yang telah

di-coating kemudian dikeringkan selama 10 jam di bawah sinar matahari. Sebagai kontrol tanpa pemberian P. fluorescens (Setiyowati et al., 2007).

Di Lapangan Penyemaian Benih

Benih cabai ditanam pada polibek yang telah diisi media steril (tanah + pupuk

kandang dengan perbanding 2:1), kemudian persemaian disungkup dengan

menggunakan kain kassa.

Pengolahan Tanah

Satu bulan sebelum tanam, lahan dibersihkan dari gulma-gulma yang tumbuh

dan sisa tanaman atau sampah. Pencangkulan dilakukan dengan kedalaman 30-40

(36)

dengan luas 1 m x 1,3 m dengan jarak antar sub plot 50 cm, jarak antar main plot 75

cm sedangkan jarak antar ulangan 100 cm.

Lima belas hari sebelum tanam dilakukan pemberian pupuk kandang yang

sebelumnya telah dikomposkan. Keesokan harinya dilakukan pencincangan lalu

dibiarkan selama 7 (tujuh) hari. Setelah itu dilakukan penyiraman bedengan sampai

basah dan diberi mulsa dari bahan organik jerami. Lubang tanam dibuat dengan jarak

60 x 70 cm. Setiap plot terdiri dari 8 tanaman yang terdiri dari 4 tanaman sampel.

Lubang tanam dibuat 1 minggu sebelum tanam dan diberi pupuk kandang 1 kg

/lubang tanam. Pemberian mulsa dilakukan 1 minggu sebelum tanam.

Penanaman ke Lapangan

Satu bulan di persemaian, bibit cabai dapat dipindahkan ke lapangan.

Perpindahan dilakukan pada sore hari saat intensitas matahari rendah dengan jarak

tanam 60 x 70 cm.

Aplikasi bakteri P. fluorescens

Aplikasi bakteri P. fluorescens menggunakan larutan yang sebelumnya telah dipersiapkan di Laboratorium. Dari larutan diambil 5 ml dan dicampur dalam 1 liter

air dan disiramkan di sekitar akar sebanyak 250 ml per tanaman. Sedangkan

penyemprotan pada daun hingga basah merata. Aplikasi dilakukan 1 hari setelah

tanaman cabai pindah ke lapangan dengan interval waktu 1 minggu sekali sampai

(37)

Pemupukan dan Pemeliharaan

Pemupukan dilakukan 1 hari setelah pindah tanam ke lapangan, yaitu

pemberian pupuk kandang sapi 100 gr/tanaman dan diulang 2 minggu sekali. Setelah

cabai berumur 2 minggu di lapangan, tanaman diberi kayu sebagai penopang

tanaman, agar batang tanaman cabai tidak rebah sehingga dapat memperkokoh

tanaman. Penyiraman dilakukan setiap hari yaitu pagi dan sore hari.

Pengendalian Hama

Untuk pengendalian hama, digunakan pestisida organik sesuai dengan

kebutuhan.

Parameter Pengamatan

Persentase Perkecambahan benih

Persentase perkecambahan benih dihitung pada umur 3, 6, 9 hari setelah semai

(hss). Persentase perkecambahan benih dihitung berdasarkan persentase jumlah benih

berkecambah (BK) pada pengamatan pertama (3 hss), kedua (6 hss) dan ketiga (9

hss), dengan rumus.

Keterangan :

BK : Benih berkecambah (Setiyowati et al., 2007).

ΣBK peng. 1 + BK peng.2 + BK peng. 3

% Perkecambahan = --- x 100 %

(38)

Periode Inkubasi

Periode inkubasi yaitu dimana gejala penyakit pertama sekali muncul.

Pengamatan dimulai dari sehari setelah tanaman dipindah ke lapangan untuk semua

perlakuan hingga ditemukan gejala penyakit tersebut. Pengamatan dihentikan

terhadap tanaman yang telah ditemukan gejala.

Persentase Kejadian Penyakit

Persentase kejadian penyakit dilakukan setiap 1 minggu sekali setelah pindah

tanam ke lapangan sampai pengamatan ke-7. Persentase kejadian penyakit

menggunakan rumus sbb:

Dimana :

KP = kejadian penyakit,

a = Jumlah tanaman terserang.

b = Total jumlah tanaman (Abbot, 1925).

Tinggi Tanaman

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan mengukur mulai dari pangkal

batang hingga puncak tertinggi tanaman. Pengukuran dilakukan pada tanaman sampel

mulai umur 1 minggu setelah di lapangan (minggu ke-5 setelah semai) dengan

interval waktu 1 minggu sekali sampai pengamatan ke-12.

a

(39)

Produksi cabai per tanaman

Produksi dihitung mulai panen pertama dengan ciri cabai telah berwarna

merah merata, sampai dengan panen ke-6. Pemanenan dilakukan dengan interval

waktu 4 hari sekali dengan menimbang berat cabai yang dipanen dari setiap plot

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi Pseudomonas kelompok fluorescens dari rizosfer bambu, rumput gajah dan gelagah.

Hasil isolasi P. fluorescens dari tiga rizosfer yaitu bambu, rumput gajah dan gelagah, sebelum dan sesudah menggunakan sinar ultraviolet dapat dilihat pada

Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1 : Pseudomonas yang diisolasi dari rizosfer bambu, rumput gajah, dan gelagah.

A = sebelum disinari dengan UV. B = setelah disinari dengan UV.

A

B

Bambu

(41)

Dari Gambar 1 terlihat bakteri kelompok pseudomonas yang diisolasi dari ketiga rizosfer tanaman bambu, rumput gajah dan gelagah masuk dalam golongan

fluorescens. Hal ini ditandai dengan ke-3 isolat mempunyai koloni bentuk bulat, tepi rata, fluidal dan berpendar di media King’s B setelah disinari UV 620 nm (Gambar 1

B). Pijaran yang dihasilkan P. fluorescens berasal dari pigmen pyoverdin dan atau

fenazin yang dihasilkan bakteri di dalam medium King’s B, sehingga terlihat berpijar bila terkena sinar UV.

Menurut Todar (2004), bakteri Pseudomonas paling dominan menghasilkan

pyocyanin yang merupakan pigmen biru-hijau, sedangkan non patogen saprofit P. fluorescens memproduksi pigmen fluorescent yang dapat larut dan kehijauan.

Uji Pewarnaan Gram

Gambar 2 Pewarnaan gram ketiga isolate P.fluorescens asal : a. bambu, b. rumput gajah, c. gelagah.

Hasil ini diperkuat dengan pengujian pewarnaan gram yang dilakukan. Pada

pengujian pewarnaan gram diperoleh ketiga isolat yang didapat masuk dalam

kelompok bakteri gram negatif. Hal ini dilihat ketiga isolat berwarna merah (Gambar

2). Bakteri ini berbentuk batang lurus atau lengkung, ukuran tiap sel bakteri 0.5-0.1

1μm x 1.5-4.0 μm, tidak membentuk spora dan bereaksi negatif terhadap pewarnaan

(42)

gram (Brock & Madigan 1988 dalam Hasanuddin, 2003). Begitu pula menurut Meera

dan Balabaskar (2012), dari hasil uji biokimia untuk identifikasi P. fluorescens

dengan pewarnaan gram menghasilkan gram negatif.

Uji Kemampuan Menfiksasi Nitrogen (N) Bebas.

Pengujian kemampuan menfiksasi N bebas dari ketiga isolat dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1: Uji kemampuan menfiksasi nitrogen (N) bebas

Perlakuan Respon pada pengamatan

4 hsi 8 hsi 12 hsi

P.fluorescens asal bambu (+) (+) (-)

P.fluorescens asal rumput gajah (-) (-) (-)

P.fluorescens asal gelagah (-) (-) (-)

Keterangan :

+ = hidup.

- = mati

hsi = hari setelah inkubasi

Pengujian kemampuan menfiksasi N bebas dari ketiga isolat dapat dilihat pada

Tabel 1. Dari Tabel 1 dapat dilihat pada pengamatan 4 hsi dan 8 hsi P. fluorescens

asal bambu memiliki kemampuan menfiksasi N bebas. Hal ini ditandai dengan

terjadinya pertumbuhan bakteri (+). Sedangkan P. fluorescens asal rumput gajah dan gelagah mulai 4 hsi sampai 12 hsi tidak memiliki kemampuan menfiksasi N bebas

ditandai dengan tidak terjadinya pertumbuhan bakteri (-). Pseudomonas fluorescens

yang hidup di daerah perakaran tanaman dapat berperan sebagai jasad renik pelarut

fosfat, mengikat nitrogen dan menghasilkan zat pengatur tumbuh bagi tanaman

(43)

dapat dimanfaatkan sebagai pupuk biologis yang dapat menyediakan hara untuk

pertumbuhan tanaman.

Selanjutnya Susilowati et al. (2007) menyatakan tanaman membutuhkan hara N yang cukup besar, dan kebutuhan ini dapat dipenuhi dari aktivitas bakteri penambat

N2

Fiksasi nitrogen sangat penting untuk lingkungan dan pertanian

berkelanjutan. Sebagian besar tanaman mengasimilasi nitrogen hanya dari tanah

melalui penambahan pupuk. Sumber alternatif lain adalah rhizobia yang mampu menyebabkan pembentukan nodula pada akar dari tanaman legum sebagai tanaman

inang. Organ tanaman khusus diserang oleh bakteria yang menfiksasi nitrogen dalam

keadaan bakteroid endosimbiotik dalam sel tanaman. Proses ini melibatkan

pengenalan spesifik dan diferensiasi berkembang baik bakteri dan sel tanaman

inang. Rhizobia berhadapan dengan bermacam-macam kondisi lingkungan seperti bakteria yang hidup bebas dalam tanah, selama proses infeksi dan seperti diferensiasi

bakteroid dalam sel tanaman (Dewi, 2007).

, baik yang berada di sekitar perakaran dan bintil akar (rhizosfer) maupun di dalam jaringan tanaman (diazotrof endofit).

Uji Aktivitas Selulosa

Hasil uji coba analisis aktivitas selulosa dapat dilihat pada Tabel 2 berikut :

Tabel 2 : Uji aktifitas selulosa

Perlakuan Pengamatan

3 hsi

P.fluorescens asal bambu (+)

P.fluorescens asal rumput gajah (-)

(44)

Keterangan :

+ = terbentuk halo

- = tidak terbentuk halo

Dari Tabel 2, didapat P. fluorescens asal bambu dan gelagah membentuk zona bening di sekitar daerah pertumbuhan bakteri pada 3 hsi, yang menunjukkan Selulosa

telah dihidrolisis oleh bakteri menjadi sakarida yang lebih sederhana. Sedangkan uji

P. fluorescens asal rumput gajah memberikan hasil yang sebaliknya yakni tidak terbentuk zona bening (-).

Menurut Yuliar (2008), zona bening (halo) yang terbentuk karena adanya

aktivitas selulosa yang mengandung surfaktin dapat berperan sebagai anti jamur dengan cara membentuk misel dengan komponen membran sel jamur.

Benhamou (1996) melaporkan enzim selulase dan pektinase yang dihasilkan

P. fluorescens dapat digunakan oleh bakteri tersebut untuk mengkolonisasi daerah interselluler jaringan korteks akar, sehingga terjadi penghambatan invasi patogen.

Kemampuan P.fluorescens memproduksi enzim selulosa menjadikan mikroorganisme tersebut mampu menghidrolisa selulosa menjadi glukosa atau gula-gula yang lain

yang larut dan dapat digunakan sebagai sumber carbon bagi pertumbuhannya.

Persentase Perkecambahan Benih Cabai

Persentase perkecambahan benih dihitung pada umur 3, 6, 9 hari setelah semai

(hss) dalam polibek. Perhitungan berdasarkan persentase jumlah benih berkecambah

(BK) pada pengamatan pertama (3 hss), kedua (6 hss) dan ketiga (9 hss), per 100

(45)

Tabel 3 : Persentase perkecambahan benih cabai Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada

taraf 5%.

Dari Tabel 3 di atas dapat dilihat persentase perkecambahan yang dimulai

pada 3 hari setelah semai, terlihat persentase tertinggi terlihat pada perlakuan C3

(seed coating + P. fluorescens asal gelagah) diikuti C0 (kontrol), C1 (seed coating + P. fluorescens asal bambu) dan C2 (seed coating + P. fluorescens asal rumput gajah).

Perlakuan dengan pemberian P.fluorescens dengan pertambahan umur, maka semakin meningkat daya kecambah cabai. Sedangkan pada kontrol (tanpa pemberian

P.fluorescens) sekalipun meningkat, tetapi masih di bawah daya kecambah dari pemberian P. fluorescens. Daya kecambah paling tinggi yaitu dengan pemberian P. fluorescens asal gelagah yang lebih efektif dari P. fluorescens asal bambu dan rumput gajah. Sejalan dengan hasil penelitian Taufik (2005), yang melaporkan terjadi

peningkatan pertumbuhan pada benih cabai Tit Segitiga yang diberi perlakuan PGPR

dibanding tanpa perlakuan. Sutariati et al. (2006), mengatakan perlakuan benih

(46)

Menurut Parjono (2008) kemampuan isolat Pseudomonas sp Crb97, Crb102 dan Crb106 untuk memacu pertumbuhan kecambah kemungkinan karena isolat

Pseudomonas sp. tersebut memproduksi hormon tumbuh yang dapat dimanfaatkan oleh kecambah. Keterlibatan hormon merupakan salah satu faktor penting dalam

pemacuan pertumbuhan.

Wuryandari (2003) menyebutkan memperlakukan biji menggunakan metode

penyelimutan biji dengan bakteri P. fluorescens akan memberikan kesempatan bakteri tersebut untuk berkembang menyelimuti biji. Kondisi ini akan meningkatkan

populasi P. fluorescens sebelum disemai dan bila biji berkecambah mengandung P. fluorescens yang selanjutnya berkembangbiak mengkoloni sistem akar atau rizosfer. Menurut Rao et al. (2004), pemberian P. chlamydosporia dan P. fluorescens

meningkatkan pertumbuhan bibit dari paprika, dimana terjadi kolonisasi oleh bio

agens dari kombinasi kedua bakteri tersebut dan mengkolonisasi akar saat pindah ke

lapangan. Selanjutnya Gholami et al. (2009) menyatakan, PGPR meningkatkan perkecambahan benih hingga 18,5%.

Periode Inkubasi

Pada Tabel 4 di bawah, terlihat terdapatnya perbedaan gejala virus pada

tanaman dari setiap perlakuan. Munculnya gejala dari yang paling cepat sampai

paling lambat dari setiap perlakuan berturut-turut adalah kontrol (8,67 hst), A2C2

(32,00 hst), A1C2 (32,83 hst), A1C1 (33,67 hst), A2C1 (34,08 hst), A2C3 (34,33 hst),

dan A1C3 (37,33 hst). Antar perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata,

(47)

lebih lama dibanding dengan tanaman yang diberi P.fluorescens asal bambu dan asal rumput gajah. Artinya P. fluorescens asal gelagah lebih efektif dalam memperlambat perkembangan penyakit virus atau menunda pemunculan gejala awal sehingga

ekspresi gejala yang muncul lebih lama dari tanaman dengan pemberian bakteri P. fluorescens asal bambu dan rumput gajah.

Tabel 4. Periode inkubasi penyakit akibat virus pada tanaman cabai.

PERLAKUAN Periode Inkubasi

Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5%.

Menurut Soesanto (2000) dan Rokhlani (2005) sistem ketahanan yang dimiliki

oleh tiap-tiap tanaman akan menunjukkan perbedaan masa inkubasi dan tingkat

virulensi virus yang menginfeksi. Cepatnya periode inkubasi diduga pada tanaman

(48)

dapat juga dikarenakan kesesuaian hidup patogen dengan cabai tanpa pemberian P. fluorescens. Sedangkan lebih lamanya periode inkubasi pada tanaman yang diberi P. fluorescens dikarenakan kemampuannya dalam menghambat patogen.

Metabolit sekunder yang dihasilkan bakteri P. fluorescens sangat berperan dalam periode inkubasi, seperti siderofor yang memiliki kemampuan menghambat

perkembangan patogen. Menurut Kanimozhi dan Perinbam (2011), P. fluorescens

LP1 menghasilkan metabolit sekunder siderofor sebagai agens phytophatogen. Hal yang sama juga diutarakan oleh Prashant et al. (2009), pemurnian siderofor dari

Acinetobacter calcoaceticus pada 500 ug / mL konsentrasi menghambat pertumbuhan

Aspergillus niger sampai dengan 30,00%, A. flavus hingga 10,71%, Colletotrichum

paprika hingga 21,57%, dan Fusarium oxysporum hingga 15,12%. Hal ini

menunjukkan bahwa kedua supernatan siderofor kaya metabolit yang memiliki

potensi penghambatan terhadap jamur pytopatogenik.

Persentase kejadian penyakit

Pengamatan persentase kejadian penyakit pada 1 mst sampai 8 mst dapat

dilihat pada Tabel 5 di bawah ini. Persentase kejadian penyakit virus pada

perlakuan pemberian P. fluorescens asal gelagah lebih rendah dibanding P. fluorescens asal bambu dan rumput gajah, berturut-turut A1C3 (2 mst), A1C3 (3,67

mst), A2C1 (3,67 mst), A1C1 (3.33 mst), A1C2 (4mst), A2C2 (4 mst). Pada kontrol

(49)

Persentase kejadian penyakit dapat dilihat pada Tabel 5 berikut :

Tabel 5. Persentase kejadian penyakit

Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5%.

Pseudomonas fluorescens asal gelagah lebih efektif dibanding P. fluorescens

asal bambu dan rumput gajah. Hal ini menunjukkan P. fluorescens mempunyai kemampuan untuk menghambat infeksi patogen. Perbedaan kejadian penyakit ini

dapat disebabkan perbedaan ketahanan yang dimiliki oleh tanaman. Selain itu

kejadian penyakit dapat lebih tinggi akibat serangan ganda dari jenis virus dan sangat

berbeda bila tanaman mendapat serangan satu jenis virus saja.

Pada tanaman yang terinfeksi ganda terjadi interaksi antara kedua virus yang

bersifat meningkatkan kemampuan salah satu atau kedua virus dalam proses

perkembangan dan penyebarannya di dalam sel tanaman terinfeksi. Virus bergerak ke

Perlakuan Pengamatan ke- … (Minggu Setelah Tanam)

(50)

jaringan tanaman melalui pembuluh floem dan akan tersebar ke seluruh bagian

tanaman bersamaan dengan peredaran hasil fotosintat (Martin et al., 2004). Semakin

cepat proses perkembangan dan penyebaran virus di dalam sel tanaman, maka gejala

sistemik muncul semakin cepat dan tingkat keparahannya semakin tinggi.

Hasil yang sama disampaikan oleh Wardanah (2007), bahwa pemberian

campuran (P. fluorescens saja atau B. polymixa) keduanya menurunkan tingkat kejadian penyakit mosaik pada tanaman cabai yang disebabkan oleh TMV.

Anti mikrobia yang dihasilkan oleh kelompok P. fluorescens antara lain

pioluteorin, pirolnitrin, fenazines dan fusarisidin (Beatty dan Susan 2002). Menurut Ongena et al., (1999), siderophore berperan dalam mekanisme induced systemic resistance (ISR). Pada kondisi ini, siderophore menghasilkan senyawa pyoverdin,

pyocelin dan asam salisilat. Asam salisilat tersebut berperan sebagai transinduksi signal yang mengaktifkan gen-gen penginduksi pembentukan systemic acquered resistant (SAR) (Wahyuni, 2001), Ketahanan yang terbentuk tersebut efektif menekan perkembangan patogen termasuk cendawan, bakteri, dan virus (Chivasa et al., 1997). Banyak kajian menyatakan bahwa akumulasi asam salisilat berasosiasi dengan respon fisiologi tanaman terhadap serangan penyakit (Saikia et al., 2006).

Parjono (2008) menyatakan Pseudomonas sp Crb3 mampu menekan kejadian

penyakit sebesar 83.33%.

(51)

Tinggi Tanaman (cm)

Hasil pengamatan terhadap tinggi tanaman dengan pemberian bakteri P. fluorescens dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan tinggi tanaman (cm) pengamatan I sampai dengan pengamatan XII.

Perlakuan Pengamatan ke- … (Minggu Setelah Tanam)

2 4 6 8 10 12

Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5%.

Hasil uji statistik aplikasi P.fluorescens tidak menunjukkan hasil yang nyata terhadap tinggi tanaman. Tetapi P. fluorescens asal bambu lebih efektif dibanding dengan P. fluorescens asal rumput gajah dan gelagah. Berturut-turut dapat dilihat A1C1 (122,11 cm), A2C1 (118,58 cm), A1C2 (118,37 cm), A1C2 (108,82 cm), A1C3

(113,67 cm), A2C2 (108,82 cm), A2C3

Ilyas (2003) menambahkan bahwa penggunaan seed coating dalam industri benih sangat efektif karena dapat memperbaiki penampilan benih, meningkatkan daya

(52)

simpan, mengurangi resiko tertular penyakit dari benih disekitarnya, dan dapat

digunakan sebagai pembawa zat aditif, misalnya antioksidan, anti mikroba, repellent, mikroba antagonis, zat pengatur tumbuh dan lain-lain. Menurut Sutariati et al. (2006), aplikasi P. fluorescens nyata meningkatkan tinggi tanaman cabai. Selanjutnya menurut Sutariati et al. (2006), perlakuan dengan isolat P. fluorescens PG01, PG22, dan PG07 secara nyata meningkatkan tinggi dan jumlah daun bibit cabai

dibandingkan dengan perlakuan standar. Ashrafuzzaman et al. (2009), juga mengatakan bahwa isolat PGPR berpengaruh signifikan terhadap tinggi tanaman padi

dibanding dengan perlakuan tanpa pemberian PGPR.

Tanaman yang terinfeksi virus akan terjadi penurunan zat pengatur tumbuh

(hormon) dan peningkatan kadar senyawa penghambat pertumbuhan (Agrios 1997).

Menurut Semangun (2000), TMV yang menginfeksi tanaman cabai dapat

menghambat pertumbuhan tinggi tanaman sampai mengakibatkan tanaman kerdil.

Pseudomonas sp. banyak dilaporkan sebagai penghasil fitohormon dalam jumlah besar khususnya IAA. IAA merupakan hormon pertumbuhan kelompok

auksin yang berguna untuk merangsang pertumbuhan tanaman. Auksin berfungsi

untuk meningkatkan pertumbuhan sel batang, menghambat proses pengguguran daun,

merangsang pembentukan buah, serta merangsang pertumbuhan kambium dan

menghambat pertumbuhan tunas ketiak (Tjondronegoro et al., 1989). Katiyar dan Goel (2003), P. fluorescens dengan kode CRPF2 bisa melarutkan P ke tingkat yang lebih tinggi ditandai dengan meningkatnya panjang tunas dan panjang akar. Hal ini

(53)

Produksi cabai per tanaman (gram)

Tabel 7. Rataan produksi tanaman (gram) pengamatan I sampai dengan

pengamatan VI.

Perlakuan Pengamatan ke- … (Minggu Setelah Tanam)

1 2 3 4 5 6

Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5%.

Dari Tabel 7 dapat dilihat produksi tanaman cabai pada tanaman yang

mendapat perlakuan pemberian P. fluorescens dan tidak berbeda nyata pada taraf 5%. Tetapi bila dilihat dari hasil analisis statistik, P. fluorescens asal gelagah lebih efektif dalam meningkatkan produksi tanaman dibanding dengan P. fluorescens asal bambu dan rumput gajah berturut-turut sebagai berikut A1C3 (279,58 gr), A2C3 (260,42 gr),

A1C1 (275.00 gr), A2C1 (263,33 gr), A2C2 (258,75 gr), A1C2

Wardanah (2007), menyatakan P. fluorescens, B. polymixa, dan campuran keduanya dapat berfungsi sebagai PGPR pada tanaman cabai karena dapat

(54)

meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Kombinasi kedua bakteri dapat

mengkompensasi tanaman dari infeksi TMV sehingga tanaman cabai masih dapat

tumbuh dan memproduksi buah dengan baik.

Inokulasi P. fluorescens meningkatkan produksi hingga 100% dan juga bakteri pelarut Posfat yang diisolasi dari rizosfer padi dapat meningkatkan produksi

5,4-21,6% (Thakuria et al., 2004). Kemampuan isolat bakteri rizosfer sebagai pemacu pertumbuhan tanaman ditunjukkan dengan kemampuan dalam menyediakan dan

memobilisasi penyerapan berbagai unsur hara dalam tanah serta mensintesis dan

mengubah konsentrasi berbagai fitohormon pemacu pertumbuhan tanaman (Kloepper,

2003; Timmusk & Wagner, 2004). Menurut Sutariati (2006), P. fluorescens sebagai PGPR dapat meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman (biofertilizer). Hal ini sangat

berpengaruh pada peningkatan produksi tanaman.

Menurut Kusumadewi (1999) rizobakteri memungkinkan penyediaan unsur

hara tertentu dari lingkungannya yaitu menambat N2

Senyawa fosfat yang ada dalam lingkungan tumbuh tanaman tidak selalu

dapat mencukupi kebutuhan bagi tanaman sehingga keberadaan bakteri pelarut fosfat

di rizosfer tanaman membantu menyediakan senyawa fosfat bagi tanaman (Sutariati.

2006). Strain P. fluorescens melalui mutagenesesis dapat digunakan sebagai pupuk posfat untuk meningkatkan produksi tanaman pada suhu rendah (Katiyar et al., 2003).

dan mensuplai ketanaman.

Rizobakteri juga mampu menghasilkan siderofor yang dapat melarutkan dan

memisahkan besi dari tanah serta menyediakannya untuk tanaman. Genus yang

banyak diketahui sebagai pemacu pertumbuhan antara lain Pseudomonas sp., Bacillus

(55)
(56)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa bakteri P. fluorescens efektif untuk menginduksi ketahanan tanaman cabai terhadap penyakit virus di lapangan

yang ditandai dengan lamanya periode inkubasi dan kejadian penyakit di

lapangan. Bakteri P. fluorescens juga efektif dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman.

2. Perlakuan seed coating dengan P. fluorescens meningkatkan perkecambahan benih cabai dan memberi ketahanan terinduksi terhadap penyakit virus pada

tanaman cabai di lapangan.

3. Bakteri P. fluorescens sangat berperan sebagai biocontrol dan biofertilizer dari hasil metabolit sekunder yang dihasilkan seperti produksi N-bebas dan aktivitas

Selulosa.

4. Dari ketiga bakteri sebagai agens induksi ketahanan tanaman, P. fluorescens asal gelagah paling efektif terhadap parameter pengamatan daya kecambah, periode

inkubasi, kejadian penyakit, dan produksi tanaman.

Saran

1. Bakteri P. fluorescens dapat digunakan sebagai agens induksi ketahanan tanaman cabai terhadap penyakit virus di lapangan dengan cara seed coating.

Gambar

Gambar   1 : Pseudomonas yang diisolasi dari rizosfer bambu, rumput gajah, dan
Tabel 2 : Uji aktifitas selulosa
Tabel 3 : Persentase perkecambahan benih cabai
Tabel  4. Periode inkubasi penyakit akibat virus pada tanaman cabai.
+7

Referensi

Dokumen terkait

The optimum condition of dangke preparation was found at heating temperature of 80 °C and 0.3% of papain addition, resulting in the most desirable characteristics

1) Supervisi kepala sekolah pada SMA Negeri se-Kabupaten Indragiri Hulu Propinsi Riau, yang diukur melalui (1) supervisi individual dan (2) supervisi kelompok

The aims of this study are to find out the portrayals of the characters and the biblical values conveyed through the five people that Eddie meets in heaven in Mitch Albom’s The

Seluruh BERKAS yang disampaikan atau yang tercantum didalam dokumen kualifikasi perusahaan yang saudara sampaikan pada paket pekerjaan tersebut di atas harus ASLI (Khusus

Data yang digunakan berupa neraca, laporan laba/rugi, data perhitungan biaya dari tahun 2005 sampai dengan 2007 pada PT. Berdsarkan hasil penelitian yang telah dilakukan,

Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan sebagai Petugas. Pemasyarakatan sesuai dengan ketentuan

Equipment – equipment yang direncanakan dalam rancang bangun prototype forklift manual dengan kapasitas angkat 200 kg ini adalah gaya injak pada engkol penggerak sebesar 2800,2612

Figure 3: Photographs of highly resonant wireless power transfer systems used to wirelessly power and operate an LCD TV (~250 W supplied wirelessly) (left) and to.. wirelessly charge