7 BAB 2
A. Konsep Pelayanan Asuhan Keperawatan
1. Defenisi Pelayanan Keperawatan
Pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat, baik sehat maupun sakit (UU No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan, pasal 1 ayat 3).
2. Defenisi Asuhan Keperawatan
3. Pengkajian Keperawatan
Proses keperawatan adalah pendekatan keperawatan profesional yang diakukan untuk mengidentifikasi, mendiagnosis dan mengatasi respon individu terhadap kesehatan dan penyakit. Proses ini dimulai dari tahap pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, penetapan rencana intervensi keperawatan, selanjutnya tahap implementasi, dan diakhiri oleh tahap evaluasi.
Pengkajian adalah proses pengumpulan data secara sistematis yang bertujuan untuk menentukan status kesehatan dan fungsional klien pada saat ini dan waktu sebelumnya, serta untuk menentukan pola respon klien saat ini dan waktu sebelumnya (Carpenito-Moyet, 2005 dalam Potter & Perry, 2009). Tujuan dari pengkajian adalah untuk menyusun data dasar mengenai kebutuhan, masalah kesehatan, dan respons klien terhadap masalah.
B. Konsep Nyeri
1. Defenisi Nyeri
Perdossi (2000 dalam Meliala, 2004) telah menerjemahkan defenisi nyeri dari defenisi International Association for the Study of Pain sebagai “pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial, atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut”.
2. Klasifikasi Nyeri
Secara umum, nyeri diklasifikasikan menjadi dua, yaitu nyeri akut dan nyeri kronis (Smeltzer & Bare, 2001).Nyeri akut biasanya awitannya tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasi cedera atau kerusakan telah terjadi. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan; nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan.
Nyeri kronis merupakan nyeri konstan atau intermitten yang menetap sepanjang suatu periode waktu tertentu (Smeltzer & Bare, 2001). Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang diarahkan kepada penyebabnya.
Meskipun tidak diketahui mengapa banyak individu menderita nyeri kronis setelah suatu cedera atau proses penyakit, diduga bahwa ujung-ujung saraf yang normalnya tidak mentransmisikan nyeri menjadi mampu untuk mencetuskan sensasi nyeri, atau ujung-ujung saraf yang normalnya hanya mentransmisikan stimulus yang sangat nyeri, mentransimisikan stimulus yang sebelumnya tidak nyeri sebagai stimulus yang sangat nyeri.
Nyeri seperti ini jarang menyebabkan individu datang mencari pelayanan kesehatan, karena umumnya nyeri ini dapat hilang tanpa pengobatan atau dengan analgesik ringan. Ciri utama nyeri nosiseptif adalah korelasi positif antara kekuatan stimulus dengan intensitas nyeri dan merupakan sensasi fisiologis yang penting.
Nyeri inflamasi dapat bersifat spontan atau dapat pula dipicu oleh kerusakan jaringan atau proses inflamasi. Nyeri jenis ini berguna untuk mempercepat proses penyembuhan jaringan yang rusak. Gerak jaringan yang rusak berkurang oleh karena adanya nyeri, sehingga memungkinkan proses penyembuhan berjalan dengan baik. Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer pada sistem saraf (Meliala, 2004). Biasanya nyeri ini dialami oleh penderita diabetes mellitus, atau pada nyeri pascaherpes.
3. Fisiologi Nyeri
Struktur spesifik dalam sistem saraf terlibat dalam mengubah stimulus menjadi sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi dan persepsi nyeri disebut sebagai sistem nosiseptif. Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif nyeri terdapat empat proses tersendiri, yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi nyeri.
Transduksi nyeri merupakan proses rangsangan yang mengganggu sehingga menimbulkan aktivitas listrik di reseptor nyeri. Transmisi nyeri melibatkan proses penyaluran impuls nyeri dari tempat transduksi melewati saraf perifer sampai ke terminal di medula spinalis dan jaringan neuron-neuron pemancar yang naik dari medula spinalis ke otak. Modulasi nyeri melibatkan aktivitas saraf melalui jalur-jalur saraf desendens dari otak yang dapat mempengaruhi transmisi nyeri setinggi medula spinalis, serta melibatkan faktor-faktor kimiawi yang menimbulkan atau meningkatkan aktivitas di reseptor nyeri aferen primer. Persepsi nyeri adalah pengalaman subjektif nyeri yang dihasilkan oleh transmisi nyeri oleh saraf.
Saraf perifer terdiri dari akson tiga tipe neuron yang berlainan, yaitu neuron aferen atau sensorik primer, neuron motorik, dan neuron pascaganglion simpatis. Serat pascaganglion simpatis dan motorik adalah serat eferen. Badan sel dari neuron aferen primer terletak di akar dorsal nervus spinalis, dimana setelah keluar dari badan selnya di ganglion akar dorsal, akson saraf aferen primer terbagi menjadi dua prosesus: satu masuk ke kornu dorsalis medula spinalis, dan yang lain mempersarafi jaringan.
Serat-serat aferen primer diklasifikasikan berdasarkan ukuran, derajat mielinisasi dan kecepatan hantaran. Serat aferen A-α dan A- berukuran paling besar, memiliki kecepatan hantaran tertinggi, serta berespons terhadap sentuhan, tekanan, dan sensasi kinestetik, namun tidak berespons terhadap rangsangan yang mengganggu, sehingga tidak diklasifikasikan sebagai nosiseptor. Sebaliknya, serat aferen primer A-δ yang berdiameter kecil dan sedikit bermielin serta serat aferen primer C yang tidak bermielin berespons maksimal hanya apabila lapangan reseptifnya mendapat rangasangan nyeri yang mengganggu, sehingga diklasifikasikan sebagai nosiseptor.
Nyeri lambat disalurkan oleh serat aferen C dan dirasakan 1 detik setelah rangsangan yang mengganggu, memiliki lokalisasi yang kurang jelas dengan kualitas seperti terbakar, berdenyut atau pegal. Karena sistem persarafan nyeri yang ganda ini, maka cedera jaringan sering menimbulkan dua sensasi nyeri tersendiri: nyeri tajam yang lebih awal (serat A-δ) diikuti oleh nyeri tumpul, seperti terbakar, yang sedikit banyak berkepanjangan (serat C).
Reseptor nyeri merupakan jaras multi arah yang kompleks. Serabut saraf ini bercabang sangat dekat dengan asalnya pada kulit dan mengirimkan cabangnya ke pembuluh darah lokal, sel-sel mast, folikel rambut, dan kelenjar keringat. Stimulasi serabut saraf ini mengakibatkan pelepasan histamin dari sel-sel mast dan menyebabkan vasodilatasi.
Sejumlah subtansi yang mempengaruhi sensitivitas ujung-ujung saraf atau reseptor nyeri dilepaskan ke jaringan ekstraselular sebagai akibat dari kerusakan jaringan. Zat-zat kimiawi yang meningkatkan tansmisi nyeri meliputi histamin, bradikinin, asetilkolin, dan prostaglandin yang diduga dapat meningkatkan sensitivitas reseptor nyeri dengan meningkatkan efek yang menimbulkan nyeri dari bradikinin.
Juga ada substansi lain dalam tubuh yang berfungsi sebagai inhibitor terhadap transmisi nyeri. Endorfin dan enkefalin, substansi mirip morfin yang diproduksi tubuh, adalah contoh dari substansi yang menghambat transmisi impuls nyeri.Endorfin dan enkefalin ditemukan dalam konsentrasi yang kuat dalam sistem saraf pusat. Endorfin dan enkefalin adalah zat kimiawi endogen yang berstruktur serupa dengan opioid. Morfin dan obat-obatan opioid lainnya menghambat transmisi stimuli nyeri dengan meniru efekalin dan endorfin.
4. Jaras Asenden
Serat saraf C dan A-δ aferen yang menyalurkan impuls nyeri masuk ke medula spinalis di akar saraf dorsal. Serat-serat memisah sewaktu masuk ke korda dan kemudian kembali menyatu di kornu dorsalis (posterior) medula spinalis yang menerima, menyalurkan, dan memproses impuls sensorik.
Dari kornu dorsalis, impuls nyeri dikirim ke neuron-neuron yang menyalurkan informasi ke sisi berlawanan medula spinalis di komisura anterior dan kemudian menyatu di traktus spinotalamikus anterolateralis, yang naik ke talamus dan struktur otak lainnya. Dua tipe nyeri yang disalurkan oleh nosiseptor, sehingga juga terdapat dua jalur spinotalamikus sejajar yang menyalurkan impuls-impuls ini ke otak, yaitu traktus neospinotalamikus dan traktus paleospinotalamikus.
Traktus spinotalamikus merupakan suatu sistem langsung yang membawa informasi diskriminatif sensorik mengenai nyeri cepat atau akut dari nosiseptor A-δ ke daerah talamus. Sistem ini terutama berakhir secara teratur di dalam nukleus
posterolateral ventralis hipotalamus. Sebuah neuron di talamus kemudian memproyeksikan akson-aksonnya melalui bagian posterior kapsula interna untuk membawa impuls nyeri ke korteks somatosensorik primer girus pascasentralis.
Karena impuls yang disalurkan lebih lambat, maka nyeri yang ditimbulkannya berkaitan dengan rasa panas, pegal, dan sensasi yang lokalisasinya samar. Sistem ini mempengaruhi ekspresi nyeri dalam hal toleransi, perilaku dan respons autonom simpatis. Kedua traktus ini tidak menyalurkan impuls nyeri secara ekslusif.
5. Jalur Desenden
Daerah-daerah tertentu di otak itu sendiri mengendalikan dan mempengaruhi persepsi nyeri: hipotalamus dan struktur limbik berfungsi sebagai pusat emosional persepsi nyeri, dan korteks frontalis menghasilkan interpretasi dan respons rasional terhadap nyeri. Jalur-jalur desenden serat eferen yang berjalan dari korteks serebrum ke medula spinalis dapat menghambat atau memodifikasi rangsangan nyeri yang datang melalui suatu mekanisme umpan balik yang melibatkan substansia gelatinosa dan lapisan lain kornu dorsalis.
Sinyal yang menghambat nyeri (antinoseptif) berasal dari korteks atau batang otak di daerah-daerah tempat norepinefrin dan serotonin merupakan transmiter yang utama. Sinyal-sinyal ini diperkirakan bekerja dengan salah satu dari dua cara berikut: neuron-neuron yang membawanya dapat bersinaps pada
neuron yang melepaskan neuron antinoseptif asam -aminobutirat (GABA),
serotonin, atau asetilkolin; sinyal-sinyal desensens mungkin menghambat nyeri dengan bekerja pada kornu dorsalis untuk menghambat pelepasan neurotrasmiter pronosiseptif dari neuron sensorik yang datang (aferen).
Selain jalur-jalur modifikasi nyeri desendens serotonin dan norepinefin, juga terdapat peptida-peptida opioin endogen di semua bagian yang diperkirakan terlibat dalam modulasi nyeri. Juga terdapat hubungan antara neuron serotonin dengan sel-sel yang mengandung opioid di substansia gelatinosa. Peptida-peptida opioid, yang dikenal sebagai neuromodulator, adalah senyawa alami yang memiliki kualitas mirip morfin.
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Respons Nyeri
1. Pengalaman Masa Lalu dengan Nyeri
2. Ansietas
Ansietas yang relevan dan berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi terhadap nyeri. Sebaliknya, ansietas yang tidak berhubungan dengan nyeri dapat mendistraksi pasien dan secara aktual dapat menurunkan persepsi nyeri.
Penggunaan rutin medikasi antiansietas untuk mengatasi ansietas pada seseorang dengan nyeri dapat membuat individu tersebut tidak melaporkan nyeri karena sedasi yang berlebihan dapat merusak kemampuan pasien untuk melakukan napas dalam, turun dari tempat tidur, dan kerjasama dengan rencana pemulihan. Sehingga, cara yang lebih efektif untuk menghilangkan nyeri adalah dengan mengarahkan pengobatan pada nyeri ketimbang ansietas.
3. Budaya
Budaya dan etnik mempunyai pengaruh pada bagaimana seseorang berespons terhadap nyeri, namun tidak mempengaruhi persepsi nyeri (Zatzick & Dimsdale, 1990 dalam Smeltzer & Bare, 2001).
Harapan budaya tentang nyeri yang individu pelajari sepanjang hidupnya jarang dipengaruhi oleh pemajanan terhadap dengan nilai-nilai yang berlawanan dengan budaya lainnya. Akibatnya, individu yakin bahwa persepsi dan reaksi mereka terhadap nyeri adalah normal dapat diterima.
4. Usia
Cara lansia berespons terhadap nyeri dapat berbeda dengan cara berespons orang yang berusia lebih muda. Persepsi nyeri pada lansia mungkin berkurang sebagai akibat perubahan patologis berkaitan dengan beberapa penyakit.
Lansia cenderung untuk mengabaikan nyeri dan menahan nyeri yang berat dalam waktu yang lama sebelum melaporkannya atau mencari perawatan kesehatan. Lansia mengatasi nyeri sesuai dengan gaya hidup, kepribadian dan latar belakang budaya mereka. Namun demikian, penilaian tentang nyeri dan keadekuatan pengobatan harus didasarkan pada laporan nyeri pasien dan pereda ketimbang didasarkan pada faktor usia.
5. Efek Plasebo
Harapan positif pasien tentang pengobatan dapat meningkatkan keefektifan medikasi atau intervensi lainnya. Individu yang diberitahu bahwa suatu medikasi diperkirakan dapat meredakan nyeri hampir pasti akan mengalami peredaan nyeri dibanding dengan pasien yang diberitahu bahwa medikasi yang didapatnya tidak mempunyai efek apapun. Hubungan pasien-perawat yang positif dapat juga menjadi peran yang amat penting dalam meningkatkan efek plasebo.
D. Pengkajian Nyeri Pasien
Penatalaksanaan nyeri memerlukan penilaian dan usaha cermat untuk memahami pengalaman nyeri pasien dan mengidentifikasi kausa sehingga kausa tersebut dapat dihilangkan, apabila mungkin (Price & Wilson, 2005). Pasien dapat menunjukkan lokasi nyerinya, serta perlu diketahui nyerinya bersifat superfisial atau dalam. Perawat perlu menanyakan awitan nyeri, pola, serta faktor-faktor yang memperparah dan mengurangi nyeri pasien.
Perilaku nonverbal seperti wajah meringis, menangis, ayunan langkah atau postur abnormal, ketegangan otot, dan tindakan melindungi bagian yang nyeri merupakan indikator nyeri yang sering dijumpai di klinis. Akhirnya, perawat perlu melakukan inspeksi dan palpasi daerah yang nyeri untuk menguji kisaran gerakan dari sendi yang terkena, menentukan adanya defans muskulorum, dan mengidentifikasi pemicu titik nyeri dan daerah yang sensasinya menurun atau meningkat.
Ada beberapa instrument yang dapat digunakan untuk menilai nyeri individu unidimensional, yaitu Verbal Rating Scale (skala nyeri verbal), Numeric Rating Scale (skala nyeri numerik) dan Face Pain Scale-Revised (skala nyeri wajah). Skala nyeri verbal menggunakan kata-kata dan bukan angka atau garis untuk menggambarkan tingkat nyeri individu. Skala yang digunakan dapat berupa tidak ada nyeri, sedang, atau parah. Hilang atau redanya nyeri dapat dinyatakan sebagai sama sekali tidak hilang, sedikit berkurang, cukup berkurang, dan nyeri hilang sama sekali.