• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penambahan Nanokristal Selulosa Tandan Kosong Sawit (Elaeis guineens Jack) Terhadap Morfologi dan Sifat Mekanik Produk Lateks Karet Alam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penambahan Nanokristal Selulosa Tandan Kosong Sawit (Elaeis guineens Jack) Terhadap Morfologi dan Sifat Mekanik Produk Lateks Karet Alam"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lateks Alam 2.1.1 Tanaman karet

Di Indonesia, tanaman karet sudah diperkenalkan kepada masyarakat pada zaman kolonial Belanda (1864). Mulanya tanaman karet Indonesia dibawa oleh Hofland dan dijadikan sebagai salah satu jenis tanaman koleksi di Kebun Raya Bogor. Selanjutnya dikembangkan di daerah Ciasem dan Pamanukan Jawa Barat sebagai komoditas perkebunan. Jenis karet yang pertama kali ditanam di Indonesia adalah jenis karet rembung (Ficus Elastic). Sementara itu, penanaman jenis karet Hevea brasiliensis di Indonesia pada tahun 1902 di Pulau Sumatera dan tahun 1906 di Pulau Jawa (Didit, 2005).

Dalam taksonomi tumbuhan, kedudukan tanaman karet diklasifikasikan sebagai berikut (Nurhakim, 2014) :

Kingdom : Plantae

Devisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Hevea

(2)

Tanaman karet (Hevea Brasiliensis) adalah tanaman yang tumbuh subur pada iklim tropis. Tanaman ini dapat tumbuh subur pada temperatur rata-rata 800F (270C) dan mengalami penurunan hujan tahunan sebanyak 80 inci (Blackley, 1997). Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh meninggi dan berbatang cukup besar dengan tinggi pohon mencapai 15-25 m. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks (Nurhakim, 2014).

Lateks karet alam yang diperoleh dari lateks Hevea brasiliensis adalah berupa cairan putih seperti susu yang diperoleh dari proses penyadapan batang pohon karet. Cairan ini mengandung 30-40% partikel-partikel hidrokarbon karet yang terkandung di dalam serum dan mengandung partikel-partikel seperti protein, karbohidrat dan lainnya (Ong et al,1998). Sementara itu, menurut Goutara, et al (1985), lateks merupakan suatu sistem koloid dengan partikel karet yang dilapisi oleh protein dan fosfolipid yang terdispersi di dalam air.

Karet alam adalah polimer alam yang banyak digunakan dalam dunia industri.

Karet alam merupakan polimer yang memiliki daya pegas atau kemampuan meregang dan kembali ke keadaan semula dengan cepat dan sebagian besar memiliki struktur jaringan. Karet alam terdiri dari 94% cis 1,4 poliisopren yang diperoleh dengan menyadap kulit dari pohon karet (Stevens, 2001). Struktur karet alam cis-1,4-poliisoprena ditunjukan pada Gambar 2.1.

(3)

Karet alam memiliki sifat umum yaitu memiliki warna agak kecoklat-coklatan, sifat mekaniknya tergantung dari derajat vulkanisasinya, sehingga dihasilkan banyak jenis sampai jenis yang kaku seperti ebonite. Suhu penggunaan yang paling tinggi sekitar 990C, melunak pada suhu 1300C, dan terurai sekitar 2000C Sifat isolasi listriknya berbeda karena percampuran dengan adiktif. Namun demikian karakterisasi listrik pada frekuensi tinggi sangat jelek. Zat tersebut dapat larut dalam hidrokarbon, ester asam asetat (Ompusunggu, 1987).

2.1.2 Komposisi lateks

Karet alam merupakan hasil ekstraksi getah pohon Havea braziliensis yang tersusun atas monomer isoprana. Lateks karet alam mengandung partikel karet dan partikel bukan karet yang kebanyakkan berada dalam fase serum. Lateks karet alam kebun yang baru ditoreh mengandung 33% karet alam kering. Kandungan karet dalam lateks kebun biasanya ditingkatkan menjadi 60% kandungan karet kering melalui proses pemekatan atau pengemparan sebelum di produksi (Blackley, 1997). Komposisi

kimia lateks alam dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Komposisi kimia lateks (Sankaranarayanan, 2005). Kandungan dalam lateks Kadar (%)

Karet (cis-1,4-poliisoprana) 30-40

Resin 1,5-3,5

Abu 0,5-1,0

Gula 1,0-2,0

Air 55,0-65,0

(4)

bukan karet yang berperan penting mengendalikan sifat lateks dan karetnya meskipun dalam jumlah relatif kecil (Suparto, 2002).

Apabila lateks Hevea Brasiliensis dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 32.000 rpm selama 1 jam, maka akan terbentuk 4 (empat) fraksi :

1. Fraksi Karet

Fraki karet terdiri dari partikel-partikel karet yang berbentuk bulat dengan diameter 0,05 – 3 mikron (μ). Partikel karet diselubungi oleh lapisan pelindung yang terdiri dari protein dan lipida dan berfungsi sebagai pemantap.

2. Fraksi Kuning

Fraksi ini terdiri dari partikel-partikel berwarna kuning yang mula-mula ditemukan oleh Frey Wyssling, sehingga disebut partikel Frey Wyssling. Ukuran partikel dan berat jenisnya lebih besar dari partikel karet dan bentuknya seperti bola. Setelah pemusingan dilakukan, partikel Frey Wyssling biasanya terletak di bawah partikel karet dan di atas fraksi dasar.

3. Fraksi Serum

Fraksi serum juga disebut fraksi C (centrifuge cerumi) mengandung sebagian

besar komponen bukan karet yaitu air, karbohidrat, protein, dan ion-ion logam. 4. Fraksi Dasar

Fraksi dasar biasanya terdiri dari partikel-partikel dasar. Partikel dasar mempunyai diameter 2 - 5 mikron dan berat jenisnya lebih besar dari berat jenis karet, sehingga pada saat pemusingan partikel-partikel dasar berkumpul di bagian bawah atau dasar (Bhatnagar, 2004).

(5)

2.2 Bahan Pembuatan Kompon

Dalam proses pembuatan barang jadi karet terlebih dahulu cairan lateks pekat harus dibuat menjadi kompon lateks cair (Coumpounding). Kompon lateks adalah lateks pekat yang ditambahkan dengan berbagai bahan kimia untuk memberikan sifat barang jadi karet yang diinginkan (Barlow, 1993). Campuran karet mentah dengan bahan kimia karet disebut sebagai kompon karet. Kompon lateks pada umumnya mengandung 6 atau lebih bahan kimia karet tergantung dari karakteristik barang jadi karet yang diinginkan. Bahan-bahan kimia tersebut memiliki fungsi spesifik dan mempunyai pengaruh tehadap sifat karakteristik pengolahan dan harga dari kompon lateksnya.

2.2.1 Bahan Vulkanisasi

Vulkanisasi adalah proses dimana molekul karet yang linier membentuk ikatan silang antara molekul-molekul karet sehingga merubah sifat karet dari viskositas yang lunak menjadi produk akhir dengan sifat yang dikehendaki (Morton, 1959). Tanpa proses vulkanisasi, karet alam tidak akan memberikan sifat elastis dan tidak stabil terhadap suhu. Hal ini dikarenakan unsur karet yang terdiri dari polimer isoprene yang panjang. Rantai polimer yang belum divulkanisasi akan lebih mudah bergeser saat terjadi perubahan bentuk ( Nijasure, 1997).

(6)

kadar yang sama banyak dengan bahan kimia lainnya. Reaksi vulkanisasi karet alam dengan sulfur dapat dilihat pada Gambar 2.2.

CH2 C

Gambar 2.2 Reaksi Vulkanisasi Karet Alam ( Sperling, 1986)

Bahan vulkanisasi yang sering digunakan dalam industri pengolahan karet adalah sulfur yang mempercepat kematangan kompon. Bahan lain untuk vulkanisasi adalah peroksida organik dan dammar fenolik (Setiawan, 2005).

2.2.2 Bahan Pemercepat Reaksi

Vulkanisasi konvensional yang hanya menggunakan belerang memilik kelemahan yaitu proses ini memerlukan waktu yang lama karena reaksinya berjalan sangat lambat, proses vulkanisasi membutuhkan belerang dalam jumlah yang sangat banyak dan temperature yang sangat tinggi. Oleh karena itu perlu ditambahkan bahan pemercepat vulkanisasi yang dikenal sebagai bahan pemercepat (accelerator). Fungsi

(7)

Secara umum, bahan pemercepat yang digunakan adalah dari golongan dithiokarbamat antara lain ZDBC (Zinc dibuthyl dithio carbamate), ZDEC (Zinc

diethyl dithio carbamate) serta ZDMC (Zinc dimethyl dithio carbamate), dari golongan sulfenamida yaitu CBS (N-Cyclohxylbenzothiazole) dan MBS ( 2-morpholinthiobenzothiazole), dari golongan tiuransulfida yaitu TMTD (Tetramethylthiuram disulfide) dan juga dari golongan Tiazol adalah MBT ( 2-mercaptobenzothiazole) dan MBTS (2,2-mercaptodithiobenzothiazole). Struktur senyawa bahan pemercepat reaksi dapat dilihat pada Gambar 2.3.

N

Gambar 2.3 Struktur Senyawa Bahan Pemercepat Reaksi (Sasongko, 2012)

(8)

2.2.3 Bahan Antioksidan

Bahan antioksidan adalah bahan kimia yang ditambahkan ke dalam kompon lateks untuk mencegah terjadinya proses oksidasi pada produk karet alam. Bahan antioksidan dapat menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron pada radikal bebas dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan sifat oksidatif pada barang jadi karet. Penambahan bahan antioksidan juga dapat melindungi barang jadi karet terhadap ion-ion peroksida sehingga barang jadi lateks memiliki ketahan terhadap suhu tinggi (Kalingensmith, 1982). Bahan antioksidan dikelompokkan antara lain Fenil nafrilamin (contoh: PAN dan PBN), kondensat aldehid-amina (contoh: agerite resin), kondesat keton-amina (contoh: fuctol H), serta turunan difenil amina (contoh: Norox OD).

2.2.4 Bahan Pemantap

Bahan pemantap (Stabilizer) ini digunakan untuk mencegah penggumpalan lateks yang terlalu cepat. Selain itu bahan pemantap digunakan untuk melindungi lateks dari tegangan terhadap beberapa campuran dan berfungsi sebagai bahan pendispersi. Contoh bahan pemantap yang umum digunakan adalah Kalium Hidroksida (KOH)

(Nijasure, 1997).

2.2.5 Bahan Pengisi

(9)

Bahan pengisi terbagi atas 2 (dua) golongan berdasarkan keaktifannya yaitu bahan pengisi yang tidak aktif dan bahan pengisi aktif. Umumnya, bahan pengisi tidak aktif digunakan untuk mengurangi biaya dan memanfaatkan limbah contohnya kaolin, serat kayu. Sedangkan bahan pengisi aktif adalah bahan pengisi yang dapat meningkatkan kekerasan, modulus, tegangan putus, abrasi, sifat termal, ketahanan sobek dan ketahanan kikis contohnya karbon black, silika, aluminium silika dan sebagainya (Bhatnagar, 2004). Perubahan sifat-sifat akibat penambahan bahan pengsi dipengaruhu oleh ukuran,keadaan permukaan, bentuk, dan jumlah bahan pengisi.

Secara umum, keupayaan penguatan bahan pengisi dipengaruhi oleh tiga ciri utama yaitu ukuran dan luas permukaan, bentuk dan struktur permukaan serta aktifitas dan sifat-sifat permukaan kimia dari bahan pengisi (Hanafi, 2000). Untuk memperoleh penguatan yang optimum maka partikel bahan pengisi tersebut harus tersebar merata dalam kompon karet. Semakin kecil ukuran partikel bahan pengisi maka pada penambahan dengan jumlah berat yang sama, kekuatan tarik barang jadi yang dihasilkan akan bertambah. Perpanjangan putus serta modulus tidak banyak

berpengaruh sedangkan daya pantulnya berkurang.

2.3. Tandan Kosong Sawit

(10)

Tandan kosong sawit (TKS) adalah limbah padat yang dihasilkan dari industri kelapa sawit. Setelah panen tandan buah segar dari pohon kelapa sawit tersebut disterilkan dalam alat pensteril untuk menonaktifkan enzim dan melonggarkan buah dari tandan. Peningkatan produksi kelapa sawit akan meningkatkan limbah padat berupa tandan kosong, serat perasan buah, pelepah dan sabut kelapa. Oleh karena itu, perlu dilakukan penanganan dalam pengolahan limbah tandan kosong sawit tersebut sehingga tidak menimbulkan masalah yang dapat merusak lingkungan sekitar (Kerdsuwan, 2011). Komposisi Kimia Tandan Kosong Sawit dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Tandan Kosong Sawit (Mulia, 2007)

No Komponen kimia Komposisi (%)

1 Lignin 22,60

2 Pentose 25,90

3 α-sellosa 45,80

4 Holoselulosa 71,88

5 Abu 1,60

6 Pektin 12,85

Pengolahan dan pemanfaatan TKS oleh pabrik kelapa sawit masih sangat terbatas. Sebagian besar pabrik kelapa sawit di Indonesia masih membakar TKS dalam incinerator, meskipun cara ini sudah dilarang pemerintah. Alternatif pengolahan lainnya adalah dengan menimbun (open dumping), dijadikan mulsa di perkebunan kelapa sawit atau diolah menjadi kompos. Cara terakhir meupakan pilihan terbaik, namun cara ini belum banyak dilakukan karena adanya beberapa kendala (Utami, 2011).

(11)

dibutuhkan tanaman sehingga dapat menghemat penggunaan pupuk sintetis (Fauzi, 2012).

Menurut Muthia (2011), TKS terdiri atas kumpulan serat yang mempunyai kemampuan untuk menahan air yang ada di sekitarnya. Struktur tersebut akan mengalami proses dekomposisi dan degradasi bahan organik sehingga akan mengalami perubahan struktur menjadi lebih kuat dan lebih lentur.

2.4 Selulosa

Selulosa merupakan biopolimer alami yang berlimbah yang terdapat di alam yang bersifat terbaharui dan biodegradable serta tidak beracun. Struktur molekul selulosa dapat menjelaskan karakteristik sifat selulosa seperti bersifat hidrofobik, biodegradasi, fungsionalitas yang tinggi. Selulosa dan turunannya telah digunakan lebih dari 150 tahun dalam berbagai aplikasi (Coffey, 1995). Diperkirakan selulosa terdapat di alam sebanyak 7,5 x 1010 ton per tahun yang diperoleh dari tumbuhan

tinggi seperti kayu dan juga sumber lainnya yang mengandung banyak selulosa (Habibi, 2010).

(12)

Gambar 2.4 Struktur Selulosa (Khalid, 2006)

Berdasarkan strukturnya, selulosa diharapkan mempunyai kelarutan yang besar dalam air karena selulosa banyak mengandung gugus hidroksi yang dapat membentuk ikatan hydrogen dengan air (antaraksi yang tinggi anatara pelarut-terlarut). Namun kenyataannya tidak demikian, selulosa tidak hanya tidak larut dalam

air tapi juga tidak larut dalam pelarut lain. Hal ini dikarenakan kekakuan rantai dan tinggi gaya antar-rantai akibat ikatan hidrogen antar gugus hidroksil pada rantai yang berdekatan. Faktor ini dipandang sebagai penyebab kekristalan yang tinggi dari serat selulosa (Azizi, 2005).

Berdasarkan derajat polimerisasi (DP) dan kelarutan dalam senyawa Natrium Hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu (Sumada, 2011):

(13)

pembuatan propelan atau bahan peledak. Semakin tinggi kadar α-selulosa, semakin baik mutu bahannya.

2. β-selulosa adalah selulosa berantai pendek yang larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP 15 – 90 dan dapat mengendap bila dinetralkan.

3. γ-selulosa adalah selulosa berantai pendek yang larut dalam NaOH 17,5% atau basa kuat dengan derajat polimerisasi (DP) kurang dari 15, kandungan utamanya adalah hemiselulosa.

2.5 Nanokristal Selulosa

Istilah “nano” digunakan untuk menunjukkan skala nanometer (10-9m). Polimer nanokomposit didefinisikan sebagai polimer yang terdiri dari matriks dan bahan pengisi dengan ukuran lebih kecil dari 100 nm. Komponen dari material komposit dapat bersumber dari bahan anorganik/anorganik, anorganik/organik atau organik/organik .

Nanokristal selulosa merupakan nanomaterial yang terbaharukan yang dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang seperti bidang kesehatan, obat-obatan, bahan kimia, makanan dan lain sebagainya. Modifikasi nanokristal selulosa sebagai nanomaterial sangat fungsioanal dengan sifat yang sangat baik secara fisika, kimia, biologi dan sifat elektonik sehingga perlu dilakukan pengembangan lebih lanjut. Nanokristal selulosa merupakan biomaterial terbaharui yang menjanjikan yang dapat digunakan sebagai agen penguat pada pembuatan nanokomposit (Peng, 2011).

(14)

optiknya yang unik sehingga ke depannya bisa diaplikasikan dalam bidang lainnya seiring dengan ketertarikan peneliti untuk mengkaji selulosa lebih lanjutnya.

Hidrolisis asam merupakan proses utama yang digunakan dalam memproduksi nanokristal selulosa, dimana susunan blok kecil dilepaskan dari serat selulosa. Selulosa terdiri dari daerah amorf dan daerah kristalin. Daerah amorf memilki densitas lebih rendah dibandingkan daerah kristalin, sehingga ketika selulosa diberi perlakuan dengan penambahan asam kuat maka daerah amorf akan putus dan melepaskan daerah kristalin. Nanokristal selulosa biasanya memeliiki ukuran yang berkisar antar 100-300 nm. Sifat dari nanokristal selulosa dapat dipengaruhi oleh sumber selulosa dan kondisi hidrolisisnya (Eichhorn, 2010).

Nanokristal selulosa sebagai dasar nanokomposit umumnya menunjukkan sifta-sifat yang lebih baik secara signifikan seperti sifat termal, mekanik dan sifat-sifat bawaan lainnya, yang dikonversikan menjadi komposit polimer atau konvensional. Nanokristal selulosa berbentuk kristal batang yang kaku dengan

panjang dan lebar 5-70 nm dan diantara 100 nm. Partikelnya terdiri dari 100% selulosa dan dalam bentuk kristal hanya antar 54-88% (Moon, et al. 2011). Aspek rasio didefinisikan sebagai panjang per diameter yang dipengaruhi oleh morfologi, derajat kristalisasi, sumber selulosa dan proses isolasinya (Habibi, et al. 2010).

(15)

Dari hasil penelitian Sumaiyah (2014), Nanokristal selulosa yang diisolasi dari tandan kosong aren dengan metode hidrolisis asam menggunakan asam sulfat 54%. Dan membandingkan antara nanokristal selulosa dan mikrokristal selulosa. Dari hasil TEM dapat diketauhi bahwa dimensi dari nanokristal selulosa tandan kosong aren memiliki ukuran nano dan memiliki ukuran spherical (bola). Difraktogram XRD menunjukkan bahwa nanoselulosa yang dihasilkan merupakan selulosa tipe II dan mengandung selulosa dengan kristalin yang tinggi.

2.6 Nanokomposit

Nanokomposit dikategorikan dalam nanoteknologi apabila yang dihasilkan merefleksika keunggulan nanomaterial yaitu kinerja yang meningkat secara sgnifikan. Dikatakan nanokomposit karena salah satu komponen yang digunakan memiliki

ukuran berkisar1-100 nm. Nanokomposit merupakan bidang cukup baru karena bahan yang digunakan merupakan bahan yang terbaharukan (Mustar, 2011).

(16)

Potensi nanokomposit yang besar dalam berbagai sector penelitian dan aplikasi menjadikannya sebagai peluang untuk meningkatkan investasi. Nanokomposit dapat dibuat biodegradable dengan kekuatan dan kekakuan yang besar, nanokomposit dapat digunakan dalam peralatan medis sebagai penguat biomaterial. Jaringan-jaringan biologis dapat terbuat dari material nanokomposit dan memberikan hasil yang menarik dalam pembuatan nanokomposit sintetik (Dufresne, 2010).

2.8 Teknik Pencetakan

Teknik yang digunakan pada proses pembuatan barang jadi karet tergantung pada jenis dan spesifikasi bahan baku lateks. Produk yang dihasilkanpun akan memiliki ciri khas dan sifat tersendiri untuk setiap teknik yang digunakan. Untuk proses pembuatan souvenir dari karet alam sering digunakan mtode pencetakan (casting).

Teknik pencetakan merupakan suatu teknik yang menghasilkan produk dari lateks alam yang dilakukan dengan menuangkan kompon lateks ke dalam cetakan yang sesuai dengan keinginan. Teknik pencetakan terdiri atas 2 (dua) cara berdasarkan bentuk cetakannya yaitu (Fachry, 2012) :

a. Proses pencetakan dengan cetakan terbuka

Proses pencetakan yang dilakukan dengan menuangkan kompon lateks pada cetakan dan dibiarkan sebentar kemudian di vulkanisasi pada suhu dan waktu tertentu sampai menghasilkan vulkanisat.

b. Proses pencetakan cetakan tertutup

(17)

pembentukan gel dalam rongga cetakan yang biasanya terbuat dari gips atau light alloy. Cetakan berupa pasangan atas dan bawah yang dapat ditutup rapat.

2.9 Uji Karakteristik

2.9.1 Transmission Electron Microscopy

Transmission Electron Microscopy (TEM) merupakan alat karakteristik yang digunakan untuk mendapatkan gambar nanomaterial, dimana dapat diperoleh ukuran kuantatif partikel atau ukuran butiran, distribusi ukuran dan morfologi. Pada analisa TEM elektron lebih digunakan daripada cahaya yang menyinari sampel karena analisa memiliki resolusi yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan teknik uang berbasis cahaya. Amplitudo dan variasi fase pada berkas transmisi memberikan kontras pencitraan yang merupakan fungsi ketebalan dan material sampel.

Ketika elektron ditransmisikan pada spesimen tipis tanpa adanya interaksi dalam spesimen , maka berkas elektron ini dikatakan mengalami transmisi. Bidang spesimen yang lebih tebal akan mengalami transmisi elektron lebih sedikit sehingga

akan terlihat gelap, sebaliknya daerah tipis akan mengalami lebih banyak transmisi elektron, sehingga akan terlihat lebih terang. Semua electron memiliki energy yang sama dan memasuki specimen secara normal ke permukaannya selebaran elektron ini dapat disusun menggunakan lensa magnetic untuk membentuk pola bintik-bintik, masing-masing bintik sesuai dengan jarak atom tertentu. Pola kemudian dapat menghasilkan informasi mengenai orientasi, susunan atom, dan fase pada bidang yang diperiksa (Vountou, 2008).

(18)

oksida aluminium, titanium oksida) dan partikel lainnya seperti polimer nanopartikel dan nanopartikel magnetik.

2.9.2 Spektroskopi Fourier transform Infrared

Fourier transform Infrared (FTIR) merupakan suatu metode pengujian yang menggunakan sinar inframerah. Pada analisa ini, sinar inframerah ditembakkan pada sampel. Sebagian radiasi inframerah diabsorbsi oleh sampel dan sebagian lainnya ditransmisikan. Hasil spectrum memperlihatkan absorbs dan transmisi molekuler, membentuk sidik jari molekul sampel. Seperti halnya sidik jari, tidak ada dua struktur molekul berbeda yang memiliki spectrum inframerah yang sama (Lowson, 2001). Penggunaan spektroskopi inframerah digunakan untuk mengindentifikasi suatu senyawa. Hal ini dikarenakan spectrum FTIR suatu senyawa yang khas, artinya senyawa yang berbeda akan mempunyai spectrum yang berbeda juga. Vibrasi kimia pada suatu molekul menyebabkan pita serapan hampir seluruh di daerah inframerah 4000-450 cm-1 (Silverstein, 1981).

2.9.3 Uji Kekuatan Tarik

(19)

Gambar 2.5. Uji tarik berdasarkan ASTM D 638 tipe IV

σt =

Fmaks

A0 (2.1)

Selama perubahan bentuk, dapat diasumsikan bahwa volume specimen tidak berubah. Perpanjangan tegangan pada saat bahan terputus disebut kemuluran. Besaran kemuluran (ε) dapat didefinisikan sebagai:

ε =l−lo

lo x 100 % (2.2)

keterangan :

I0

I = panjang specimen saat putus (mm) = panjang specimen mula-mula (mm)

ε = Kemuluran (%) (Wirjosentono, 1995)

Dimana ι0 adalah panjang mula-mula sebelum diberi beban dan ιi adalah panjang setelah diberi beban. Hubungan antara stress dan strain adalah

(20)

2.9.4 Scanning Electron Microscopy

SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara makroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, sinar x, elektron sekunder, absorbsi elektron. Adanya material lain dalam suatu matriks seperti dispersi material tersebut menyebabkan terjadinya perubahan pada permukaan spesimen. Untuk melihat perubahan spesimen. Untuk melihat perubahan dalam bahan tersebut dapat dilakukan suatu analisa permukaan, dan alat yang biasa digunakan adalah SEM.

Teknik SEM pada hakikatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 µm dari permukaan yang diperoleh merupakan gambar tofografi dengan segala tonjolan, lekukan, dan lubang permukaan. Gambar tofografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh

spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor dan diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas yang menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar di monitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam kedalam suatu disket (Wirjosentono, 1996).

(21)

2.8.5 Uji Swelling Index

Uji Swelling (ASTM 3615) dilakukan dengan memotong film lateks sampel karet yang dibentuk secara bulat dengan diameter 38 mm dan ketebalan 0,2 mm dengan metode perendaman dalam khlorofom pada suhu kamar selama 25 menit untuk memungkinkan pengembangan guna mencapai kesetimbangan difusi. Kemudian permukaan sampel yang mengembang dihitung dengan menggunakan kertas grafik dan rasio pengembangan di definisikan sebagai :

��������������=�������� ��ℎ��

������� ����� (2.4)

Gambar

Gambar 2.1 Struktur Karet Alam Cis-1,4-Poliisoprena
Tabel 2.1 Komposisi kimia lateks (Sankaranarayanan, 2005).
Gambar 2.2 Reaksi Vulkanisasi Karet Alam ( Sperling, 1986)
Gambar 2.3 Struktur Senyawa Bahan Pemercepat Reaksi (Sasongko, 2012)
+4

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Tidak bertato / bekas tato dan tindik / bekas tindik anggota badan lainnya selain di telinga kecuali yang disebabkan oleh ketentuan agama atau adat (wanita)* dan tidak

Himpunan Peraturan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2016 1... Himpunan Peraturan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Tahun

dari bagian atas dan bagian bawah permukaan tanah pada suatu waktu tertentu.. Biomassa hutan dapat digunakan untuk menduga potensi serapan

Kemampuan ibu dalam menstimulasi perkembangan psikososial otonomi ini dapat meningkat secara signifikan dengan pertemuan penyuluhan kesehatan dilakukan lebih dari

Mahasiswa hendaknya mempelajari dan membaca buku strategi dan model pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku, mengidentifikasi waktu terbaik untuk belajar

Tahap tindakan yang dilakukan guru sesuai dengan model pembelajaran Inside Outside Cyrcle adalah, (1) Langkah pertama, separuh kelas berdiri membentuk lingkaran kecil

Analisis Jenis Pohon Pakan di Sekitar Sarang Orangutan Sumatera (Pongo abelii) di Hutan Primer dan Sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung.. Universitas