• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan Antenatal Oleh Ibu Hamil di Kabupaten Aceh Tenggara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan Antenatal Oleh Ibu Hamil di Kabupaten Aceh Tenggara"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

PEMANFAATAN PELAYANAN ANTENATAL OLEH IBU HAMIL

DI KABUPATEN ACEH TENGGARA

TESIS

OLEH :

MURNIATI

NIM : 057 012 021/AKK

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

PEMANFAATAN PELAYANAN ANTENATAL OLEH IBU HAMIL

DI KABUPATEN ACEH TENGGARA

TESIS

Untuk memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) Dalam Program Magister Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

OLEH : MURNIATI NIM : 057 012 021/AKK

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul Tesis : FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

PEMANFAATAN PELAYANAN ANTENATAL OLEH IBU HAMIL DI KABUPATEN ACEH TENGGARA

Nama Mahasiswa : Murniati

Nomor Pokok : 057 012 021/AKK

Program Magister : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing :

(Prof.dr. Guslihan Dasatjipta, Sp.A(k)) Ketua

(dr.Murniati Manik, Sp.KK, MSc) (dr. Ria Masniari Lubis, MSi) Anggota Anggota

Ketua Program Magister, Direktur SPs USU,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc.)

(4)

Telah diuji

Pada tanggal : November 2007

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof.dr. Guslihan Dasatjipta, Sp.A(k) Anggota : dr. Murniati manik , Msc,Sp KK.

(5)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pembangunan dibidang kesehatan melalui beberapa Repelita menitikberatkan pada program yang mempunyai daya ungkit yang besar untuk meningkatkan kesehatan ibu, bayi dan balita. Salah satu program yang dimaksud adalah program kesehatan ibu dan anak yang telah dilaksanakan sampai dengan sekarang yang meliputi palayanan antenatal.

Menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI, 2002-2003) AKI di Indonesia sebesar 307/100.000 kelahiran hidup (Target tahun 2009 adalah 226). Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 35/ 1.000 kelahiran hidup (Target 2009 adalah 26), sedangkan menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS 2004) Umur Harapan Hidup (UHH) waktu lahir masih rendah rata-rata 66,2 tahun jika dibandingkan dengan target tahun 2009 yaitu 70,6 tahun.

Kehamilan, persalinan dan menyusukan anak merupakan proses alamiah bagi kehidupan seorang ibu dalam usia produktif. Bila terjadi gangguan dalam proses ini baik gangguan fisiologis maupun psikislogis dapat menimbulkan efek yang buruk tidak hanya terhadap kesehatan ibu sendiri tetapi membahayakan bagi bayi yang dikandungnya, bahkan tidak jarang menyebabkan kematian ibu.

(6)

Perdarahan, Infeksi, dan Eklamsia. Komplikasi ini tidak selalu dapat diramalkan sebelumnya dan mungkin saja terjadi pada ibu hamil yang telah diidentifikasikan normal (Senewe, 2006).

Untuk menanggulangi komplikasi Obstetri tersebut sangat dibutuhkan pelayanan antenatal yang pada dasarnya tersedia bagi semua ibu hamil melalui program Puskesmas, kegiatan ini merupakan bagian dari program KIA, berupaya mengubah sikap dan perilaku masyarakat kearah keamanan persalinan dan memperbaiki rujukan risiko kehamilan (Utomo, dkk,1999).

Menurut SKRT tahun 2004, sebanyak 16,7 % wanita hamil selama kehamilannya tidak pernah melakukan pemeriksaan kehamilan dan 22,2 % tempat persalinan bukan disarana kesehatan. Adapun SUSENAS (2004) pola berobat masyarakat hanya 43,7 % yang menggunakan fasilitas kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik dan lain-lain), sedangkan 56,3 % mengobati sendiri. Dapat disimpulkan pendirian sarana kesehatan cenderung belum diimbangi pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh masyarakat. Demand terhadap pelayanan kesehatan dikatakan baik apabila fasilitas pelayanan kesehatan dimanfaatkan secara optimal yang dapat dilihat dari kenaikan berarti angka pemanfaatan dan kunjungan dari waktu ke waktu (Senewe, 2006).

(7)

kesehatan ibu dan anak yang pada dasarnya tersedia bagi semua wanita hamil dengan biaya yang relatif murah. Namun meskipun biaya pelayanan yang relatif murah, tidak semua wanita hamil memanfaatkan pelayanan tersebut.

Upaya-upaya untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak di Indonesia telah lama dilakukan yaitu sejak berdirinya balai kesehatan ibu dan anak (BKIA) pada tahun 1950 yang memberi pelayanan berupa perawatan kehamilan, persalinan, perawatan bayi dan anak, pendidikan kesehatan, pelatihan dukun bayi dan pelayanan keluarga berencana namun angka kematian ibu melahirkan sampai saat ini masih tinggi.

Program KIA diharapkan dapat berperan besar dalam menurunkan angka kematian ibu (AKI). Dimana jumlah angka kematian ibu/maternal menurut Kecamatan di Kabupaten Aceh Tenggara tahun 2006 sebanyak 18 orang (0,4%) dari 4540 kelahiran. Sedangkan pelayanan antenatal saat kehamilan masih rendah, yaitu kunjungan pertama (K1) ibu hamil ke tempat pelayanan kesehatan hanya mencapai 77,9% dan kunjungan ke-4 (K4) hanya 65,8%. Seharusnya pencapaian K1 90 % dan K4 80 %.

(8)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan tingginya angka kematian ibu dan rendahnya pemanfaatan pelayanan antenatal care di Kabupaten Aceh Tenggara, maka perumusan masalah adalah bagaimana faktor predisposisi (umur, paritas, jarak kelahiran, pendidikan, pengetahuan, sikap) faktor pemungkin (pekerjaan suami, keterjangkauan) dan faktor kebutuhan (kondisi ibu, ketersediaan pelayanan (pelayanan 5T) berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan antenatal oleh ibu hamil di Kabupaten Aceh Tenggara.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan faktor predisposisi (umur, paritas, jarak kelahiran, pendidikan, pengetahuan, sikap) faktor pemungkin (pekerjaan suami, keterjangkauan) dan faktor kebutuhan (kondisi ibu, ketersediaan pelayanan (pelayanan 5T) dengan pemanfaatan pelayanan antenatal oleh ibu hamil di Kabupaten Aceh Tenggara.

1.4. Hipotesis

(9)

1.5. Manfaat Penelitian.

Melalui penelitian ini manfaat yang akan diperoleh antara lain :

a. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Aceh Tenggara dalam peningkatan pelayanan antenatal.

(10)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pelayanan Antenatal Care

Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga professional untuk ibu hamil selama masa kehamilannya, yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan. Pelayanan antenatal merupakan upaya untuk menjaga kesehatan ibu pada masa kehamilan sekaligus upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu maupun perinatal (Manuaba, 1998).

2.1.2. Tujuan Pelayanan Antenatal Care

Menurut Departemen Kesehatan RI (2002) tujuan pelayanan antenatal adalah : 1. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh

kembang janin.

2. Meningkatkan serta mempertahankan kesehatan fisik, mental, sosial ibu dan janin.

3. mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan.

(11)

5. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif.

6. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal.

Salah satu upaya pokok Puskesmas adalah Program Kesehatan Ibu dan Anak, dimana pelayanan antenatal merupakan bagian yang tak terpisahkan dari program tersebut. Pelayanan atenatal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilannya dengan baik dan melahirkan bayi yang sehat.

2.1.2 Standar Pelayanan Antenatal

Unsur penting dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi adalah memberikan pelayanan dan pemeliharaan kesehatan sewaktu hamil secara memadai serta sedini mungkin.

Menurut Departemen Kesehatan (1990), standar pelayanan antenatal adalah sebagai berikut :

a. Kunjungan Pertama

Anamnese, riwayat kehamilan, penyakit yang diderita pada kehamilan

sekarang, riwayat kesehatan anggota keluarga, pemeriksaan umum, pemeriksaan khusus kebidanan, pemeriksaan laboratorium terutama haemoglobin (Hb), pemberian imunisasi TT, pemberian obat dan vitamin, perawatan payudara, penyuluhan tentang :

(12)

- Kebersihan perorangan

- Imunisasi TT, kunjungan ulang dan lain-lain. b. Kunjungan Ulang

Anamnese, pemeriksaan umum, kebidanan dan laboratorium, pemberian imunisasi TT, pemberian vitamin dan obat, penyuluhan kesehatan sehubungan dengan kesehatan kehamilan.

2.1.3. Pelayanan Antenatal di Puskesmas

1. Konsep Pemeriksaan Antenatal

Menurut Departemen Kesehatan RI (2002) pemeriksaan antenatal di tingkat puskesmas dilakukan sesuai dengan standar pelayanan antenatal di tingkat puskesmas dimulai dengan urutan sebagai berikut :

a. Anamnese, meliputi identitas ibu hamil, riwayat kontrasepsi/KB, kehamilan sebelumnya dan kehamilan sekarang.

b. Pemeriksaan umum, meliputi pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus kebidanan,

c. Pemeriksaan laboratorium dilakukan hanya atas indikasi/diagnosa.

d. Pemberian obat-obatan, imunisasi Tetanus Toxoid (TT), dan tablet besi (Fe). e. Penyuluhan tentang gizi, kebersihan, olah raga, pekerjaan dan perilaku

(13)

tenaga terlatih, KB setelah melahirkan, serta pentingnya untuk melakukan kunjungan pemeriksaan ulang.

2. Kunjungan Ibu Hamil

Menurut Departemen Kesehatan RI (1998), kunjungan ibu hamil adalah kontak antara ibu hamil dan petugas kesehatan yang memberikan pelayanan antenatal standar untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan. Istilah kunjungan di sini dapat diartikan ibu hamil yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan, atau sebaliknya petugas kesehatan yang mengunjungi ibu hamil di rumahnya atau posyandu. Kunjungan ibu hamil dilakukan secara berkala yang dibagi menjadi beberapa tahap, seperti :

a. Kunjungan ibu hamil yang pertama (K1)

Kunjungan K1 adalah kontak ibu hamil yang pertama kali dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan dan pelayanan kesehatan pada trimester I, dimana usia kehamilan 1 sampai 12 minggu.

b. Kunjungan ibu hamil yang keempat (K4).

Kunjungan K4 adalah kontak ibu hamil yang keempat atau lebih dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksan kehamilan dan pelayanan kesehatan pada trimester III, usia kehamilan > 24 minggu.

(14)

1) Minimal 1 kali pada trimester I (K1), usia kehamilan 1 – 12 minggu. 2) Minimal 1 kali pada trimester II, usia kehamilan 13 – 24 minggu.

3) Minimal 2 kali pada trimester III (K3 dan K4), usia kehamilan > 24 minggu. 1. Jadwal Pemeriksaan

Menurut Departemen Kesehatan RI (2002) pemeriksaan kehamilan berdasarkan kunjungan antenatal dibagi atas :

a. Kunjungan Pertama (K1)

Meliputi : (1) Identitas/biodata, (2) Riwayat kehamilan, (3) Riwayat kebidanan, (4) Riwayat kesehatan, (5) Riwayat sosial ekonomi, (6) Pemeriksaan kehamilan dan pelayanan kesehatan, (7) Penyuluhan dan konsultasi.

b. Kunjungan keempat (K4).

Meliputi : (1) Anamnese (keluhan/masalah), (2) Pemeriksaan kehamilan dan pelayanan kesehatan, (3) Pemeriksaan psikologis, (4) Pemeriksaan laboratorium bila ada indikasi/diperlukan, (5) Diagnosa akhir (kehamilan normal, terdapat penyulit, terjadi komplikasi, atau tergolong kehamilan Risiko Tinggi/Resti), (6) Sikap dan rencana tindakan (persiapan persalinan dan rujukan).

Menurut Mochtar (2000) Jadwal pemeriksaan antenatal yang dianjurkan adalah : a. Pemeriksaan pertama kali yang ideal yaitu sedini mungkin ketika haid terlambat

satu bulan.

(15)

c. Periksa ulang 2 kali sebulan sampai kehamilan 9 bulan d. Periksa ulang setiap minggu sesudah kehamilan 9 bulan e. Periksa khusus bila ada keluhan/masalah.

3. Pelaksana Pelayanan Antenatal

Pelaksana pelayanan antenatal adalah dokter, bidan (bidan di puskesmas, bidan di desa, bidan praktek swasta), pembantu bidan, perawat bidan dan perawat yang sudah dilatih dalam pemeriksaan kehamilan. Pelayanan antenatal di desa dapat dilakukan di polindes, posyandu atau kunjungan ke rumah (Departemen Kesehatan RI, 2002).

2.1.4. Cakupan Pelayanan Antenatal Care

Cakupan pelayanan antenatal care adalah persentase ibu hamil yang telah mendapat pemeriksaan kehamilan oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja.

Cakupan kunjungan baru/pertama ibu hamil (K1) dipakai sebagai indikator jangkauan (aksesibilitas) pelayanan, angka cakupan K1 diperoleh dari jumlah K1 dalam 1 tahun dibagi jumlah ibu hamil di wilayah kerja dalam 1 tahun.

Dalam pengelolaan program KIA disepakati bahwa cakupan ibu hamil adalah cakupan kunjungan ibu hamil yang keempat (K4), yang dipakai sebagai indikator tingkat perlindungan ibu hamil. Angka cakupan K4 diperoleh dari jumlah K4 dalam 1 tahun dibagi jumlah ibu hamil di wilayah kerja dalam 1 tahun.

(16)

Tinggi (Resti) ibu hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, serta kunjungan neonatal (KN) di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun (Departemen Kesehatan RI, 2002). Menurut Direktorat Bina Kesehatan Keluarga (1990), penyelenggaraan pelayanan antenatal di wilayah kerja puskesmas mencakup kebijaksanaan umum dan kebijaksanaan operasional.

2.2. Kebijaksanaan

2.2.1. Kebijaksanaan Umum meliputi:

a. Memberikan pelayanan antenatal sesuai dengan jenjang pelayanan yang telah ditetapkan.

b. Meningkatkan peran serta masyarakat (suami, keluarga, kader) dalam menunjang penyelenggaraan pelayanan atenatal dengan pendidikan dan penyuluhan.

c. Meningkatkan mutu dan jumlah tenaga pelaksana maupun fasilitas pelayanan antenatal.

d. Mengintegrasikan cakupan imunisasi Tetanus Toxoid (TT) dan menurunkan Missed Opportunity.

2.2.2. Kebijakan Operasional meliputi ;

(17)

c. Melakukan upaya pencegahan neonatal tetanus dengan pemberian imunisasi TT sebanyak 2 (dua) kali selama kehamilan dengan selang waktu minimal 4 (empat) minggu

d. Pemberian tablet tambah darah pada setiap ibu hamil

e. Melakukan pemeriksaan kehamilan minimal 4 (empat) kali pada trimester pertama 1 (satu) kali, trimester kedua 1 (satu) kali pada trimester 3 (ketiga) 2 (dua) kali.

f. Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan atas indikasi

g. Menyediakan sarana pelayanan antenatal sesuai dengan jenjang pelayanan. h. Memberi penyuluhan kepada ibu hamil, keluarga dan suami tentang cara

hidup sehat. Perawatan payudara, gizi ibu hamil, perawatan bayi dan tali pusat, pentingnya pemeriksaan kehamilan ke Puskesmas, Puskesmas pembantu maupun posyandu.

i. Memberikan pelayanan antenatal di Puskesmas pada setiap hari kerja

j. Melakukan rujukan intern Puskesmas di bagian KIA untuk menjaring ibu hamil yang datang dengan keluhan lain.

2.3. Pemanfaatan Pelayanan Antenatal

(18)

2.3.1. AksesibilitasPelayanan

Pelayanan harus dapat digunakan oleh individu-individu pada tempat dan waktu yang ia butuhkan. Pengguna pelayanan harus mempunyai akses terhadap berbagai jenis pelayanan, peralatan, obat-obatan, dan lain-lain yang sesuai dengan kebutuhan pasien.

2.3.2. Kualitas

Suatu pelayanan yang berkualitas tinggi, mengimplementasikan pengetahuan dan tehnik paling mutakhir dengan tujuan untuk memperoleh efek yang paling baik. Kualitas pelayanan berhubungan dengan kompetensi profesional dan provider.

2.3.3. Kesinambungan

Pelayanan kesehatan yang baik, disamping mempunyai akses dan kualitas yang baik juga harus memiliki kesinambungan pelayanan, berarti proses pelayanan harus memperlakukan pasien sebagai manusia secara utuh melalui kontak yang terus menerus antara individu dengan provider.

2.3.4. Efisiensi

Elemen pokok lain dari pelayanan kesehatan yang bermutu adalah efesiensi yang menyangkut aspek ekonomi dan pembiayaan pelayanan kesehatan baik bagi pasien, provider maupun bagi organisasi/institusi penyelenggaraan pelayanan.

(19)

menjadi saling berinteraksi. Dengan demikian kualitas suatu pelayanan kesehatan dapat diukur dari penampilan pemberi pelayanan dan kualitas pelayanan yang diperoleh pemakai jasa pelayanan.

Dalam pelayanan antenatal aksesibilitas dan kesinambungan secara kuantitas dapat dilihat dari jumlah dan frekuensi kunjungan ibu hamil untuk pemeriksaan kesehatannya. Untuk kepentingan pemantauan teknis, Departemen Kesehatan mengembangkan indikator akses yaitu ratio (%) jumlah kunjungan ibu hamil baru terhadap jumlah semua ibu hamil dalam satu tahun, dan indikator cakupan yaitu rasio dari jumlah kunjungan ibu hamil baru yang ke-4 atau lebih, terhadap jumlah semua ibu hamil dalam satu tahun.

(20)

Kesehatan menetukan paket minimal ’5T’ yang terdiri dari (T)imbang Berat Badan, ukur (T)ensi, ukur (T)inggi fundus, beri (T)ablet tambah darah dan imunisasi (T)T.

Pemanfaatan pelayanan antenatal oleh ibu hamil diukur kearah kualitas pemanfaatan pelayanan dengan melihat kecukupan (adekuasi) dan kesinambungan kunjungan ibu hamil ke sarana pelayanan. Adekuasi pemanfaatan pelayanan antenatal diukur dengan memperhitungkan kunjungan pertama kali memeriksakan kehamilan ke petugas kesehatan dan kunjungan berikutnya sampai pada trimester III. Pemanfaatan pelayanan antenatal dikatakan adekuat bila kunjungan pertama untuk pemeriksaan hamil dilakukan pada trimester I, diperiksa paling sedikit 1 kali pada trimester II dan 2 kali pada trimester III. Hal ini mengacu pada standar Departemen Kesehatan bahwa seorang ibu hamil harus diperiksa paling sedikit 1 kali pada trimester I, 1 kali pada trimester II, 2 kali pada trimester III dan total pemeriksaan selama kehamilan paling sedikit 4 kali. Dengan penentuan adekuasi pemanfaatan pelayanan antenatal seperti di atas, maka segi kualitas dilihat dari kesinambungan pemeriksaan maupun segi kuantitas dilihat dari total kunjungan dapat dipenuhi.

(21)

2.4. Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan Antenatal

Pemanfaatan pelayanan antenatal oleh ibu hamil pada dasarnya merupakan manifestasi dari salah satu bentuk perilaku dibidang kesehatan dalam upaya mencegah dan menanggulangi adanya penyakit atau gangguan yang dapat membahayakan kesehatan, baik bagi ibu maupun bayi yang dikandung selama kehamilan dan pada persalinan.

2.4.1. Pengetahuan

2.4.1.1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, penginderaan penciuman, rasa dan raba sebagian besar manusia memperoleh melalui mata dan telinga, pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoadmojo, 2005).

Karena dari pengetahuan dan penelitian, ternyata perilaku yang disadari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak disadari oleh pengetahuan

2.4.1.2. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoadmojo pengetahuan yang tercakup dalam kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu :

(22)

Tahu diartikan sebagai suatu kemampuan untuk mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu spesifik terhadap suatu bahan yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu tahu ini merupakan sumber tingkat pengetahuan yang lebih rendah.

2. Memahami (comprehensip)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan secara benar.

3. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya. Dalam situasi yang lain misalnya dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah dari kasus yang diberikan.

4. Analisa (analysis)

Merupakan kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (shynthesis)

(23)

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan untuk melakukan terhadap suatu materi atau objek (Notoadmodjo, 2003)

2.4.2. Sikap

Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan kondisi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan tindakan atau aktivitas, akan tetapi adalah merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka.

Menurut Allpont (1954) dalam Notoadmodjo (1997), sikap mempunyai 3 (tiga) komponen pokok, yaitu :

a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek. c. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh. Dalam penentuan sikap yang utuh, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan yang penting.

(24)

1. Menerima (receiving); diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misal sikap orang terhadap pemeriksaan antenatal dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian terhadap ceramah-ceramah yang berkaitan dengan manfaat dari pemeriksaan antenatal.

2. Merespons (responding); memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (valuing); mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah.

4. Bertanggung jawab (responsible); bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Pengukuran dari sikap dilakukan dengan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek. Secara langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden.

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Newcomb, ahli psikososial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak atau bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu objek. Dengan kata lain, sikap merupakan

predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap mempunyai 3 komponen pokok, 1) kepercayaan, ide, konsep terhadap suatu objek, 2) kehidupan emosional atau

(25)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan, tetapi diperlakukan adanya faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas dan adanya dukungan dari pihak lain.

2.4.3. Perilaku

Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktifitas dari manusia itu sendiri. Benyamin Blum (1988) dalam Notoadmodjo (1997) membagi perilaku itu kedalam 3 (tiga) domain (ranah/kawasan) yang terdiri dari ranah koognitif (cognitive domain), ranah efektif (effective domain), dan ranah psikomotor (psychomotor

domain). Ketiga doamain ini diukur dari pengetahuan (knowladge), sikap atau

anggapan (attitude), praktek atau tindakan yang dilakukan (practice).

Menurut Blum pengetahuan adalah pemberian bukti oleh seseorang melalui proses pengingatan atau pengenalan suatu informasi, ide atau fenomena yang diperoleh sebelumnya. Beberapa pengalaman dan penelitian membuktikan bahwa tindakan atau praktek seseorang akan lebih langgeng bila didasari oleh pengetahuan yang baik.

2.4.4. Perilaku Kesehatan

(26)

mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (health related behavior), sebagai berikut:

a. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu hal-hal yang berhubungan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk mencegah penyakit.

b. Perilaku sakit (illness behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang individu yang merasa sakit.

c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior),yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan.

Perbedaan bentuk pencarian pengobatan timbul sebagai akibat dari perbedaan persepsi tentang sehat-sakit pada setiap individu (Notoatmodjo,1993).

2.4.5. Determinan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mencari faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku kesehatan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Cukup banyak model-model penggunaan pelayanan kesehatan yang dikembangkan, seperti model kependudukan, model sumberdaya masyarakat, model organisasi dan lain-lain sesuai dengan variabel-variabel yang digunakan dalam masing-masing model.

(27)

theory) dari Lewin (1994). Dalam model Anderson ini, terdapat 3 (tiga) kategori

utama dalam pelayanan kesehatan yaitu:

a. Komponen predisposisi, menggambarkan kecenderungan individu yang berbeda-beda dalam menggunakan pelayanan kesehatan sesorang.

Komponen terdiri dari :

1. Faktor-faktor demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan, besar keluarga dan lain-lain).

2. Faktor struktural sosial (suku bangsa, pendidikan, pekerjaan). 3. Faktor keyakinan/kepercayaan (pengetahuan, sikap persepsi)

b. Komponen enabling (pemungkin/pendorong), menunjukan kemampuan individual untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Didalam komponen ini termasuk faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian :

1. Sumber keluarga (pendapatan/penghasilan, kemampuan membayar pelayanan, keikutsertaan dalam asuransi, informasi pelayanan kesehatan yang dibutuhkan)

2. Sumber daya masyarakat (suatu pelayanan, lokasi/jarak transportasi dan sebagainya).

(28)

ketidakmampuan bekerja) dan hal-hal yang dinilai (tingkat beratnya penyakit dan gejala penyakit menurut diagnosis klinis dari dokter).

Secara skematis konsep pemanfaatan/pengguna pelayanan kesehatan menurut Anderson digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1. Model Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Komponen

Sumber : Anderson, Ronald, A. Behavioral Model Of Family’ Use of Health services, University of chicago, Research Series 25, 1968.

(29)

a. Karakteristik Predisposisi

1. yang dapat diubah : pengetahuan, sikap dan kepercayaan.

2. yang tidak dapat diubah : umur, jenis kelamin, besar keluarga, suku, tingkat pendidikan, status pekerjaan.

b. Karateristik Enabling

1. yang dapat diubah : tingkat pendapatan, jenis sumber daya (penyandang dana, asuransi, fasilitas / sarana pelayanan)

2. yang tidak dapat diubah : lokasi tempat tinggal, lama tinggal. c. Karakteristik Kebutuhan (need).

1. yang dapat diubah : kondisi kesehatan

2. yang tidak dapat diubah : prosedur pemeriksaan

2.4.6. Model Pemanfaatan Pelayanan Antenatal di Indonesia

(30)

Gambar 2. Model Pemanfaatan Pelayanan Antenatal

‘PREDISPOSING ‘ENABLING NEED

- Umur Ibu - Pekerjaan Suami - Riwayat

- Paritas - Ekonomi Keluarga - Keluhan - Jarak Kelahiran - Pembayaran - Persepsi Sehat - Pendidikan - Ongkos - Kondisi Ibu

- Pengetahuan - Waktu - Rencana Pengobatan - Sikap - ketersediaan Pelayanan - HB

- Jarak

PEMANFAATAN PELAYANAN ANTENATAL

Sumber : Wibowo, Pemanfaatan Pelayanan Antenatal : Faktor-faktor yang Mpengaruhi dan Hubungannya dengan Berat Bayi Lahir Rendah, Disertai S3, 1992.

Dari penelitiannya disimpulkan bahwa konsep yang disusun dapat digunakan untuk faktor-faktor yang berperan terhadap pelayanan antenatal, yang pada hakekatnya merupakan bentuk pelayanan preventif. Ditemukan 6 (enam) variabel penentu (predictor) yang berhubungan secara bermakna terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal. Disamping itu, Wibowo menyimpulkan bahwa terdapat 6 (enam) faktor baru dibawah komponen predisposing-Enabling-Need yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan antenatal yaitu :

(31)

2. faktor sosial ibu hamil (pendidikan, pengetahuan, sikap)

3. faktor keadaan ekonomi keluarga (belanja keluarga / bulan, ongkos total pelayanan dan ketersediaan sarana)

4. faktor-faktor reproduksi ibu hamil (umur paritas)

5. faktor kondisi kesehatan ibu selama hamil (keluhan, kesehatan) 6. faktor pencarian pengobatan (tindakan bila sakit)

2.5. Landasan Teori

Menurut Anderson (1968), faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan antenatal care adalah komponen predisposisi, komponen pemungkin dan komponen kebutuhan. Wibowo (1992), mengembangkan model Anderson (1968), dengan meneliti faktor-faktor pada ibu hamil. Model pemanfaatan pelayanan antenatal menurut Wibowo (1992), juga dihubungkan oleh faktor Predisposing, Enabling, Need. Yang termasuk faktor predisposing adalah susunan keluarga,

(32)

Gambar 3. Kerangka Teori Modifikasi Model Anderson dan Wibowo

Komponen Predisposisi

- Umur ibu - Paritas

- Jarak kelahiran - Pendidikan - Pengetahuan - Sikap

Komponen Pemungkin

- Pekerjaan suami - Ekonomi Keluarga - Pembayaran - Ongkos - Waktu

- Ketersediaan Pelayanan - Jarak

Komponen kebutuhan

- Riwayat - Keluhan - Persepsi sehat - Kondisi ibu

- rencana pengobatan - HB

Pemanfaatan Pelayanan Antenatal

2.6. Kerangka Konsep

Variabel penelitian terdiri dari variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen adalah faktor yang berhubungan dengan variabel dependen, terdiri dari 3 (tiga) faktor yaitu komponen predisposisi komponen pemungkin dan komponen kebutuhan. Sedangkan variabel dependen adalah pemanfaatan pelayanan antenatal. Komponen predisposisi meliputi umur ibu hamil, paritas, jarak kelahiran, pendidikan, pengetahuan dan sikap ibu hamil. Komponen pemungkin meliputi pekerjaan suami, keterjangkauan ke tempat pelayanan kesehatan. Sedangkan komponen kebutuhan meliputi kondisi ibu, ketersediaan pelayanan (Pelayanan 5T).

(33)

Gambar 4. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel independen

Variabel dependen

Komponen Predisposisi

- Umur ibu - Paritas

- Jarak kelahiran - Pendidikan - Pengetahuan - Sikap

Komponen Pemungkin

- Pekerjaan suami - Keterjangkauan

Komponen kebutuhan

- Kondisi Ibu

- Ketersediaan Pelayanan (pelayanan 5T)

Penurunan Angka Kematian

Ibu

Pemanfaatan Pelayanan

Antenatal

(34)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survei dengan pendekatan explanatory research (penelitian penjelasan), yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara variabel–variabel melalui pengujian hipotesa (Singarimbun, 1989)

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara. Adapun alasan pemilihan lokasi ini berdasarkan dua pertimbangan yaitu : (1) menurut laporan PWS-KIA cakupan pelayanan antenatal di Kabupaten Aceh Tenggara masih rendah ( K1 = 77,9% dan K4= 65,8%), (2) belum pernah dilakukan penelitian tentang pemanfaatan pelayanan antenatal sebelumnya di wilayah kerja Puskesmas di Kab. Aceh Tenggara.

Waktu pelaksanaan penelitian di lakukan pada bulan Februari – Agustus 2007 (7 bulan).

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

(35)

3.3.2. Sampel

Besar sampel minimal dihitung dengan menggunakan rumus (Sastroasmoro, 1995) :

n = ( Z √ Po Qo + Z √ PaQa ) ² (Pa – Po )²

Keterangan:

= tingkat kemaknaan = 0,05

Z = deviat baku normal untuk (Z =1,96)

Po = K1 Pada tahun 2006 di Kab Aceh Tenggara (0,78) Qo = 1 – Po (0,22)

= power test =80% Z = 0,842

Pa – Po = besarnya perubahan proporsi K1 yang mempunyai makna = 0,1 Pa = 0,88

Qa = 1 – Pa (0,12)

Jumlah sampel yang didapat dengan menggunakan rumus sampel, maka diperoleh besar sampel minimal sebesar 118 orang. Tetapi dalam penelitian ini diambil sampel sebesar 120 orang.

Cara penarikan sampel dilakukan dengan cara acak sederhana (simple random sampling), yaitu memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi

(36)

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Petugas Pengumpul Data

Petugas pengumpul data terdiri dari 6 (enam) orang bidan yang tidak bertugas di Puskesmas yang diteliti, petugas pengumpul data ini telah dilatih tentang teknik pengumpulan data.

Kegiatan pengumpulan data oleh petugas mendapat pengawasan dan bimbingan dari peneliti sendiri dan dua orang supervisor yang telah dilatih. Pengawasan dan bimbingan dilakukan secara bergantian dan atau bergiliran antara peneliti dengan supervisor.

3.4.2. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder, yaitu : (1) Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara kepada

responden dengan berpedoman pada kuesioner penelitian yang telah disiapkan.

(37)

3.5. VARIABEL DAN DEFENISI OPERASIONAL

No Variabel Defenisi

Operasional

kuesioner Wawancara Ratio

• Paritas

Jumlah kelahiran, baik lahir hidup maupun lahir mati yang dialami ibu

Kuesioner wawancara Ratio

• Jarak kelahiran

Kurun waktu (bulan) antara saat kelahiran anak terakhir dengan anak sebelumnya

Kuesioner wawancara Ratio

• Pendidikan yang diketahui ibu mengenai

kehamilan

Kuesioner Wawancara 1=kurang

2=baik Ordinal

• Sikap

Sikap terhadap pemeriksaan

kehamilan

Kuesioner Wawancara 1=kurang

2=baik Ordinal

(38)

Variabel Defenisi

Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil ukur

Skala

yang di derita ibu selama kehamilan

Kuesioner wawancara yang tersedia di puskesmas meliputi - Timbang BB - Pemeriksaan Tinggi fundus - Ukur Tensi - Tablet besi - Imunisasi TT

Kuesioner wawancara Ratio

2 V. Dependen

•Pemanfaatan Pelayanan Antenatal

Jumlah kunjungan ibu hamil pada sarana pelayanan kesehatan untuk periksa kehamilan

Kuesioner Wawancara Ratio

3.6. Metode Pengukuran

Penelitian ini menggunakan skala dan jumlah pertanyaan yang berbeda-beda pada variabel dependen (umur, paritas, jarak kelahiran, pendidikan, pengetahuan, sikap, pekerjaan suami, keterjangkauan, kondisi ibu, ketersediaan pelayanan) dan variabel independen pemanfaatan pelayanan antenatal.

(39)

Pengetahuan dikategorikan kurang jika jawaban benar dari pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner mencapai < 75 %.

Pengukuran sikap dikategorikan baik dan kurang. Baik jika jawaban setuju mencapai ≥ 75 %. Kategori kurang jika jawaban setuju < 75 %.

Pekerjaan suami dikategorikan menjadi berpenghasilan tetap dan berpenghasilan tidak tetap. Berpenghasilan tetap jika mempunyai penghasilan bulanan, yaitu jenis pekerjaan PNS, karyawan swasta, wiraswasta. Berpenghasilan tidak tetap jika mempunyai jenis pekerjaan petani/berkebun, buruh lepas, dan lain-lain.

Keterjangkauan dikategorikan menjadi mudah terjangkau dan sulit terjangkau. Mudah terjangkau jika ibu hamil dapat mencapai tempat pelayanan kurang dari 1 jam atau dengan biaya kurang dari Rp. 20.000,-.

Kondisi ibu dikategorikan menjadi ada penyakit/keluhan dan tidak ada penyakit/keluhan. Ada penyakit/keluhan jika ibu mempunyai masalah kesehatan selama kehamilan, seperti penyakit yang diderita ibu dan ada oedema selama kehamilan. Tidak ada penyakit/keluhan jika ibu tidak mengalami masalah kesehatan selama kehamilan.

(40)

3.7. Metode Analisa Data

(41)

37

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Lokasi Penelitian

4.1.1. Geografi dan Penduduk Kabupaten Aceh Tenggara

Kabupaten Aceh Tenggara terletak di ketinggian ± 600m di atas permukaan laut dan merupakan daerah hujan tropis yang didukung oleh curah hujan yang cukup tinggi (14,33 mm), dengan luas wilayah 4.231,41 km². Sementara itu jarak ibu kota Kabupaten ke ibu kota Provinsi 900 km.

Wilayah Kabupaten Aceh Tenggara berbatasan dengan : - Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Gayo Lues. - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Singkil - Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara - Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Selatan.

(42)

38

Tabel 4.1.

Distribusi Luas Wilayah, Jumlah Desa, Jumlah Penduduk, Jumlah Keluarga dan Jumlah Keluarga Miskin Menurut Kecamatan

di Kabupaten Aceh Tenggara

No Kecamatan Luas

(km²)

Jumlah 4.231,41 250 169.409 34.613 19.373

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tenggara, 2006.

4.1.2. Gambaran Puskesmas dan Derajat Kesehatan Masyarakat

(43)

39

Tabel 4.2.

Distribusi Puskesmas Berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Aceh Tenggara

No Kecamatan Puskesmas

1 Babussalam Kotacane 2 Lawe Bulan Kutambaru*

9 Lawe Sigala-gala Lawe Sigala-gala* 10 Babul Rahmah Uning Sigur-gur

11 Babul Makmur Lawe Perbunga* dan Gur-gur Pardomuan

Keterangan : tanda * adalah Puskesmas Perawatan

Tabel 4.3.

AKB, AKABA dan AKI di Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2001-2005

Tahun AKB per 1000 Kelahiran Hidup

AKABA per 1000 Kelahiran Hidup

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tenggara, 2006.

(44)

40

Tabel 4.4.

Umur Harapan Hidup Waktu Lahir menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2001-2005

Tahun Laki-Laki Perempuan

2001 54,80 58,20

2002 58,10 61,50

2003 61,91 65,71

2004 62,29 66,10

2005 62,84 66,68

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tenggara, 2006.

Umur harapan hidup penduduk dari tahun ke tahun mengalami peningkatan pada dekade lima tahunan terakhir. Estimasi umur harapan hidup pada tahun 2001 dari data statistik diperkirakan Laki-laki 54,80 % dan perempuan 58,20%, meningkat menjadi 62,84 % dan 66,68% pada tahun 2005. Umur harapan hidup perempuan lebih tinggi daripada laki-laki.

4.1.3. Pola Penyakit Penyebab Kematian

(45)

41

Tabel 4.5.

Pola Penyakit Penyebab Kematian Umum di Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2001-2005

Pernafasan 28,0

1.Sistem

Penafasan 30,4 2.Gangguan

perinatal 23,5

2.Sisitem

Pencernaan 25,8

2.Sistem

Pencernaan 2,7

2.Sistem

pencernaan 24,0

2.Gangguan

Perinatal 26,1 3.Diare

17,6 3.Gangguan perinatal 22,6

3.ISPA

17,2 3.Diare 20,0 3.Diare 17,4

4.Sistem

pencernaan 14,7

4. ISPA

9,7 4.Gangguan

Perinatal 13,8

4.Gangguan perinatal 16,0

4.Sistem

Pencernaan 13,0 5.Infeksidan

parasit lain 8,8

5.Infeksi dan Parasit lain 56,5

5.Sistem

Pernafasan 10,3

5Tetanus

8,0 5.Gejala tidak

jelas 8,7

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tenggara, 2006.

Dari data di atas dapat dilihat bahwa ada pergeseran pola penyakit penyebab kematian dari tahun 2001 sampai 2005. Tahun 2001 penyebab kematian utama karena ISPA, tahun 2002-2003 karena diare dan tahun 2004-2005 karena sistem pernafasan. Sedangkan gangguan perinatal merupakan penyebab kematian ke-dua setelah sistem pernafasan pada tahun 2005.

4.2. Gambaran Variabel Independen

4.2.1. Komponen Predisposisi

(46)

42

Tabel 4.6.

Distribusi Ibu Menurut Kelompok Umur di Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2007

No. Kelompok Umur n %

1. 18 -21 32 26,7

2. 22 – 25 51 42,5

3. 26 – 29 26 21,7

4. 30 – 33 7 5,8

5. 34 – 37 4 3,3

Jumlah 120 100,0

Pada tabel 4.6 di atas diketahui bahwa sebaran ibu menurut kelompok umur dari faktor predisposisi sebagian besar masih berada dalam kelompok umur yang produktif, yaitu antara umur 18 tahun – 29 tahun. Kelompok umur ibu terbanyak adalah umur 22 – 25 tahun yaitu 42,5 %.

Tabel 4.7.

Distribusi Paritas Ibu di Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2007

No. PARITAS n %

1. 1 43 35,8

2. 2 39 32,5

3. 3 23 19,2

4. 4 7 5,8

5. 5 5 4,2

6. 6 3 2,5

Jumlah 120 100,0

(47)

43

Tabel 4.8.

Sebaran Jarak kelahiran Ibu di Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2007

No. Jarak kelahiran (Tahun) n %

1. 1 6 7,8

2. 2 30 39,0

3. 3 20 1,3

4. 4 10 24,7

5. 5 5 6,5

6. 6 4 5,2

7. 7 2 2,6

Jumlah 77 100,0

Tabel 4.8 di atas menunjukkan bahwa sebaran ibu yang mempunyai jarak kelahiran terbanyak adalah jarak kelahiran 2 tahun yaitu 39 % dan jarak kelahiran 4 tahun (24,7 %). Jarak kelahiran 3 tahun sangat sedikit dialami ibu yaitu hanya 1,3 %. Jarak kelahiran ibu adalah antara 1-7 tahun, dan dapat dilihat dalam tabel 4.8 berikut :

Tabel 4.9.

Sebaran Ibu Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2007

No. Tingkat Pendidikan n %

1. SD 19 15,8

2. SLTP 28 23,3

3. SLTA 64 53,3

4. PT/Akademi 9 7,5

Jumlah 120 100,0

(48)

44

menempuh pendidikan hanya sampai pada pendidikan dasar, yaitu SD sebanyak 15,8 % dan SLTP sebanyak 23,3%.

Tabel 4.10.

Sebaran Ibu Menurut Pengetahuan Ibu di Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2007

No. Pengetahuan n %

1. Baik 34 28,3

2. Kurang baik 86 71,7

Jumlah 120 100,0

Tabel 4.10.di atas menunjukkan sebaran ibu menurut pengetahuan ibu, pengetahuan ibu hamil yang terbanyak adalah pada tingkat kurang baik yaitu 71,7 %. Ibu yang mempunyai pengetahuan yang baik hanya 28,3 %.

Tabel 4.11.

Sebaran Ibu Menurut Sikap Ibu di Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2007

No. Sikap n %

1. Baik 110 91,7

2. Kurang baik 10 8,3

Jumlah 120 100,0

(49)

45

4.2.2. Komponen Pemungkin

Faktor pemungkin dengan sub variabel pekerjaan suami dan keterjangkauan. Sebaran ibu menurut pekerjaan suami dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.12.

Sebaran Ibu Menurut Pekerjaan Suami di Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2007

No. Pekerjaan Suami n %

1. Berpenghasilan Tidak Tetap 106 88,3 2. Berpenghasilan Tetap 14 11,7

Jumlah 120 100,0

Dari tabel 4.12 diatas dapat dilihat bahwa sebaran ibu menurut pekerjaan suamiyang berpenghasilan tetap hanya 11,7 %, sedangkan yang berpenghasilan tidak tetap lebih banyak, yaitu ada 88,3 %.

Tabel 4.13

Sebaran Ibu Menurut Keterjangkauan Tempat Pelayanan di Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2007

No. Keterjangkauan N %

1. Sulit Terjangkau (> 1 jam) 107 89,2 2. Mudah Terjangkau (≤1 jam) 13 10,8

Jumlah 120 100,0

(50)

46

Keterjangkauan ke tempat pelayanan kesehatan dikatakan mudah terjangkau jika lamanya jarak tempuh yang dilalui ibu dari rumah ke tempat pelayanan kesehatan tidak lebih dari 1 jam.

Tabel 4.14

Sebaran Ibu Menurut Lama Jarak Tempuh Ke Tempat Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2007

No. Lama Jarak Tempuh Ke Tempat

Pelayanan Kesehatan n %

1. 1 jam 7 5,8

2. 1 jam 30 menit 1 0,8

3. 1 jam 10 menit 36 30,0

4. 1 jam 15 menit 20 16,7

5. 15 nenit 1 0,8

6. 2 jam 4 3,3

7. 1 jam 2 menit 7 5,8

8. 1jam 20 menit 8 6,7

9. 25 menit 1 0,8

10. 3 jam 3 2,5

11. 30 menit 11 9,2

12. 1 jam 5 menit 21 17,5

Jumlah 120 100.0

(51)

47

4.2.3. Komponen Kebutuhan.

Faktor kebutuhan yang dilihat dalam penelitian ini adalah kondisi ibu dan ketersediaan pelayanan. Tabel 4.15 berikut menunjukkan sebaran ibu menurut kondisi ibu semasa kehamilan :

Tabel 4.15.

Sebaran Ibu Menurut Kondisi Ibu di Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2007

No. Kondisi Ibu n %

1. Ada penyakit/keluhan 50 41,7 2. Tidak ada penyakit/keluhan 70 58,3

Jumlah 120 100,0

Dari tabel 4.15 di atas diketahui bahwa dari 120 ibu, ada 50 ibu (41,7%) yang mempunyai penyakit atau keluhan selama kehamilan dan 70 ibu (58,3%) yang tidak mempunyai penyakit atau keluhan kehamilan.

Tabel 4.16.

Sebaran Ibu yang Mendapat Ketersediaan Pelayanan di Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2007

No Ketersediaan Pelayanan n %

1 Mendapat ketersediaan 1 pelayanan 6 5,1 2 Mendapat ketersediaan 2 pelayanan 7 5,9 3 Mendapat ketersediaan 3 pelayanan 3 2,5 4 Mendapat ketersediaan 4 pelayanan 5 4,2 5 Mendapat ketersediaan 5 pelayanan 97 82,2

Jumlah 118 100.0

(52)

48

5T, yaitu 82,2 %. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa ada 118 ibu yang menyatakan pelayanan antenatal telah tersedia dari 1 pelayanan yang sampai kepada 5 pelayanan.

4.3. Gambaran Variabel Dependen (Pemanfaatan Pelayanan Antenatal)

Sebaran ibu hamil yang memanfaatkan pelayanan antenatal terbanyak adalah yang memanfaatkan pelayanan sebanyak < 4 kali yaitu 65 %, kemudian berturut-turut diikuti yang yang memanfaatkan ≥ 4 kali yaitu 35 %. Untuk lebih jelas ibu hamil yang memanfaatkan pelayanan antenatal dapat dilihat pada tabel 4.17 berikut :

Tabel 4.17.

Sebaran Ibu yang Memanfaatkan Pelayanan Antenatal di Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2007

Pemanfaatan Pelayanan Antenatal Frequency Percent

Tidak Memanfaatkan Pelayanan Antenatal 19 15,8

1 20 16,7

2 20 16,7

3 19 15,8

4 21 17,5

5 5 4,2

6 6 5,0

7 1 0,8

8 6 5,0

10 1 0,8

11 1 0,8

18 1 0,8

Total 120 100,0

(53)

49

memanfaatkan pelayanan antenatal sebanyak 4 kali ada 17,5 %, kemudian berturut-turut, yang memanfaatkan 1 dan 2 kali ada 16,7 % dan yang memanfaatkan 3 kali ada 15,8 %.

4.4. Hasil Uji Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan dari variabel independen terhadap variabel dependen. Variabel independen dan variabel dependen dengan skala ratio maka dilakukan uji korelasi Pearson dengan 0,05 karena data terdistribusi normal dan untuk ketersediaan pelayanan dilakukan uji korelasi spearman. Sedangkan untuk variabel independen kategorikal dengan skala ordinal

dan variabel dependen skala ratio maka dipakai uji korelasi Biseri dengan 0,05. Dari hasil uji korelasi Pearson diketahui bahwa umur, paritas dan jarak kelahiran tidak mempunyai hubungan dengan pemanfaatan pelayanan antenatal. Hal ini diketahui dengan melihat nilai p adalah lebih besar daripada 0,05, yaitu nilai p= 0,279(umur), p=0,898 (paritas) dan p= 0,550 (jarak kelahiran).

(54)

50

Tabel 4.18.

Hasil Uji Bivariat dengan Korelasi Pearson

Variabel Independen Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Umur 0,1 0,279 120

Paritas/Jumlah Anak

Yang Lahir 0,01 0,898 120

Jarak Kelahiran 0,069 0,550 77

Analisa bivariat untuk ketersediaan pelayanan dengan pemanfaatan pelayanan antenatal melalui uji korelasi spearman ditunjukan dalam tabel 4.19. berikut :

Tabel 4.19.

Hasil Uji Bivariat dengan Korelasi Spearman

Variabel Independen Spearman's rho Sig. (2-tailed) N

Ketersediaan Pelayanan 0,38 0,000 120

Berdasarkan tabel 4.18. di atas dketahui bahwa ketersediaan pelayanan memiliki hubungan dengan pemanfaatan pelayanan antenatal dimana nilai p= 0,000 < 0,05.

(55)

51

Tabel 4.20.

Hasil Uji Korelasi Biseri antara Variabel Independen dengan Pelayanan Antenatal

Variabel

Independen r R Square Sig. F Change N

Pendidikan 0,060 0,004 0,516 120

Pengetahuan 0,303 0,092 0,001 120

Sikap 0,097 0,000 0,292 120

Pekerjaan 0,062 0,004 0,499 120

Keterjangkauan 0,403 0,162 0,000 120

Kondisi Ibu 0,218 0,047 0,017 120

(56)

52

BAB 5

PEMBAHASAN

5.1. Pemanfaatan Pelayanan Antenatal

Rata-rata pemanfaatan pelayanan antenatal yang dilakukan ibu hamil adalah 2,97 kali atau 3 kali, dan faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan antenatal ada beberapa yaitu pendidikan dan pengetahuan yang berasal dari komponen predisposisi, keterjangkauan dari komponen pemungkin dan ketersediaan pelayanan antenatal dari komponen kebutuhan.

Ibu hamil yang memanfaatkan pelayanan antenatal merupakan tindakan yang baik bagi kesehatan dan kehamilan ibu. Tindakan untuk memanfaatkan pelayanan antenatal merupakan respon terbuka atas adanya stimulus atau rangsangan terhadap kehamilan. Menurut Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2005), perilaku/tindakan manusia terjadi melalui proses : Stimulus - Organisme - Respons, sehingga teori ini disebut S-O-R, dan digambarkan sebagai berikut :

Respon Terbuka : Praktik Tindakan Respon Tertutup :

- Pengetahuan - Sikap Organisme

Stimulus

(57)

53

17,5% (21 orang ibu hamil). Ibu hamil yang mau memeriksakan kehamilannya akan sangat berdampak positif pada ibu sendiri dan juga bayi yang dilahirkannya.

5.2. Hubungan Komponen Predisposisi dengan Pemanfaatan Pelayanan

Antenatal

5.2.1. Pengetahuan dan Sikap Ibu dengan Pemanfaatan Pelayanan Antenatal

Komponen predisposisi yang diteliti adalah umur ibu hamil, paritas, jarak kelahiran, pendidikan, pengetahuan dan sikap. Faktor dari komponen predisposisi ini yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan antenatal adalah hanya pengetahuan, dimana nilai p adalah 0,001 < 0,05. Hal ini dikuatkan dari hasil penelitian ini, yaitu dari ibu yang memanfaatkan pelayanan antenatal, ibu yang mempunyai pengetahuan baik (97,1%) lebih banyak daripada ibu yang mempunyai pengetahuan kurang (79,1 %). Sedangkan dari ibu yang tidak memanfaatkan pelayanan antenatal, lebih banyak ibu yang mempunyai pengetahuan kurang (20,9 %) daripada ibu yang mempunyai pengetahuan baik (2,9 %).

(58)

54

adalah perilaku ibu yang memanfaatkan pelayanan antenatal, karena pngetahuan merupakan salah satu ukuran dan indikator dari perilaku kesehatan.

Dalam penelitian ini, sebagian ibu telah mempunyai pengetahuan yang baik (28,3 %), seperti mengetahui manfaat pelayanan antenatal dan ibu tahu ada tempat pemeriksaan kehamilan serta segala informasi yang berkaitan dengan kehamilan. Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha supaya ia sehat (tidak ada keluhan) dalam kehamilannya dan berusaha agar ia dan bayinya selamat dan sehat sewaktu lahir. Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu berniat untuk memeriksakan kehamilannya. Sehingga ibu mempunyai sikap tertentu terhadap objek yang memanfaatkan pelayanan antenatal.

Pengetahuan memegang peranan penting dalam menentukan sikap seseorang, sebab pengetahuan akan membawa seseorang berpikir dan berusaha untuk melakukan tindakan yang benar.

Dalam penelitian ini, sikap ibu tidak mempuyai hubungan dengan pemanfaatan pelayanan antenatal (p=0,292). Tetapi walaupun demikian sikap ibu yang lebih baik akan berdampak juga pada ibu yang memanfaatkan pelayanan antenatal. Sikap ibu dalam penelitian ini sebagian besar berada pada tingkat yang baik (91,7 %).

(59)

55

stimulus sosial. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan merupakan reaksi tertutup. Sikap mempunyai 3 komponen pokok yaitu :

a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek. c. Kecenderungan untuk bertindak.

5.2.2. Umur dengan Pemanfaatan Pelayanan Antenatal

Umur ibu hamil dalam penelitian ini rata-rata 22-25 tahun sebesar 42,5 %. Umur ibu pada saat kehamilan yang paling muda adalah 18 tahun dan yang paling tua adalah 36 tahun. Usia kehamilan yang aman pada ibu adalah usia antara 20-35 tahun, usia di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun merupakan usia rawan bagi kehamilan. Pada usia rawan kemungkinan banyak kesulitan yang didapat ibu pada saat kehamilannya. Seperti pada hasil penelitian Hendro (2006), menunjukkan pada ibu hamil yang anemia kelompok terbesar dijumpai pada ibu hamil yang berumur di atas 25 tahun. Menurut WHO (1995), umur merupakan salah satu faktor risiko tinggi bagi kehamilan. Umur yang terlalu muda seperti kurang dari 17 tahun mempunyai bahaya yang lebih besar daripada umur ibu yang lebih tua. Risiko tinggi yang dapat dialami ibu jika usia terlalu muda dalam kehamilan adalah mengalami perdarahan berat saat melahirkan anak, anak lahir mati, anak lahir dengan berat badan rendah, proses kelahiran sulit.

(60)

56

melihat analisa untuk mengetahui hubungan umur ibu dengan pemanfaatan pelayanan antenatal, didapat nilai p = 0,279, artinya nilai p disini lebih besar dari 0,05 sehingga tidak ada hubungan umur dengan pemanfatan pelayanan antenatal. Sebaran umur ibu pada saat kehamilan rata-rata tidak berada pada tingkat berisiko tinggi. Jumlah ibu yang berumur 18 tahun hanya 2 orang atau 1,7 %, sedangkan ibu yang berumur 36 tahun hanya 1 orang atau 0,8 % (data terlampir dalam lampiran).

5.2.3. Paritas dengan Pemanfaatan Pelayanan Antenatal

(61)

57

5.2.4. Jarak Kelahiran dengan Pemanfaatan Pelayanan Antenatal

Jarak kelahiran dalam penelitian ini rata-rata 1,90 tahun dengan standar deviasi 1,23. Untuk jarak yang aman dalam kelahiran berikutnya haruslah minimal berjarak 2 tahun. Jarak kelahiran yang terlalu dekat menimbulkan risiko tinggi pada kelahiran, dapat mempengaruhi daya tahan tubuh dan gizi ibu yang selanjutnya akan mempengaruhi hasil produksi atau berisiko tinggi terhadap berat badan bayi lahir rendah.

Menurut Nining (2002), seorang wanita yang berturut-turut melahirkan dalam jangka waktu pendek tidak sempat memulihkan kesehatannya serta harus membagi perhatiannya kepada ke dua anak dalam waktu yang sama. Menurut Berg (1986), jarak waktu kelahiran yang pendek juga merupakan faktor yang membuat masalah pada kegiatan menyusui bayi, yang selanjutnya si bayi tidak memperoleh ASI disebabkan oleh karena ibu sudah mengalami kehamilan berikutnya. Keadaan ini menyebabkan anak-anak kurang mendapatkan asupan yang cukup dan baik sehingga berakibat pada gangguan pertumbuhan dan perkembangan.

(62)

58

5.2.5. Pendidikan dengan Pemanfaatan Pelayanan Antenatal

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebaran ibu yang mempunyai pendidikan paling banyak adalah pada tingkat SLTA (53,3%). Pendidikan penting karena merupakan dasar dari mengertinya orang dalam hal menerima informasi. Informasi dapat lebih mudah diterima dan diadopsi pada orang yang mempunyai pendidikan yang lebih tinggi daripada pendidikan rendah. Dalam hal ini pendidikan pada ibu-ibu hamil sebagian besar sudah termasuk baik adalah SLTA (53,3 %) dan Perguruan Tinggi (7,5 %), dan pendidikan yang paling rendah adalah SD (15,8%) dan SLTP (23,3 %). Dari hasil uji statistik didapat pendidikan tidak mempunyai hubungan dengan pemanfaatan pelayanan antenatal, dimana nilai p lebih besar dari 0,05 (p= 0,0516).

(63)

59

berpengaruh pada meningkatnya indikator kesehtan masyarakat sebagai keluaran (outcome) pendidikan kesehatan (Notoatmodjo, 1997).

5.3. Hubungan Komponen Pemungkin dengan Pemanfaatan Pelayanan

Antenatal

5.3.1. Pekerjaan Suami dengan Pemanfaatan Pelayanan Antenatal

Faktor pemungkin yang dilihat dalam penelitian ini pekerjaan suami dan keterjangkauan. Pekerjaan suami merupakan pendukung ekonomi keluarga, merupakan salah satu bentuk dukungan suami terhadap pertumbuhan dan perkembangan bayi mulai dari janin. Pekerjaan suami merupakan pendukung kesehatan keluarga, sebab jika penghasilan cukup untuk membeli makanan yang bergizi maka anggota keluarga akan mendapat asupan gizi yang lebih baik untuk pertumbuhan dan perkembangan bagi bayi dan pemeliharaan kesehatan untuk anggota keluarga dewasa. Kecukupan makanan yang dikonsumsi tentu mendukung status kesehatan sehingga akan mendukung produktivitas.

Dari hasil penelitian, pekerjaan suami dibagi atasdua kategori yaitu; pekerjaan yang mempunyai penghasilan tetap dan pekerjaan yang mempunyai penghasilan tidak tetap. Dimana yang berpenghasilan tidak tetap adalah 88,3% dan yang berpenghasilan tetap adalah 11,7 %. Penghasilan tetap adalah pengahasilan yang diperoleh suami dari hasil pekerjaan yang dilakukannya secara teratur setiap bulan.

(64)

60

dengan pemanfaatan pelayanan antenatal pada ibu hamil (p=0,499 > 0,05). Hal ini terjadi karena tempat pelayanan antenatal bukan tempat pemeriksaan kehamilan yang mahal dan tidak mengeluarkan biaya banyak. Ibu yang mempunyai suami berpenghasilan tetap maupun tidak sama-sama dapat memanfaatkan pelayanan antenatal tanpa harus mengeluarkan biaya yang memberatkan.

5.3.2. Keterjangkauan dengan Pemanfaatan Pelayanan Antenatal

Tempat pelayanan antenatal merupakan tempat yang sulit terjankau dan mudah terjangkau. Dari hasil ujistatistik diketahui adanya hubungan keterjangkauan tempat pelayanan antenatal dengan pemanfaatan pelayanan antenatal (p=0,000 < 0,05). Dari hasil penelitian diperoleh bahwa tempat pelayanan ibu yang sulit terjangkau tempat pelayanan antenatal adalah 89,2 %, dan yang mudah menjangkau ke tempat pelayanan antenatal ada 13 orang (10,8 %).

(65)

61

rasa percaya kepada petugas dimana hal ini merupakan dasar yang baikdalammerawat diri serta keputusan dalam rangka pesalinan .

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa ibu hamil masih banyak yang menyatakan jarak tempuh (keterjangkauan) tempat pelayanan kesahatan masih sulit terjangkau dengan jarak tempuh > 1 jam yaitu 107 (89,2%). Kemudahan menjangkau tempat pelayanan antenatal dalam penelitian ini bila dilihat dari lamanya jarak tempuh yang dilalui ibu sebagian besar ibu hanya menempuh jarak 15-30 menit saja, yaitu ibu yang menempuh 15 menit ada 0,8 %, yang menempuh jarak 25 menit ada 0,8 % dan yang menempuh jarak 30 menit ada 9,2 %. Semakin dekat jarak tempuh semakin mudah ibu datang memeriksakan kehamilannya, ibu tidak harus mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk memeriksakan kehamilannya sehingga ibu dengan sukarela mau datang memanfaatkan pelayanan antenatal yang telah tersedia.

Kemudahan menjangkau tempat pelayanan antenatal semakin mendukung pemeriksaan kehamilan secara berkala. Menurut Departemen Kesehatan (1996), selama kehamilan ada hal-hal yang perlu dipantau agar bila ada penyimpangan dari keadaan normal dapat segera diberikan penanganan yang memadai. Karena itu selama kehamilan perlu dilakukan pemeriksaan kehamilan secara berkala, yang dimulai sejak kehamilan muda. Makin tinggi risiko kehamilan yang dipunyai oleh ibu, makin tinggi pula kebutuhan untuk memeriksakan kehamilannya lebih sering.

(66)

62

5.4. Hubungan Komponen Kebutuhan dengan Pemanfaatan Pelayanan

Antenatal

5.4.1. Kondisi Ibu dengan Pemanfaatan Pelayanan Antenatal

Faktor kebutuhan yang dilihat adalah kondisi ibu dan ketersediaan pelayanan. Dalam penelitian ini kondisi ibu yang mengalami keluhan/ada penyakit selama kehamilan ada 41,7 %. Ibu hamil harus memeriksakan kehamilannya ke tempat pelayanan antenatal, agar ibu lebih mengetahui kondisi kesehatan dan kehamilan ibu. Hasil uji statistik bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan kondisi ibu dengan pemanfaatan pelayanan antenatal (p = 0,017 < 0,05).

(67)

63

Kondisi kehamilan harus dipahami, agar ibu tahu bagaimana keadaan (keluhan) normal atau tidak. Keluhan normal yang tidak membahayakan bagi kehamilan seperti perubahan hormonal atau perubahan bentuk tubuh. Keluhan atau keadaan yang membahayakan seperti perdarahan baik sedikit atau banyak, pembengkakan pada kaki yang tidak hilang setelah istirahat rebahan yang disertai nyeri kepala, mual dan nyeri ulu hati, keluar cairan ketuban sebelum kehamilan cukup umur, janin tidak bergerak atau jarang dalam sehari semalam dan berat badan tidak bertambah bahkan turun (Departemen Kesehatan RI, 1996).

5.4.2. Ketersediaan Pelayanan dengan Pemanfaatan Pelayanan Antenatal

(68)

64

Menurut Notoatmodjo (2005), tersedianya sarana dan prasarana untuk mendukung kesehatan masyarakat merupakan salah satu komponen dalam mempromosikan kesehatan dalam masyarakat itu sendiri. Ketersediaan sarana dan prasarana ini di lingkungan masyarakat dapat dilihat langsung oleh masyarakat, sehingga masyarakat ingin mencoba dan merasakan langsung apa yang ia lihat.

Ketersediaan sarana dan prasaranan dasar untuk pemeriksaan kehamilan, minimal harus menyediakan 5 (lima) pelayanan dasar yaitu apa yang disebut dengan 5T pelayanan dasar antenatal, meliputi menyediakan timbang berat badan, menyediakan pemeriksaan tinggi fundus, menyediakan pemberian tablet besi, menyediakan pengukuran tensi dan menyediakan pelayanan imunisasi TT. Dengan tersedianya pelayanan ini, maka ibu dapat memantau kehamilannya dengan lebih baik lagi, jika ibu mau datang memanfaatkan sarana dan prasarana yang tersedia secara rutin setiap bulannya.

Walaupun tempat pelayanan antenatal telah menyediakan pelayanan dasar yang harus diberikan pada ibu hamil, tetapi yang paling banyak memanfaatkan pelayanan 5T adalah imunisasi TT yaitu 82,2 %. Hal ini terjadi karena ibu mengerti dan tahu bahwa imunisasi ini penting didapat selama kehamilan.

(69)

65

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Pemanfaatan pelayanan antenatal di Kabupaten Aceh Tenggara rata-rata 3 kali, dan faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan antenatal adalah pengetahuan ibu (komponen predisposisi) dan keterjangkauan pelayanan (komponen pemungkin) dan kondisi ibu serta ketersediaan pelayanan (komponen kebutuhan).

2. Faktor yang tidak berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan antenatal adalah umur ibu, paritas, jarak kelahiran, pendidikan, sikap (komponen predisposisi) dan pekerjaan (komponen pemungkin).

3. Komponen predisposisi yang terdiri dari umur ibu, paritas, pedidikan, pengetahuan, jarak kelahiran dan sikap mempunyai nilai rata-rata, umur 22-25 tahun, yang terbanyak adalah paritas 1 yaitu 35,8 %, terbesar adalah jarak kelahiran 2 tahun yaitu 39 %. Sedangkan pendidikan tertinggi adalah SLTA sebesar 53,3%, pengetahuan ibu hamil yang terbanyak adalah pada tingkat kurang baik yaitu 71,7 %. Sikap ibu hamil pada penelitian ini terbanyak pada tingkat yang baik yaitu 91,7 %.

(70)

66

keterjangkauan tempat pelayanan antenatal yang sulit terjangkau ada 89,2% dan mudah terjangkau 10,8%.

5. Komponen kebutuhan terdiri dari kondisi ibu dan ketersediaan pelayanan, dimana ada 70 ibu (58,3%) yang tidak mempunyai penyakit atau keluhan kehamilan dan 97 ibu (82,2%) mendapatkan ketersediaan 5 pelayanan antenatal.

6.2. Saran

1. Disarankan pada Puskesmas sebagai tempat pelayanan antenatal untuk lebih

meningkatkan pelayanan antenatal dan memberikan informasi pada ibu hamil untuk meningkatkan pengetahuan pada ibu hamil tentang pentingnya meningkatkan pemanfaatan pelayanan antenatal.

2. Disarankan pada Dinas Kesehatan Aceh Tenggara untuk melaksanakan program yang mengarah pada peningkatan pemanfaatan pelayanan antenatal oleh ibu dengan meningkatkan penyuluhan-penyuluhan bagi petugas puskesmas agar lebih meningkatkan pelayanan antenatal dan memberikan penyuluhan secara langsung pada masyarakat terutama wanita usia subur (WUS) dengan menggunakan media masa dan elektronik.

(71)

67

DAFTAR PUSTAKA

Aday, Lu Ann dan Ronald M. Anderson, 1985. Hospital Physician Sponsored

Primary Care, Michigan: Health Administration Press.

Bekker, Jose Alvarez, 1979. Maternal Risk factor for Low Birth Weight and

Intrauterine Growth Retardation in a Guatemala Population. Bulletin PAHO.

Berg, A., 1986. Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional, Jakarta: Penerbit CV. Rajawali, hal:146.

Beverly A, Myers, 1996. A Medical Administration, Vil I. American Public Health Association.

Dinas Kesehatan Aceh Tenggara, 2006. Propil Kesehatan Aceh Tenggara, Kabupaten Aceh Tenggara: Pemerintah Daerah.

Departemen Kesehatan RI., 1990. Pedoman Pelayanan Antenatal di Wilayah Kerja

Puskesmas. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan RI., 1998. Upaya Akselerasi Penurunan Angka Kematian Ibu, Jakarta: Departemen Kesehetan RI.

Departemen Kesehatan RI., 1998. Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat

Kesehatan Ibu dan Anak, Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan RI., 2002. Ibu Sehat Bayi Sehat, Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan RI., 2003. Silabus untuk Meningkatkan Kinerja Pelayanan

Kesehatan Esensial di Tingkat Kabupaten dan Kota, Jakarta: Departemen

Kesehatan RI.

Dona, Bediah F.A., 1986. Masalah Kematian Maternal di Indonesia, dalam: Utomo, B, etal (eds), Peningkatan Kesehatan Ibu Hamil, Bersalin dan Prenatal, Jakarta. Dwoson, Beth dan Robert G Trapp, Basic and Clinical Biostastistics, Third edition,

(72)

68

Green, Lawrence W. dan Frances Marcus Lewis, 1994. Measurement and Evaluation

in Health Education and Health Promotion, California: Mayfield Publishing

Company, Palo Alto.

Hendro, M., 2006. Hubungan Pendapatan Keluarga dan Karakteristik Ibu Hamil

dengan Status Anemia di Puskesmas Medan Johor, Skripsi, Medan: FKM USU.

Manuaba, 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

Maria, Ulfa, 2004. Penguatan Hak Kesehatan Reproduksi dan Komunitas Islam, SKRT, www.tatayat.or.id.: Sabtu 28 April 2007.

Nining, 2002. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kadar Hemoglobin pada

Tenaga Kerja Wanita di Perusahaan Kegiatan GPWS Kodya Jakarta Utara,

Jakarta: FKM Indonusa Esa Unggul.

Notoadmodjo, Soekidjo, 1993. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Notoadmodjo, Soekidjo, 1997. Pendidikan Kesehatan Masyarakat, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Notoadmodjo, Soekidjo, 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Notoadmodjo, Soekidjo, 2005. Promosi Kesehatan, Teori dan Aplikasi, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Riduwan, 2002. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian, Bandung: Penerbit Alfabeta.

SDKI, 2003. Posyandu Sebuah Konsep Pendekatan Hak Anak dan Perempuan, Angka Kematian Ibu (AKI), www.gizi.net : Sabtu, 28 April 2007.

Senewe, F.P., 2006. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Penyakit Komplikasi

Persalinan 3 Tahun Terakhir di Indonesia, Jakarta: Fellys, Litbang, Percetakan

Negara No. 29, www.depkes.go.id. : Sabtu, 28 April 2007.

(73)

69

SUSENAS. 2004. data Statistik Indonesia, Daftar Dokumentasi Susenas, www.goegle.com. : Sabtu, 28 April 2007.

World Health Organization (WHO), 1995. Alih Bahasa: Adi Heru, Editor: Yasmin Asih, Kader Kesehatan Masyarakat, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Wibowo. 1992. Pemanfaatan Pelayanan Antenatal Care. Faktor-faktor yang

Mempengaruhi dan Hubungannya dengan Berat Bayi Lahir Rendah. Disertasi

Gambar

Gambar 1. Model Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Gambar 2. Model Pemanfaatan Pelayanan Antenatal
Gambar 3. Kerangka Teori Modifikasi Model Anderson dan Wibowo
Gambar 4. Kerangka Konsep Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

‘I would like to request that Professor Tungard leave this enquiry and return to his wife,’ Schultz said suddenly.. A look passed between Yurgenniev, the ageless man and the

Tetralogi fallot defek jantung sianotik konginetal yang terdiri dari empat defek sruktural, yaitu : defek septum ventrikel, stenosis pulmoner yang dapat berupa

keterampilan membaca (a) menjelaskan unsur-unsur cerita, (b) mengidentifikasi unsur-unsur cerita, (c) menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan isi cerita, (d)

Uji tekan dilakukan setelah silinder beton berumur 28 hari Hasil kuat tekan beton ringan tanpa pelapisan batu apung mengalami kenaikan nilai kuat tekan dengan penambahan serat

Berdasarkan sensus 2018 diketahui bahwa dari 507 satuan pendidik semua gurunya sebagian besar sudah memenuhi kualifikasi akademik S1 ataupun DIV dan hanya

Pengaruh mikrobiota dalam motilitas usus bergantung pada interaksi bakteri dengan sistem gastrointestinal melalui reseptor pada sel epitel seperti toll like receptor (TLR)

Pengetahuan terhadap kesehatan reproduksi adalah segala sesuatu yang diketahui oleh santri/ santriwati tentang kesehatan reproduksi seperti pengetahuan tentang apa

Gambar 4.25 Graphic Standard Manual Identitas Visual Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2019 Lembar 4 Identitas Visual Menggunakan font comforta dengan ukuran Headline 24 pt dan isi