• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Pelaksanaan Model Pelayanan Reguler Bagi Lanjut Usia di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Lanjut Usia Wilayah Binjai dan Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Pelaksanaan Model Pelayanan Reguler Bagi Lanjut Usia di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Lanjut Usia Wilayah Binjai dan Medan"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Efektivitas

2.1.1 Pengertian efektivitas

Efektivitas adalah suatu kosa kata dalam bahasa Indonesia yang berasal dari baha inggris “efektive” yang berarti berhasil, ditaati, mengesankan dan manjur. Efektivitas (berjenis kata benda) berasal dari kata dasar efektif (kata sifat).

Dalam mengukur efektivitas suatu aktivitas perlu diperhatikan beberapa indicator, yaitu :

1. Kualitas 2. Kuantitas’ 3. Dampak

4. Waktu (Sutrisno 2007:125-126)

(2)

atau target yang benar untuk dilakukan sehingga tujuan akhir dapat tercapai lebih maksimal.

Melihat konsep kesejahteraan sosial ternyata masalah-masalah sosial begitu berat dan menganggu perkembangan masyarakat sehingga diperlukan sistem pelayanan sosial yang lebih teratur. Dengan kata lain bahwa pelayanan sosial diberikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemampuan fungsi sosial individu, kelompok, ataupun masyarakat.

2.2 Model

2.2.1 Pengertian Model

Model dapat diartikan sebagai acuan yang menjadi dasar atau rujukan dari suatu hal tertentu. Menurut Marx model merupakan sebuah keterangan secara terkonsep yang dipakai sebagai saran atau referensi untuk melanjutkan penelitian empiris yang membahas suatu masalah.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) model adalah pola dari sebuah hal yang ingin diteliti atau dijelaskan yang pada akhirnya akan dapat mewakili sebuah objek yang diteliti secara keseluruhan.

Model adalah kaidah umum yang menggambarkan suatu pernyataan dari fenomena objek penelitian, yang dirumuskan dengan pernyataan sederhana secara sistematis, atau dengan gambaran secara umum yang membuat unsur-unsur sehingga membentuk suatu sistem. (parwadi, redatin:2012:15).

(3)

sebagai teori jika diungkapkan sebagai suatu narasi atau pernyataan terhadap sesuatu.

2.2.2 Pengembangan Model Pelayanan

Model Pelayanan adalah pengembangan terhadap jenis pelayanan sosial yang diberikan, ada beberapa alasan mengapa perlu dilakukan pengembangan model pelayanan sosial diantaranya:

a) Pelayanan tersebut tidak ada

b) Pelayanan tersebut tidak efektif/efisien c) Pelayanan yang diberikan sudah kadaluarsa

d) Terdapat model kebijkan atau model pelayanan baru e) Tuntutan perkembangan yang dan teknologi yang baru

Pengembangan model pelayanan sosial dapat bersumber dari : a) Literature

b) Hasil Pembahasan c) Study banding

d) Dapat dilakukan langsung dengan melakukan praktik dip anti

(4)

2.3 Pelayanan sosial

2.3.1 Pengertian Pelayanan Sosial

Salah satu sistem usaha kesejahteraan sosial adalah pelayanan sosial. Pelayanan sosial dalam lingkup keejahteraan sosial dapat diartikan sebagai berikut:

a) Pelayanan Sosial dalam arti luas adalah Pelayanan sosial yang mencakup Fungsi Pengembangan termasuk dalam bidang pendidikan, kesehatan, perumahan, tenaga kerja dan sebagainya.

b) Pelayanan Sosial dalam arti sempit atau disebut juga Pelayanan Kesejahteraan sosial mencakup program pertolongan dan perlindungan kepada golongan yang tidak beruntung seperti pelayanan sosial bagi anak terlantar, keluarga miskin, lanjut usia, cacat, tuna sosial dan sebagainya (Muhidin,1984:76-77)

Pelayanan sosial pada hakekatnya dibuat untuk memberikan bantuan kepada individu dan masyarakat untuk menghadapi permasalahan-permasalahan yang semakin rumit. Pelayanan adalah usaha untuk memberikan bantuan atau pertolongan kepada orang lain baik dalam bentuk bentu materi ataupun non materi agar orang lain dapat mengatasi masalahnya sendiri (Suparlan,1983).

(5)

Pelaksanaan pelayanan sosial mencakup adanya perbuatan yang aktif antara pemberi dan penerima. Bahwa untuk mencapai sasaran sebaik mungkin maka pelaksanaan pelayanan sosial mempergunakan sumber-sumber tersedia sehingga benar-benar efisien dan tepat guna. Sehubungan dengan itu maka dalam konsepsi sosial service delivery, sasaran utama adalah si penerima bantuan (beneficiary group). (http: //psychologymania. com/2012/11/pengertian-pelayanan sosial. Diakses pada tanggal 26 september 2016 pukul 14.45 WIB ).

(6)

2.3.2 Klasifikasi dan Fungsi Pelayanan Sosial.

Jenis pelayanan yang dikembangkan pada setiap Negara tergantung atau situasi yang ada, pada sumber yang tersedia serta kerangka budaya dan politik Negara tersebut, tetapi pada umumnya pelayanan sosial yang dikembangkan dan diklasifikasikan sebagai berikut :

a) Kesejahteraan keluarga

b) Pelayanan pendidikan orang tua c) Pelayanan penitipan bayi dan anak d) Pelayanan kesejahteraan anak e) Pelayanan-pelayanan lanjut usia

f) Pelayanan rehabilitasi bagi penderita cacat dan pelanggar hukum g) Pelayanan bagi migran dan pengungsi

h) Pekerjaan sosial medis

i) Pusat-pusat pelayanan kesejahteraan sosial masyarakat

j) Pelayanan sosial yang berhubungan dengan proyek-proyek perumahan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjelaskan fungsi-fungsi pelayanan sosial sebagai berikut :

a) Perbaikan secara progresif dari pada kondisi-kondisi kehidupan orang b) Pengembangan terhadap perubahan sosial dan penyesuaian diri

c) Penggerakan dan Penciptaan sumber-sumber komunitas untuk tujuan-tujuan pembangunan

(7)

(Richard, dalam Muhidin, 1984; 79) mengemukakan fungsi Pelayanan Sosial ditinjau dari persepektif masyarakat sebagai berikut :

a) Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan untuk lebih meningkatkan individu kelompok dan masyarakat untuk masa sekarang dan untuk masa yang akan datang.

b) Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan sebagai suatu investasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan sosial

c) Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan untuk melindungi masyarakat.

d) Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan sebagai program kompensasi bagi orang-orang yang tidak mendapat pelayanan sosial.

Alfred J.Khan menyatakan bahwa fungsi utama pelayanan sosial adalah : a) Pelayanan sosial untuk sosialisasi dan pengembangan, dimana dimaksud

untuk mengadakan perubahan-perubahan dalam diri seorang Penyandang masalah sosial melalui program-program pemeliharaan, pendidikan, dan pengembangan.

(8)

c) Pelayanan akses

Fungsi tambahan dari pelayanan sosial adalah menciptakan pertisipasi anggota masyarakat untuk mengatasi masalah-masalah sosial, tujuannya dapat berupa terapi individual dan sosial (memberikan rasa kepercayaan diri), dan untuk mengatasi hambatan-hambatan sosial dalam pembagian politis yaitu untuk mendistribusikan sumber-sumber kekuasaan.

2.3.3 Program-Program Pelayanan Sosial

Program-program pelayanan sosial merupakan bagian dari intervensi kesejahteraan sosial. Pelayanan-pelayanan sosial meliputi kegiatan-kegiatan atau intervensi yang dilaksanakan secara individu, langsung dan terorganisir yang bertujuan membantu individu, kelompok, dan lingkungan sosial dalam upaya penyesuaian diri. Bentuk-bentuk Pelayanan sosial sesuai dengan fungsi-fungsinya adalah sebagai berikut :

a. Pelayanan Akses dimana pelayanan ini mencakup pelayanan informasi, rujukan pemerintah, nasehat dan pasrtisipasi. Tujuannya membantu orang agar dapat mencapai atau menggunakan pelayanan yang tersedia.

b. Pelayanan Terapi, dimana pelayanan ini mencakup pertolongan dalam bentuk terapi dan rehabilitasi, termasuk didalamnya perlindungan dan perawatan, misalnya pelayanan yang diberikan oleh badan-badan yang menyediakan konseling, pelayanan kesejahteraan anak, pelayanan kesejahteraan sosial mendidik, perawatan bagi orang-orang lanjut usia. c. Pelayanan Sosialisasi dan pengembangan Misalnya taman penitipan bayi

(9)

pelayanan reaksi bagi pemuda dan masyarakat yang dipusatkan atau community centre (Nurdin,1989:50).

2.3.4 Dasar-Dasar Pelayanan Sosial

Panti sosial dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial disebut sebagai Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) yaitu Organisasi sosial atau perkumpulan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial yang dibentuk oleh masyarakat baik berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

Panti Sosial atau Lembaga kesejahteraan sosial memiliki posisi strategis, karena memiliki tugas dan tanggung jawab yang mencakup 4 kategori, yaitu:

1. Mencegah timbulnya permasalahan sosial penyandang masalah dengan melakukan deteksi dan pencegahan sedini mungkin.

2. Rehabilitasi sosial untuk memulihkan rasa percaya diri dan tanggung jawab terhadap diri sendiri dan keluargnya, meningkatkan kemampuan kerja fisik dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mendukung kemandiriannya di masyarakat

3. Mengembalikan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial ke masyarakat melalui persiapan sosial, penyiapan masyarakat agar mengerti dan mau menerima kehadiran mereka kembali, serta membantu penyaluran mereka ke berbagai sektor kerja dan usaha produktif.

(10)

masyarakat untuk menciptakan iklim yang mendukung pemulihan, perlindungan, dan memfasilitasi dukungan psikososial dari keluarganya. Panti sosial sebagai lembaga pelayanan kesejahteraan sosial, dalam melaksanakan kegiatannya terikat dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan panti sosial dalam praktek pekerjaan sosial, yaitu :

a) Mengacu pada rambu-rambu hukum yang berlaku.

b) Memberikan kesempatan yang sama kepada mereka yang membutuhkan

untuk mendapatkan pelayanan.

c) Mengahargai dan memberi perhatian kepada setiap klien dalam kapasitas sebagai individu sekaligus juga sebagai anggota masyarakat.

d) Menyelengarakan pelayanan kesejahteraan sosial yang dilaksanakan secara terpadu antara profesi pekerjaan sosial dengan profesi lainnya yang berkesinambungan.

e) Menyelenggarakan fungsi pelayanan kesejahteraan sosial yang bersifat pencegahan, perlindungan, pelayanan, dan rehabilitasi serta pengembangan.

f) Menyediakan pelayanan kesejahteraan sosial berdasarkan kebutuhan klien guna meningkatkan fungsi sosialnya.

g) Memberikan kesempatan kepada klien untuk berpartisipasi secara aktif dalam usaha-usaha pertolongan yang diberikan

h) Mempertanggungjawabkan pelaksanaan pelayanan kesejahteraan sosial kepada Pemerintah atau masyarakat.

(11)

masukan pada pemerintah untuk perumusan dan penetapan kebijaksanaan upaya pelembagaan usia lanjut dalam kehidupan bangsa, sebagai wahana konsultasi permasalahan sosial yang dihadapi para lanjut usia sebagai lembaga pembinaan kesejahteraan lanjut usia dan sebagai wahana perlindungan bagi lanjut usia yang mengalami tekanan, perlakuan salah ataupun tindakan kekerasan (Ihromi, 1999 :203).

Hal-hal yang telah dijelaskan diatas sebagai wujud tanggung jawab serta bentuk perlindungan kepada lanjut usia dalam hal mencapai kesejahteraan mereka, hal tersebut tentunya akan terwujud apabila setiap komponen seperti pihak Pemerintahan dan masyarakat ikut serta melaksanakan serta memahami bagaimana mengelola program dalam sebuah panti sesuai dengan standar pelayanan sosial .

2.4 Lanjut Usia

2.4.1 Pengertian Lanjut Usia

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti dari kata lanjut usia adalah sudah berumur tua. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Lanjut Usia pada Bab I Pasal 1 Ayat 3, istilah lansia diartikan sebagai berikut: “Lanjut Usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”.

(12)

Lanjut usia adalah tahap akhir dari proses penuaan, dimana pada tahap ini biasanya individu tersebut sudah mengalami kemunduran fungsi fisiologis organ tubuhnya, serta proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (constantinides, 1998).

Lanjut usia dikatakan sebagai tahap akhir pada daur kehidupan manusia, sedangkan menurut pasal 1 ayat (2),(3),(4) Undang-Undang nomor 13 tahun 1998 tentang kesehatan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk,2008).

Menurut Rita Eka Izzaty, dkk dalam bukunya yang berjudul perkembangan peserta didik (2008:165) mengungkapkan bahwa seorang manusia yang sudah lansia bukan berarti bebas dari tugas-tugas perkembangan. Tugas perkembangan yang harus diselesaikan adalah tugas yang sesuai dengan tahapan usianya.

Tugas-tugas perkembangan itu adalah:

1) Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan 2) Menyesuaikan diri dengan kemunduran dan berkurangnya pendapatan 3) Menyesuaikan diri atas kematian pasangannya

4) Menjadi anggota kelompok sebaya

5) Mengikuti pertemuan-pertemuan sosial dan kewajiban-kewajiban sebagai warga negara

(13)

Lansia bukan merupakan suatu penyakit, namun merupakan menjadi tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Lansia merupakan keadaan yang ditandai oleh kegagalan sesesorang untu mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stress fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Efendy,2011).

Penetapan usia 65 tahun ketas sebagai awal masa lanjut usia dimulai pada abad ke-19 di Negara jerman. Usia 65 tahun merupakan batas minimal untuk kategori lansia, namun banyak lansia yang masih menganggap dirinya berada pada masa usia pertengahan. Usia kronologis biasanya tidak memiliki banyak keterkaitan dengan kenyataan penuaan lansia.setiap orang menua dengan cara yang berbeda-beda berdasarkan waktu dan riwayat hidupnya. Setiap lansia unik, oleh karena itu dalam proses pembinaannya harus mampu memberikan pendekatan yang berbeda anatara satu lansia dengan yang lainnya (Potter & zperry, 2009).

2.4.2 Batasan Umur Lanjut Usia

Menurut pendapat beberapa ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut :

(14)

b) Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat criteria berikut :usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah diatas 90 tahun.

c) Menurut Yaumil Agoes Achir (Psikologi UI) mengatakan lanjut usia sebagai seseorang yang digolongkan ke usia lanjut yang berpedoman pada usia kalendernya, dan lazimnya bila dia menginjak usia 50-60 tahun, akan tetapi setiap orang mengira dirinya sudah menjadi tua tergantung dengan situasi dan kondisi yang ada pada dirinya seperti kondisi tubuh dan psikologinya.

d) Menurut Prof.Dr.Koesoemanto Setyonegoro masa lanjut usia lebih dari 65-70 tahun, dimana masa lanjut usia tersebut dibagi kedalam 3 batasan yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan very old (> 80 tahun). (Efendi,2009).

Lebih rinci batasan penduduk lanjut usia dapat dilihat dari aspek-aspek bilogi,ekonomi,sosial dan usia atau batasan usia.

a) Aspek biologi

Penduduk lanjut usia ditinjau dari aspek biologi adalah penduduk yang telah menjalani proses penuaan,dalam arti menurunnya daya tahan fisik yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap serangan berbagai penyakit yang dapat menyebabkan kematian.

b) Aspek Ekonomi

(15)

dianggap sebagai warga yang tidak produktif dan hidupnya perlu ditopang oleh generasi yang lebih muda.

c) Aspek Sosial

Dari sudut pandang sosial, penduduk lansia merupakan kelompok sosial tersendiri. Di Negara barat, penduduk lansia menduduki strata sosial bawah kaum muda. Di masyarakat tradisional Asia seperti Indonesia, penduduk lansia menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh masyarakatnya, namun hal tersebut semakin lama semakin pudar di Indonesia.

d) Aspek Umur

Dari ketiga aspek diatas, pendekatan umur atau usia adalah yang paling memungkinkan untuk mendefenisikan penduduk lanjut usia. (Notoatmodjo, 2007: 280-281).

2.4.3 Kebutuhan Lanjut Usia

Memasuki usia lanjut dan bahagia adalah merupakan idaman bagi setiap orang. (Siti,dalam Sri Salmah,2010:30) mengemukakan kebahagiaan usia lanjut akan terwujud apabila telah terjadi keseimbangan antara kebutuhan individu dengan keadaan atau situasi yang ada dan setiap saat akan berubah.

Kebahagiaan dapat terwujud apabila: 1) Adanya rasa kepuasan dalam hidupnya

(16)

4) Komposisi sosial, bagaimana lanjut usia bisa berintegrasi dengan keluarga dan lingkungan sosial

Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia, lansia mempunyai kebutuhan yang meliputi:

1) Kebutuhan fisik, meliputi rumah/tempat tinggal, kesehatan dan makanan, pakaian, alat-alat bantu, dan pemakaman.

2) Kebutuhan psikis/kejiwaan, mencakup kebutuhan rasa aman dan damai, kebutuhan berinteraksi dan mendapatkan dukungan dari orang lain, berprestasi dan berekspresi serta memperoleh penerimaan dan pengakuan.

3) Kebutuhan mental spiritual, berkaitan dengan aspek keagamaan dan kepercayaan dalam kehidupan termasuk menghadapi kematian.

4) Kebutuhan ekonomi, terutama bagi lansia yang tidak mampu baik lansia potensial maupun lansia tidak potensial, sehingga perlu dibantu dalam hal memenuhi kebutuhan hidupnya.

5) Kebutuhan bantuan hukum, bagi lansia yang menjadi korban pemerasan, penipuan, penganiayaan, dan tindak kekerasan. (Standarisasi Pelayanan Sosial Lansia Luar Panti, 2009:9-10)

Tidak semua lansia dapat hidup secara layak dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, namun banyak para lansia yang karena kondisi sosial ekonomi keluarga atau sebab-sebab lain mereka mengalami keterlantaran dalam hidupnya, terutama dalam bidang:

1) Kebutuhan jasmani, yang meliputi :

(17)

b) Kurang terpenuhinya kebutuhan kesehatan dan pemeliharaan diri yang tidak baik

c) Tidak adanya pengisian waktu luang 2) Kebutuhan rohani

a) Tidak adanya pemenuhan kebutuhan psikis berupa kasih sayang dalam keluarga maupun masyarakat disekitar lingkungannya

b) Tidak adanya gairah hidup dan selalu merasa khawatir menghadapi sisa hidupnya

3) Kebutuhan sosial

a) Tidak adanya pemenuhan kebutuhan sosial yakni tidak adanya hubungan baik dengan keluarga

b) Tidak adanya hubungan baik dari masyarakat dan lingkungan sekitar di tempat tinggalnya. (Sri Salmah,2010:18)

Bagi lansia yang mengalami keterlantaran inilah yang perlu mendapat pertolongan dan uluran tangan dari pihak luar, masyarakat, dan pemerintah agar mereka dapat menikmati kesejahteraan lahir batin di sisa hidupnya.

2.4.4 Harapan Hidup Usia Lanjut

(18)

untuk laki-laki dan 69,5 tahun untuk perempuan (Wara K.2003). Sementara itu di Amerika pada tahun 1800an rata-rata umur harapan hidup 36 tahun, namun kini pada tahun 2016 harapan hidup untuk penduduk laki-laki 76 tahun sedangkan penduduk perempuan 83 tahun. Dengan meningkatnya perawatan kesehatan, rata-rata umur harapan hidup akan bergerak mendekati umur maksimum dalam rentang hidupnya.

Penurunan fisik merupakan gejala alamiah yang tidak dapat dicegah kehadirannya. Semua sel di dalam tubuh akan mengalami pergantian, yang harus diganti dengan yang baru. Pergantian jaringan ini lebih cepat disbanding yang terjadi pada usia lanjut.

Kemunduran akibat proses menua bila dihambat apabila semua organ tetap dalam kondisi aktif atau diaktifkan. Mengingat tubuh memiliki kemampuan penyesuaian yang tinggi terhadap kemunduran ini ,maka diperlukan latihan fisik atau olahraga untuk tetap aktif dan sehat. Usia lanjut melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan kondisinya sebagai perwujudan bahwa usia lanjut tetap aktif dan berkarya. Mereka secara mandiri dan berkelompok menciptakan berbagai kegiatan yang dibutuhkan, dimana-mana terdengar adanya berbagai kegiatan yang diadakan oleh para lanjut usia seperti : senam, ceramah kesehatan, arisan, kegiatan kesenian, keagamaan dan sebagainya kegiatan yang tumbuh dari ide kreatif mereka sendiri. Usia lanjut ternyata kreatif dalam berupaya untuk memberdayakan dirinya guna memenuhi kebutuhan yang dirasakan.

(19)

harapan hidup rata-rata. Bahwa harapan hidup rata-rata perempuan lebih panjang 4-7 tahun daripada laki-laki yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti: kecenderungan yang lebih besar untuk lebih peduli atau memelihara dirinya sendiri dan berusaha mencari pengobatan, mendapat dukungan sosial yang lebih besar terutama lanjut usia perempuan yang lebih tua, dan memiliki kerentanan biologis daripada laki-laki sepanjang hidup. Laki-laki memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi dari pada perempuan pada masa bayi, selanjutnya usia belasan tahun dan usia muda pada laki-laki lebih banyak meninggal karena AIDS atau kecelakaan, usia petengahan dan lanjut usia laki-laki lebih banyak meninggal karena sakit jantung daripada perempuan. Problem kesehatan pada perempan cenderung penyakit long term, kondisi tidak mampu, laki-laki cenderung penyakit short term, penyakit fatal.

(Santrock,1997 :528-530) menyatakan bahwa lebih panjangnya umur perempuan daripada laki-laki dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial seperti: sikap terhadap kesehatan, kebiasaan, gaya hidup, dan pekerjaan, misalnya :laki-laki lebih banyak meninggal dari pada perempuan di Amerika karena kanker sistem pernapasan, kecelakaan berkendaraan motor, bunuh diri, penyakit lever, penyakit paru-paru dan lain-lain. Penyakit tersebut kebanyakan berhubungan dengan gaya hidup seseorang seperti penyakit paru-paru karena merokok. Disamping itu faktor sosial, faktor biologis juga berpengaruh. Perempuan lebih mampu bertahan dari infeksi dan penyakit degenerative daripada laki-laki.

(20)

perempuan usia lanjut dengan status janda lebih banyak dari pada laki-laki status duda, mereka tetap bertahan untuk tidak menikah, lain halnya dengan laki-laki, kaum lansia laki-laki juga memiliki tingkat kesehatan yang rendah dan lebih sedikit waktu untuk hidup aktif dan bebas.

2.4.5 Klasifikasi Lansia

Klasifikasi lansia terdiri atas 5 bagian menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia dalam Maryam dkk (2009) yang terdiri atas:

1. Pra lansia (prasenelis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun. 2. Lansia adalah ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

3. Lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih. 4. Lansia potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan

yang dapat menghasilkan barang dan jasa.

5. Lansia tidak potensial adalah lansia yang tidak berdaya mancari nafkah,sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

(21)

85 tahun keatas The old-old

Source :G.Wold,Basic Geriatric Nursing (St.Louis:Mosby year book:2003)

2.4.6 Karakteristik Lansia

Menurut Budi Anna Keliat (1999), Lansia memiliki Karakteristik sebagai berikut:

1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) Undang-Undang no 13 tentang Kesehatan)

2. Memiliki kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual serta dari kondisi adaptif.

3. Memiliki lingkungan tempat tinggal yang bervariasi juga (Maryam dkk,2008).

2.4.7 Tipe Lansia

Terdapat beberapa tipe lansia tergantung kepada karakter, pengalaman hidup lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho,2000) dalam maryam dkk,2008), tipe lansia dijelaskan sebagai berikut :

(22)

b) Tipe mandiri, lansia tipe ini mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman.

c) Tipe tidak puas, tipe ini memiliki konflik yang rentan, menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.

d) Tipe pasrah, tipe ini menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan semua pekerjaan dengan keadaan pasrah. e) Tipe bingung, tipe ini lebih sering merasa kehilangan kepribadian,

mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.

Tipe lainnya yaitu tipe optimis, tipe konstruktif (membangun), tipe ketergantungan, tipe bertahan, tipe militant dan serius, tipe pemarah atau frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam mengerjakan suatu hal), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri).

2.4.8 Proses Penuaan

Keadaan penuaan adalah hal yang normal dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat dipastikan akan terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai tahap perkembangan kronologis tertentu. Hal tersebut merupakan fenomena yang kompleks multidimensional yang dapat diobservasi di dalam satu sel dan berkembang sampai pada keseluruhan sistem (Stanley,2006).

(23)

penurunan fungsi secara perlahan-lahan. Hal tersebutlah yang dikatakan sebagai penuaan (maryam dkk,2008).

Proses penuaan merupakan suatu proses biologis yang tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap orang. Menua adalah suatu proses mengilangnya kemampuan jaringan secara perlahan-lahan untuk memperbaiki diri atau mengganti serta mempertahankan struktur dan fungsi secara normal, ketahanan terhadap cidera, termasuk adanya infeksi. Proses penuaan sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai dewasa, misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf, dan jaringan lain sehingga tubuh mulai mati sedikit demi sedikit. Sebenarnya tidak ada batasan yang tegas pada usia berapa kondisi kesehatan seseorang mulai menurun. Setiap orang memiliki fungsi fisiologis alat tubuh yang berbeda-beda, baik dalam hal pencapaian puncak fungsi tersebut maupun saat mulai menurunnya. Secara Umum fungsi fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada usia 20-30 tahun, setelah mencapai puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh beberapa saat, kemudian menurun sedikit demi sedikit sesuai dengan bertambahnya usia (Mubarak,2009).

(24)

2.4.9 Teori-teori Penuaan

Maryam, dkk (2008), menjelaskan terdapat beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan yaitu:

1. Teori Biologis

Teori biologi mencakup teori genetic dan mutasi, immunology slow theory, teori stress, teori radikal bebas, dan teori rantai silang.

a) Teori genetic dan mutasi

Proses menua terjadi secara terprogram secara genetic untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Pada teori biologi dikenal istilah “pemakaaian dan perusakan” yang terjadi karena kelebihan usaha dan stress yang menyebabkan sel-sel tubuh menjadi lemah.

b) Immunology slow theory

Menurut teori ini sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.

c) Teori stress

Teori ini mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stress yang menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.

(25)

Teori menjelaskan bahwa radikal bebas ini terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas yang mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat melakukan regenerasi.

e) Teori rantai silang

Teori ini menjelaskan bahwa reaksi kimia sel-sel yang tua atau using menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen sehingga menyebabkan kurangnya elastisitas, kekacauan, dan hilangnya fungsi sel.

2. Teori Psikologi

Pada usia lanjut, proses penuaan terjadi secara alamiah seiring dengan penambahan usia. Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan pula dengan keaakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif.

Adanya penurunan dari intelektualitas yang meliputi persepsi, kemampuan kognitif, memori, dan belajar pada usia lanjut menyebabkan mereka sulit untuk dipahami dan berinteraksi. Persepsi merupakan kemampuan interpretasi pada lingkungan, dengan adanya penurunan fungsi sistem sensorik, maka akan terjadi pula penurunan kemampuan untuk menerima, memproses, dan merespon stimulus sehingga terkadang akan muncul aksi/reaksi yang berbeda dari stimulus yang ada.

(26)

3. Teori Sosial

Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses penuaan yaitu teori interaksi sosial (social exchange theory), teori penarikan diri (disengagement theory), teori aktivitas (activity theory), teori kesinambungan (continuity theory),

teori perkembangan(development theory), dan teori stratifikasi usia (age stratification theory).

a) Teori interkasi sosial

Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak pada situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Mauss (1954), Homans(1961), dan Blau(1964) dalam maryam (2008) mengemukakan bahwa interaksi sosial terjadi berdasarkan atas hukum pertukaran barang dan jasa, sedangkan pakar lain Simmons(1945), mengemukakan bahwa kemampuan lansia untuk terus menjalin interaksi sosial merupakan kunci untuk mempertahankan status sosialnya atas dasar kemampuannya untuk melakukan tukar-menukar.

Pada lansia, kekuasaan dan prestisenya berkurang, sehingga menyebabkan interaksi sosial mereka juga berkurang, yang tersisa hanyalah harga diri dan kemampuan mereka untuk mengikuti perintah. Pokok-pokok teori interaksi sosial adalah sebagai berikut :

1) Masyarakat terdiri atas actor-aktor sosial yang berupaya mencapai tujuannya masing-masing

(27)

3) Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, seorang actor harus mengeluarkan biaya.

4) Aktor senantiasa berusaha mencari keuntungan dan mencegah terjadinya kerugian

5) Hanya interaksi yang ekonomis saja yang dipertahankan olehnya. b) Teori Penarikan Diri

Teori ini merupakan teori sosial tentang penuaan yang paling awal dan pertama kali diperkenalkan oleh Gumming dan Henry (1961). Kemiskinan yang diderita lansia dan menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan seorang lansia secara perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan di sekitarnya.

Selain hal tersebut, masyarakat juga perlu mempersiapkan kondisi agar para lansia tidak menarik diri. Proses penuaan mengakibatkan interaksi sosial lansia mulai menurun,baik secar kualitas maupun kuantitas.

Pada lansia juga terjadi kehilangan ganda (triple loss),yaitu : 1. Kehilangan peran (loss of roles)

2. Hambatan kontak sosial (restriction of contacts and relationships). 3. Berkurangnya komitmen(reduced commitment to social moralres

and values).

(28)

Pokok-pokok teori menarik diri adalah sebagai berikut :

1. Pada pria, kehilangan peran hidup terutama terjadi pada masa

pension sedangkan pada wanita terjadi pada masa ketika peran dalam keluarga berkurang, misalnya saat anak menginjak dewasa serta meninggalkan rumah untuk belajar dan menikah.

2. Lansia dan masyarakat mampu mengambil manfaat dari hal ini, karena lansia dapat merasakan bahwa tekanan sosial berkurang, sedangkan kaum muda memperoleh kerja yang lebih luas.

3. Tiga aspek utama dalam teori ini adalah proses menarik diri yang terjadi sepanjang hidup. Proses ini tidak dapat dihindari serta hal ini harus diterima oleh lansia dan masyarakat.

c) Teori Aktivitas

Teori aktivitas dikembangan oleh Palmore (1965) dan Lemon et al (1972) yang menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung dari bagaimana seorang lansia merasakan kepuasan dalam melakukan aktivitas serta mempertahankan aktivitas tersebut lebih penting dibandingkan kuantitas dan aktivitas yang dilakukan. Dari satu sisi aktivitas lansia dapat menurun, akan tetapi di lain sisi dapat dikembangkan, misalnya peran baru lansia sebagai relawan, kakek atau nenek, ketua RT, sesorang duda atau janda, serta karena ditinggal wafat pasangan hidupnya.

Dari pihak lansia sendiri terdapat anggapan bahwa proses penuaan merupakan suatu perjuangan untuk tetap muda dan berusaha untuk mempertahankan perilaku mereka semasa mudanya.

(29)

1. Moral dan kepuasaan berkaitan dengan interaksi sosial dan keterlibatan sepenuhnya dari lansia di masyarakat.

2. Kehilangan peran akan menghilangkan kepuasaan seorang lansia. Penerapan teori aktivitas ini sangat positif dalam penyusunan kebijakan terhadap lansia, karena memungkinkan para lansia untuk berinteraksi sepenuhnya di masyarakat.

d) Teori Kesinambungan

Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia. Pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia. Hal ini dapat terlihat bahwa gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tidak berubah meskipun ia telah menjadi lansia.

Menurut teori penarikan diri dan aktivitas, proses penuaan merupakan suatu pergerakan dan proses searah, akan tetapi pada teori kesinambungan merupakan pergerakan dan proses banyak arah, bergantung dari bagaimana penerimaan seseorang terhadap status kehidupannya.

Pokok-pokok teori kesinambungan adalah sebagai berikut :

1. Lansia tak disarankan untuk melepaskan peran atau harus aktif dalam proses penuaan, tetapi berdasarkan pada pengalamannya di masa lalu, lansia harus memilih peran apa yang harus dipertahankan atau dihilangkan.

2. Peran lansia yang hilang tak perlu diganti.

(30)

e) Teori Perkembangan

Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa yang telah dialamioleh lansia pada saat muda hingga dewasa. Erickson (1930) membagi kehidupan lansia menjadi delapan fase, yaitu :

1. Lansia yang menerima apa adanya 2. Lansia yang takut mati

3. Lansia yang merasakan hidup penuh arti 4. Lansia yang menyesali diri

5. Lansia yang bertanggung jawab dengan merasakan kesetiaan 6. Lansia yang kehidupannya berhasil

7. Lansia yang merasa terlambat untuk memperbaiki diri

8. Lansia yang perlu menemukan integritas diri melawan keputusasaan (ego integrity vs despair).

Havighurst menguraikan tujuh jenis tugas perkembangan selama hidup yang harus dilaksanakan oleh lansia, yaitu :

1. Penyesuaian terhadap penurunan kemampuan fisik dan psikis 2. Penyesuaian terhadap pension dan penurunan pendapatan 3. Menemukan makna kehidupan

4. Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan 5. Menemukan kepuasaan dalam hidup berkeluarga

6. Penyesuaian diri terhadap kenyataan akan meninggal dunia 7. Menerima dirinya sebagai seorang lansia.

(31)

berbagai tantangan tersebut yang dapat bernilai positif ataupun negative. akan tetapi, teori ini tidak menggariskan bagaimana cara menjadi tua yang diinginkan atau yang seharusnya diterapkan oleh lansia tersebut.

f) Teori Stratifikasi Usia

Wiley (1971) dalam maryam menyusun stratifikasi usia berdasarkan usia kronologis yang menggambarkan serta membentuk adanya perbedaan kapasitas, peran, kewajiban dan hak mereka berdasarkan usia.

Pokok-pokok dari teori stratifikasi usia adalah sebagai berikut : 1. Arti usia dan posisi kelompok usia bagi masyarakat

2. Terdapatnya transisi yang dialami oleh kelompok

3. Terdapatnya mekanisme pengalokasian peran diantara penduduk. Keunggulan teori ini adalah bahwa pendekatan yang dilakukan bersifat deterministic dan dapat dipergunakan untuk mempelajari sifat lansia secara kelompok dan bersifat makro setiap kelompok dapat ditinjau dari sudut pandang demografi dan keterkaitannya dengan kelompok usia lainnya.

(32)

g) Teori Spiritual

Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti kehidupan.

James Fowler mengungkapkan tujuh tahap perkembangan kepercayaan (wong,et.al,1999) meyakini bahwa kepercayaan/demensia spiritual adalah suatu kekuatan yang member arti bagi kehidupan seseorang.

Fowler menggunakan istilah kepercayaan sebagai suatu bentuk pengetahuan dan cara berhubungan dengan kehidupan akhir, menurutnya kepercayaan adalah suatu fenomena timbale balik, yaitu suatu hubungan aktif antara seseorang dengan orang lain dalam menanamkan suatu keyakinan, cinta kasih, dan harapan.

Fowler meyakini bahwa perkembangan kepercayaan antara orang dan lingkungan terjadi karena adanya kombinasi antara nilai-nilai dan pengetahuan. Fowler juga berpendapat bahwa perkembangan spiritual pada lansia berada pada tahap penjelmaan dari prinsip cinta dan keadilan.

2.4.10 Permasalahan Lanjut Usia

(33)

Sebagai manusia, orang lanjut usia mempunyai kebutuhan. Kebutuhan ini mempunyai corak yang khas dan mendesak untuk dipenuhi. Bila ketergantungan dan kebutuhan yang mendesak ini tidak diatasi atupun dipenuhi maka dapat mengakibatkan terjadinya masalah bagi lanjut usia (sumarnugroho,1991:111). Masalah yang dialami tersebut meliputi :

a. Masalah Kesehatan

Terjadinya kemunduran fungsi-fungsi fisik yang membawa dampak pada kemunduran kesehatan dengan pola penyakit yang spesifik (Departemen Sosial,1997:1).

b. Masalah Finansial

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa sumber-sumber finansial orang lanjut usia sangat terbatas bahkan secara ekonomi golongan lanjut usia terlantar, terutama bagi mereka yang tidak terjangkau oleh jaminan atau tunjangan pension.

c. Permasalahan Pekerjaan

Adanya keterbatasan kesempatan kerja bagi para lanjut usia sehingga para lanjut usia yang tidak memiliki pekerjaan, hidup dan berada dalam kemiskinan. Disamping itu juga karena keluarganya tidak mampu merawat sehingga mereka menjadi terlantar (Departeman Sosial,1997:1).

(34)

mengadakan adaptasi dengan kecepatan dan cara kerja mesin yang semakin maju.

Kemampuan dan kecepatan tenaga kerja yang sudah tua cenderung tetap/stabil atau sebaliknya menurun, sedangkan mesin selalu berubah-ubah sesuai dengan hasil penemuan baru, sehingga tenaga kerja tua sukar atau lambat sekali mengadakan adaptasi, tidak seperti tenaga kerja muda. Adanya perubahan tatanan kehidupan masyarakat dari masyarakat agraris mengarah kepada industry, cenderung menimbulkan pergeseran nilai sosial masyarakat yang memberikan penghargaan dan penghormatan kepada para lanjt usia, mengarah kepada tatanan kehidupan masyarakat yang kurang menghargai dan menghormati lanjut usia, sehingga mereka tersisih dari kehidupan masyarakat dan terlantar (Departemen Sosial,1997:2).

Untuk mengatasi hal-hal tersebut ada yang berpendapat bahwa sebaiknya tenaga kerja tua ditarik dari sasaran kerja apabila telah mencapai masa pension dan berlaku bagi semua tenaga kerja tanpa diskriminasi.

d. Kesiapan Pensiun

Kesiapan pensiun merupakan masalah individual, sehingga tidak mungkin membuat kebijaksanaan yang berlaku untuk semua tenaga kerja. Beberapa orang mungkin harus pension pada umur 50 tahun, beberapa orang umur 55 tahun, sedangkan yang lain pada umur 60 tahun, bahkan ada yang masih produktif sampai umur 65 tahun.dalam hal ini banyak faktor yang harus diperhitungkan seperti: kesehatan, persyaratan pekerjaan, satuan keluarga dan sebagainya.

(35)

Setiap tahap dalam umur manusia mempunyai tuntutan sendiri, masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, permulaan masa tua dan masa tua. Sebagai Manusia pasti memerlukan pemenuhan kebutuhan dasar untuk keseimbangan emosional dan perasaan kecukupan atau kepuasan.

Berkurangnya integrasi dengan lingkungannya sebagai akibat dari berkurangnya kegiatan sosial. Hal ini cenderung berpengaruh negative pada kondisi sosial psikologis lanjut usia sehingga mereka merasa sudah tidak diperlukan oleh masyarakat dan lingkungannya (Depertemen Sosial,1997:2).

2.5 Pelayanan sosial lanjut usia

2.5.1 Pengertian Pelayanan Sosial Lanjut Usia

Pelayanan sosial lanjut usia adalah proses pemberian bantuan yang dilaksanakan secara terencana dan berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan lanjut usia sehingga yang bersangkutan mampu melaksanakan fungsi sosialnya (Departemen Sosial,2007:4)

Pelayanan Sosial lanjut usia terdiri atas : a. Pelayanan Fisik

Pelayanan ini bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kondisi dan keberfungsian fisik lanjut usia serta meningkatkan pemahaman dan partisipasi lanjut usia dalam upaya pemeliharaan fisik dan kesehatan. Pelayanan pemeliharaan fisik dan kesehatan dilaksanakan melalui :

(36)

penyediaan makan, pengaturan asupan makanan, konsultasi diet, pemberian makanan tambahan

2. Pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk memantau serta menjaga kondisi kesehatan lanjut usia. Pelayanan ini meliputi pelayanan promotif, prepentif dan kuratif termasuk didalamnya pelayanan pemeriksaan kesehatan.

3. Pelayanan kebugaran, pelayanan ini dimaksudkan untuk memberikan

kesempatan kepada lanjut usia dalam melaksanakan aktivitas yang bermanfaat bagi kesehatan fisik serta menjaga sarana kegiatan rekreatif. Pelayanan kebugaran meliputi :

1). Penyelenggaraan senam kesehatan yang bersifat khusus seperti senam jantung dan darah tinggi

2). Penyediaan fasilitas olahraga yang sesuai dengan kebutuhan lanjut usia.

b. Pelayanan Pendidikan

Tujuan pendidikan tidak hanya masa sekarang tetapi juga untuk masa depan, sehingga pada saat seseorang menjadi tua, ia dapat menikmati hasil pendidikannya, saat seseorang menginjak usia tua, ia memerlukan suatu proses belajar untuk menyesuaikan dengan proses ketuuaan, permasalahan dan kebutuhan-kebutuhannya. Pelayanan pendidikan dibutuhkan bagi orang-orang yang berusia lanjut terutama yang masa aktif dalam lapangan kerja menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan teknologi, sehingga mereka tetap dapat berpartisipasi pada lapangan pekerjaannya.

(37)

Perumahan juga merupakan masalah bagi lansia walaupun orang tua telah mempunyai rumah sendiri, mungkin datang suatu saat untuk memutuskan, apakah mereka akan pindah ke tempat baru atau meninggalkan rumahnya dan tinggal bersama anak mereka, atau kemungkinan meereka hidup didalam panti yang khusus disediakan untuk orang lanjut usia. Hidup dengan anak mungkin menimbulkan kepuasan tapi banyak menimbulkan masalah, terutama apabila keadaan perumahan yang tidak mengizinkan atau jika anak tidak menerima keberadaan orangtua mereka. Karena itu orang banyak memilih tinggal dalam lembaga atau panti karena tidak banyak beban psikologis dan emosional. d. Program untuk mengisi waktu luang

Orang-orang yang berusia lanjut mempunyai banyak waktu luang, karena itu memungkinkan untuk membuat program bagi mereka pada waktu pagi, sore dan malam. Lembaga-lembaga masyarakat dan pemerintah dapat menyediakan berbagai macam program seperti: membuat kerajinan tangan, melukis, ceramah, menjahit, dan lain-lain.

2.5.2 Kegiatan Pelayanan Sosial Lanjut Usia. A. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Melalui Panti

(38)

sosial, mental serta agama, sehingga mereka dapat menikmati hari tuanya dengan diliputi ketentraman lahir dan batin.

B. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Luar Panti

Pelayanan sosial lanjut usia luar panti yaitu pelayanan sosial yang ditujukan bagi lanjut usia yang berbasiskan kepada keluarga, masyarakat maupun organisasi sosial. Adapun jenis pelayanan yang diberikan antara lain:

1. Day Care Service (Pelayanan Harian Lanjut Usia) adalah pelayanan sosial

yang disediakan bagi lanjut usia dan bersifat sementara yang dilaksanakan pada siang hari di dalam panti sosial atau diluar panti sosial dalam waktu tertentu dan tidak meninap yang dikelola oleh pemerintah atau masyarakat secara profesioanal (Departemen Sosial, 2007:26)

2. Home Care yaitu Pelayanan harian terhadap lanjut usia yang tidak potensial yang berada di lingkungan keluarganya yang berupa bantuan bahan pangan siap santap dengan tujuan agar terpenuhinya kebutuhan hidup lanjut usia secara layak.

3. Foster Care yaitu pelayanan sosial yang diberikan kepada lanjut usia terlantar melalui keluarga orang lain, berupa bantuan bahan pangan atau makanan siap santap dengan tujuan agar terpenuhinya kebutuhan makan agar setiap lanjut usia dapat hidup secara layak.

4. Bantuan Paket Usaha Ekonomis Produktif (UEP) adalah bantuan yang diberikan kepada lanjut usia kurang mampu yang masih potensial secara perorangan yang didahului bimbingan sosial dan keterampilan.

(39)

(satu kelompok terdiri dari 5 sampai 10 orang) yang didahului dengan bimbingan Pengembangan melalui KUBE lanjut usia (Departemen Sosial,2008:80).

C. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Melalui Kelembagaan

Pelayanan sosial lanjut usia melalui kelembagaan dilaksanakan melalui upaya sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi institusi atau kelembagaan yang bergerak dibidang lanjut

usia baik yang ada dilingkungan Pemerintah maupun yang ada di

masyarakat pada setiap tingkatan wilayah (kecamatan,kabupaten/kota,provinsi dan nasional).

2. Memfasilitasi pembentukan dan pemantapan institusi atau kelembagaan yang akan dan sudah bergerak dalam bidang lanjut usia seperti :

a) Peningkatan profesioanalitas sumber daya manusia (SDM) yang dalam bentuk sekolah, kursus, pelatihan.

b) Peningkatan Sarana dan Prasarana kelembagaan.

c) Pembuatan jaringan atau network antar lembaga baik nasioal maupun internasional yang bergerak dalam penanganan masalah lanjut usia.

(40)

2.5.3 Landasan Hukum

Adapun yang menjadi dasar hukum dalam pelaksanaan Model Pelayanan Sosial bagi Lanjut usia adalah :

1) Undang-Undang Dasar 1945 a. Pasal 34

Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara. b. Pasal 27 ayat 1 dan 2

(1) Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintah dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

(2) Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

2) Undang-Undang nomor 6 tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial

3) Undang-Undang nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. 4) Undang-Undang nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan Keuangan

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

5) Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia.

6) Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 59/HUK/2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial di lingkungan Departemen Sosial.

(41)

8) Peraturan Menteri Sosial Nomor 82/HUK/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departeman Sosial RI (Departemen Sosial,2007:4)

2.6 Kerangka Pemikiran

Penduduk lanjut usia merupakan bagian dari anggota keluarga maupun anggota masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya. Sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup, orang lanjut usia mengalami ketergantungan dimana ketergantungan tersebut disebabkan oleh kondisi orang lanjut usia yang banyak mengalami perkembangan dalam bentuk-bentuk yang mengarah pada perubahan yang negative. Dalam hal ini pemerintah dibutuhkan untuk memberikan perlindungan sosial dalam pelayanan sosial bagi lanjut usia guna menunjang kehidupan orang lanjut usia agar lebih baik.

Tidak dapat dipungkiri bahwa panti asuhan sebagai salah satu wadah yang paling tepat untuk memberikan pelayanan terhadap orang lanjut usia,dan keberadaan panti asuhan saat ini perlu dimaksimalkan guna mencapai kesejahteraan hidup lanjut usia dimanapun mereka berada.

(42)

day care dianggap kurang efektif. Melalui Model Pelayanan Reguler yang meliputi pelayanan sosial dasar seperti perawatan, pemberian makanan, kemudian pelayanan teknis seperti: Bimbingan fisik, bimbingan mental agama, serta pendampingan yang meliputi bimbingan sosial dan keterampilan diharapkan warga binaan sosial (Lansia) mendapatkan Kesehatan yang baik, terpenuhinya kebutuhan dasar, serta mendapatkan perhatian penuh sehingga pada akhirnya dapat kembali menjalankan fungsi sosialnya dengan baik.

(43)

Bagan 2.1 Bagan Alir Pikir

UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Wilayah Binjai dan Medan

Model Pelayanan Sosial Reguler : Meliputi :

1. Pelayanan Sosial Dasar ( Penampungan dan perawatan) 2. Bimbingan Fisik

3. Bimbingan Mental agama 4. Bimbingan Sosial

5. Bimbingan keterampilan

Indicator efektivitas Pelaksanaan Model Pelayanan Sosial Reguler : 1.Kualitas,indikator ini mencakup pemahaman program dan

ketepatan sasaran yang menunjukkan apakah model pelayanan sosial reguler sudah berjalan dengan harapan atau belum 2.Kuantitas,diukur dari banyaknya lansia yang mengikuti kegiatan,serta melihat jumlah Sumber Daya Manusia, serta ketersediaan sarana dan prasarana

3.Dampak, Apakah Pelaksanaan Model Pelayanan Sosial reguler memberikan perubahan bagi lanjut usia sehingga tercapai

4. Waktu, Merupakan ketepatan antara peserta program dan jadwal kegiatan

(44)

2.7 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.7.1 Defenisi Konsep

Konsep Merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang akan dikaji. Untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang dijadikan objek penelitian, maka seorang peneliti harus menegaskan dan membatasi makna konsep-konsep yang diteliti. Proses dan upaya penegasan dan pembatasan makna konsep suatu penelitian disebut dengan defenisi konsep. Secara sederhana definisi disini diartikan sebagai batasan arti.

Perumusan definisi konsep dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa peneliti ingin mencegah salah pengertian atas konsep yang diteliti. Dengan kata lain, peneliti berupaya mengiring para pembaca hasil penelitian itu untuk memaknai konsep itu sesuai dengan yang diinginkan dan dimaksudkan oleh si peneliti, jadi defenisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam sebuah penelitian (Siagian,2011:136-138).

Konsep merupakan suatu unsur yang paling penting dalam penelitian. Suatu konsep merupakan sejumlah pengertian atau ciri-ciri yang berkaitan dengan berbagai peristiwa, objek, kondisi, situasi dan hal lainnya. Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan sejumlah pengertian yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan peneliti (Silalahi,2009:112).

(45)

a) Efektivitas adalah suatu pencapaian tujuan secara maksimal dengan sarana yang dimiliki melalui model pelayanan sosial tertentu, serta sebagai sebuah keberhasilan sebuah program berdasarkan pemahaman, ketepatan sasaran, ketepatan waktu, sehingga tercapainya target yang mengarah pada perubahan nyata.

b) Model adalah kaidah umum yang menggambarkan suatu pernyataan dari fenomena objek penelitian, yang dirumuskan dengan pernyataan sederhana secara sistematis, atau dengan gambaran secara umum yang membuat unsur-unsur sehingga membentuk suatu sistem.

c) Pelayanan Sosial adalah suatu aktivitas dalam kaitannya dengan usaha kesejahteraan sosial yang bertujuan untuk membantu individu, kelompok ataupun kesatuan masyarakat agar mereka mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya serta mengembalikan rasa harga diri dan kepercayaaan diri mereka yang pada akhirnya mereka diharapkan dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi klien sehingga kembali pada fungsi sosialnya. d) Lanjut usia adalah seseorang yang telah berusia 60 tahun ke atas.

e) UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia adalah Unit pelaksana teknis di bidang pembinaan kesejahteraan sosial lanjut usia yang memberikan pelayanan kesejahteraan sosial bagi para lanjut usia

(46)

2.6.2 Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah suatu proses menjadikan variabel penelitian dapat diukur sehingga transformasi dan unsur konseptual ke dunia nyata. Defenisi operasional adalah lanjutan dari perumusan defenisi konsep, perumusan defenisi konsep ditujukan untuk mencapai keseragaman pemahaman tentang konsep-konseop, baik berupa obyek, peristiwa maupun fenomena yang diteliti, maka perumusan operasional ditujukan dalam upaya mentransformasi konsep ke dunia nyata sehingga konsep-konseop penelitian dapat diobservasi (Siagian,2011;141).

Adapun yang menjadi defenisi operasional yang peneliti rumuskan dalam efektivitas pelaksanaan model pelayanan sosial reguler oleh UPT pelayanan lanjut usia wilayah Binjai dan Medan dapat diukur melalui variable/indicator sebagai berikut :

1. Tingkat Kualitas, diukur dengan;

a) Kesesuaian Pemahaman dan Pelaksanaan pelayanan.

Efektif: Responden mendapatkan informasi dan mengetahui mengenai proses pelaksanaan Model Pelayanan Sosial Reguler.

Tidak Efektif : responden tidak mendapatkan informasi dan kurang mengetahui bagaimana proses pelaksanaan Model Pelayanan Sosial Reguler.

b) Ketepatan Sasaran

Efektif: jika yang menjadi warga binaan adalah lansia terlantar atau lansia yang berasal dari keluarga yang kurang mampu

(47)

c) Tingkat Kepuasan Peserta

Efektif : Warga Binaan merasa terpenuhi kebutuhan dasar, bimbingan fisik, agama, sosial dan keterampilan

Tidak Efektif :Warga Binaan merasa tidak terpenuhinya kebutuhan dasar, bimbingan fisik, agama, sosial dan keterampilan

2. Tingkat Kuantitas, diukur dengan :

a) Banyaknya jumlah Sumber Daya Manusia yang mendampingi

lanjut Usia saat kegiatan.

Efektif : warga binaan didampingi saat melakukan kegitan sesuai dengan program yang dijalankan, serta ada kesesuaian antara kegiatan yang dilakukan dengan SDM yang melatih ataupun bertanggung jawab.

Tidak Efektif : Warga binaan tidak memiliki pendamping khusus, dan terlihat ada ketidaksesuaian antara kegiatan dengan SDM yang melatih ataupun bertanggung jawab.

b) Kelengkapan sarana dan prasarana

Efektif : Warga Binaan merasa nyaman, dan tersedia sarana dan prasarana yang memadai dalam setiap kegiatan yang dilakukan

Tidak Efektif : warga binaan tidak merasa nyaman dan kurangnya sarana dan prasarana yang disediakan oleh pihak panti.

3. Dampak, diukur dengan :

(48)

Efektif : Terlihat ada perubahan nyata dari warga binaan setelah melaksanakan Model Pelayanan Sosial reguler, secara keseluruhan terlihat tercapainya tujuan dari Pelaksanaan Model Pelayanan Sosial

Tidak Efektif : Keadaan Warga Binaan sama saja dan tidak terlihat perubahan yang cukup signifikan setelah melaksanakan Model Pelayanan Sosial Reguler, dan terlihat tidak tercapainya tujuan dari Pelaksanaan Model Pelayanan Sosial

4. Waktu, diukur dengan : a) Frekuensi Kehadiran

Efektif : Warga Binaan senang dan frekuensi kehadiran saat melaksanakan kegiatan terhitung rutin

Tidak Efektif : Warga Binaan Enggan dan frekuensi kehadiran jarang dilaksanakan.

b) Frekuensi Kegiatan

Efektif : Pelaksanaan Program rutin dilakukan sesuai dengan ketetapan yang berlaku

Tidak Efektif : Pelaksaan program sering tidak dilaksanakan dan diabaikan.

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari ini, Kamis tanggal Dua puluh bulan September tahun dua ribu dua belas, bertempat di Badan Kepegawaian Negara Kantor Regional VIII Banjarmasin, Panitia

Arduino Uno-R3 digunakan untuk menerima perintah dari Smartphone Android melalui media komunikasi Bluetooth HC-05, setiap selesai mengeksekusi sebuah perintah,

Dalam manfaat besi menurut sains, besi dan berbagai jenis logam lainnya adalah ciptaan Allah yang jika dipanaskan akan mencair dan apabila didinginkan akan membeku, sehingga besi

[r]

Perbedaan ini dapat dilihat dari rata-rata nilai respon emosi maupun kecenderungan pembelian impulsif yang diperoleh dari kelompok bentuk media iklan sebagai perlakuan aatau faktor

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi atau langkah yang dilkukan untuk pengembangan pariwisata di Kabupaten samosir.. Adapun metode penelitian ini

[r]

 Jonathan Portes (1998) : Modal Sosial merupakan suatu konsep dengan berbagai definisi yang saling terkait yang didasarkan pada nilai jaringan