KONFLIK HARTA PUSAKA ANTAR SUKU DI NAGARI TAMBANGAN KECAMATAN X KOTO KABUPATEN TANAH DATAR” (STUDI KASUS KONFLIK ANTAR KEMENAKAN MALAKOK SUKU PISANG DENGAN PIHAK
SUKU PANYALAI) OLEH:
Dwiyuliana Putri 1’ Adiyalmon S,Ag, M.Pd.2’ Delmira Syafrini, MA.3’ Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat
ABSTRAK
Dwiyuliana Putri (NIM:09070248), Thesis title, Konflik Harta Pusaka Antar Suku di Nagari Tambangan Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah Datar (Studi Kasus: Kemenakan Malakok Suku Pisang dengan Pihak Suku Panyalai), Thesis, Sociology Education Program (STKIP) PGRI West Sumatera, Padang, 2014.
The thesis explains about a conflict of inheritance among tribes in Nagari Tambangan which occurred between Anak Kemenakan Malakok4 from tribe of Pisang5
and tribe of Panyalai6. There are many efforts tried to so lve the problem but it is still incomplete yet. The aims of the research are 1) to explain and to analize the causes of the inheritance conflict. 2) what makes the conflict still incomplete. The theory used is conflict theory by Lewis A. Coser. For method of research, the researcher uses qualitative approach with using a case study of research. The informants, 20 people, are taken through snowball sampling. Data found, which are primary and secondary data form, are collected through interviewing, observing, and cocumentation with using supporting isntruments like pen, handphone, etc. Analysis unit of the research is group. The result of this research reveal that 1. The main inheritance conflict which happen between Kemenakan Malalkok from tribe of Pisang and panyalai tribe. a) The grab of the authority of the farm management, b) the construction of a house which is in the confilct farm, c) the main witness had died, d) a provocation from people around. 2. The fact of making the conflict still incomplete because of there some people try to make the problem worse, while the village administration has tried to solve this case, such as : a) forgery geneology, b) any intervention from other side, c) threat from one of the conflict side, d) difficult to do the kinship mediation between the conflict people.
Key Word : Conflict of inheritance among tribes
1 Mahasiswi STKIP PGRI Sumatera Barat jurusan Pendidikan Sosiologi periode Mei 2014 2 Dosen Pembimbing 1 Skripsi. Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat 3
Dosen Pembimbing 2 Skripsi. Pendidikan Sosiolog STKIP PGRI Sumatera Barat
4 Kemenakan pendatang yang diangkat oleh kepala suku menjadi bagian dari sukunya 5 Salah satu suku yang ada di Minangkabau Sumatera Barat
PENDAHULUAN
Minangkabau adalah suatu tempat di Indonesia dimana orang dapat menjumpai masyarakat yang diatur menurut tertib hukum ibu (matrilineal), begitu juga dalam dalam sistem kepemilikan harta diwarisi berdasarkan garis keturunan ibu. Di Minangkabau wujud atau bentuk harta tidak berupa benda saja seperti hutan, sawah, tanah, perladangan dan lain-lain namun ada juga harta yang tidak bersifat benda seperti gelar dan lain sebagainya (Amir :94).
Orang yang memiliki banyak harta materil, dikatakan orang kaya dan berada pada stratifikasi atas di dalam masyarakat, tetapi menurut pandangan adat orang kaya ditinjau dari banyaknya harta pusaka turun-temurun yang dimilikinya. Dari status adat lebih terpandang orang atau kaum yang banyak memiliki harta pusaka, ini bukan harta karena dibeli harta yang bersifat materil itu berwujud seperti kepemilikan tanah. Pola kepemilikian tanah di Minangkabau tidaklah bersifat individual, melainkan milik komunal yaitu milik suku, kaum dan Nagari. Regenerasi atau proses pewarisan tanah itu didasarkan atas sistem kemasyarakatan yang berpolakan matrilineal (garis keturunan ibu) yaitu dari mamak kepada kemenakan. Dengan adanya kepemilikan tanah maka seseorang dapat melakukan penguasaan atas tanah tersebut. Kekayaan, terutama dalam bentuk tanah menurut tradisional orang Minangkabau dapat dikategorikan ke dalam beberapa bentuk: berupa harta pusaka, tanah rajo dan atau tanah ulayat. (Navis, 1984:149).
Harta pusaka dimiliki oleh setiap kaum dalam suatu suku dan telah diwariskan melalui beberapa generasi. Harta ini tidak boleh diperjual-belikan karena menyangkut sosial genealogis, kecuali dipegang-gadaikan yang lebih cenderung bersifat sosial dari pada ekonomi. Transaksi ini baru dibolehkan setelah melalui rapat kaum yang dipimpin oleh penghulu yaitu biasa disebut dengan Kerapatan Adat Nagari (KAN) dengan didasarkan atas beberapa pertimbangan, seperti mayik tabujue tangah
rumah (mayat terbujur ditengah rumah)
digunakan untuk biaya penyelenggaraan jenazah kerabat yang meninggal, rumah gadang katirisan (rumah gadang yang sudah bocor atau sebagai penutup diri), gadih gadang indak balaki (gadis dewasa yang belum bersuami) dan mambangkik
batang tarandam (membangkit batang terendam)
di Minangkabau (Amir, 2006:100). Harta di Minangkabau terbagi dua yaitu:
1. Harta pusaka tinggi adalah segala harta pusaka yang diwarisi secara turun- menurun. Jadi bukan harta pencaharian dari orang yang kini masih hidup, tetapi peninggalan atau warisan dari nenek moyang yang mendahului kita (Amir, 2011: 19).
2. Harta pusaka rendah adalah segala harta yang berasal dari hasil pencaharian ayah dan ibu selama dalam masa perkawinan dan segala harta yang diperoleh dari segala pemberian baik dari ibu dan bapak sebelum perkawinan (Mahyuddin, 2009:70).
Permasalahan yang berhubungan dengan anak kemenakan dalam Nagari Seperti halnya mengenai masalah harta pusaka sering memicu terjadinya konflik.
Konflik harta pusaka khususnya mengenai hal pewarisan sering kita temui di dalam kehidupan sehari-hari seperti konflik yang terjadi di Nagari Tambangan Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah Datar. Konflik terjadi antara kemenakan malakok suku Pisang atau kemenakan pendatang yang mengaku mamak dengan pihak suku Panyalai pada tanggal 22 Agutus tahun 2011. Yang mana suku Pisang
malakok yang berasal dari Kayu Tanam diketuai
Wanimis dan dari pihak Panyalai diketuai Harmen Dt. Sinaro kedua kelompok tersebut memperebutkan hak pengelolaan sawah Simpang Empat dan sawah Banda Pinang Utara seluas 2 hektar yang bertempat di Simpang Empat Nagari Tambangan. Konflik ini dipicu pembangunan rumah yang akan didirikan adik perempuan Harmen yang bernama Fatmawati (pihak Panyalai) di atas sawah Simpang Empat yang menyebabkan kemarahan pihak kemenakan
malakok suku Pisang. Sehingga pihak Wanimis
merusak pondasi rumah yang sedang dibangun tersebut dan mengklaim bahwa sawah Simpang Empat merupakan pusaka tinggi suku Pisang pihak mereka yang tidak boleh dikelola dan dibanguni rumah begitu juga dengan Sawah Banda Pinang Utara. Namun dibantah oleh pihak Panyalai bahwa, sawah Simpang Empat adalah sawah yang sudah dihibahkan atau diberikan oleh kakek mereka Latin Dt. Rajo Maninjun dan sawah Banda Pinang Utara adalah sawah Pegang gadai yang warisnya atau yang berhak menebus sawah tersebut adalah kemenakan malakok yang berasal dari Pauh Panta Bukittinggi bukanlah dari suku Pisang pihak Wanimis bersaudara yang
berasal dari Kayu Tanam. Konflik bukan hanya terjadi sebatas pengklaiman itu saja, namun berbentuk kekerasan yang juga dialami oleh mereka yang terlibat konflik berupa intimidasi dan kekerasan fisik bahkan aksi anarkis tersebut terjadi berulang kali seperti: perang mulut, ancaman dengan senjata tajam dan lain-lain.
Berbagai usaha telah dilakukan untuk menyelesaikan konflik antara kemenakan
malakok suku Pisang dengan pihak suku
Panyalai seperti: Penyelesaian oleh Wali Nagari dengan memberikan nasehat dan pandangan kepada kedua pihak yang berkonflik berikutnya penyelesaian oleh Kerapatan Adat Nagari (KAN) yang mana dalam sidang tersebut dilakukan upaya penyelesaian terbaik oleh KAN serta usulan-usulan perdamain untuk kedua belah pihak yang sedang berkonflik dan terakhir penyelesaian oleh Pengadilan Negeri. Akan tetapi konflik ini masih saja berkelanjutan sampai saat ini, sehingga di dalam kehidupan bermasyarakat antara kemenakan suku Pisang
malakok dengan pihak suku Panyalai terjadi
hubungan yang tidak harmonis sampai ke anak cucu mereka. Maka atas dasar itu Peneliti tertarik untuk meneliti “Konflik Harta Pusaka Antar Suku di Nagari Tambangan Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah Datar (Studi Kasus Kemenakan Malakok Suku Pisang dengan Pihak Suku Panyalai)”.
Berdasarkan hal diatas maka yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah: 1. Apa akar konflik harta pusaka antar suku di
Nagari Tambangan Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah Datar ?
2. Mengapa konflik harta pusaka antar suku di Nagari Tambangan Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah Datar tidak bisa terselesaikan ?
Tujuan Penelitian Adalah:
1. Menjelaskan dan menganalisis akar konflik harta pusaka antar suku di Nagari Tambangan Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah Datar. 2. Menjelaskan apa yang menyebabkan konflik
harta pusaka antar suku di Nagari Tambangan Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah Datar tidak bisa terselesaikan.
Manfaat penelitian ini adalah :
1. Secara akademis, sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan
2. Secara praktis, hasil penelitian ini memberikan sumbangan pemikiran dan pertimbangan bagi tokoh-tokoh masyarakat, Wali nagari, ketua KAN, niniak mamak, cadiak pandai, bundo kanduang dalam menyelesaikan konflik antar suku mengenai harta pusaka.
METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bodgan dan Taylor penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati (Moleong, 1990:3).
Sedangkan tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Menurut Maxfield studi kasus adalah penelitian tentang studi subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase sepesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Jadi dapat penulis simpulkan penelitian kualitatif dengan menggunakan tipe studi kasus yang bertujuan untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang akar penyebab konflik dan proses penyelesaian konflik harta pusaka antar suku yang belum terselesaikan walau upaya penyelesaianya sudah dilakukan (Nazir, 2011:57).
Informan penelitian menggunakan mekanisme snowball sampling. Mekanisme pencarian para informan penelitian seperti ini dilakukan apabila si peneliti tidak mengetahui kriteria siapa saja yang dapat diwawancarai untuk mendapatkan informasi tertentu. Akibatnya peneliti tidak mengetahui identitas orang yang dapat diwawancarai untuk mendapatkan informasi tertentu. Dia hanya mengetahui bahwa orang-orang yang perlu diwawancarai adalah mereka yang mengetahui isu yang sedang diteliti atau melakukan sesuatu yang ingin diketahui oleh peneliti. Cara mendapatkan informan dengan mekanisme ini adalah dari seorang informan atau dokumen (Afrizal, 2008:100-101).
Pengumpulan data dilakukan dengan 3 metode yaitu :
1. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan
oleh dua pihak, yaitu wawancara (interview) yang mengajukan pertanyaan dan
terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Maleong, 2007:186).
Wawancara yang akan dilakukan adalah wawancara mendalam, karena wawancara mendalam bersifat terbuka dalam
pelaksanaanya dan tidak hanya
mewawancarai satu kali saja tetapi berulang-ulang dan mencek dalam kenyataan melalui pengamatan. Wawancara dilakukan dengan cara mengadakan wawancara secara langsung dan mendalam tentang permasalahan (Afrizal, 2008:97-98).
2. Observasi
Merupakan suatu pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan data yang akan dibutuhkan terutama dalam dan menafisirkan gejala yang berhubungan dengan konflik harta pusaka antar Suku Pisang dengan Panyalai. Sehubungan dengan objek penelitian hal-hal yang diobservasi meliputi: sidang Pleno KAN, tempat yang dijadikan sumber konflik berupa sawah, serta kejadian atau proses terjadinya konflik yaitu pada tanggal 22 Agustus tahun 2011 sekitar jam 08.00 WIB.
3. Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan data informasi yang besifat sekunder yang berkaitan dengan penelitian. Data ini diperoleh dari berbagai sumber seperti: perpustakaan, hasil penelitian yang terdahulu yang berkaitan dengan objek yang diteliti. Selain itu peneliti menggunakan kamera hape untuk mendukung data otentik.
Unit analisis adalah subjek yang menjadi pusat perhatian atau sasaran peneliti (Arikunto, 2010:89). Dari uraian di atas unit analisis penilitian ini adalah kelompok yaitu kemenakan malakok suku Pisang dengan pihak suku Panyalai yang terlibat konflik
Adapun teknik analisis data
menggunakan model Miles dan Heberman dalam (Sugyono, 2012:337).
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Reduksi Data 2. Penyajian Data
3. Penarikan Kesimpulan HASIL PENELITIAN 5.1 Akar Konflik
Akar konflik harta pusaka antar suku yang terjadi antara kemenakan malakok suku Pisang dengan pihak Panyalai antara lain sebagai berikut :
1. Perebutan Hak Pengelolaan Sawah Lahan dalam konflik ini adalah berupa sawah dengan jumlah luas kedua sawah yang berkonflik adalah 2 hektar lebih yang mana masing-masing sawah berbeda sejarahnya. Sawah Simpang Empat (Banda Pinang Selatan) merupakan sawah pemberian dari mendiang terdahulu Latin Dt. Rajo Maninjun yaitu dengan luas 1 hektar lebih sedangkan sawah Banda Pinang Utara merupakan sawah yang sudah dipegang gadai pihak Panyalai yang mana ahli waris sahnya bukan dari Pihak Wanismis bersaudara. Namun sikap kemenakan malakok yang menyalahi aturan menyebabkan terjadinya perebutan hak pengelolaan sawah Simpang Empat dan Banda Pinang Utara milik pihak Panyalai.
2. Pembangunan Rumah
Pembangunan rumah yang dilakukan oleh adik perempuan Harmen DT. Sinaro yang bernama Fatmawati di atas Sawah Simpang Ampek. Pembangunan rumah merupakan salah satu penyebab atau akar konflik dari permasalahan yang terjadi antara pihak kemenakan malakok suku Pisang dengan pihak suku Panyalai.
3. Meninggalnya Saksi Kunci
Mursik adalah saksi kunci yang mengetahui segalanya atau paham tentang bagaimana seluk-beluk sawah Banda Pinang dan sawah Simpang Empat yang sedang berkonflik. Meninggalnya Mursik sebagai saksi kunci sawah Simpang Empat dan Banda Pinang dianggap pihak kemenakan malakok yang berasal dari Kayu Tanam sebagai suatu keberuntungan karena dengan meninggalnya saksi kunci tersebut, tidak ada lagi orang yang akan menghalangi aksi mereka untuk merampas sawah Simpang Empat dan sawah Banda Pinang Utara.
4. Provokasi Dari Salah Satu Anggota Masyarakat
Adanya pihak yang memprovokatori, terilihat jelas bahwa ada motif di balik masalah ini. Sifat tidak senang atau iri dalam pembangunan rumah di atas sawah Simpang Empat yang di bangun oleh Fatmawati dari pihak Panyalai merupakan salah satu alasan orang tersebut memprovokasi pihak kemenakan
malakok agar melakukan aksi perebutan sawah
Simpang Empat, begitu juga sawah Banda Pinang Utara.
5.2 Upaya Penyelesaian Oleh Pihak Pemerintahan Nagari
Upaya penyelesaian konflik sudah dilakukan oleh pihak wali nagari dengan menerima pengaduan dari pihak Panyalai. Maka dari itu diberikan pemanggilan dan pemberian nasehat. Namun permasalahan ini belum juga bisa terselesaikan sehingga diserahkan kepada lembaga pemerintahan Nagari yaitu Kerapatan Adat Nagari (KAN) dengan melakukan sidang Pleno dan pengambilan keputasan yang dihadiri oleh penghulu dari 6 suku. Yang mana keputusan sawah Simpang Empat merupakan sawah yang sudah dihibahkan Latin kepada anak-anaknya dan sawah Banda Pinang Utara merupakan pegang gadai. Namun tidak ada kesepakatan dari kedua pihak sehingga konflik masih tetap terjadi dan masalah ini diserahkan kepada lembaga hukum Negara yaitu Pengadilan Negera.
Adapun Faktor yang menyebabkan tidak kunjung terselesaikann konflik:
5.3 Beberapa Tindakan Pihak Yang Bertikai yang Memperuncing Keadaan
1. Pemalsuan Ranji
Ditemukanya ranji palsu yang dibuat oleh pihak kemenakan malakok suku Pisang yang diketuai Wanimis bersaudara. Di dalam ranji yang dibuat oleh suku kemenakan malakok yang diketuai Wanimis bersaudara bertali darah dengan Latin Dt. Rajo Maninjun ditemukan adanya pemalsuan di dalam ranji tersebut yang isinya menghubungkan pihak kemenakan
malakok menjadi bertali darah dengan Lati Dt.
Rajo Maninjun. Padahal di dalam ranji asli yang diperlihatkan oleh kemenakan malakok suku Pisang yang berasal dari Pauh Panta Bukittinggi ditemukan bahwa Latin tidak memiliki kemenakan bertali darah atau putuih warih batali
darah.
2. Intervensi Pihak Luar Dalam Konflik Adanya intervensi atau keterlibatan pihak lain dalam kasus ini, untuk membantu kemenakan malakok, terlihat jelas dari latar belakang pendidikan kemenakan malakok suku Pisang yang diketuai Wanimis dan saudaranya banyak yang tidak tamat sekolah dan tidak bisa tulis baca namun ranji dan bukti-bukti palsu yang mereka buat terkesan rapi seolah ada yang membantu mereka dalam hal pembuatan ranji palsu dan dalam surat menyurat lainnya. Ada pihak lembaga hukum yang membantu kemenakan malakok dibelakang kasus ini yang sangat paham tentang hukum sehingga mereka merasa percaya diri untuk memenangkan perkara ini.
3. Ancaman Kemenakan Malakok Suku Pisang
Masyarakat Tambangan sangat takut untuk ikut campur dalam masalah ini, karena diancam oleh pihak kemenakan malakok suku Pisang. Pihak kemenakan malakok Wanimis bersaudara memiliki anggota keluarga yang banyak dan lebih mengandalkan keberanian atau otot karena mayoritas pihak kemenakan malakok berpendidikan rendah dan tidak tamat sekolah. Dilihat dari kejadian yang dialami Fatmawati yang dilarang membangun rumah oleh pihak kemenakan malakok dan diancam dengan menggunakan senjata tajam seperti golok, sehingga menyebabkan masyarakat merasa takut untuk ikut campur dan terlibat dalam masalah ini.
4. Sulitnya Mediasi Secara Kekeluargaan Sulitnya mediasi, yang dilakukan secara kekeluargaan antara pihak kemenakan malakok juga merupakan salah satu faktor penyebab konflik tidak kunjung selesai. Sehingga di dalam kehidupan bermasyarakat antara kemenakan
malakok dengan pihak Panyalai terdapat
hubungan yang antagonis. KESIMPULAN
Berdasarakan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Akar konflik yang menyebabkan terjadinya konflik antara kemenakan malakok suku Pisang dengan pihak suku Panyalai ada empat:
a. Perebutan sawah Simpang Empat (Banda Pinang selatan) dan sawah Banda Pinang Utara seluas 2 hektar lebih.
b. Pembangunan rumah yang akan didirikan oleh salah satu anggota keluarga dari pihak Panyalai yang bernama Fatmawati, di atas sawah Simpang Empat.
c. Meninggalnya, saksi kunci yang mengetahui sejarah kedua buah sawah yang berkonflik.
d. Provokasi dari salah satu anggota masyarakat terhadap pihak kemenakan
malakok suku Pisang.
2. Adapun yang menyebabkan konflik tidak kunjung terselesaikan oleh pihak pemerintah Nagari seperti Wali Nagari dan Kerapatan Adat Nagari (KAN) adalah:
Beberapa tindakan pihak yang bertikai yang memperuncing keadaan seperti :
a. Pembuatan ranji palsu
b. Intervensi pihak luar dalam konflik. c. Ancaman dari pihak kemenakan malakok
terhadap pihak yang berusaha membantu pihak suku Panyalai.
d. Sulitnya mediasi yang dilakukan secara kekeluargaan antara kedua pihak yang terlibat konflik karena sikap kemenakan
malakok yang keras tidak mau untuk
didamaikan. DAFTAR PUSTAKA
I. BUKU
Afrizal. 2008. Pengantar Penelitian Kualitatif. Padang: Laboratorium sosiologi Fisip Unand Padang.
Arikunto, Suharismi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta : PT Rineka Cipta
H. Mahyuddin, Suardi. 2009. Dinamika Sistem
Adat MinangKabau : PT. Candi Cipta
Paramuda.
Moleong, Lexy. 1990. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosda
Karya
M.S, Amir.2006. Adat Minangkabau. Jakarta : PT. Mutiara Sumber Widya.
2011. Harato Pusako Tinggi dan
PencaharianMinangkabau. Jakarta : Citra
Harta Prima.
2012. Panduan Pengelolaan Suku dan Nagari di Minangkabau. Jakarta : Citra Harta Prima.
Navis, AA.1984. Alam Takambang jadi Guru. Jakarta: PT. Pustaka Grafitipers
Nazir.Muhamad. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Cetakan ke 7: Ghalia Insonesia
Nazir, Muhamad. 2011. Metodologi Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Sugyono. 2011.Metode Penelitian Pendidikan:
Pendekatan Kuntitatif, Kualitatifdan R&D.
Alfebeta: Bandung
Yakub, M. Dt. Nurdin. 1995. Hukum Kekerabatan MinangKabau. Bukittinggi: