• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA KONSEP OPERASI BILANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA KONSEP OPERASI BILANGAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING

AND LEARNING (CTL) PADA KONSEP OPERASI BILANGAN

Made Susilawati

Jurusan Matematika FMIPA Universitas Udayana, susilawati.made@gmail.com

Abstrak

Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat dalam jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan masalah dalam kehidupan jangka panjang. Salah satu metode pada proses pembelajaran yang dianggap lebih memberdayakan siswa adalah pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL). CTL merupakan metode pembelajaran yang mengaitkan materi ajar dengan situasi dunia nyata yang dihadapi siswa. Tulisan ini bertujuan mengetahui efektivitas pembelajaran CTL dalam meningkatkan pemahaman siswa kelas IV SDN 2 Sawan Kabupaten Buleleng pada operasi bilangan. Hasil analisis deskriptif dari data nilai evaluasi matematika dapat dijelaskan bahwa rata-rata nilai evaluasi pada 20 siswa adalah 78,2 dengan standar deviasi sebesar 16.69. Rentang nilai berkisar antara 55 (nilai minimum) dan 100 (maksimum) dengan median sebesar 80. Tercatat pula, ada 5 orang (25 persen) yang memperoleh nilai di bawah nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Hasil analisis statistika uji t pada evaluasi pre tes dan pos tes siswa menunjukkan hasil yang sangat signifikan yang menjustifikasi metode CTL meningkatkan pemahaman siswa mengenai konsep operasi bilangan.

Kata Kunci: Contextual Teaching and Learning/ CTL, Pembelajaran matematika, siswa SD, operasi bilangan

1. Pendahuluan

Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam hal menumbuhkembangkan minat siswa untuk meraih prestasi dalam bidang pelajaran tertentu termasuk matematika. Untuk itu seorang guru perlu mencari strategi alternatif dalam menumbuhkan minat siswa agar mau belajar dengan gembira (tanpa merasa dipaksa), sehingga dapat menimbulkan percaya diri pada siswa, yang pada akhirnya mereka dapat mengembangkan kemampuan yang telah ada tanpa mereka sadari.

Beberapa pendapat menyatakan bahwa hasil pembelajaran matematika masih kurang memenuhi harapan. Seperti Windayana[5] mengungkapkan bahwa pembelajaran matematika masih berorientasi pada pengembangan aspek kognitif yang menstransfer pengetahuan dari guru ke siswa yang diikuti dengan latihan-latihan untuk membentuk kemampuan sesaat. Proses belajar demikian tidak membuat siswa memiliki kemampuan aplikabel dan kekal yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Demikian pula Sanjaya [4] memberikan contoh dalam pelajaran matematika, siswa hafal perkalian dan pembagian tetapi mereka bingung berapa harus membayar ketika disuruh membeli 2,25 kg telur dengan harga satu

(2)

kilogramnya Rp 12.000,00. Dari ke dua pendapat tersebut nampak bahwa pembelajaran matematika kurang memberi kesempatan kepada siswa untuk menggunakan konsep-konsep yang dipelajarinya dalam menyelesaikan masalah kehidupan.

Belum optimalnya guru menerapkan model pembelajaran dapat mengakibatkan proses pembelajaran yang kurang bermakna, siswa tidak aktif, siswa tidak dibiasakan berpikir kritis dan meningkatkan penalaran dalam memecahkan suatu masalah. Pemecahan masalah merupakan bagian dari pembelajaran matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat dalam jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan masalah dalam kehidupan jangka panjang. Oleh karena itu diperlukan suatu metode yang benar-benar bisa memberi jawaban dari masalah ini.

Salah satu metode yang bisa lebih memberdayakan siswa adalah pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning / CTL). Pendekatan kontekstual dalam pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) disingkat menjadi CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

Model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), menawarkan bentuk pembelajaran yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. Depdiknas [1], Sanjaya [4], dan Trianto (2007) dalam Rostiawati dan Maulana [3], menyimpulkan bahwa CTL merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi yang dipelajarinya dan menghubungkan serta menerapkannya dalam kehidupan mereka. Dengan demikian, peran siswa dalam pembelajaran CTL adalah sebagai subjek pembelajar yang menemukan dan membangun sendiri konsep-konsep yang dipelajarinya. Belajar bukanlah menghafal dan mengingat fakta-fakta, tetapi belajar adalah upaya untuk mengoptimalkan potensi siswa baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.

Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sistem pembelajaran yang cocok

dengan kinerja otak, untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna, dengan cara menghubungkan muatan akademis dengan konteks kehidupan sehari-hari peserta didik. Hal ini penting diterapkan agar informasi yang diterima tidak hanya disimpan dalam memori jangka pendek, yang mudah dilupakan, tetapi dapat disimpan dalam memori jangka panjang sehingga akan dihayati dan diterapkan dalam tugas pekerjaan.

Menurut metode pembelajaran kontekstual kegiatan pembelajaran tidak harus dilakukan di dalam ruang kelas, tapi bisa di laboratorium, tempat kerja, sawah, atau tempat-tempat lainnya. Hal ini mengharuskan pendidik (guru) untuk pintar-pintar memilih serta mendesain lingkungan belajar yang betul-betul berhubungan dengan kehidupan nyata, baik konteks pribadi, sosial, budaya, ekonomi, kesehatan, serta lainnya, sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya. Dalam lingkungan seperti itu, para siswa dapat menemukan hubungan bermakna antara ide-ide abstrak dengan aplikasi praktis dalam konteks dunia nyata; konsep diinternalisasi melalui menemukan, memperkuat, serta menghubungkan dan guru dituntut membantu siswa dalam mencapai tujuannya.

Alasan perlu diterapkannya pembelajaran kontekstual menurut Jumadi [2] adalah: (1) Sebagian besar waktu belajar sehari-hari di sekolah masih didominasi kegiatan

(3)

penyampaian pengetahuan oleh guru, sementara siswa ”dipaksa” memperhatikan dan menerimanya, sehingga tidak menyenangkan dan memberdayakan siswa; (2) Materi pembelajaran bersifat abstrak-teoritis-akademis, tdak terkait dengan masalah-masalah yang dihadapi siswa sehari-hari di lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar dan dunia kerja; (3) Penilaian hanya dilakukan dengan tes yang menekankan pengetahuan, tidak menilai kualitas dan kemampuan belajar siswa yang autentik pada situasi yang autentik; dan (4) Sumber belajar masih terfokus pada guru dan buku. Lingkungan sekitar belum dimanfaatkan secara optimal.

Dalam proses pembelajaran di SDN 2 Sawan Buleleng Bali, guru sering kali berupaya memberikan penjelasan materi secara lengkap dan siswa cendrung dituntut untuk mengikuti contoh yang telah diberikan oleh guru. Hal ini tentu saja bertentangan dengan tuntutan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi, karena itu maka tujuan dalam pengabdian ini adalah: menerapkan pembelajaran Contextual Teaching And Learning

(CTL) pada konsep operasi bilangan dalam meningkatkan pemahaman konsep

matematika di SDN 2 Sawan Buleleng.

2. Metode Pemecahan Masalah

Pembelajaran CTL merupakan pembelajaran yang mengkaitkan materi pembelajaran dengan konteks dunia nyata yang dihadapi siswa sehari-hari baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar dan dunia kerja, sehingga siswa mampu membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini dilakukan di SDN 2 Sawan Buleleng Bali, pada kelas IV dengan jumlah siswanya adalah 20 orang.

Pada penelitian ini difokuskan pada kemahiran siswa menyusun operasi bilangan yang dikaitkan pada kejadian sehari-hari. Tahapan pemecahan masalah di atas adalah sebagai berikut:

Pertama, siswa, guru dan pelaksana menyiapkan barang-barang yang akan

digunakan dalam kegiatan ini, seperti: jajanan, snack-snack, minuman, peralatan mandi, peralatan masak, peralatan sekolah dan lain-lain yang sudah tertera harganya.

Kedua, guru dan pelaksana menyiapkan lotre yang di dalamnya terdapat

pertanyaan-pertanyaan, bentuk lotrenya seperti berikut:

Ketiga, siswa dibagi dalam kelompok-kelompok, secara acak dipanggil satu persatu

kelompok-kelompok ini. Dari kelompok yang terpilih ini, seorang siswa disuruh mewakili kelompoknya untuk mengambil lotre dan membaca pertanyaan yang tertera di lotre. Bersama-sama dengan teman satu kelompoknya pertanyaan tersebut dibuat formula operasi bilangannya. Selanjutnya salah satu anggota kelompok ini menuliskan jawaban dari pertanyaan tersebut.

SAYA DISURUH

MEMBELI Rp.2000

BAWANG MERAH, 3

BUNGKUS ME, 5

BUAH CABE BESAR

(4)

Keempat, Secara bersama-sama jawaban dari kelompok ini diperiksa, dan

kelompok lain boleh memberikan komentar dan pendapatnya.

Kelima, guru dan pelaksana memberikan solusi dengan menunjukkan jawaban yang benar dan membahas kesalahan yang telah dilakukan siswa.

Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah berupa penerapan pembelajaran CTL pada konsep operasi bilangan. Evaluasi dilakukan dengan cara sebagai berikut: Pertama, mempersiapkan bahan-bahan untuk pelaksanaan pembelajaran. Kedua, melakukan demo dengan metode CTL. Ketiga, memberikan evaluasi berupa tes kepada para siswa. Adapun indikator keberhasilan kegiatan ini adalah adanya peningkatan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika, dengan membandingkan terhadap nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk mata ajar matematika yaitu sebesar 63. Data nilai evaluasi kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis statistik uji t. Hipotesis yang diuji adalah:

H0 : µ = 63 (nilai evaluasi siswa sama dengan KKM atau pembelajaran CTL

Tidak meningkatkan pemahaman siswa mengenai konsep operasi bilangan)

H1 : µ > 63 (nilai evaluasi siswa lebih besar dari KKM atau pembelajaran

CTL dapat meningkatkan pemahaman siswa mengenai konsep operasi bilangan)

Statistik hitung yang digunakan untuk menguji hipotesis di atas adalah statistik uji t yang dirumuskan sebagai berikut:

n Sd X tHit / 1 

Dengan

X

adalah Rata-rata nilai evaluasi, Sd = standar deviasi

Ho akan diterima jika nilai thit lebih besar dari nilai t tabel dengan α = 0.05 dan Ho

ditolak jika sebaliknya (Walpole,1995) atau Ho diterima jika nilai α = 0.05 lebih besar dari nilai P.

3. Hasil dan Pembahasan

Kelas IV SDN 2 Sawan terdiri dari 20 siswa, dan seluruh siswa hadir pada saat kegiatan. Materi yang diberikan dengan pembelajaran CTL adalah menyusun operasi bilangan yang dikaitkan pada kejadian sehari-hari. Penerapan pembelajaran CTL diawali dengan menyiapkan barang-barang yang akan digunakan dalam kegiatan ini, seperti: jajanan, snack-snack, minuman, peralatan mandi, peralatan masak, peralatan sekolah dan lain-lain yang sudah tertera harganya oleh siswa, guru dan pelaksana. Kemudian guru dan pelaksana menyiapkan lotre yang di dalamnya terdapat pertanyaan-pertanyaan, contoh bentuk lotrenya adalah seperti berikut:

2. Saya mempunyai uang Rp. 5000, barang apa saja yang dapat

saya beli?

1. Ibu menyuruh saya membeli 2 buah buku dan 1 buah

pulpen,

(5)

A

Ada banyak lotre-lotre seperti di atas yang disiapkan untuk dibagikan kepada kelompok-kelompok yang terbentuk. Ada tujuh kelompok yang terbentuk, masing-masing terdiri dari tiga siswa. Kelompok pertama yang terpilih secara acak adalah kelompok III. Salah satu anggota kelompok tersebut membacakan perintah dari lotre yang mereka ambil secara acak, dan melakukan apa yang tertera pada lotre. Lotre yang terambil adalah yang seperti contoh lotre no 2 di atas yaitu “Saya mempunyai uang Rp. 5000, barang apa saja yang dapat saya beli? jawaban yang mereka tulis adalah 1 Buku (harga Rp.1750/buah), 1 pulpen (harga Rp.750/buah), dan 3 snack (harga Rp.1000/buah). Jawaban mereka ini selanjutnya diperiksa oleh kelompok lain dengan menuliskan kalimat matematikanya yaitu: 1 x 1750 + 1 x 750 + 3 x 1000 = 5500. Berdasarkan jawaban di atas maka jawaban kelompok 3 ini salah, karena salah mereka tidak boleh membawa apa yang tertera di jawaban mereka sebagai hadiah.

Selanjutnya kembali dipilih secara acak kelompok berikutnya, apabila jawaban dari kelompok ini benar maka barang-barang yang dipilh dalam jawaban mereka bisa diambil dan dibawa sebagai penghargaannya. Setelah semua kelompok mendapat giliran, maka permainan dilanjutkan secara individu. Siswa yang berhasil melakukan permainan dengan benar diberi penghargaan membawa semua barang-barang yang dipilhnya. Penerapan pembelajaran CTL ini diakhiri dengan memberikan evaluasi kepada siswa berupa soal-soal cerita. Hasil evaluasi siswa kelas IV SDN 2 Sawan dapat dilihat pada Tabel 1.

4. Saya disuruh membeli Rp.2000 bawang merah, 3 bungkus me,

5 buah cabe besar, berapa yang harus saya bayarkan?

3. Nita dikasi uang Rp.10.000 oleh ibunya, dia membeli buku 2

buah, snack 3 buah, dan pensil 2 buah, apakah uang Nita masih ada sisa?

(6)

Tabel 1. Nilai Evaluasi Siswa Kelas IV SDN 2 Sawan

No. Nama Murid No.

Absen

Nilai Evaluasi Kategori

1 Angga 3 90 Di atas KKM

2 Darma 13 65 Di atas KKM

3 Kadek Angga 4 100 Di atas KKM

4 Reka 18 100 Di atas KKM

5 Gustu 6 65 Di atas KKM

6 Domang 14 95 Di atas KKM

7 Chandra 11 100 Di atas KKM

8 Kmg Diantara 1 55 Di Bawah KKM

9 Dek Gun 19 65 Di atas KKM

10 Gusde 7 100 Di atas KKM

11 Laras 5 96 Di atas KKM

12 Nanda 10 85 Di atas KKM

13 Kmg Widya 15 65 Di atas KKM

14 Agus 2 78 Di atas KKM

15 Dek Sep 20 83 Di atas KKM

16 Km Meta 12 82 Di atas KKM

17 Sri Ayu Laksmi 16 60 Di Bawah KKM

18 Karmila 9 62 Di Bawah KKM

19 Putri Astini 17 60 Di Bawah KKM

20 Ayu Karlina 8 58 Di Bawah KKM

Hasil analisis deskriptif dari data nilai evaluasi seperti terlihat pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Hasil Analisis Deskriptif Data Nilai Evaluasi

Variabel Mean StDev Min Median Max

Nilai 78.2 16.69 55 80 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa rata-rata nilai evaluasi siswa kelas IV SDN 2 Sawan adalah 78,2 dengan standar deviasi atau keragamannya sebesar 16.69. Nilai terkecil yang diperoleh siswa adalah 55 dan nilai terbesar adalah 100 dengan median sebesar 80 walaupun masih ada lima siswa yang nilainya masih berada di bawah KKM.

Analisis selanjutnya adalah analisis untuk melihat apakah asumsi kenormalan data sudah terpenuhi sebagai prasyarat menggunakan analisis uji t. Hasil uji kenormalan terlihat pada gambar 1.

(7)

120 110 100 90 80 70 60 50 40 30 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 Nilai P e rc e n t Mean 78.2 StDev 16.69 N 20 KS 0.161 P-Value >0.150

Uji Kenormalan Data Nilai Evaluasi Siswa

Normal

Gambar 1. Hasil Uji Kenormalan Nilai Evaluasi Siswa

Gambar 1. memperlihatkan bahwa data sudah menyebar normal karena berdasarkan grafik sebaran data masih berada dalam satu garis lurus. Begitu pula berdasarkan uji Kolmogorov Smirnov diperoleh nilai P = 0.150 yang lebih besar dari α = 0.05, yang berarti data menyebar normal.

Uji t dilakukan untuk mengetahui apakah nilai evaluasi siswa sudah melebihi nilai KKM. Nilai KKM mencerminkan kemampuan terendah siswa dalam suatu mata pelajaran. Hipotesis yang diuji adalah:

H0 : µ = 63 (nilai evaluasi siswa sama dengan KKM atau pembelajaran CTL

tidak meningkatkan pemahaman siswa mengenai konsep operasi bilangan)

H1 : µ > 63 (nilai evaluasi siswa lebih besar dari KKM atau pembelajaran

CTL dapat meningkatkan pemahaman siswa mengenai konsep operasi bilangan)

Dengan analisis statistic uji t diperoleh hasil t hitung sebesar 4.07 dengan nilai p = 0,0000 yang lebih kecil dari nilai α = 0.05, berarti Ho ditolak atau H1 diterima. Ini

mengindikasikan bahwa secara statistic nilai evaluasi siswa signifikan lebih besar dari KKM dan berarti penerapan pembelajaran CTL telah berhasil meningkatkan kemampuan siswa dalam operasi bilangan.

Penerapan pembelajaran CTL juga telah menumbuhkan kesenangan siswa terhadap matematika. Awalnya siswa menganggap matematika sebagai pelajaran yang sulit dan membosankan tetapi dengan belajar berdasarkan situasi yang nyata, matematika menjadi lebih mudah. Penerapan CTL juga mendorong siswa belajar dari pengalaman sendiri, bukan dari „pemberian orang lain‟ dan siswa menjadi tahu „untuk apa‟ ia belajar, dan „bagaimana‟ ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu.

4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Hasil analisis statistika uji t mendapatkan hasil yang sangat signifikan bahwa penerapan pembelajaran CTL telah meningkatkan pemahaman siswa mengenai konsep operasi bilangan.

2. Pembelajaran CTL mempraktikkan konsep belajar yang mengaitkan materi yang dipelajari dengan situasi dunia nyata siswa, sehingga siswa belajar matematika dengan gembira tanpa beban.

(8)

5. Ucapan Terima Kasih

Terimakasih penulis ucapkan kepada LPPM Universitas Udayana yang telah mendanai kegiatan pengabdian ini.

Daftar Pustaka

[1] Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Pendekatan Kontekstual (Contextual

Teaching and Learning). Jakarta: Dikdasmen.

[2] Jumadi. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Implementasinya. Makalah

disampaikan pada Workshop Sosialisasi dan Iplementasi Kurikulum 2004, Madrayah Aliyah DIY, Jateng.

[3] Rostiawati dan Maulana, 2009. Penerapan Model Pembelajaran Ctl pada Bahan Ajar Geometri dan Pengukuran Di Sekolah Dasar. Tidak dipublikasikan.

[4] Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana

[5] Windayana, Husen. 2004. CTL dalam Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar Seiring Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jurnal Pendidikan Dasar. 2, 11-14.

[6] Walpole, R.E.1995. Introduction to Statistics. Terjemahan Bambang Sumantri. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Gambar

Tabel 1. Nilai Evaluasi Siswa Kelas IV SDN 2 Sawan
Gambar 1. Hasil Uji Kenormalan Nilai Evaluasi Siswa

Referensi

Dokumen terkait

Pendekatan kontekstual ( Contextual Teaching Learning, CTL) atau pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang

Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching Learning, CTL) atau pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang

Pendekatan Contextual Teaching and learning (CTL) merupakan konsep pembelajaran yang membantu guru untuk mengaitkan antara materi ajar dengan situasi nyata siswa,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas belajar siswa dan hasil belajar siswa setelah menerapkan model Contextual Teaching And Learning (CTL) pada

Salah satu pendekatan yang mengaitkan materi ajar dengan konteks atau kehidupan nyata siswa adalah pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) atau CTL. Penggunaan

Menurut Abdul Majid (2014:180), model Contextual Teaching and Learning merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan

Pengajaran dan pembelajaran countextual teaching and learning atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guna mengaitkan konten mata

Pembelajaran Kontekstual ( Contextual Teaching and Learning/ CTL) merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan