• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. disempurnakan melalui UU No.32 Tahun 2004 dan pelaksanaannya melalui PP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. disempurnakan melalui UU No.32 Tahun 2004 dan pelaksanaannya melalui PP"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Daerah telah bergulir seiring dengan diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, kemudian disempurnakan melalui UU No.32 Tahun 2004 dan pelaksanaannya melalui PP No.38 Tahun 2007. Dampak lebih lanjut dari diterapkannya otonomi daerah tersebut adalah juga di bidang pendidikan yang berwujud pada pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) sesuai dengan UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36, 37, dan 38. Bersamaan dengan itu, telah dikeluarkannya PP No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yang kemudian diikuti oleh suatu aturan operasional melalui Permendiknas no. 22, 23, dan 24 Tahun 2006, tentang Standar Isi (SI), Standar Kompetensi Lulusan (SKL), dan pelaksanaan SI dan SKL, yang mana telah memberikan wewenang kepada daerah, dalam hal ini sekolah sebagai unit terkecil dalam Sistem Pendidikan Nasional, untuk mengembangkan sendiri kurikulum sesuai dengan kondisi dan kebutuhan setempat. Dalam dokumen standar isi sebagaimana dimaksud oleh Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, yang secara keseluruhan mencakup : (1) kerangka dasar dan struktur kurikulum yang merupakan pedoman dalam penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan, (2) beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan menengah, (3) kurikulum tingkat satuan pendidikan yang akan dikembangkan dan disusun oleh guru berdasarkan panduan penyusunan kurikulum sebagai bagian tidak terpisahkan dari standar isi, (4) kalender pendidikan untuk penyelenggaraan

(2)

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 2

pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah. Dalam KTSP tidak semua komponen kurikulum dikembangkan oleh sekolah, standar isi, standar kompetensi lulusan, standar kompensi, kompetensi dasar, kerangka dasar dan stuktur kurikulum disusun secara terpusat oleh BSNP. Penjabarannya ke dalam bentuk silabus, program pembelajaran tahunan/semester, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), rencana penilaian dikembangkan oleh guru, dengan demikian KTSP tidak murni desentralisasi, tetapi masih ada unsur sentralisasinya, sehingga dapat disebut sebagai pengembangan sentral-desentral.

Berkenaan dengan hal tersebut, sesuai dengan Surat Edaran Menteri Pendidikan Nasional No.33 Tahun 2007 tentang Sosialisasi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), maka provinsi maupun kabupaten/kota agar memiliki Tim Pengembang Kurikulum (TPK) yang bertugas melakukan sosialisasi dan pelatihan sesuai dengan tingkatan daerah . Diharapkan dengan terbentuknya TPK pada masing-masing tingkatan daerah, akan lebih mudah dalam melakukan koordinasi dan supervisi disamping juga monitoring dan evaluasi dalam mengantisipasi segala permasalahan yang mungkin timbul dalam pelaksanaan Standar Isi, begitupun bagi Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) di masing-masing provinsi yang dibentuk di bawah Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas, lebih berfungsi sebagai lembaga sosialisasi dan pelatihan bagi guru dan sekolah dalam menerapkan KTSP. Sementara PPPPTK IPA (Pusat Pengembangan Perberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan di bidang IPA) sebagai lembaga yang melatih guru-guru

(3)

IPA tidak luput pula keharusannya mensosialisasikan KTSP khususnya di bidang IPA dalam bentuk matatataran diklat.

Pendapat Curtis R Finch dan John R Crunkilton ahli kurikulum dari

Virginia Polytechnic Institute and State University Amerika Serikat (Paulus

Mujiran, 2006), menekankan pentingnya sosialisasi atau desiminasi sebelum kurikulum baru dijalankan. Dengan kata lain, sebelum kurikulum baru dijalankan, harus dilakukan desiminasi yang efektif. Untuk mendesiminasi kurikulum (baru) terdapat tiga hal yang harus dipertimbangkan; masing-masing menyangkut; (1) kesiapan pemakai dan pelaksananya (audience), (2) kondisi geografis (geographical consideration), serta (3) biaya penyebaran informasi (cost). Bila sistem desiminasi kurikulum tidak efektif, maka sebagus apa pun materi kurikulum akan 'mentah' karena informasi yang diterima masyarakat guru khususnya pemakai dan pelaksana tak lengkap. Akhirnya, pelaksanaan kurikulum banyak menemui kendala.

Berdasarkan ketetapan pada Ketentuan Umum, Pasal 1.19 kurikulum diartikan sebagai ” seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. Dengan demikian maka tugas guru, kepala sekolah, dan komite sekolah untuk mengembangkan rencana yang dimaksudkan. Sedangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ditetapkan dalam PP.No.19 Tahun 2005 Pasal 1.15 sebagai kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan”. Tanpa mempersoalkan kesahihan istilah “kurikulum

(4)

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 4

operasional” yang bukan merupakan istilah standar tetapi maksud dari keputusan PP tersebut bahwa KTSP adalah kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang dikembangkan dan dilaksanakan oleh satuan pendidikan dan dibawah pengawasan dan pembinaan dinas pendidikan kota dan kabupaten. Secara legal berdasarkan ketentuan dalam PP No.19 Tahun 2003, suatu kurikulum untuk suatu satuan pendidikan (KTSP) adalah sah apabila ditandatangani oleh kepala sekolah dan komite sekolah suatu satuan pendidikan.

Beberapa prinsip yang menjadi acuan bagi satuan pendidikan dalam pengembangan KTSP: (1) Ilmiah; prinsip ini mengharuskan agar tim pengembang kurikulum (KTSP) di sekolah melakukan (a) kajian yang seksama terhadap potensi sekolah, siswa, guru, visi dan misi sekolah yang bersangkutan, (b) kajian terhadap dokumen, antara lain standar isi dan standar kompetensi lulusan. Kedua hasil kajian ini menjadi masukan bagi pengembangan KTSP, (2) Relevan; prinsip ini menunjukkan agar dalam pengembangan KTSP memperhatikan keterkaitan kurikulum dengan hasil kajian terhadap potensi siswa serta masyarakat, (3)

Sistematis; prinsip ini mengharuskan agar semua komponen KTSP, yakni antara

tujuan, konten, proses pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran harus saling berkaitan, (4) Konsisten; prinsip ini menghendaki agar implementasi KTSP di satuan pendidikan dijalankan secara konsisten (ajeg) dengan memperhatikan semua komponen kurikulum.

B. Identifikasi Masalah

Pengembangan KTSP diserahkan kepada para pelaksana pendidikan (guru, kepala sekolah, komite sekolah dan dewan pendidikan) untuk mengembangkan

(5)

berbagai kompetensi pendidikan seperti pengetahuan, ketrampilan, dan sikap, disetiap satuan pendidikan dan daerah masing-masing. Kiprah guru lebih dominan terutama menjabarkan SK dan KD menjadi indikator pencapaian hasil belajar dalam membuat silabus, tidak saja dalam program tertulis, tetapi dalam pembelajaran nyata dikelas, siapkah guru dengan kebijakan baru ini ? Siap atau tidak siap, kebijakan sudah diputuskan, dan tentu guru harus melaksanakannya. Sebagaimana ramai diulas, mulai tahun pelajaran 2007/2008, sejumlah sekolah mulai berusaha menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang mengacu pada Standar Isi yang disusun oleh BNSP, sosialisasi dan pelatihan-pelatihan pun diselenggarakan dimana-mana baik oleh BalitbangDiknas maupun pusat-pusat pelatihan. Namun sejauh ini guru dan sekolah sebagai pelaksana masih meraba-raba penerjemahan kurikulum ini.

Akumulasi dari semua kegiatan tersebut dapat diprediksi: belum ada perubahan kinerja yang dapat membawa ke arah peningkatan kompetensi guru di lapangan. Pengalaman menunjukkan, dengan berbagai pergantian kurikulum 1994 ke 2004 pun belum sempat ada perubahan dan tampaknya tidak dijadikan bahan refleksi oleh birokrat pendidikan maupun lembaga pendidik dan tenaga kependidikan (Jaali, 2006). Dari sisi kondisi geografis Indonesia tergolong kurang mendukung dilaksanakannya pergantian kurikulum secara cepat. Mengapa? Karena sistem informasi yang semodern apa pun realitasnya sulit untuk menembus kendala geografis yang tajam. Sekolah-sekolah yang ada di pelosok, di pegunungan, di tengah laut, dan sebagainya, sangat sering menerima informasi yang terlambat. Dalam hal informasi kurikulum, kiranya juga mengalami nasib

(6)

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 6

yang sama, kegiatan sosialisasi itu belum pernah diadakan evaluasi, yaitu penagihan dalam bentuk laporan implementasi dari peserta kegiatan

Disisi lain, masih banyak guru yang kebingungan bagaimana mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sehingga tahun ajaran 2006/2007 belum satu sekolahpun yang siap melaksanakan Kurikulum 2006 yang dikenal dengan sebutan KTSP. Akibatnya banyak kepala Dinas dan Kandep yang mengundang akhli pengembang kurikulum lantas membuatkan kurikulum untuk sekolah-sekolah didaerahnya, Menurut Sekjen Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), langkah ini jelas menyalahi UU Sisdiknas 20/2003 dan aturan penyerta lainnya. Seharusnya KTSP dikembangkan oleh guru dan komite sekolah. Alasannya karena guru yang tahu persis karakteristik siswa dan potensi suatu daerah. Belum siapnya sekolah menyusun kurikulum sendiri akibat memang tidak pernah disiapkan sejak semula. Sekolah terbiasa terima jadi kurikulum pendidikan dari pemerintah pusat dalam bentuk silabus. Jangankan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, kurikulum berbasis kompetensi (KBK) 2004 saja belum begitu memahaminya. Artinya, memang ditingkat guru masih membutuhkan sosialisasi bagaimana caranya mengembangkan kurikulum sekolah. Termasuk, juga meningkatkan kualitas gurunya sendiri untuk membuat dan menerapkannya serta mengajarkan materi mata pelajarannya di sekolah dengan baik, pernyataan ini didukung oleh laporan penelitian Sumiyati (2008), pada Rembuk Nasional Pendidikan, dimana sebagian besar sekolah sudah melaksanakan KTSP dengan berbagai variasi, tetapi masih banyak guru dan pengawas yang belum memahami konsep KTSP, sosialisasi KTSP sudah

(7)

dilakukan tetapi belum menyentuh semua elemen penyelenggara pendidikan dan belum ada evaluasi dokumen KTSP yang telah disusun sekolah. Hasil penelitian Wachyu (2008), sebagian besar guru SMP dalam mata pelajaran bahasa Inggris (74%) mengetahui tentang KTSP tetapi tidak mengetahui dengan jelas apa yang harus dilakukan dalam praktek pengembangannya. Hasil observasi menunjukkan ketidak mampuan guru dalam menyusun RPP, apakah ini akan terjadi pada materi subjek lain ?. Sampai sejauh ini peneliti belum membaca adanya laporan penelitian evaluasi implementasi KTSP di bidang studi Fisika, baik Fisika SD (IPA), Fisika SMP, Fisika SMK dan Fisika SMA, oleh karena itu peneliti akan mencoba melakukan penelitian evaluasi implementasi KTSP Fisika SMA.

Seperti yang diungkapkan oleh Azis (2008), dikarenakan belum adanya perangkat evaluasi untuk menilai sejauh mana Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) berjalan efektif, beberapa sekolah sudah menggunakan KTSP, tetapi ternyata belum ada perubahan yang signifikan pada proses pembelajaran sehari-hari. Perangkat evaluasi yang digunakan baru sebatas untuk menilai proses pembelajaran di sekolah, belum untuk menilai kurikulum itu sendiri. Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) yang dibentuk untuk di bawah Direktorat jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas, lebih berfungsi sebagai lembaga sosialisasi dan pelatihan bagi guru dan sekolah dalam menerapkan KTSP belum menjangkau fungsi evaluasi. Menurut Azis (2008), perangkat evaluasi ini penting karena KTSP memberikan ruang otoritas bagi guru untuk melakukan improvisasi dan kreativitas dalam proses pembelajaran dan belum banyak guru yang mampu memanfaatkan hal itu semaksimal mungkin.

(8)

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 8

Berdasarkan hal diatas, studi evaluasi implementasi kurikulum diperlukan sebagai usaha untuk mengetahui apa yang terjadi pada kurikulum operasional (KTSP) di sekolah sebagai dokumen kurikulum yang diaktualisasikan dalam ide/konsep guru kepada peserta didik, (Hasan 1988:3). Menurut pendapat, Berman dan McLaughlin , (Hasan 2008:88), mengungkapkan bahwa evaluasi implementasi kurikulum mengukur seberapa jauh kurikulum (KTSP) sebagai rencana telah dilaksanakan ke dalam bentuk kurikulum sebagai kegiatan, dan mengukur perubahan perilaku guru yang terjadi sebagai pelaksana administratif. Evaluasi kurikulum memiliki landasan legal yang lebih kuat sejak diberlakukannya Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, pasal 55 dan 56 menetapkan bahwa setiap unit pendidikan harus dievaluasi secara external oleh lembaga internal, pasal-pasal tersebut menunjukkan bahwa suatu usaha pendidikan dalam hal ini KTSP haruslah terbuka untuk dievaluasi oleh suatu lembaga mandiri. Lembaga mandiri ini mungkin dibentuk oleh pemerintah pusat, masyarakat, atau organisasi yang tidak terlibat dalam proses pengembangan kurikulum, (Hasan : 2008). Bagaimana evaluasi implementasi KTSP bisa dilaksanakan ? Banyak yang telah melakukan evaluasi implementasi KTSP dengan berbagai sudut pandang, berbagai bidang studi, dan berbagai hasil, namun ide dari KTSP yang harus menghasilkan siswa menjadi kreatif, inovatif, dan mampu mengantarkan siswa untuk berpikir kritis, berpikir tingkat tinggi belum tampak adanya studi ini .

Ide KTSP untuk mata pelajaran sains harus melibatkan pula hakekat pendidikan IPA : Fisika adalah bagian dari sains (IPA), pada hakikatnya adalah

(9)

kumpulan pengetahuan, cara berpikir, dan penyelidikan. IPA sebagai kumpulan pengetahuan dapat berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan model. IPA sebagai cara berpikir merupakan aktivitas yang berlangsung di dalam pikiran orang yang berkecimpung di dalamnya karena adanya rasa ingin tahu dan hasrat untuk memahami fenomena alam. IPA sebagai cara penyelidikan merupakan cara bagaimana informasi ilmiah diperoleh, diuji, dan divalidasikan, (Suyudi, 2003). Fisika dipandang sebagai suatu proses dan sekaligus produk sehingga dalam pembelajarannya harus mempertimbangkan strategi atau metode pembelajaran yang efektif dan efesien yaitu salah satunya melalui kegiatan praktik. Hal ini dikarenakan melalui kegiatan praktik, siswa melakukan olah pikir dan juga olah tangan. Kegiatan praktik adalah percobaan yang ditampilkan guru dan atau siswa dalam bentuk demonstrasi maupun percobaan oleh siswa yang berlangsung di laboratorium atau tempat lain. Adapun jenis-jenis kegiatan praktik dikelompokkan menjadi 4, yaitu eksperimen standar, eksperimen penemuan, demonstrasi, dan proyek. Kegiatan praktik dalam pembelajaran fisika mempunyai peran motivasi dalam belajar, memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan sejumlah keterampilan, dan meningkatkan kualitas belajar siswa. Dalam mengembangkan silabus, kualitas profil pembelajaran dapat dilihat prinsip relevansi, konsistensi, kecukupan antara siswa, kompetensi yang harus dikuasai, materi yang dipelajari, alokasi waktu, dan sumber bahan yang tersedia. Standar Kompetensi untuk suatu mata pelajaran tidak lepas dari karakteristik mata pelajaran yang bersangkutan. Ada beberapa mata pelajaran yang selain memiliki peluang untuk mengembangkan kemampuan aspek kognitif, juga memiliki peluang yang lebih

(10)

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 10

banyak untuk mengembangkan kemampuan psikomotorik dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya. Demikian juga pengembangan aspek afektif, tidak akan sama antara mata pelajaran dan mata pelajaran lainnya. Mata pelajaran Sains memiliki peluang yang seimbang baik untuk mengembangkan kemampuan dalam aspek kognitif, psikomotorik maupun afektif. Untuk suatu materi sains ada yang bersifat hierarkies dan ada pula yang tidak. Materi yang hirarkies harus dipelajari dengan mendahulukan materi yang menjadi prasyaratnya, (Puskur, 2006).

Pengembangan KTSP mengacu kepada Permendiknas No. 24 Tahun 2005 tentang implementasi standar isi dan standar kompetensi lulusan , pengembangan kurikulum operasional (KTSP) diwujudkan dalam bentuk dokumen silabus, program semester, dan rencana pelaksanaan pembelajaran berikut komponennya. Standar Isi merupakan suatu dokumen, yang diuraikan menjadi Standar Kompetensi (dokumen dari pusat), kemudian dirinci kedalam Kompetensi Dasar (dokumen dari pusat), sedangkan indikator dan kegiatan pembelajaran adalah uraian yang harus dibuat oleh guru dalam silabus (dokumen guru) bagaimana dokumen-dokumen ini diaktualisasikan kedalam pembelajaran (proses). Gagasan yang tertulis dalam Standar Isi kemudian dituangkan kedalam Standar Kompetensi dan dituangkan juga kedalam Kompetensi Dasar, gagasan-gagasan yang tertulis dalam dokumen tersebut merupakan kehendak. Jika Kompentensi Dasar diuraikan kedalam indikator (kehendak guru), kemudian dirinci dalam kegiatan pembelajaran dalam silabus. Penjabaran silabus kedalam Rencana Pengembangan Pembelajaran (RPP) merupakan rencana dalam bentuk dokumen tertulis guru, sedangkan aktualisasi adalah proses pelaksanaan pembelajaran di

(11)

kelas. Jika ditelusuri maka definisi “evaluasi kurikulum” berdasarkan pernyataan SK, KD dan indikator diatas sebagai dokumen merupakan proses penentuan nilai dan angka tentang keterkaitan dokumen-dokumen yang diuraikan tersebut (Schubert 1986:262), sedangkan terwujudnya pembelajaran di dalam kelas adalah implementasi kurikulum, maka definisi “evaluasi implementasi kurikulum” adalah proses penentuan nilai dan angka tentang tingkat ketercapaian dokumen standar isi - standar kompetensi -kompetensi dasar-indikator tersebut dapat diaktualisasikan kedalam pembelajaran di kelas.

C. Perumusan Masalah

Beberapa ahli teori evaluasi kurikulum melibatkan suatu konsep model evaluasi. Suatu model merupakan suatu abtraksi, yaitu suatu gambaran rencana global untuk menilai suatu kurikulum, (Frances Deepwell, 2002 : f.deepwell@coventry.ac.uk). Dalam setiap model mempunyai sintaxs (langkah-langkah) yang harus diikuti, Robert E.Stake (1967), mengemukakan suatu Model Evaluasi Kurikulum yang dikenal dengan nama model Countenance Stake (tampilan model evaluasi Stake), yang sebelumnya dikenal dengan Model Contingency- Congruence.

The "countenance" model of evaluation seemed more appropriate because its suggested matrices for descriptive and judgmental data are able to support the study of an evolving programme across time, looking at the antecedents as well as the intended and unintended consequences of the programme. Robert Stake's "countenance model" (Stake, 1967) was originally formulated for curriculum studies in the late 1960s, (Frances

Deepwell, 2002 : f.deepwell@coventry.ac.uk).

Model Penampilan evaluasi Stake tampak lebih tepat karena matriks

(12)

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 12

kajian program yang berkembang sepanjang waktu, melihat pendahulunya serta konsekuensi yang tidak disengaja dari program yang dimaksudkan. Robert Stake's dengan " model penampilan " (Stake, 1967) pada awalnya dirumuskan untuk studi kurikulum di akhir 1960-an.

The countenance model aims to capture the complexity of an educational innovation or change by comparing intended and observed outcomes at varying levels of operation. The congruence between the intentional and the observational accounts provides the basis for judging the success or otherwise of the innovation, whilst at the same time allowing for the recording of unintended outcomes. A summary model of Stake's data matrix is shown in Figure 1

Model Penampilan Stake bertujuan untuk menangkap kerumitan suatu inovasi pendidikan atau mengubah dengan membandingkan apa yang dimaksudkan/diinginkan dan mengamati hasil pada berbagai tingkat operasi. Kesamaan antara kesengajaan dan laporan pengamatan menyediakan dasar untuk menilai keberhasilan atau inovasi tersebut, sementara pada saat yang sama memungkinkan untuk merekam hasil yang tidak disengaja. Sebuah model ringkasan data matriks Stake yang ditampilkan dalam Gambar 1.1

Gambar 1.1 Ringkasan model data matriks Countenance Stake

Rational

descriptionsmatrix judgementmatrix

Intended Observation Standard Judgement

Antesedent n Transaction Outcome L o g ica l Co nti ng ency L o g ical co n ti n g en cy E m p ir ic a l Co nti ng ency

From R.E. Stake, Language, rationality, and assessment. In W.H. Beatty (Ed.), Improving educational assessment and an inventory of measures of affective behavior (Washington, D.C.: Association for Supervision and Curriculum Development, 1969), p. 20.

(13)

Mengapa menggunakan model Evaluasi Countenance Stake dalam evaluasi implementasi KTSP fisika SMA ? Implementasi kurikulum merupakan dimensi proses atau kegiatan dan hasil, model Countenance Stake sangat cocok untuk evaluasi kurikulum dalam dimensi proses atau kegiatan dan hasil, (Hasan, 1988). Stake mengembangkan suatu model penilaian/evaluasi kurikulum dengan nama Continguency-Congruence Model (CCM). Tujuan dari model ini adalah melengkapi kerangka untuk pengembangan suatu rencana penilaian kurikulum. Perhatian utama Stake adalah hubungan antara tujuan penilaian dengan keputusan berikutnya berdasarkan sifat data yang dikumpulkan. Stake melihat adanya ketidak-sesuaian antara harapan penilai dan guru. Model CCM dimaksudkan guna memastikan bahwa semua data dikumpulkan dan diolah untuk melengkapi informasi yang dapat digunakan oleh pemakai data. Hal ini berarti bahwa penilai harus mengumpulkan data deskriptif yang lengkap tentang hasil belajar peserta diklat dan data pelaksanaan pengajaran, dan hubungan antara kedua faktor tersebut. Di samping itu juga, judgment data harus dikumpulkan, Stake mengartikan judgment data adalah data yang berasal dari pertimbangan berbagai ahli mata pelajaran dan kelompok masyarakat yang berkepentingan dengan kurikulum. Model Countenance Stake lebih dapat dipergunakan untuk melakukan evaluasi pelaksanaan kurikulum dalam konteks pendidikan di Indonesia. Proses pengembangan kurikulum di Indonesia, khususnya KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Dalam konteks pendidikan KTSP adalah kurikulum yang dikembangkan oleh satu satuan pendidikan. Dokumen Standar Isi yang diuraikan

(14)

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 14

menjadi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar merupakan kurikulum sebagai rencana yang dibuat di tingkat Nasional dan guru masih harus mengembangkan rencana ini menjadi rencana yang lebih operasional kedalam evaluasi kurikulum dalam dimensi kegiatan dan hasil, (Hasan 1988:109).

Model Countenance Stake sangat cocok untuk evaluasi kurikulum dalam dimensi proses atau kegiatan dan hasil, (Hasan, 1988). Baik data yang dikelompokan ke dalam intended (diharapkan), maupun observation (apa yang terjadi dan teramati) merupakan data yang dapat mengungkapkan tentang apa dan bagaimana kurikulum itu terlaksana. Karena KTSP merupakan salah satu mata tataran dari program diklat yang diselenggarakan oleh PPPPTK IPA, baik dari segi sosialisasi kurikulum maupun pengembangannya. Pengembangan KTSP dilakukan oleh Satuan Pendidikan dengan memperhatikan Standar Isi – Bahan Kajian (SK) – Kompetensi Dasar (KD) yang diberikan oleh BNSP. Melalui penelitian inquairy deskriptif atau survey sebagai acuan evaluasi, data yang terkumpul dapat menggambarkan pada penentuan apa yang diharapkan oleh seorang guru sebagai pengembang kurikulum, merencanakan mengenai keadaan prasyarat (antecedent) sebelum suatu kegiatan kelas berlangsung, sedangkan kegiatan kelas yang berlangsung sebagai (transaction) atau aktualisasi interaksi yang terjadi , serta menghubungkannya dengan berbagai bentuk hasil belajar (outcomes) . Matrik deskripsi model Countenance Stake dapat mengamati / menganalisis hasil apa direncanakan / diinginkan secara logical countingency (kemungkinan yang terjadi secara logika) dan untuk sesuatu yang sudah terjadi atau sedang terjadi dalam hubungan dengan yang diharapkan pada implementasi

(15)

KTSP secara empirical contingency (kemungkinan yang terjadi secara empirik) dasar bekerjanya sama dengan analisis logical contingency tetapi data yang dipergunakan adalah data empirik pada kelompok matriks observasi.

Melalui framework analisis matriks data deskriptif dan matriks data pertimbangan model Countenance Stake untuk menggambarkan wujud nyata implementasi KTSP pada kegiatan belajar Fisika di SMA. Sejalan dengan gambaran definisi evaluasi implementasi kurikulum diatas terdapat suatu pertanyaan yang sekaligus merupakan perumusan masalah dalam evaluasi ini :

“Bagaimanakah Model Countenance Stake dapat digunakan dalam evaluasi implementasi KTSP Fisika SMA?

(meliputi kebutuhan dan konteks (Antecendent), proses implementasi (Transaction), dan hasil (outcomes) pada RPP Guru Fisika).

Evaluasi formal model Countenance Stake: “Handout CIRCE University of

Illinois” (Robert E. Stake 2001), adalah suatu proses untuk meneliti cara-cara

meningkatkan perbaikan subtansi kurikulum, prosedur implementasi, metode pembelajaran, dampak perilaku peserta didik dalam proses pembelajaran yang memberikan perhatian terhadap keadaan sebelum suatu kegiatan berlangsung dan terhadap kelas itu sendiri, serta menghubungkan dengan berbagai bentuk hasil belajar. Keadaan sebelum suatu kegiatan kelas berlangsung dinamakan antecedent (prasyarat), sedangkan kegiatan interaksi yang terjadi di dalam kelas dinamakan

transaction (transaksi) dan outcomes (hasil). Tiga tingkatan antecedent, transaction, dan outcomes terbagi atas dua kategori. Kategori pertama , apa yang

(16)

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 16

pengembang program yang merencanakan mengenai keadaan prasyarat yang dinginkan untuk suatu kegiatan kelas tertentu. Apakah prasyarat tersebut berhubungan dengan minat siswa, kemampuannya, pengalamannya yang biasa distilahkan sebagai entry behaviours (perilaku awal). Selanjutnya guru merencanakan apa yang diperkirakan akan terjadi pada waktu interaksi dikelas, dan kemampuan apa yang diharapkan siswa peroleh/dapatkan setelah proses interaksi berlangsung. Kategori kedua, kategori yang berhubungan dengan apa yang sesungguhnya terjadi, misalnya keadaan apa yang ada pada waktu interaksi kelas dilakukan ; bagaimanakah kemampuan siswa yang akan belajar ?, Apakah siswa telah belajar topik yang akan diajarkan sebelum pelajaran berlangsung ? Apakah guru mencoba memberikan pertanyaan kepada siswa untuk memberikan pertanyaan kepada siswa untuk mengetahui kemajuan yang telah diperoleh dari interaksi yang telah terjadi ? Kategori ini disebut observasi karena berdasarkan pengamatan apa pernah yang dilakukan oleh penilai.

Model Contenance Stake dalam studi evaluasi ini meliputi apa yang direncanakan guru, proses pelaksanaan rencana, dan hasil proses pelaksanaan rencana. Stake membagi kelompok intended dan observation dalam framework

matrix description sedangkan dalam kelompok Standar dan judgment ada dalam framework matrix judgment. Dalam framework matrix judgment peneliti

menelaah ada kekurangan kelompok hasil sebagai kumpulan informasi yang tersedia sebelum judgment diputuskan Framework matrix judgment menjadi

Standard, Hasil pengukuran dan Judgment (pertimbangan) pra-penelitian

(17)

menggunakan kriteria materi pembelajaran Fisika, maka sequence materi fisika akan dilibatkan untuk mengamati aktualisasi materi tersebut. Dari sisi transaksi, untuk materi Fisika dalam studi evaluasi ini akan menggunakan definisi kurikulum pendapat Gagne 1970;

Curriculum is sequence of content unit arranged in such a way that

learning of each unit may be accomplished as a single act provided the capabilities described by specific prior units (in the sequence) have already been learned by the learner (Oliver 1995:5).

Kurikulum adalah urutan isi (unit topic) yang diatur sedemikian rupa sehingga setiap unit pembelajaran dapat dicapai sebagai suatu kegiatan tunggal menyediakan kemampuan tertentu yang digambarkan oleh suatu topik sebelumnya (dalam urutan) dan telah dipelajari oleh peserta didik. Maka “evaluasi implementasi kurikulum “ akan mengacu pada proses penentuan nilai dan angka tentang tingkat kesesuaian isi yang menggambarkan kegiatan belajar (task analysis) dan merupakan ciri penguasaan bahan pelajaran dengan memandang suatu topik sebagai suatu organisasi hirarkis dari urutan tingkatan-tingkatan yang terinci dalam pembelajaran .

Task Analysis is procedure involves the detailed analysis of the hierarchical structure of task to be taught by unit. The task may be a routine arithmetical operation, the comprehension of a concept, the application of principle for solving a particular problem. Task analysis specifies the sequence of particular activities. Operations, and the like needed to perform a given task, (Yoloye, 1971, Lewy 1977:80).

Analisis kegiatan belajar adalah melibatkan prosedur analisis secara rinci struktur hirarkis kegiatan belajar yang harus diajarkan dalam unit topik. Kegiatan belajar rutin seperti langkah aritmatika, pemahaman konsep, penerapan prinsip untuk memecahkan masalah tertentu. Analisis kegiatan belajar menentukan urutan kegiatan tertentu. Langkah-langkah, dan sebagainya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan belajar tertentu.

(18)

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 18 The task analysis of instructional material enables us to see whether all

the requirements for dealing with a certain task are properly presented and sequenced in the unit. Yoloye carried out task analysis of instructional material for the purpose of verifying the adequacy of its hierarchical structure (Yoloye, 1971, Lewy 1977:80).

Analisis kegiatan belajar dari suatu materi pembelajaran memungkinkan kita untuk melihat apakah semua persyaratan untuk menangani kegiatan belajar disajikan dengan benar dan dari urutan suatu topik. Yoloye melakukan analisis kegiatan belajar materi pengajaran untuk tujuan verifikasi yang lengkap dari suatu struktur hirarkis (Yoloye, 1971, Lewy 1977:80). Dalam studi evaluasi KTSP Fisika SMA ini, mengkaji lebih jauh dalam analisis konten Fisika SMA kelas X semester I dan mengujinya serta mendeskripsikan tentang pelaksanaan implementasi Fisika dalam KTSP ke dalam frame matrik deskriptif baik itu

intended – observation maupun antecendent, transaction dan outcome. Untuk

studi evaluasi KTSP yang menggunakan Model Countenance Stake belum ditemukan baik melalui internet maupun Jurnal pendidikan. Evaluasi implementasi KTSP yang dilakukan oleh guru adalah suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari kinerja alumni (guru) sebagai pelaksana dan pengembang KTSP. Pada evaluasi ini evaluator menggunakan pendekatan The User/Consumen Oriented Approach yaitu pendekatan yang berorientasi kepada pengguna/konsumen diklat. Hal tersebut bisa dijadikan masukan untuk melaksanakan/mengembangkan program yang lebih baik dan memperbaikinya di masa yang akan datang.

KTSP sebagai perwujudan dari kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan

(19)

pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi, untuk pendidikan menengah berpedoman pada Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP. Penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP. Karena sosialisasi KTSP dalam bentuk mata tataran KTSP yang diberikan pada program diklat berjenjang , maka yang akan dilakukan oleh evaluator adalah evaluasi implementasi KTSP pada kinerja alumni diklat berjenjang P4TK IPA. Dari permasalahan diatas, maka perlu dilakukan penelitian deskriptif atau penelitian survey yang mengawali evaluasi secara mendalam tentang implementasi KTSP Fisika SMA pada Kinerja Alumni Program Diklat Berjenjang di P4TK IPA. Model Countenance Stake sangat cocok untuk evaluasi kurikulum dalam dimensi proses atau kegiatan, (Hasan, 1988). Baik data yang dikelompokan ke dalam intended (diharapkan) maupun observation (apa yang

terjadi) merupakan data yang mengungkapkan tentang apa dan bagaimana

kurikulum itu terjadi.

Evaluasi kurikulum berhubungan dengan pemberian pertimbangan nilai dan harga kurikulum dan harus berkaitan dengan kriteria yang telah ditentukan. Dalam konteks evaluasi kurikulum Stake (1976) merupakan salah seorang tokoh yang banyak berbicara tentang penetapan kriteria evaluasi, dengan kriteria tersebut evaluator dapat memberikan pertimbangan mengenai

(20)

komponen-Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 20

komponen kurikulum yang masih memerlukan perbaikan dan komponen-komponen yang dianggap sudah memenuhi persyaratan. Dengan pendekatan tertentu evaluator dapat mengembangkan kriteria evaluasi yang akan digunakan.

KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Dalam konteks pendidikan KTSP adalah kurikulum yang dikembangkan oleh satu satuan pendidikan. Sedangkan program adalah silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dikembangkan oleh guru. Seorang guru, sebagai pengembang program, merencanakan kondisi awal (prasyarat) yang diinginkan untuk suatu kegiatan kelas tertentu. Guru merencanakan apa yang diperkirakan akan terjadi pada saat interaksi di kelas, dan kemampuan apa yang diharapkan dimiliki peserta didik setelah proses interaksi berlangsung. Beberapa pendapat tentang definisi implementasi kurikulum yang akan dipakai sebagai acuan :

Curriculum implementation is seen as a process of multiple interpretations by teachers. Rather than one proper way to implement the curriculum, a collaborative approach looks for a variety of “profiles of practice” (Johnson,1987), which, when taken as a whole, define the curriculum change.

Implementasi kurikulum dipandang sebagai proses multi-tafsir (interpretasi) guru secara beragam dalam pembelajaran. Dibandingkan satu cara yang tepat untuk mengimplementasikan kurikulum, dengan suatu pendekatan kolaboratif dapat mencari berbagai "profil pembelajaran" (Johnson, 1987, Posner 1995: 213), ketika diambil secara keseluruhan, dapat menetapkan perubahan kurikulum). Sehingga definisi “evaluasi implementasi kurikulum” berarti menilai / mengukur

(21)

tingkatan seberapa baik interpretasi guru dalam mengubah kehendak menjadi kenyataan, yang dapat menggambarkan profil pembelajaran, dan merupakan informasi untuk perubahan kurikulum.

Curriculum implementation is assessed by determining the degree to which teaching practice meets the criteria of developers, termed the degree ”fidelity” (Fullan &Pompret, 1977: Posner 1995:204).

Implementasi kurikulum menilai dengan menentukan sejauh mana proses pembelajaran memenuhi kriteria pengembang, dan disebut sebagai tahapan "fidelity" (kesetiaan/sepenuhnya sesuai, implementasi kurikulum harus sesuai dengan desain kurikulum) . Sehingga definisi “evaluasi implementasi kurikulum” berarti menilai sejauh mana keterlaksanaan proses pembelajaran yang memenuhi kriteria pengembang. Fullan 1982, (Miller & Seller, 1985:11) mengidentifikasi implementasi kurikulum dengan tiga tahap dimana perubahan kurikulum itu terjadi ;

1) Bahan ajar (materials), menggunakan pembelajaran baru atau revisi teknologi pembelajaran.

2) Pendekatan dalam pengajaran (teaching approaches), strategi baru, kegiatan, pelatihan yang dikenalkan oleh guru.

3) Kepercayaan (beliefs), asumsi-asumsi pedagogi dan teori-teori yang menggaris bawahi kebijakan baru atau program baru.

Dalam banyak hal, perubahan kurikulum terbatas pada perubahan-perubahan di dalam bahan ajar. Bagaimanapun juga, untuk bisa melihat lebih efektif harus pula melibatkan perubahan-perubahan dimana para guru mengajar dan bagaimana cara guru berpikir. Secara keseluruhan, adalah penting untuk mengenali kualitas perubahan-perubahan ini, sebab tidak bisa dipisahkan dan berhubungan dengan implementasi kurikulum. Untuk mengetahui keberhasilan

(22)

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 22

suatu program diklat diperlukan suatu informasi yang dapat diandalkan terkait dengan pelaksanaan dari hasil program diklat. Langkah yang dapat ditempuh adalah melakukan suatu evaluasi terhadap hasil implementasi program diklat tersebut. Evaluasi hasil implementasi program diklat dapat memberikan pendekatan lebih banyak dalam memberikan informasi kepada pembuat program diklat untuk membantu perbaikan dan pengembangan program pendidikan melalui kediklatan.

Model Countenance Stake sebagai kerangka dalam studi evaluasi ini, dimana implementasi kurikulum sebagai komponen utama dalam proses kurikulum, dalam beberapa kasus implementasi diidentifikasikan sebagai pengajaran tetapi pandangan ini juga dikenali sebagai perubahan multidimentional

and complex impact seperti faktor-faktor dalam implementasi kurikulum, (Miller

& Seller, 1985:11). Beauchamp (1975), memberikan definisi tentang implementasi kurikulum “ Putting the curriculum to work” yang diartikan menjalankan kurikulum, menerapkannya di dalam kelas. Sedangkan Fullan (1979) mendefinisikan implementasi kurikulum sebagai : Putting into practice of an

idea, program or set of activities which is new to the individual or organization using it” (mengungkapkan suatu ide, program atau seperangkat kegiatan yang

baru untuk individu atau organisasi yang menggunakan kurikulum).

Sebelum melakukan studi evaluasi untuk pengambilan data digunakan standar minimal atau kriteria evaluasi yang telah ditentukan melalui tahapan prasyarat (Antecendent), transaksi (transactions) dan hasil (outcomes). Penelitian nonexperimen dengan metoda deskriptif atau metoda survey pada administrasi

(23)

perangkat pembelajaran guru Fisika SMA yang meliputi silabus dan content kurikulum yang diuraikan kedalam struktur belajar Gagne (1965) yang dikembangkan oleh Davies & Gilbert( 1973) melalui analisis kegiatan belajar, teknis analisis content yang digunakan menurut analisis matriks karakteristik struktur belajar Butler (1972), dikonversi menggunakan Analisis Binary Square

Similarity Matrix Troachim (2006). Model Evaluasi Countenance Stake sebagai

strategi alternatif untuk dasar pertimbangan keputusan pada implementasi kurikulum (KTSP) yang dilaksanakan oleh guru Fisika SMA pasca diklat berjenjang di PPPPTK-IPA,

Kemudahan untuk menemukan sampel di lapangan adalah alumni diklat yang telah mengikuti diklat di P4TK IPA. Dimensi hasil implementasi program diklat adalah kinerja alumni dalam hal ini guru yang telah ditatar di P4TK IPA, ditinjau dari segi kompetensi yang dimiliki saat bekerja, penguasaan keterampilan, prestasi kerja (kinerja atau performansi), kecepatan kerja, motivasi, kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi), disiplin, dan lain-lain sebagai dampak hasil pendidikan dari lembaga diklat, (Berman, 2005:6). Implementasi kurikulum merupakan kinerja guru, dalam evaluasi implementasi KTSP dimaksud meliputi ; pembuatan silabus, persiapan guru mengajar , persyaratan administrasi guru Fisika SMA, pengembangan perangkat pembelajaran berdasarkan KTSP sebagaimana yang telah disosialisasikan dalam Program Diklat Berjenjang Guru IPA/Fisika. Dimana tujuan Program Diklat Berjenjang Guru IPA/Fisika untuk menghasilkan Instruktur IPA/Fisika yang nantinya akan memiliki tugas tambahan untuk melakukan pendampingan bagi guru Fisika didaerahnya dalam rangka

(24)

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 24

meningkatkan kompetensi dan meraih sertifikasi (bagi guru yang belum lulus sertifikasi). Batasan-batasan konseptual mencakup pada persoalan esensial yang berhubungan langsung dengan alumni program diklat berjenjang. Dampak implementasi program diklat yang merupakan kinerja alumi, ditinjau dari segi kompetensi yang dimiliki saat bekerja, penguasaan pengetahuan, penguasaan keterampilan, prestasi kerja (kinerja atau performasi), kecepatan kerja, motivasi, kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi), disiplin sebagai dampak hasil pendidikan dari lembaga diklat. Guru SMA alumni diklat berjenjang yang ada di kota Bandung, berjumlah 9 orang, tetapi karena pengajar kelas X ada 2 orang, maka kemudian batasan objek penelitian ini dilaksanakan pada SMAN 1 dan SMAN2 di Bandung.

Model Evaluasi Countenance Stake (Model Penampilan Penilaian Stake) dalam studi evaluasi implementasi KTSP Fisika SMA pada kinerja alumni program diklat di PPPPTK-IPA belum pernah dilakukan, berdasarkan hal inilah evaluator akan melakukan evaluasi pada bulan Juli – Oktober 2011 di Bandung, pada kinerja alumni Guru Fisika SMA pasca diklat berjenjang tingkat dasar dan tingkat lanjut yang telah diselenggarakan pada tahun 2006 (19 s.d 30 November 2006: jenjang dasar, dan tahun Juli 2007 : jenjang lanjut) di P4TK IPA yang mewakili propinsi Jabar adalah SMA-SMA di : Bandung, Cirebon, Bogor dan Bekasi) pada salah satu mata tataran yaitu sosialisasi KTSP khususnya Pengembangan Silabus dan RPP yang telah dilaksanakan di sekolah masing-masing, sebagai bahan ajar fisika : besaran Fisika, pengukuran, besaran vektor dan

(25)

gerak untuk satu standar kompetensi pada tahun ajaran 2010-2011, kelas X semester I.

Penelitian kualitatif deskriptif mempunyai banyak kesamaan dengan penelitian kuantitatif nonexperimen - metoda deskriptif atau metoda survey, (Bungin 2008:132) adalah salah satu bagian dari evaluasi ini , karena untuk mengambil data yang akan dievaluasi didahului oleh penelitian. Untuk mempermudah rancangan evaluasi, masalah yang akan diteliti/dievaluasi perlu dirumuskan secara lebih jelas. Secara operasional maka rumusan masalah tersebut dapat diuraikan menjadi beberapa pertanyaan yang dinilai aktualisasinya/dicari jawabannya melalui penelitian deskriptif ini, dan dijadikan kriteria evaluasi ini. Rumusan masalah diatas dapat dirinci lebih detail kedalam matriks deskripsi sebagai data intended (yang diharapkan) dan observation (apa yang terjadi) sebagai berikut :

1. Bagaimanakah menyediakan informasi bagi pengambil keputusan dengan menggunakan Model Evaluasi Countenance Stake ?

2. Bagaimanakah keputusannya setelah data Antecedent, Transaction,

Outcomes dianalisis pada Matriks Deskripsi, dibandingkan secara logical contingency (secara vertical) antara matriks Intended, matriks Observasi

dengan matriks standar untuk materi pelajaran: Besaran Fisika, Pengukuran, Vektor dan Gerak pada Fisika?

3. Bagaimanakah keputusannya setelah data Antecedent, Transaction,

Outcomes dianalisis pada Matriks Deskripsi secara horizontal, untuk

materi pelajaran: Besaran Fisika, Pengukuran, Vektor dan Gerak pada Fisika dibandingkan secara congruence ?

4. Bagaimanakah pengetahuan guru dalam curriculum content ? ( Standar Isi, Standar Kompetensi, kompetensi dasar, silabus, RPP dan penilaiannnya)

5. Bagaimanakah administrasi perangkat pembelajaran guru fisika SMA dalam rencana implementasi meliputi intended dan observasi yang terdiri dari Antecedent, Transaction dan Outcomes?

(26)

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 26

6. Bagaimanakah Binary Square Symetric Similarity Matrix dapat menganalisis contingency-congruence matriks deskriptif dan Judgment (pertimbangan) pada scanning data struktur belajar (learning structure) guru fisika SMA dalam implementasi kurikulum fisika KTSP ?

D. Tujuan Evaluasi

Perbedaan antara evaluasi dan penelitian yang terlihat jelas antara keduanya adalah penggunaan kriteria pada evaluasi untuk memberikan pertimbangan, sedangkan penelitian tidak memberikan pertimbangan terhadap data. Penelitian bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara berbagai variabel berdasarkan data yang dikumpulkan secara empirik, kebenaran universal dianut oleh kelompok positivistik. Kelompok fenomenologi atau postpositivistik melakukan penelitian untuk menemukan kebenaran yang berlaku di tempat dimana penelitian dilakukan. Evaluasi adalah suatu penelitian yang sistematis untuk menilai tentang guna dan manfaat suatu objek dengan penggunaan suatu kriteria untuk memberikan pertimbangan.

Dalam arti luas, evaluasi adalah suatu proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan ( Mehren & Lehmann, 1978). Sesuai dengan pengertian tersebut maka setiap evaluasi atau penilaian implementasi kurikulum merupakan suatu proses yang sengaja direncanakan untuk memperoleh informasi atau data, berdasarkan data tersebut kemudian dicoba membuat keputusan. Dalam hubungan dengan kegiatan pembelajaran. Norman E. Gronlund (1976) merumuskan pengertian evaluasi sebagai berikut : “ Evaluation ….a Systematic process of

(27)

(Evaluasi adalah suatu proses yang sistematis untuk membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan-tujuan pembelajaran telah dicapai oleh peserta didik dalam hal ini guru-guru SMA sebagai peserta diklat). Dengan kata-kata yang berbeda, tetapi mengandung pengertian yang hampir sama, Wrightstone (1956), mengemukakan rumusan evaluasi pendidikan sebagai berikut : “ Educational evaluation is the

estimation of the growth and progress of pupils toward objectives or values in curriculum “. (Evaluasi pendidikan ialah penafsiran terhadap pertumbuhan dan

kemajuan peserta didik ke arah tujuan-tujuan atau nilai-nilai yang telah ditetapkan di dalam kurikulum). Evaluasi Implementasi Kurikulum dinilai dengan menentukan sejauh mana proses pembelajaran memenuhi kriteria pengembang, dan disebut sebagai tahapan "fidelity" (kesetiaan/sepenuhnya sesuai, implementasi kurikulum harus sesuai dengan desain kurikulum) . Sehingga definisi “evaluasi implementasi kurikulum” berarti menilai sejauh mana keterlaksanaan proses pembelajaran yang memenuhi kriteria pengembang, (Fullan &Pompret, 1977: Posner 1995:204).

Berdasarkan identifikasi masalah, rumusan masalah dan penggunaan kriteria , pada model evaluasi Countenance Stake yang dipergunakan, evaluasi proses berhubungan dengan kegiatan yang memang nyata dan telah terjadi, maka tujuan evaluasi implementasi kurikulum :

1. Untuk menentukan nilai dan angka hasil implementasi KTSP Fisika SMA atas dasar kriteria dan tolok ukur yang ditentukan, berdasarkan tingkat kesesuaian (congruence) dan kelogisan (contingency) antara apa yang diharapkan dan apa yang terjadi dalam pelaksanaan kurikulum (KTSP)

(28)

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 28

Fisika SMA, melalui frame (kerangka) matriks deskriptif (Intended dan

Observation) yang meliputi prasyarat (Antecendent), transaksi (Transaction), dan hasil (Outcomes) baik secara congruence dan logical

contingency.

2. Untuk memperoleh informasi bagi pengambil keputusan antara apa yang diharapkan dan apa yang terjadi dalam pelaksanaan kurikulum (KTSP) Fisika SMA, melalui framework (kerangka) matriks judgment (Standar,

Result of Scanning, dan Jugment ) yang meliputi prasyarat (Antecendent),

transaksi (Transaction), dan hasil (Outcomes).

Hasil pelaksanaan evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh pengambil keputusan untuk menentukan kebijakan pendidikan pada tingkat pusat, daerah dan sekolah untuk memperbaiki kekurangan yang ada dan meningkatkan hasil yang lebih optimal. Hasil evaluasi tersebut dapat juga digunakan oleh Kepala Sekolah, Guru, pelaksana pendidikan didaerah dan lembaga diklat seperti LPMP dan PPPPTK dalam memahami dan membantu meningkatkan kemampuan guru, memilih bahan ajar, memilih metoda dan perangkat pembelajaran yang lebih baik. KTSP merupakan salah satu mata tataran dari program diklat yang diselenggarakan oleh PPPPTK IPA, baik dari segi sosialisasi kurikulum maupun pengembangannya. Pengembangan KTSP dilakukan oleh Satuan Pendidikan dengan memperhatikan Standar Isi – Bahan Kajian (SK) – Kompetensi Dasar (KD) yang diberikan oleh BNSP.

(29)

Melalui metoda deskriptif atau metoda survey, studi kebutuhan guru di lapangan mengenai KTSP dapat tergambarkan, analisis induktif data deskriptif hasil implementasi kurikulum dapat teranalisis. Studi Deskriptif pada pengembangan KTSP, meliputi administrasi pengembangan perangkat pembelajaran KTSP ,pengembangan RPP , pengembangan bahan ajar fisika : besaran Fisika, pengukuran, besaran vektor dan gerak untuk satu standar kompetensi (Menerapkan konsep besaran fisika dan pengukurannya).

Dalam KTSP penjabaran SK dan KD diperlukan keterampilan guru dalam mengelaborasi KD menjadi indikator pencapaian hasil belajar, bahan ajar, kegiatan belajar ke dalam bagian-bagiannya, guru harus berpikir bagaimana bagian-bagian tersebut berhubungan dan diorganisasikan. Menurut (Gilbert, 1962, Davies, 1973:38) Analisis kegiatan belajar (Task Analysis) mengidentifikasi pengetahuan, keterampilan, sikap dan disintesiskan ke dalam suatu organisasi yang bersifat hirarki. Penguasaan bahan ajar adalah suatu cara untuk mengerjakan analisis kegiatan belajar dengan memandang suatu topik sebagai suatu organisasi hirarkis dari tingkatan-tingkatan atau komponen-komponen yang menerangkan kegiatan dalam urutan rinci yang lebih meningkat, apakah guru telah siap mengembangkan SK dan KD kedalam bahan ajar dan membuat RPP.

E. Manfaat Studi Evaluasi Implementasi KTSP

Manfaat dari hasil evaluasi KTSP akan memberikan informasi dan menunjukkan apakah KTSP itu sudah dilaksanakan, dipahami oleh sekolah sebagai pelaksana . Adapun kegunaan hasil evaluasi implementasi KTSP Fisika SMA pada kinerja alumni ini secara teoritis adalah:

(30)

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 30

a. Menyediakan informasi untuk team pengembang KTSP di sekolah yang bersangkutan ( yang diteliti), sebagai bahan studi kebutuhan guru, kepala sekolah, comite ada di lapangan.

b. Menyediakan informasi untuk guru sebagai bahan referensi dalam memperkaya dan mempertajam pengetahuan tentang KTSP yang dimplementasikan oleh para guru Fisika SMA.

c. Menyediakan informasi untuk pelaksana kurikulum Fisika khususnya guru Fisika untuk mengembangkan pengetahuannya dalam upaya meningkatkan pola mengajarnya .

d. Menyediakan informasi untuk peneliti evaluasi implementasi kurikulum selanjutnya.

e. Menyediakan gambaran bagi para perancang evaluasi KTSP yang selanjutnya.

f. Memberikan sumbangsih bagi pengguna teori evaluasi, bahwa

framework model Countenance Stake dapat memberikan gambaran

(deskriptif) yang sangat rinci dan mudah untuk dianalisis secara induktif.

g. Menentukan tingkat pemahaman para pengembang KTSP, termasuk ide kurikulum yang dikembangkan ditingkat nasional, Hasan (2008)

h. Menentukan tingkat keberhasilan pelaksanaan KTSP, meliputi pengembangan silabus oleh guru, dan pelaksanaan proses pembelajaran dikelas.

i. Menentukan tingkat keterampilan yang dimiliki para pengembang KTSP, termasuk prinsip-prinsip pengembangan KTSP, Hasan (2008).

(31)

F..Skema Prosedur Studi Evaluasi VIII Result of Scanning Rumusan Masalah Model Countenance Stake pada Implementasi KTSP Fisika SMA Penelitian Inquairy non Experimen , Metoda Deskriptif Matriks Judgment Wawancara Specific Judgment Observasi I II VI V IX IV III Data Matriks Deskriptif Intended (Logical Contengency) Observation (Empirical Contingency) Evaluasi Informasi Hasil Implementasi KTSP sesuai kriteria pengembang General Standard (Scanning) Kuesioner /Dokumen VII

Gambar 2. 2.Skema Prosedur Studi Evaluasi Content Analysis

Gambar

Gambar 2. 2.Skema Prosedur Studi Evaluasi Content Analysis

Referensi

Dokumen terkait

Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan persentase (%). Hasil dalam penelitian ini menunjukkan 1) faktor yang mempengaruhi eksistensi nelayan tradisional di

(5)Menambah jumlah eksperien. Selain terjadi peningkatan hasil belajar fisika siswa selama siklus I dan siklus II, terjadi pula perubahan sikap siswa dalam proses

Dari proses pelaksanaan, kelas eksperimen lah yang dapat meningkatkan kualitas belajar siswa, karena pada dasarnya siswa lah mencari sumber belajar mereka sendiri

Dari hasil wawancara dengan pegawai dari DPPKD dan bukti foto serta wawancara maka didapatkan temuan pada klausul 8 (delapan) Keamanan Sumber Daya Manusia dengan kontrol

Hasil evaluasi pelaksanaan terapi menunjukkan bahwa paket terapi yang memberikan efek khususnya untuk lebih mengurangi respon terhadap stressor pada klien dengan

Fase dari self regulation yang paling berpengaruh terhadap prestasi akademik pada siswa kelas XII SMA ”Regina Pacis” Bogor adalah fase self reflection, kemudian fase forethought,

Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa nilai phase 1 pada static zone lebih besar dibandingkan dengan moving zone. Static zone pada Rpm 150 lebih merata dibandingkan dengan putaran

mulai dari buku penujang materi dan latihan soal, sedangkan pada Kurikulum 2013 disedikan media pembelajaran dan kegiatan penunjang lainnya seperti menari untuk