• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PENGARUH VARIASI PANJANG PIPA ISAP FLUSHING CONDUIT TERHADAP VOLUME PENGGELONTORAN SEDIMEN DI WADUK (UJI EXPERIMENTAL)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI PENGARUH VARIASI PANJANG PIPA ISAP FLUSHING CONDUIT TERHADAP VOLUME PENGGELONTORAN SEDIMEN DI WADUK (UJI EXPERIMENTAL)"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH VARIASI PANJANG PIPA ISAP FLUSHING CONDUIT TERHADAP VOLUME PENGGELONTORAN SEDIMEN DI WADUK

(UJI EXPERIMENTAL)

Oleh:

LA MUT IRMAWATI

105 81 1884 13 105 81 1938 13

JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2018

(2)
(3)
(4)

iv

PENGARUH VARIASI PANJANG PIPA ISAP FLUSHING CONDUIT TERHADAP VOLUME PENGGELONTORAN SEDIMEN DI WADUK

(UJI EKSPERIMENTAL)

La Mut(1 dan Irmawati(2 1)

Program Studi Teknik Pengairan Universitas Muhammadiyah Makassar lamut1884@gmail.com

2)

Program Studi Teknik Pengairan Universitas Muhammadiyah Makassar irmawati1938@gmail.com

Abstrak

Pengaruh Variasi Panjang Pipa Isap Flushing Conduit Terhadap Volume Penggelontoran Sedimen Di Waduk dibimbing oleh Ratna Musa dan Amrullah Mansida. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja metode flushing conduit terhadap volume penggelontoran sedimen apabila panjang pipa isapnya divariasikan. Karakteristik sedimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasir sedang berdasarkan skala wentworth dari hasil analisa saringan. Dari hasil penelitian menunjukan jumlah sedimen yang tergelontor untuk Q1 yaitu

pada panjang pipa isp 0,5 cm jumlah volume gelontor (vg) 0,0073 m 3

, panjang pipa isap 1,5 cm jumlah Volume tergelontor (vg) 0,0064 m

3

dan pada panjang pipa isap 2,5 cm jumlah volume gelontor (vg) yaitu 0,0060 m

3

. Kinerja Flushing Conduit menunjukan semakin pendek pipa isap yang digunakan maka volume gelontor yang dihasilkan semakin banyak hal ini dipengaruhi oleh jarak antar sedimen dengan pipa flushing yang semakin jauh jaraknya maka akan semakin memperlambat proses sedimen masuk kedalam pipa flushing. Mekanisme kerja

flushing conduit terbagi atas tiga tahapan yaitu memberikan tekanan sehingga terjadi fluidasi, proses penghisapan endapan sedimen masuk kedalam pipa akibat fluktuasi debit dan tekanan, serta transportasi sedimen dalam pipa.

kata kunci : FlushingConduit, Waduk, Sedimentasi.

Abstract

Effect of Long Length Variation of Flushing Conduit Flow Pipe to Sediment Flowing Volumes In Reservoir is guided by Ratna Musa and Amrullah Mansida. This study aims to determine the performance of the flushing conduit method against the volume of sediment displacement when the length of the suction pipe is varied. The sediment characteristic used in this research is the medium sand based on goworth scale from the result of filter analysis. The results showed that the amount of sediment that was flushed for Q1 was 0,5 cm length of the isp number of volume of gelontor volume (vg) 0,0073 m3, the suction tube length of 1,5 cm the volume amount was flushed (vg) 0,0064 m3 and at length suction pipe 2,5 cm the volume amount of gelontor (vg) is 0,0060 m3. Flushing Conduit performance shows the shorter suction pipe that is used then the volume of gelontor produced more and more is influenced by the distance between the sediments with the flushing pipe that the further distance it will further slow the process of sediment into the flushing pipe. Working mechanism of flushing conduit is divided into three stages, namely to provide pressure so that fluidation occurs, sediment sediment absorption process into the pipe due to fluctuations in flow and pressure, as well as sediment transport in the pipeline.

(5)

v KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, Wr. Wb

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini

dengan judul PENGARUH VARIASI PANJANG PIPA ISAP FLUSHING CONDUIT

TERHADAP VOLUME PENGGELONTORAN SEDIMEN DI WADUK (UJI EXPERIMENTAL)

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penulisan tugas akhir ini masih terdapat kekurangan-kekurangan, hal ini disebabkan penulis sebagai manusia biasa tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan baik itu ditinjau dari segi teknis penulisan maupun dari perhitungan-perhitungan. Oleh karenya penulis mengharapkan kritik dan saran serta perbaikan guna kesempurnaan tulisan ini agar kelak dapat bermanfaat terutama bagi penulis sendiri.

Dalam penyelasaian tugas akhir ini dapat terwujud berkat adanya bantuan, arahan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya krpada:

1. Bapak Hamzah Al Imran, ST., MT. Sebagai Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Bapak Muh. Syafaat, S. Kuba, ST. Sebagai Ketua Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Ibu Dr. Ir. Hj. Ratna Musa, MT. Selaku pembimbing 1 dan Bapak Amrullah Mansida, ST., MT. Selaku Pembimbing II, yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga terwujudnya tugas akhir ini.

(6)

vi 4. Bapak dan ibu Dosen serta staf pegawai pada Fakultas Tekni atas segala waktunya telah mendidik dan melayani penulis selama mengikuti proses belajar mengajar di Universitas Muhammadiyah Makassar.

5. Ayahanda dan Ibunda terciinta yang senantiasa memberikan limpahan kasih sayang, doa, serta pengorbanan kepada penulis.

6. Rekan-rekan Mahasiswa Fakultas Teknik, terkhusus saudaraku Angkatan 2013 (Radical) dengan rasa persaudaraan yang tinggi banyak membantu dan memberi dukungan dalam menyelsaikan tugas akhir ini.

Semoga semua pihak tersebut diatas mendapat pahala yang berlipat ganda disis Allah SWT dan tugas akhir yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis, rekan-rekan, masyarakat serta bangsa dan negara, Aamiin

(7)

vii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR NOTASI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 3 C. Tujuan Penelitian ... 3 D. Manfaat Penelitian ... 4 E. Batasan Masalah ... 4 F. Sistematika Penulisan ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Daerah Aliran Sungai (DAS) ... 6

1. Pengertian Daerah Aliran Sungai ... 6

2. Pengelolaan DAS dan Penyebabnya ... 7

(8)

viii 1. Pengertian Waduk ... 9 2. Kapasitas Waduk ... 10 C. Sedimentasi ... 11 1. Pengertian Sedimen ... 11 2. Proses Sedimen ... 12 3. Sifat-sifat Sedimen ... 14

D. Penggelontoran Sedimen dengan Metode Flushing ... 17

1. Definisi Flushing ... 17

2. Perbedaan Fluidasi dengan flushing conduit ... 18

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi fluhing ... 18

E. Aliran Dalam Saluran Tertutup (PIPA) ... 19

1. Definisi aliran dalam saluran Tertutup (PIPA) ... 19

2. Mekanisme kerja pengaliran dalam pipa ... 20

3. Sifat-sifat Aliran dalam Pipa ... 21

4. Klasifikasi Aliran dalam Pipa ... 21

5. Mengukur Kecepatan Aliran Zat Cair ... 22

6. Persamaan Hukum Bernaoulli tekanan dalam Pipa ... 22

7. Aliran Laminer dan Turbulen ... 23

8. Kehilangan Energi Mayor Dalam Pipa (Gesek) ... 25

9. Kehilangan Tinggi Tenaga Pada Lapisan Sedimen ... 26

10. Kehilangan Tekanan Sekunder Dalam Pipa ... 28

F. Aliran Sedimen Dalam PIPA (flushing conduit) ... 29

1. Masuknya Sedimen ke dalam Pipa ... 29

2. Prinsip Transport Sedimen dalam Pipa ... 29

(9)

ix

A. Lokasi dan waktu Penelitian ... 31

B. Alat dan Bahan ... 31

C. Jenis Penelitian dan Sumber data ... 32

D. Variabel yang Diteliti... 33

E. Tahap Penelitian ... 34

F. Prosedur Penelitian ... 36

G. Pengambilan Data ... 37

H. Analisa Data ... 37

I. Flow chart penelitian ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

A. Hasil Penelitian... 40

B. Analisis ... 45

C. Pembahasan ... 48

1. Pengaruh Panjang Pipa Isap Terhadap Volume Gelontor ... 48

2. Pengaruh Bukaan Katub Terhadap Volume Gelontor ... 51

3. Pengaruh Bukaan Katub Tekanan ... 54

4. Pengaruh Waktu Terhadap Volume Gelontor ... 57

BAB V PENUTUP ... 61

A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 62 DAFTAR PUSTAKA

(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Proses Erosi hingga Pengendapan Sedimen ... 8

2. Proses Erosi-Sedimentasi ... 9

3. Berkurangnya Kapasitas Waduk karena Sedimen... 11

4. Sedimentasi Normal dan Sedimentasi Dipercepat ... 13

5. Gerakan Sedimen dalam Air ... 16

6. Hukum Bernoulli pada Saluran Tertutup ... 23

7. Aliran Laminer dan Turbulen ... 23

8. Gambar Diagram Mody... 25

9. Denah rancangan Model Flushing Conduit... 34

10.Rancangan Model Flushing Conduit (Tampak Samping) ... 35

11.Rancangan Pipa Hisap dan Potongan Melintang Flushing Cinduit ... 35

12.Flow Chart Penelitian ... 39

13.Gradasi Ukuran Butir Sedimen ... 45

14.Grafik Pengaruh Panjang Pipa Isap Terhadap Volume Gelontor Pada Q1 ... 48

15.Grafik Pengaruh Panjang Pipa Isap Terhadap Volume Gelontor Pada Q2 ... 49

16.Grafik Pengaruh Panjang Pipa Isap Terhadap Volume Gelontor Pada Q3 ... 50

17.Grafik Pengaruh Bukaan Katub Terhadap Volume Gelontor Pada Panjang Pipa Isap 0,5 cm. ... 51

(11)

xi

18.Grafik Pengaruh Bukaan Katub Terhadap Volume Gelontor Pada

Panjang Pipa Isap 1,5 cm. ... 52

19.Grafik Pengaruh Bukaan Katup Terhadap Volume Gelontor Pada

Panjang Pipa Isap 2,5 cm. ... 53

20.Grafik Pengaruh Bukaan Katub Terhadap Tekanan Pada Panjang

Pipa Isap 0,5 cm. ... 55

21.Grafik Pengaruh Bukaan Katub Terhadap Tekanan Pada Panjang

Pipa Isap 1,5 cm. ... 56

22.Grafik Pengaruh Bukaan Katup Terhadap Tekanan Pada Panjang

Pipa Isap 2,5 cm. ... 57

23.Grafik Pengaruh Waktu Terhadap Volume Gelontor Pada Durasi

Waktu 3 Menit... 58

24.Grafik Pengaruh Waktu Terhadap Volume Gelontor Pada Durasi

Waktu 6 Menit... 59

25.Grafik Pengaruh Waktu Terhadap Volume Gelontor Pada Durasi

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Klasifikasi Ukuran Butir Sedimen ... 16

2. Perbedaan Metode Kerja Fluidasi dengan Flushing Conduit ... 18

3. Nilai Kekasaran Dinding Untuk Berbagai Pipa Komersial... 26

4. Format Pengambilan Data Running Awal ... 41

5. Format Pengambilan Data Untuk Debit Q1 ... 42

6. Format Pengambilan Data Untuk Debit Q2 ... 43

7. Format Pengambilan Data Untuk Debit Q3 ... 44

8. Data Analisa Saringan ... 45

9. Pengaruh Panjang Pipa Isap Terhadap Volume Gelontor. Q1 ... 48

10.Pengaruh Panjang Pipa Isap Terhadap Volume Gelontor. Q2... 49

11.Pengaruh Panjang Pipa Isap Terhadap Volume Gelontor. Q3... 50

12.Pengaruh Bukaan Katub Terhadap Volume Gelontor. Pipa Isap 0,5 cm ... 51

13.Pengaruh Bukaan Katub Terhadap Volume Gelontor. Pipa Isap 1,5 cm ... 52

14.Pengaruh Bukaan Katub Terhadap Volume Gelontor. Pipa Isap 2,5 cm ... 53

15.Pengaruh Bukaan Katub Terhadap Tekanan Pipa Isap 0,5 cm ... 54

16.Pengaruh Bukaan Katub Terhadap Tekanan Pipa Isap 1,5 cm ... 55

17.Pengaruh Bukaan Katub Terhadap Tekanan Pipa Isap 2,5 cm ... 56

18.Pengaruh Waktu Terhadap Volume Gelontor. Waktu 3 Menit... 58

19.Pengaruh Waktu Terhadap Volume Gelontor. Waktu 6 Menit... 59

(13)

xiii

DAFTAR NOTASI

Q : Debit

V : Kecepatan Aliran

A : Luas Penampang Aliran

Vg : Volume Gelontor μ : Viskositas absolute V : Kecepatan Aliran (m/dtk) Re : Bilangan Reynold Ps : Rapat Massa F1 : Kecepatan Endap g : Percepatan Gravitasi (m/s2)

: Kecepatan Endap

S : Berat Jenis Butir

a : Jarak antar Lubang Pipa isap

Df : Diameter Lubang Pipa Isap

Ρs : Tekanan Stagnasi

Ρ : Tekanan Statistik

: Kehilangan Energi Karena Gesekan (m)

: Kehilangan Tinggi Tenaga Akibat Lapisan Sedimen(cm)

ɛ

: porositas Sedimen

(14)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang di batasi punggung-punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung gunung tersebut dan akan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai-sungai utama (Asdak, 1995). DAS termasuk suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. (PP No 37 tentang Pengelolaan DAS, Pasal 1)..

Pada umumnya tujuan dari dibangunnya suatu waduk atau bendungan adalah untuk melestarikan sumber daya air dengan cara menyimpan air disaat kelebihan yang biasanya terjadi disaat musim penghujan. Air yang datang melimpah pada musim penghujan tersebut, ditampung dan disimpan serta dipergunakan secara tepat guna sepanjang tahun. Diharapkan pula banjir dapat dicegah serta kekurangan air pada saat musim kemarau tiba dapat diatasi. Walaupun dalam kondisi tertentu tidak dapat dipungkiri bahwa waduk dapat menjadi pemicu terjadinya musibah. Namun hal ini tidak bisa dibandingkan dengan fungsi waduk yang mampu memberikan kontribusi yang sangat besar bagi pencerahan ekonomi masyarakat dan sektor industri.

(15)

2 Permasalahan penyempitan, pendangkalan maupun tertutupnya alur yang diakibatkan oleh sedimentasi menjadi problem tersendiri pada sebuah waduk. Sedimentasi pada umumnya terjadi pada muara sungai-sungai dengan jumlah sedimentasi relatif cukup tinggi pada debit yang berfluktuasi besar jika musim hujan sedangakan pada musim kering debit menjadi relatif sangat kecil, sehingga kemampuan mengangkut sedimen terutama pada saat debit kecil sangat rendah. Hal ini akan semakin parah bila angkutan sedimen telah sampai ke waduk yang akan mengakibatkan pendangkalan pada waduk.

Penggerukan sedimen di beberapa waduk sudah dilakukan sejak lama namun hasilnya dirasa kurang maksimal. Terbukti dari berbagai hasil penelitian menunjukan bahwa terjadi pengurangan kapasitas waduk dari tahun ke tahun.

Rencana pengerukan (dredging) endapan sedimentasi waduk sangat tidak

mungkin. Pengerukan endapan sedimentasi memerlukan biaya yang sangat besar. Bahkan biaya mobilisasi peralatan (dredging) lebih mahal dibandingkan biaya operasi pengerukan (dredging) (Suroso dan Wahyu Widiyanto, 2009).

Usaha yang bisa dilakukan untuk mengatasi permasalahan sedimentasi didalam saluran floodway adalah dengan melakukan pembilasan atau penggelontoran sedimen secara hidrolis (hydraulic flushing). Pembilasan atau penggelontoran sedimen secara hidraulis (Hydraulic flushing) adalah cara yang lebih baik untuk mengembalikan kapasitas reservoir bila dibandingkan dengan cara lain seperti penggalian atau pengerukan secara manual (Dreedging). Hal tersebut menjadi referensi untuk penelitian pengerukan sedimen dengan konsep flushing conduit yang relatif murah dan ramah lingkungan. Adapun judul

(16)

3 penelitian ini adalah : “Pengaruh Variasi Panjang Pipa Isap Flushing Conduit

Terhadap Volume Penggelontoran Sedimen Di Waduk (Uji Experimental)”. B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:

1) Bagaimana pengaruh panjang pipa isap terhadap volume penggelontoran sedimentasi dengan sistem flushing conduit?

2) Bagaimana pengaruh bukaan katub terhadap volume penggelontoran sedimen?

C. Tujuan Penelitian

Dengan adanya masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Untuk mengetahui pengaruh penggelontoran sedimentasi dengan sistem

flushing conduit jika menggunakan pipa isap dengan panjang yang bervariasi.

2) Untuk mengetahui seberapa besar sedimen yang tergelontor jika

menggunakan bukaan katub yang bervariasi.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Sebagai sarana untuk mengembangkan pengetahuan atau wawasan dengan

penerapan di lapangan.

2) Memberikan informasi tentang penggelontoran sedimen dengan sistem

(17)

4 3) Dapat dijadikan sebagai salah satu bahan referensi untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan penggelontoran sedimen dengan sistem

flushing conduit.

4) Mendapatkan pemahaman tentang pengaruh panjang pipa isap flushing

conduit.

E. Batasan Masalah

Agar penelitian ini dapat berjalan dengan efektif dan mencapai sasaran yang ingin dicapai maka penelitian ini diberikan batasan masalah sebagai berikut: 1) Penelitian ini difokuskan kepada sejauh mana pengaruh penggelontoran

sedimen dengan sistem flushing conduit pada variasi panjang pipa isap.

2) Dengan uji model di Laboratorium Fakultas Teknik Universitas

Muhammadiyah Makassar.

3) Menggunakan beberapa pipa isap dengan panjang bervariasi antara 0,5 cm, 1,5 cm dan 2,5 cm.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran umum isi penulisan tugas akhir ini yang terdari dari lima bab, penulis membuat sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN : dalam bab ini merupakan pembahasan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

(18)

5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : dalam bab ini diuraikan secara ringkas mengenai permasalahan yang akan menjadi bahan penelitian dalam penulisan tugas akhir.

BAB III METODE PENELITIAN : dalam bab ini menguraikan tentang lokasi penelitian, waktu penelitian, metode pelaksanaan penelitian, analisa data, kerangka berfikir, dan flow chart penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN : menguraikan tentang pembahasan tahap penelitian yang dilaksanakan yaitu: penambilan data, analisis dan pembahasan data.

BAB V PENUTUP : bab ini merupakan penutup yang berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian, serta saran dari penulis yang berkaitan dengan faktor penghambat yang dialami selama penelitian dilaksanakan, yang merupakan harapan agar penelitian ini berguna untuk penelitian selanjutnya dan penerapan dilapangan nantinya.

(19)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Daerah Aliran Sungai (DAS)

1. Pengertian Daerah Aliran Sungai

Istilah Daerah Aliran Sungai (DAS) banyak digunakan oleh beberapa ahli dengan makna atau pengertian yang berbeda-beda, ada yang menyamakan dengan cacthment area, watershed, atau drainage basin. Menurut Notohadiprawiro (1985) Daerah Aliran Sungai merupakan keseluruhan kawasan pengumpul suatu sistem tunggal, sehingga dapat disamakan dengan cacthment area. Martopo (1994), memberi pengertian bahwa, Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah yang dibatasi oleh topografi pemisah air yang terkeringkan oleh sungai atau sistem saling berPengaruh sedemikian rupa sehingga semua aliran sungai yang jatuh di dalam akan keluar dari saluran lepas tunggal dari wilayah tersebut. Soemarwoto (1985), mengemukakan batasan DAS adalah suatu daerah yang dibatasi oleh igir-igir gunung yang semua aliran permukaannya mengalir ke suatu sungai utama. Atas dasar difinisi tersebut diatas maka Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat diartikan sebagai kesatuan ruang yang terdiri atas unsur abiotik (tanah, air, udara), biotik (vegetasi, binatang dan organisme hidup lainnya) dan kegiatan manusia yang saling berinteraksi dan saling ketergantungan satu sama lain, sehingga merupakan satu kesatuan ekosistem, hal ini berarti bahwa apabila keterkaitan sudah terselenggara maka pengelolaan hutan, tanah, air, masyarakat

(20)

7 dan lain-lain harus memperhatikan peranan dari komponen-komponen ekosistem tersebut.

Daerah aliran sungai (DAS) biasanya dibagi menjadi daerah hulu, tengah dan hilir berdasarkan ekosistemnya. Daerah hulu merupakan daerah konservasi yang mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi dan memiliki kemiringan lahan yang besar. Sementara daerah hilir merupakan daerah yang sangat bermanfaat untuk kelangsungan hidup, kerapatan drainase lebih kecil dan memiliki kemiringan lahan yang kecil sampai yang sangat kecil. DAS bagian tengah merupakan daerah transisi dari kedua bagian DAS yang berbeda tersebut. Ekosistem DAS hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS.

2. Pengelolaan DAS dan Penyebabnya

Pengelolaan DAS merupakan pengelolaan sumber daya alam yang dapat pulih kembali dalam sebuah DAS yang dilakukan terus menerus untuk memelihara keseimbangan untuk pemanfaatannya. Menurut Departemen Kehutanan (2000) bahwa pengelolaan Das meliputi:

a) Pengelolaan sumber daya alam yang dapat diperbaharui

b) Pemenuhan kebutuhan manusia untuk sekarang dan masa datang

c) Kelestarian dan keserasian ekosistem (lingkungan hidup)

d) Pengendalian Pengaruh timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia e) Penyediaan air, pengendalian erosi, banjir dan sedimentasi

Erosi dan sedimentasi merupakan penyebab-penyebab utama dalam terjadinya penururnan produktivitas tanah-tanah pertanian, dan penuruanan

(21)

8 kuantitas air. Erosi itu meliputi proses : pelepasan partikel-partikel tanah (detachment), penghanyutan partikel-partikel tanah (transportation), dan pengendapan partikel-partikel tanah yang telah terhanyutkan (deposition) (Foster and Meyer, 1973) dalam Arsyad S.(2010).

Penyebab utama terjadinya erosi di daerah tropis seperti Indonesia adalah air. Hal ini disebabkan oleh daerah tropis memiliki kelembaban dan rata-rata curah hujan per tahun yang cukup tinggi. Proses erosi tanah yang disebabkan oleh air meliputi 3 tahap, yaitu :

a) Pelepasan butiran tanah atau partikel tanah dari bongkah agregat tanah.

b) Pemindahan atau pengangkutan butiran tanah oleh media pengangkut, yaitu air. c) Pengendapan butiran tanah dimana butiran tanah tidak dapat diangkut lagi oleh

media pengangkut.

Gambar 1. Proses erosi hingga pengendapan sedimen.

Sumber : Suryono Sudarsono dan Masateru Tominaga, (2008) dalam Siti Riskiyanti Hakim (2015)

Erosi tanah dapat terjadi secara alamiah dan non alamiah. Secara alamiah, erosi dapat terjadi secarah alamiah atau karna faktor alam itu sendiri seperti curah hujan yang tinggi, kepekaan tanah serta juga dipengaruhi oleh

(22)

9 vegetasi, erosi dapat terjadi secara alamiah pada tanah dengan melalui tahapan penghancuran, pengangkutan dan pengendapan. Sedangkan erosi non alamiah dapat disebabkan karna kegiatan dari manusia seperti pembukaan lahan di sekitaran daerah aliran sungai (DAS).

Gambar 2. Proses Erosi-sedimentasi. (Sumber : Agung B. Supangat, 2014)

B.Waduk

1. Pengertian waduk

Waduk merupakan tempat pada permukaan tanah yang dimaksudkan untuk menyimpan dan menampung air saat terjadi kelebihan air pada musim hujan, kemuadian air yang berlebihan tersebut dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti irigasi, pembangkit tenaga listrik, air bersih dan lain lain.

Dalam pengelolaan sumber daya air waduk sering dijumpai permasalahan-permasalahan yang menyangkut aspek perencanaan, operasi dan pemeliharaan waduk, sedimentasi adalah permasalahn umum yang menjadi permasalahan utama di waduk-waduk selama ini. Salah satu persoalan utama yang terjadi dalam operasi dan pemeliharaan waduk untuk penyediaan air pada waktu-waktu tertentu. Pada sisi lain permintaan air untuk berbagai kebutuhan cenderung

(23)

10 semakin meningkat sebagai akibat peningkatan jumlah penduduk, beragamnya pemanfaatan air, berkembangnya pembangunan, serta kecendrungan menerunnya kualitas air akibat pencemaran oleh berbagai kegiatan (Bustomi, 2003) dalam (Suroso dan Wahyu Widiyanto, 2009).

2. Kapasitas Waduk

Lama umur ekonomi sebuah waduk berkisar diantara 50 tahun bagi waduk kecil dengan volume simpan manfaat sekitar 50-100 juta m3, hingga beberapa ratus tahun bagi waduk-waduk yang lebih besar, tergantung dari berbagai faktor yang harus dipertimbangkan sendiri-sendiri pada setiap waduk. Pada akhir umum ekonominya, ditaksir 80% dari kapasitas volume simpan manfaat telah dipenuhi sedimen yang tertangkap di dalam kolam waduk sepanjang waktu itu. Pada saat dan kondisi itu waduk sudah dianggap tidak dapat lagi berfungsi sebagaimana fungsi waduk itu sendiri.

Kapasitas waduk saat direncanakan berdasarkan perhitungan volume tampungan air tanpa adanya sedimentasi. Seiring berjalannya waktu pengoperasian waduk, terjadi sedimentasi di areal genangan hingga menyebabkan berkurangnya kapasitas tampungan waduk itu sendiri.

Pengendapan di dalam waduk sering terjadi lebih besar daripada yang telah dihitung dan/atau diharapkan pada tahap design. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti :

a) Ketidaktepatan dalam mengumpulkan dan mengelolah data hidrologi dan erosi

(24)

11 b) Bertambahnya hasil sedimen kotor karena perubahan tata guna lahan DAS

akibat manajemen yang tidak hati-hati, atau kerusakan DAS. c) Operasi dan pemeliharaan waduk yang tidak benar.

Gambar 3. Berkurangnya kapasitas waduk karena sedimentasi. (Sumber : Mays et al., 1992) Menurut kasiro et al., 1997)

kapasitas waduk secara umum dibedakan menjadi tiga yaitu : a) Kapsitas mati (dead storage)

b) Kapasitas pelayanan (Active Storage)

c) Kapasitas total

Umur pelayanan waduk merupakan fungsi dari volume tampungan aktif (Ilyas et al., 1991). Semakin menyusut volume tampungan aktif menandakan semakin pendek umur pelayanan waduk. Pelayanan volume tampungan aktif lebih banyak disebabkan karena bertambahnya volume sedimen yang masuk kedalam waduk.

C.Pengendapan (Sedimentasi) 1. Pengertian Sedimen

Sedimen adalah material hasil dari proses erosi, baik berupa erosi permukaan, erosi parit, atau jenis erosi tanah lainnya yang mengendap di bagian bawah kaki bukit, di daerah genangan air, saluran air, sungai, dan waduk.

(25)

12 Sedangkan sedimentasi adalah proses pengendapan material fragmental oleh air sebagai akibat dari adanya erosi.

Secara umum dikatakan bahwa erosi dan sedimntasi merupakan proses terlepasnya butiran tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan angin atau air kemudian diikuti dengan pengendapan material yang terangkut di tempat yang lain. Bahaya erosi banyak terjadi di daerah-daerah lahan kering terutama yang memiliki kemiringan lereng sekitar 15% atau lebih rendah.

2. Proses Sedimentasi

Proses sedimentasi yaitu proses terkumpulnya butir-butir tanah. Keadaan ini terjadi karena kecepatan aliran air yang mengangkut bahan sedimen mencapai kecepatan pengendapan. Proses sedimentasi dapat terjadi baik pada lahan-lahan pertanian maupun di sepanjang dasar sungai, dasar waduk, muara, dan sebagainya.

Sedimentasi pada sungai dan waduk menyebabkan daya tampung sungai dan waduk akan menurun. Khusus untuk waduk dapat berakibat memperpendek umur waduk. Pada muara sungai, proses pengendapan sedimen dapat membentuk suatu delta. Dengan tersumbatnya muara sungai dengan sedimentasi dapat menghambatkemampuan sungai membuang air banjir ke laut sehingga secara bersama-samadapat mendatangkan bahaya banjir dan kerusakan-kerusakan lain yangdiakibatkan. Dari proses terjadinya erosi tanah dan proses sedimentasi maka proses sedimentasi dapat dibedakan menjadi 2 (dua) bagian :

(26)

13

a. Proses Sedimentasi secara Geologis (Normal)

Yaitu proses tanah dan sedimentasi yang berjalan secara normal atau berlangsung secara geologi, artinya proses pengendapan yang berlangsung masih dalam batas-batas yang diperkannkan atau dalam keseimbangan alam dari proses

degradasi dan agrdasi pada perataan kulit bumi akibat pelapukan.

b. Proses Sedimentasi Dipercepat

Sedimentasi yang dipercepat merupakan proses terjadinya sedimentasi yang menyimpang dari proses secara geologis dan berlangsung dalam waktu yang cepat, bersifat merusak atau merugikan dan dapat mengganggu keseimbangan alam atau kelestarian lingkungan hidup. Kejadian tersebut biasanya disebabkan oleh kegiatan manusia dalam mengelolah tanah. Cara mengelolah tanah yang salah dapat menyebabkan erosi tanah dan sedimentasi yang tinggi.

Gambar 4. Proses Sedimentasi Normal dan Sedimentasi dipercepat. (sumber : swwt.wsu.edu,2000) dalam Astika Murni Lubis (2016)

Sedimen biasanya digambarkan sebagai partikel padat yang digerakan oleh fluida sedimen yang terjadi pada sungai dan disebabkan akibat erosi yang terjadi pada lahan-lahan kritis yang terdapat pada tangkapan Daerah Aliran Sungai (DAS). Jika material sedimen yang terbentuk akibat erosi lahan tersebut masuk ke

(27)

14 dalam DAS dalam jumlah yang besar, maka akan menyebabkan laju sedimen yang masuk ke dalam DAS menjadi besar, bahkan akan melampaui laju sedimen rencana. Akibat sedimen yang mengendap di dasar akan berpengaruh pada kapasitas tampungan air.

3. Sifat-sifat Sedimen

Sifat-sifat transportasi sedimen berpengaruh terhadap sedimen itu sendiri yaitu mempengaruhi pembentukan struktur sedimen yang terbentuk. Umumnya proses sedimen merupakan hasil langsung dari gerakan media pengangkut. Namun demikian sifat fisik (ragam ukuran, bentuk dan berat jenis) butiran sedimen itu sendiri mempunyai pengaruh pada proses mulai dari erosi, transportasi sampai ke pengendapan.

a) Mekanisme Gerakan Sedimen

Menurut (Asdak, 2007) dalam Amrullah (2010) kecepatan transpor sedimen merupakan fungsi dari kecepatan aliran sungai dan ukuran partikel sedimen. Partikel sedimen ukuran kecil seperti tanah liat dan debu dapat diangkut aliran air dalam bentuk terlarut (wash load). Sedangkan partikel yang lebih besar, antara lain, pasir cenderung bergerak dengan cara melompat. Partikel yang lebih besar dari pasir, misalnya kerikil (gravel) bergerak dengan cara merayap atau menggelinding di dasar sungai (bed load) seperti pada gambar 5.

Gerakan butiran tanah atau butiran pasir secara individual akibat tertimpa titik-titik hujan atau terdorong aliran air dalam alur-alur kecil tersebut. Mekanisme pengngkutan butir-butir tanah yang dibawah dalam air yang mengalir dapat digolongkan menjadi beberapa bagian, sebagai berikut:

(28)

15 1) Wash Load Transport atau angkutan sedimen suci, yaitu bahan wash load

berasal dari pelapukan lapisan tanah yang menjadi lepas berupa debu-debu halus selama musim kering. Debu halus ini selanjutnya dibwah masuk ke sungai baik oleh angin maupun oleh air hujan yang turun pertama pada musim hujan, sehingga jumlah sedimen pada awal musim hujan lebih banyak dibandingkan dengan keadaan yang lain.

2) Suspended Load Transport atau angkutan sedimen layang, yaitu butir-butir tanah bergerak melayang dalam aliran air. Gerakan butir-butir tanah ini terus menerus dikompresir oleh gerak turbulensi aliran sehingga butir-butir tanah bergerak melayang di atas saluran.

3) Salation Load Transport atau angkutan sedimen loncat, yaitu pergerakan butir-butir tanah yang bergerak dalam aliran air antara pergerakan suspended load

dan bed load. Butir-butir tanah bergerak secara terus menerus meloncat-loncat (skip) dan melembung (bounce) sepanjang saluran tanpa menyentuh dasar saluran.

4) Bed Load Transport atau angkutan sedimen dasar, yaitu merupakan angkutan butir-butir tanah berupa pasir kasar (coarse and) yang bergerak secara menggelinding (rolling), mendorong dan menggeser (pushing and sliding)

terus menerus pada dasar aliran yang pergerakannya dipengaruhi oleh adanya gaya seret (drag force). Gerakan ini kadang-kadang dapat sampai dengan jarak tertentu dengan ditandai bercampurnya butiran partikel tersebut bergerak ke arah hilir. (Soewarno, 1991) dalam Siti Riskayanti Hakim (2015)

(29)

16 Gambar 5. Ragam Gerakan Sedimen dalam Air.

(Sumber: Aditya, 2003) dalam Astika Murni Lubis (2016)

b) Dsitribusi Ukuran Butir

Klasifikasi sedimen dibedakan menjadi lempung (clay), lumpur (Slit),

pasir (sand), kerikil (gravel), koral (pebble), atau kerakal (cabbles), dan batu (boulders). Menurut Wentworth klasifikasi berdasar ukuran butir dapat disajikan dalam tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi ukuran butir sedimen menurut Wentworth

Klasifikasi Diameter partikel (mm)

Berangkal Sangat besar Besar Sedang Kecil 4096 – 2048 2048 – 1024 1024 – 512 512 – 256 Kerakal Besar Kecil 256 – 128 128 – 64

Koral (Kerikil besar)

Sangat besar Kasar Sedang Halus 64 – 32 32 – 16 16 – 8 8 – 4 Kerikil 4 – 2 Pasir Sangat besar Kasar Sedang Halus Sangat Halus 2 – 1 1 – 0,5 0,5 – 0,25 0,25 – 0,125 0,125 – 0,062

(30)

17 Klasifikasi Diameter partikel (mm)

Lumpur Kasar 0,062 – 0,031 Sedang Halus Sangat Halus 0,031 – 0,016 0,016 – 0,008 0,008 – 0,004 Lempung Kasar Sedang Halus Sangat Halus 0,004 – 0,002 0,002 – 0,001 0,001 – 0,0005 0,0005 – 0,00024 Sumber : Muhammad Arsyad Thaha (2006)

D. Penggelontoran Sedimen Dengan Metode Flushing 1. Definisi Flushing

Prinsip dari metode penggelontoran sedimen dengan energi potensia air waduk (flushing) adalah mengeluarkan sedimen dengan mengambil manfaat energi hidrolik akibat beda tinggi antara muka air di depan dan belakang bendungan, untuk mensuplai energi pada sediment flushing system.

Berdasarkan permasalahan metode fluidasi dengan menggunakan

aliran permukaan, maka di coba dikembangkan metode flushing conduit sebagai alternatif solusi dengan tanpa aliran permukaan. Metode flushing counduit atau pengurasan melalui pipa dengan memanfaatkan fluktuasi tekanan untuk mengusik endapan sedimen sehingga terfluidasi, dan selanjutnya terhisap ke dalam pipa melalui lubang kecil kemudian terjadi transpor endapan sedimen dalam pipa atau pengurasan ke tempat yang lebih dalam maupun terbawah pasang surut untuk di alirkan ke daerah yang lebih dalam atau landai.

(31)

18

2. Perbedaan Mekanisme kerja Fluidasi dengan flushing Conduit

Metode flushing conduit pada pemeliharaan alur adalah pengembangan metode fluidasi dengan dapat dilihat saling keterkaitan diperlihatkan pada tabel 2 berbedaan metode tersebut sebagai berikut:

Tabel 2. Perbedaan metode kerja fluidasi dengan flushing conduit

No. Metode Fluidasi Metode flushing conduit

1.

Mengendalikan aliran permukaan mengalirkan sedimen ke daerah yang lebih dalam

Mengendalikan aliran dalam pipa untuk menggelontorkan sedimen ke daerah lebih dalam

2.

Mengandalkan pancaran jet melalui lubang perforasi untuk mengusik dan mengangkat sedimen

Mengandalkan hisapan sedimen melalui lubang isap ke dalam pipa dan transpor sedimen dalam pipa

3.

Membutuhkan tekanan yang besar Membutuhkan tekanan fluktuaktif yang relatif besar.

4

Membutuhkan debit yang relatif besar

Membutuhkan debit yang relatif besar

5.

Sistem pengaliran dilakukan dengan pengaliran bebas

Sistem pengaliran dilakukan dengan pengaliran bertekanan fluktuatuf

6.

Tekanan dsalam pipa harus lebih besar daripada di luar pipa

Tekanan dalam pipa harus lebih rendah dari pada luar pipa

Sumber : Amrullah (2011)

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Flushing

Efektif tidaknya hasil penggelontoran sedimen (flushing) dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut :

a) Dimensi dari Flushing outlet

b) Posisi dari Flushing outlet

c) Penampang waduk dan kecuraman dasar waduk

(32)

19 e) Lurus tidaknya waduk kearah outlet

f) Distribusi dan kepadatan sedimen

g) Ketersediaan air waduk untuk penggelontoran sedimen h) Frekuensi penggelontoran sedimen

i) Kondisi cathment area dari waduk.

E.Aliran Dalam Saluran Tertutup (PIPA)

1. Definisi Aliran Dalam dalam Saluran Tertutup (Pipa)

Konsep flushing conduit (pengurasan melalui pipa) adalah suatu sistem pemeliharaan alur dengan metode flushing yang menerapkan penggelontoran deposit sedimen ke daerah yang lebih dalam atau bagian hilir.

Aliran dalam pipa berfungsi untuk memindahkan fluida dari suatu tempat ke tempat yang lain. Pada umumnya fluida yang akan dipindahkan memiliki nilai kekentalan yang berbeda-beda. Nilai kekentalan ini sangat penting untuk diketahui agar dapat menentukan kebutuhan energi yng diperlukan.

Muchsin dan Subagyo (2011) Penelitian aliran dalam pipa (internal flow) dimulai seorang maha guru dari Jerman tahun 1850, Julius Weisbach meneliti pada hulu pipa, yang kemudian dilanjutkan oleh insinyur Perancis, Henry Darcy pada tahun 1857 yang melakukan eksperimen aliran pipa yang dikenal dengan persamaan Darcy-Weisbach. Kemudian Osborne Reynold melakukan eksperimen melalui pipa tahun 1883 yang memperlihatkan pentingnya Reynolds dalam aliran fluida.

Perbedaan mendasar antara aliran pada saluran terbuka dan saluran tertutup (aliran pada pipa) adalah adanya permukaan yang bebas dan (hampir

(33)

20 selalu) berupa udara pada saluran terbuka. Jadi seandainya pada pipa alirannya tidak penuh hingga masih ada rongga yang berisi udara maka sifat dan karaktersitik alirannya sama dengan aliran pada saluran terbuka (Kadoatie 2002: 215).

Dalam berbagai industri sebagian besar fluidanya mengalir pada pipa-pipa saluran tertutup (closed conduit flow). Masalah utama yang muncul antara lain:

a) Terjadinya gesekan pada dinding pipa.

b) Terjadinya turbulensi karena gerakan relatif dalam molekul fluida yang dipengaruhi oleh viskositas fluida itu sendiri dan bentuk pipa

c) Terjadinya kapasitas aliran yang semakin kecil pada daerah yang jauh dari sumber karena hambatan gesek pada aliran yang semakin membesar

Dari seluruh permasahan tersebut diatas dapat diduga bahwa faktor tekanan atau kerugian tekanan dapat mempengaruhi kinerja dan efisiensi pompa. Oleh karenanya diperlukan peninjauan lebih mendalam lagi pada bidang mekanika fluida terutama dinamika fluida untuk mengatasi permasalahan tersebut.

2. Mekanisme Kerja Pengaliran Dalam Pipa

Umumnya masalah jaringan pipa adalah rumit dan memerlukan penyelasaian coba-coba dengan menyeimbangkan rangkaian-rangkaian dasar secara bergantian sampai semua syarat-syarat aliran dipenuhi. Syarat-syarat berikut harus dipenuhi dalam jaringan pipa adalah :

a) Jumlah aljabar penurunan tekanan seputar tiap rangkaian harus sama dengan nol.

(34)

21 b) Persamaan Darcy-Weisbach, atau rumus gesekan eksponensial yang setara, harus dipenuhi untuk tiap pipa; yakni Pengaruh yang sesuai antara kerugian

tinggi tekan dan debit yang ada harus dipenuhi untuk pengaliran tiap pipa. c) Aliran ke tiap titik hubung harus sama dengan aliran yang meninggalkan titik.

3. Sifat-sifat Aliran dalam Pipa

dalam suatu aliran yang melewati sistem atau instalasi pipa akan terjadi suatu hambatan aliran dimana hambatan tersebut disebabkan faktor-faktor bentuk instalasi. Hambatan tersebut dapat menyebabkan turunnya energi dari fluida tersebut yang sering disebut dengan kerugian tinggi tekanan (head loss) atau penurunan tekanan (pressure drop) yang disebabkan oleh pengaruh gesekan fluida (friction losses) dan perubahan pola aliran yang terjadi karena fluida harus mengikuti bentuk dari dindingnya.

4. Klasifikasi Aliran dalam Pipa

Debit adalah suatu bagian penting dalam suatu pengaliran tidak terkecuali pada aliran dalam pipa maupun saluran terbuka. Sehingga untuk menghitung besar debit dalam suatu pengaliran digunakan persamaan umum sebagai berikut:

Q = A.V...(1)

V = ...(2)

Dimana : Q = Debit aliran (m3/dtk)

A = Luas penampang aliran (m2)

(35)

22

5. Mengukur Kecepatan aliran zat cair

Prinsip stagnasi merupakan dasar dari tabung pitot yang digunakan untuk mengukur kecepatan aliran zat cair. Titik stagnasi terjadi pada ujung bukaan pipa yang mendatar dan tekanannya akan lebih besar dari tekanan zat cair disekitarnya sebesar tinggi kecepatan V2 / 2g, yang ditunjukkan oleh kenaikan zat cair didalam tabung. Sehingga (Triatmodjo B, 2008)

V=

...(3)

=

...(4) Dimana: s = tekanan stagnasi (kg/cm2)

= tekanan statis (kg/cm2) h = Tinggi pitot (cm)

g = Percepatan gravitasi (m/s2)

6. Persamaan Hukum Bernoulli Tekanan Dalam Pipa

Asas Bernoulli menyatakan bahwa “ Pada pipa yang mendatar (horizontal) , tekanan fluida paling besar adalah pada bagian kelajuan alirnya paling kecil, dan tekanan paling kecil adalah pada bagian yang kelajuan alirnya paling besar. Pernyataan ini dikemukakan pertama kali oleh Daniel Bernoulli

(1700-1782), sehingga dikenal sebagai asas Bernoulli.

Hukum Bernoulli menyatakan bahwa jumlah tekanan ( ), energy

kinetic persatuan volume (1/2 dan energy potensial per satuan volum ( memiliki nilai yang sama pada aliran fluida tersebut.

(36)

23 Gambar 6. Hukum Bernoulli pada saluran tertutup (sumber : Qisthy.w, 2012)

7. Aliran Laminer dan Turbulen

Secara garis besar pola aliran dalam pipa terbagi menjadi tiga, yaitu: laminer, turbulen, dan transisi (antara aliran alminer dan turbulen). Pola aliran sangat berpengaruh pada sifat dari aliran.

Gambar 7. Percobaan Reynolds tentang Aliran laminar (a) dan Aliran turbulen (b) pada saluran tertutup (pipa)

Aliran laminer adalah suatu aliran dimana gaya kekentalan relatif sangat besar dibandingkan dengan gaya kelembaban, sehingga aliran dikuasai oleh pengaruh kekentalan. Pada aliran laminer, fluida bergerak secara teratur. Profil kecepatan dari aliran laminer tidak terjadi pencampuran antara garis arus yang satu dengan yang lainnya. Pola aliran ini disebut laminer karena terlihat seperti gabungan dari lembaran fluida (laminer) yang saling bergeser.

Aliran turbulen dicirikan oleh kecepatan fluida yang berfluktuasi secara acak dan aliran yang bercampur pada level makroskopik. Pada aliran turbulen, fluida tidak bergerak pada suatu garis arus yang halus dan kecepatan fluida berubah secara acak terhadap waktu.

(37)

24 Perbedaan antara aliran laminer dan turbulen pertama kali dikalrifikasikan oleh Osborne Reynolds pada tahun 1883. Reynolds melakukan percobaan dengan menyuntikkan zat pewarna pada air yang mengalir dalam pipa. Pada laju aliran yang rendah, zat pewarna mengalir secara teratur dan tidak tercampur hingga ke hilir. Pada laju aliran yang lebih tinggi, zat pewarna tercampur pada seluruh bagian dari pipa.

Menurut hasil percobaan Reynold, untuk membedakan apakah aliran itu turbulen atau laminer dapat menggunakan bilangan tak berdimensi yang disebut dengan bilangan Reynold. Bilangan ini dihitung dengan persamaan berikut:

Re=

=

...(5)

Dimana : Re = Bilangan Reynold (tak berdimensi)

V = Kecepatan rata-rata (ft/s atau m/s) D = Diameter pipa (ft atau m)

V = Viskositas kinematik (m2/s)

Sifat aliran dalam pipa bergantung pada bilangan Reynolds. Untuk aplikasi pada bilangan teknik, batas atas aliran lamier biasanya diambil pada bilangan Reynolds 2300. Apabila bilangan Reynolds lebih dari 4000, maka aliran dianggap turbulen. Untuk bilangan Reynolds di antara 2300 dam 4000, aliran tidak dapat diprediksi dan biasanya berubah-ubah sifat antara laminer dan turbulen. Aliran ini biasa disebut aliran transisi.

(38)

25

8. Kehilangan Energi Mayor Dalam Pipa (Gesek)

Aliran fluida yang melalui pipa akan selalu mengalami kehilangan energi. Hal ini disebabkan oleh gesekan yang terjadi antar fluida dengan dinding pipa atau perubahan kecepatan yang dialami oleh aliran fluida.

Kehilangan energi akibat gesekan dapat dihitung dengan menggunakan rumus Darcy-Weisbach, yaitu:

h

L

=

...(6)

Dimana : hL = Kehilangan energy karena gesekan (m)

=

Koefisien gesekan Darcy-Weisbach (diperoleh dri grafik moody) L = Panjang pipa (m)

D = Diameter pipa (cm) V = Kecepatan aliran (m/dtk)

g = Percepatanv gravitasi (m/s2)

Gambar 8. Diagram Moody (Sumber: Triatmodjo B, Hidraulik II. Beta Offset. Yogyakarta 1993

(39)

26

Tabel 3. Nilai kekasaran dinding untuk berbagai pipa komersial Pipa Material Equivalent Roughness,

ϵ

(ft)

Hazen - Williams Coefficient, C

Brass, Copper, Aluminium 3.3 × 10-6 140

PVC, Plastic 5 × 10-6 150 Cast Iron - - New 8.0 × 10-4 130 Old - 100 Galvanized Iron 5.0 × 10-4 120 Asphalted Iron 4.0 × 10-4 - Wrought Iron 1,5 × 10-4 -

Commercial and Welded

Steel 1,5 × 10 -4 120 Riveted Steel 60,0 × 10-4 110 Concrete 40,0 × 10-4 130 Wood Stave 20,0 × 10-4 120

Sumber: Ram S. Gupta. Hydrology and Hydraulic Systems, Prentice Hal. London. 1989 Chapter 11,hal. 550

Diagram moody telah digunakan untuk menyelesaikan permasalahan aliran fluida didalam pipa dengan menggunakan factor gesekan pipa (f) dari rumrs Darcy-Weisbach. Utuk dapat menentukan besarnya nilai f dari diagram Moody harus diketahui besarnya bilangan Reynolds dan perbandingan antara kekasaran dinding pipa dan diameter pipa tersebut (

ϵ

/D). Nilai kekasaran dinding pipa diberikan pada tabel 3.

9. Kehilangan Tinggi Tenaga Pada Lapisan Sedimen

Kecepatan aliran pada sumbu jet sama dengan kecepatan jet dilubang. Tinggi Z1 sangan dipengaruhi oleh turbulensi dan gesekan antara jet dengan fraksi solid dan fluida yang ada disekitar. Pada fenomena antara fluidasi dan flushing tinggi Z1 relatif kecil karena gesekan sedimen disekitarnya sehingga dapat dianggap tidak signifikan terhadap ketebalan sedimen. Dengan demikian beban sedimen yang diperhitungkan dapat berbentuk silinder sehingga db dan bediameter

(40)

27 dc kehilangan tingggi tenaga oleh lapisan sedimen selanjutnya dapat ditentukan dengan meninjau keseibangan gaya vertical antara gaya keatas (

.g.h.A) dengan

berat sedimen dalam air (db(1 -

ɛ

)A( s – )/

. kebutuhan tinggi tenaga akibat

kehilangan tersebut dapat disimpulkan seperti berikut: (Thaha, 2006).

H

bc

=

=

...(7) Dimana: hbc

=

kehilangan tinggi tenaga akibat lapisan sedimen (cm)

db

=

ketebalan sedimen (cm)

rapat massa air s = rapat massa sedimen = porositas sedimen

g = percepatan gravitasi (m/dtk2)

Kehilangan tinggi tekanan pada flushing conduit dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya adalah: kehilangan tinggi tekanan akibat gesek dalam pipa (HL) pers. (6), kehilangan tinggi tekanan pada lubang pipa isap (Hm) pers. (11) dan kehilangan tinggi tenaga akibat lapisan sedimen (Hbc) pers. 7, sehingga menjadi persamaan sebagai berikut:

Ht= ( ) ( ) ...(8) Tekanan zat cair pada suatu titik dengan kedalaman h. biasanya untuk mengukur tekanan digunakan tekanan atmosfer sebagai referensi, sehingga pada persamaan dibawah ρɑ adalah nol.

(41)

28 Persamaan diatas dapat disederhanakan menjadi:

he =

...(10)

dimana: p = Tekanan zat cair (kg/m2) h = Tinggi tekanan (m)

= Berat jenis air (kg/m3) = Rapat massa (kg/f/ m3) g = Percepatan grafitasi (m/

10. Kehilangan tekanan sekunder dalam pipa

Selain kehilangan energy karena gesekan dengan dinding pipa, selama pengalirannya, air kehilangan energy karena harus membelok sehingga terjadi turbulensi. Demikian pula jika air melalui penyempurnaan dan pembesaran secara tiba-tiba.

Kehilangan energy ditempat-tempat tersebut mungkin saja jauh lebih besar dibandingkan dengan kehilangan energy akibat gesekan dengan pipa.pada kondisi lain, saat pipa sangat panjang kehilangan energy monitor atau sekunder mungkin menjadi tidak signifikan terhadap kehilangan energy utama. Kehilangan energy monitor dalam bahasa matematika ditulis sebagai (kelas D., 2009)

Hm

=

...(11)

Dimana:

=

koefisien kehilangan tinggi energy pada lubang masuk pipa (m), diambil

=

0,04untuk lubang masuk ujung bulat radius kecil.

V = kecepatan aliran (m/dtk2) g = percepatan gravitasi (m/dtk2)

(42)

29

F.Aliran Sedimen Dalam Pipa (flushing conduit) 1. Masuknya Sedimen Ke Dalam Pipa

Penyebab utama masuknya sedimen ke dalam pipa (flushing conduit)

adalah sebagai berikut :

a) Tipe lubang yang merupakan bukaan langsung pada dinding pipa flushing conduit memudahkan sedimen mengalami keruntuhan masuk ke dalam pipa karena berat sendiri, tekanan hisap dan diameter lubang relatif besar.

b) Aliran arus balik masuk ke dalam pipa melalui lubang isap saat tekanan dikejutkan dan terjadi fluktuasi. Proses ini terjadi apabila tekanan di dalam pipa lebih rendah daripada di luar pipa.

2. Prinsip Dasar Transpor Sedimen Dalam Pipa

Menurut (Mardjikoen, 1987) transpor sedimen adalah perpindahan tempat bahan sedimen granuler (non kohesif) oleh air yang sedang mengalir, dan gerak umum sedimen adalah searah aliran air.

Transpor sedimen dalam pipa diperlukan dalam bidang pemindahan endapan lumpur dan pengerukan (dredging). Manfaat sistem ini dalam kedua

bidang tersebut adalah untuk memindahkan sedimen/endapan pada minimum head

loss tanpa pengendapan. Aspek penting dari syistem ini adalah bagaimana memprediksi head loss dan kecepatan minimum atau kecepatan kritis agar supaya pipa terhindar dari pengendapan. (Amrullah, 2010)

Faktor-faktor yang menetukan transpor sedimen adalah sebagai berikut: 1) Sifat-sifat aliran air (flow characteristics)

(43)

30 3) Pengaruhnya timbal balik antara sifat aliran air dan sifat sedimen (interection)

Dalam desain transpor sedimen dalam Pipa, dua jenis regime aliran yang dihindari yaitu:

a) Stationary bed regime karena ini tidak akan menghasilkan transpor zat padat apapun.

b) Moving bed regime sebab jika dibawah kondisi normal, regime ini

(44)

31

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar pada bulan Desember 2017 sampai April 2018.

B. Alat dan Bahan

Secara umum alat dan bahan yang digunakan untuk merangkai dan melengkapi model flushing conduit dalam pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut :

1) Alat

a) Pipa PVC 2 inchi sebagai penghantar sedimen yang diuji

b) Peralatan pemeriksaan sedimen hasil gelontoran seperti; timbangan, cawan, saringan dan gelas ukur

c) Peralatan bengkel seperti mesin pemotong, gerinda, hammer d) Pipa Isap ¼ inchi (1.2 cm)

e) Pompa air (Alkon) 2 inchi berfungsi sebagai pemompa air dari bak penampungan

f) Stopwatch untuk menghitung waktu yang digunakan pada pengukuran debit

g) Las untuk pembuatan pintu Thomson dan tali atau benang sebagai pemandu dalam pembuatan model

(45)

32 h) Flow watch untuk mengukur kecepatan aliran yang akan masuk kedalam

pipa flushing conduit

i) Kertas A4 dan alat tulis untuk mencatat pengambilan data awal pada saat uji model

j) Kamera digital berfungsi mengambil dokumentasi penelitian

k) Cangkul dan sekop untuk pengambilan sedimen yang akan diuji

l) Mistar dan Rol meter untuk mengukur ketinggian sedimen dan panjang pipa yang digunakan dalam penelitian.

2) Bahan

a) Sedimen sebagai model percoban, sedimen yang digunakan adalah

sedimen type sedang.

b) Bak air untuk suplay, bak sirkulasi, dan bak disertai saringan untuk sedimen

c) Air untuk mengamati jenis aliran dalam pipa.

C. Jenis Penelitan dan Sumber Data

1. Jenis penelitian

Jenis penelitan yang digunakan adalah eksperimental, dimana penelitian tersebut dibuat dan dirancang sendiri oleh peneliti dengan berpedoman pada literatur-literartur yang berkaitan dengan flushing conduit, serta adanya kontrol dengan tujuan untuk mengetahui sebab akibat dari penggelontoran sedemen serta berapa besar pengaruh penggelontoan terhadap variasi sedimen.

(46)

33

2. Sumber Data

Pada penelitian ini akan digunakan dua (2) sumber data antara lain sebagai berikut:

a) Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari hasil simulasi model fisik di laboratorium

b) Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari literatur dan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya baik yang telah dilakukan di laboratorium maupun ditempat lain (lapangan) yang berkaitan dengan penelitian tentang pengglontoran sedimen flushing conduit.

D. Variabel yang diteliti

Pada penelitian ini akan menggunakan dua Variabel, yaitu : 1) Variabel bebas yaitu variabel penyebab (Independent Variables)

a) Panjang pipa isap (l) b) Waktu (t)

c) Jenis sedimen d) Diameter lubang (d) e) Panjang pipa (L) f) Ketebalan sedimen (H)

2) Variabel terikat atau Variabel tergantung (Dependent Variables)

a) Volume gelontor (Vg)

b) Debit (Q)

(47)

34 d) Tekanan dalam pipa (P)

e) Tinggi pitot (h)

E. Tahap Penelitian

1) Tahap pertama : Studi literatur

Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengumpulkan informasi-informasi yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti (flushing conduit). Sehingga dapat diketahui keadaan atau kedudukan masalah tersebut secara teoritas.

2) Tahap kedua : Perancangan Model

Sebelum pembuatan model dilakukan terlebih dahulu merancang rencana model yang sesuai dengan rencana penelitian yang akan digunakan nantinya dalam pengambilan data.

PIPA ISAP TAMPUNGAN SEDIMEN PENANGKAP SEDIMEN BAK OUTLET ALIRAN BAK OU TL ET A L I R A N BUKAAN KATUP POMPA INLET PIPA SPIRAL PIPA SIRKULASI PINTU THOMSON PITOT MANOMETER 2.3 m POMPA SIRKULASI 2.0 m 5.0 m 0.5m 3.5 m 1.5 m 1.7 m

(48)

35 PIPA ISAP 2.5 cm PIPA ISAP 1.5 cm PIPA ISAP 0.5 cm TANAH URUGAN PASIR

PIPA 2 INCHI SEDIMEN

3) Tahap ketiga : Pelaksanan dan Pembuatan Model

Selanjutnya pelaksanaan dan pembuatan model penlitian merupakan hal penting dalam penelitian uji eksperimental guna mengambil data dari hasil uji coba nantinya.

4) Tahap Keempat : pengambilan data awal

Pengambilan data dilakukan untuk menarik kesimpulan dari hasil uji coba model untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian.

BAK OUTLET ALIRAN POMPA INLET BAK OUTLET ALIRAN PENANGKAP SEDIMEN TAMPUNGAN SEDIMEN POMPA SIRKULASI

Gambar 11. Rancangan model Pipa Hisap & Potongan Melintang flushing conduit Gambar 10. Rancangan model Flushing Conduit (tampak samping)

(49)

36 5) Tahap kelima : Analisis dan Pembahasan

Setelah pengambilan data sudah dilakukan selanjutnya analisis dan pembahasan data untuk mengolah data menjadi suatu informasi sehingga karakteristik data tersebut bisa dipahami dan bermanfaat yang nantinya bisa dipergunakan dalam mengambil kesimpulan.

6) Tahap keenam : Penyusanan Laporan hasil penelitian

Laporan penelitian bertujuan untuk memberitahukan kegiatan penelitian mulai dari proses peneltian sampai hasil akhir. Selain itu tujuan laporan penelitian adalah mengungkapkan sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian baik secara umum maupun secara khusus.

F.Prosedur Penelitan

Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah :

1) Persiapan area pembuatan model di laboratorium serta persiapan alat dan bahan.

2) Alat dan bahan disusun serta dirangkai sesuai dengan bentuk dan ukuran yang telah ditentukan dalam perancangan model.

3) Percobaan awal dilakukan untuk mengetahui kisaran variabel dan kemampuan

alat. Selanjutnya dilakukan running atau pengujian sesuai dengan variasi yang direncanakan.

4) Menjalankan pompa air untuk mengalirkan air dalam pipa.

5) Pengamatan kondisi sedimen dimulai terhisap sedimen dan menjalankan stop watch untuk mencatat waktu dan membaca tekanan yang terjadi.

(50)

37 6) Dari hasil percobaan harus dicatat adalah waktu (T), tekanan serta volume

sedimen yang tergelontor.

7) Setelah variasi dan pembacaan tekanan selesai, selanjutnya mengukur besarnya sedimen yang tergelontor.

8) Hasil pengukuran sedimen yang tergelontor menjadi data jumlah sedimen endapan yang tergelontor.

9) Prosedur ini dilakukan dengan beberapa kali percobaan dimulai dari panjang pipa isap 0,5 cm, 1,5 cm dan 2,5 cm untuk dijadikan bahan perbandingan.

G. Pengambilan Data

Hal penting dalam penelitian adalah pengambilan data. Pada dasarnya data yang diambil adalah data yang akan digunakan sebagai parameter dalam analisa. Data-data yang telah diukur saat penelitian berjalan, langsung dapat diinput pada format pengambilan data.

H. Analisa Data

Dari data laboratorium kemudian diolah sebagai bahan analisa hasil kajian sesuai dengan tujuan dan sasaran penelitian. Data yang diolah adalah data yang relevan yang dapat mendukung dalam menganalisa data penelitian, antara lain :

a) Konversi satuan kilopascal (kPa) ke kg/cm2 pada pembacaan manometer. 1 kPa = 0,0102 kg/cm2

b) Perhitungan kecepatan aliran pada tabung pitot

(51)

38 c) Perhitungan besar debit teoritis

d) Perhitungan kecepatan aliran teoritis

e) Perhitungan tipe aliran dengan menggunakan bilangan Reynold (Re)

f) Perhitungan kehilangan tinggi tekanan akibat gesek dalam pipa

g) Perhitungan kehilangan tinggi tekanan pada lubang isap

h) Perhitungan kehilangan tinggi tenaga akibat lapisan sedimen

i) Perhitungan kehilangan tinggi tenaga total

j) Perhitungan tekanan pada suatu titik

k) Perhitungan perubahan tinggi tekanan

(52)

39

I. Flow chart Penelitian

Tidak

Tidak

Gambar 12. Flow chart penelitian Alat Mulai Persiapan Bahan SDM Pembuatan model a) Panjang pipa isap

b) Waktu c) Jenis sedimen d) Diameter lubang e) Bukaan katub a) Volume gelontor b) Debit c) Kecepatan aliran d) Tekanan e) Tinggi pitot Running awal Kalibrasi Pengumpulan Data Cek

Analisis data dan Pembahasan

a) Mekanisme penggelontoran dengan sistem flushing conduit b) Pengaruh variasi panjang pipa isap terhadap volume gelontor c) Pengaruh variasi bukaan katup terhadap volume gelontor d) Pengaruh variasi bukaan katup terhadap tekanan

e) Pengaruh waktu terhadap volume gelontor

Hasil Akhir/Laporan

Selesai Ya Ya Cek

(53)

40

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Hasil Penelitian

Deskripsi data yang akan disajikan dari hasil penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran secara umum mengenai penyebaran data yang diperoleh di laboratorium.

Data-data yang diperoleh dari hasil percobaan di laboratoium adalah untuk mengetahui jumlah sedimen yang tergelontor terhadap variasi panjang pipa isap. Sebelum pengambilan data dimulai terlebih dahulu dilakukan running pendahuluan (running awal), Tujuan dilakukan running pendahuluan (running awal) adalah untuk mendapatkan data yang ideal dengan maksud agar data yang diperoleh nantinya bisa semaksimal mungkin dan untuk menentukan debit pembanding dengan debit yang masuk pada saluran pipa Flushing Conduit. Setelah running pendahuluan (running awal) selesai, maka pengambilan data penggelontoran sedimen dapat dimulai.

Hasil dari pengambilan data penggelontoran sedimen dapat disajikan dalam beberapa tabel yaitu:

1) Data running awal. 2) Data untuk debit Q1. 3) Data untuk debit Q2. 4) Data untuk debit Q3.

(54)

41 No Bukaan Katup (Bk) Bukaan pintu Tinggi Air (h) (cm) Tinggi Pitot (h) (cm) Tekanan (P) (kg/c ) Koefisien Debit (Q) /dtk) Q1 Q2 Q3 1 45 0.0853 12.3333 0.0584 1.4084 0.0030 0.0030 0.0051 0.0079 2 3 4 0.1057 12 0.0609 1.3968 0.0051 5 6 7 0.1263 12.3333 0.0623 1.3884 0.0079 8 9 10 60 0.0853 34.6667 0.0645 1.4084 0.0030 11 12 13 0.1057 35 0.0668 1.3968 0.0051 14 15 16 0.1263 34.6667 0.0687 1.3884 0.0079 17 18 19 90 0.0853 82.6667 0.0175 1.4084 0.0030 20 21 22 0.1057 80.6667 0.0733 1.3968 0.0051 23 24 25 0.1263 81.7778 0.0753 1.3884 0.0079 26 27

Sumber data : Hasil penelitian

(55)

42

Tabel 5. Pengambilan Data Untuk Debit Q1 = 0.0030 /dtk.

No Debit (Q) /dtk Waktu (t) (menit) Panjang Pipa Isap (cm) Diameter Lubang (Df) (mm) Jarak Lubang (a) (cm) Bukaan Katub (BK) Tebal Sedimen (db) (cm) Volume Gelontor (Vg)/( ) Pengukuran Tekanan (P) (kg/c ) Tinggi Air Pitot (h) (cm) Kecepatan Aliran (V) (m/dtk 1 0.0030 3 0.5 1.2 20 45 30 0.0038 0.0680 13.0000 1.5946 2 3 4 1.5 0.0035 0.05542 12.3333 1.5553 5 6 7 2.5 0.0032 0.05168 12.3333 1.5544 8 9 10 6 0.5 0.0050 0.06834 12.3333 1.5536 11 12 13 1.5 0.0042 0.0585 12.0000 1.5335 14 15 16 2.5 0.0041 0.0558 12.0000 1.5335 17 18 19 9 0.5 0.0073 0.06902 12.6667 1.5782 20 21 22 1.5 0.0064 0.06052 12.0000 1.5335 23 24 25 2.5 0.0060 0.0575 12.0000 1.5316 26 27

(56)

43

Tabel 6. Pengambilan Data Untuk Debit Q2 = 0.0051 /dtk. No Debit (Q) /dtk Waktu (t) (menit) Panjang Pipa Isap (cm) Diameter Lubang (Df) (mm) Jarak Lubang (a) (cm) Bukaan Katub (BK) Tebal Sedimen (db) (cm) Volume Gelontor (Vg)/( ) Pengukuran Tekanan (P) (kg/c ) Tinggi Air Pitot (h) (cm) Kecepatan Aliran (V) (m/dtk 1 0.0051 3 0.5 1.2 20 60 30 0.0039 0.0731 35.0000 2.6203 2 3 4 1.5 0.0037 0.06426 34.6667 2.6076 5 6 7 2.5 0.0036 0.0578 33.6667 2.6076 8 9 10 6 0.5 0.0056 0.0748 35.3333 2.5698 11 12 13 1.5 0.0053 0.06698 35.0000 2.6329 14 15 16 2.5 0.0047 0.05848 34.6667 2.6079 17 18 19 9 0.5 0.0082 0.07548 36.0000 2.6577 20 21 22 1.5 0.0075 0.06834 34.3333 2.5950 23 24 25 2.5 0.0071 0.06086 34.3333 2.5952 26 27

(57)

44

Tabel 7. Pengambilan Data Untuk Debit Q3 = 0.0079 /dtk.

No Debit (Q) /dtk Waktu (t) (menit) Panjang Pipa Isap (cm) Diameter Lubang (Df) (mm) Jarak Lubang (a) (cm) Bukaan Katub (BK) Tebal Sedimen (db) (cm) Volume Gelontor (Vg)/( ) Pengukuran Tekanan (P) (kg/c ) Tinggi Air Pitot (h) (cm) Kecepatan Aliran (V) (m/dtk 1 0.0079 3 0.5 1.2 20 90 30 0.0042 0.07956 85.6667 4.0993 2 3 4 1.5 0.0041 0.0731 82.6667 4.0270 5 6 7 2.5 0.0038 0.06188 79.6667 3.9534 8 9 10 6 0.5 0.0062 0.08058 85.000 4.0837 11 12 13 1.5 0.0059 0.0748 79.6667 3.9535 14 15 16 2.5 0.0053 0.0646 77.3333 3.8950 17 18 19 9 0.5 0.0084 0.0833 82.6667 4.0269 20 21 22 1.5 0.0079 0.07616 82.0000 4.0109 23 24 25 2.5 0.0077 0.0663 80.6667 3.9781 26 27

(58)

45 -20 0 20 40 60 80 100 120 P ers en L ol os (%) Diameter Saringan (mm) Nomor Saringan

No. 4 No. 8 No. 16 No. 30 No. 50 No. 100 No. 200

4.76 2.38 1.19 0.595 0.297 0.149 0.074

B.Analisis

1. Klasifikasi Analisa Sedimen

Sedimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah butiran pasir jeneberang, dengan hasil pemeriksaan ukuran butir dengan uji saringan dan gradasi ukuran butir yang disajikan pada table 8 dan gambar 13 berikut:

Tabel 8. Analisa Saringan Saringan No. Diameter (mm) Berat Tertahan (gram) Berat Kumulatif (gram) Persen (%) Tertahan Lolos 4 4,76 4 4 0,4 99,6 8 2,38 73 77 7,7 92,3 16 1,19 236 313 31,3 68,7 30 0,595 97 410 41 59 50 0,297 453 863 86,3 13,7 100 0,149 133 996 99,6 0,4 200 0,074 4 1000 100 0 Pan - 0 1000 100 0

Dari hasil data analisa saringan menunjukkan bahwa sedimen yang paling banyak tertahan berada pada klasifikasi pasir sedang yakni pada saringan nomor 30 dan saringan nomor 50.

(59)

46 Berdasarkan diameter sedimen yang didapatkan dari hasil analisa saringan, maka sedimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah termasuk pasir sedang berdasarkan klasifikasi ukuran butir sedimen menurut skala Wentworth. Dimana diameter partikel pasir sedang berada diantara (0,5 mm – 0,25 mm).

2. Pengolahan Data

Dari data laboratorium kemudian diolah sebagai bahan analisa hasil kajian sesuai dengan tujuan dan sasaran penelitian, antara lain :

a) Konversi satuan kilopascal (kPa) ke kg/cm2 pada pembacaan manometer. 1 kPa = 0,0102 kg/cm2

b) Perhitungan kecepatan aliran pada tabung pitot

c) Perhitungan besar debit pada pipa Flushing Conduit

d) Perhitungan bilangan reynold

(60)

47 e) Perhitungan kehilangan tinggi tekanan akibat gesekan dalam pipa

f) Perhitungan kehilangan tinggi tekanan pada lubang isap

g) Perhitungan kehilangan tinggi tenaga akibat lapisan sedimen

h) Perhitungan kehilangan tinggi tenaga total

i) Perhitungan tekanan pada suatu titik

j) Perhitungan perubahan tinggi tekanan

Untuk hasil perhitungan selanjutnya biasa dilihat pada tabel lampiran 1 sampai tabel lampiran 3.

Gambar

Gambar 1. Proses erosi hingga pengendapan sedimen.
Gambar 2. Proses Erosi-sedimentasi.
Gambar 3. Berkurangnya kapasitas waduk karena sedimentasi.
Gambar 4. Proses Sedimentasi Normal dan Sedimentasi dipercepat.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan survei awal yang peneliti lakukan melalui angket kepada mahasiswa Pendidikan Tata Niaga, Fakultas Ekonomi di Universitas Negeri Jakarta di peroleh

jumlah koksidia dalam stadium ookista yang tidak bersporulasi yang paling banyak ditemukan adalah. jenis

Artikel ini membahas 2 masalah pokok yaitu 1) Bagaimana perlindungan hukum yang diberikan oleh penyidik Polrestabes Surabaya terhadap anak sebagai korban kegiatan eksploitasi seks

Tesis dengan judul “ Risiko Keuangan Dan Tingkat Kesehatan Keuangan Bank Pada Perbankan Syariah Di Indonesia ” ini disusun untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat

 Dalam welfare state, hak kepemilikan diserahkan kepada swasta sepanjang hal tersebut memberikan insentif ekonomi bagi pelakunya dan tidak merugikan secara sosial,

Selama tahun 2017, Satuan Kerja Audit Intern Terintegrasi telah melaksanakan tugasnya dalam rangka memantau pelaksanaan audit intern pada masing-masing LJK dalam Konglomerasi

9.4 Berdasarkan fakta dan analisa, tidak ada perilaku anti persaingan yang mungkin menciptakan kerugian konsumen pasca pengambilalihan PD BPR LPK Garut Kota dan PD

Tanaman kedelai biasanya ditanam setelah panen padi yakni pada bulan April sampai dengan Juli.Varietas yang ditanam umumnya willis yang kadangkala ditanam secara