• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. METODE PENELITIAN"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

4.1. Jenis dan Sumber Data

Model keseimbangan umum memuat dua komponen utama yaitu data dasar dan sistem persamaan. Sumber utama data yang diperlukan untuk membangun data dasar adalah Tabel Input Output (I-O) dan Tabel Social Accounting Matrix (SAM) yang di Indonesia lazim disebut Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE). Untuk mengakomodir analisis dampak ekonomi pada tingkat wilyah, selain kedua sumber data tersebut kontstruksi data dasar juga membutuhkan data Tabel Output Antar Wilayah (Interregional Input-Output=IRIO). Penelitian ini menggunakan Tabel I-O versi update tahun 2003, Tabel SNSE tahun 2000 dan Tabel SNSE versi update tahun 2003 yang dipublikasiakan BPS (2005b, 2003 dan 2005c). Untuk mendapatkan data sektoral terperinci di tingkat wilayah digunakan Tabel IRIO tahun 2005 (BPS, 2007c).

Tabel I-O tahun 2003 memuat 66 sektor ekonomi sebagai hasil agregasi dari 175 sektor pada Tabel I-O tahun 2000. Tabel I-O yang digunakan adalah tabel atas harga produsen yang terdiri atas tabel nilai total, domestik dan impor. Pada ketiga tabel tersebut diperoleh data nilai transaksi antar sektor untuk input antara, nilai permintaan akhir, nilai margin perdagangan dan pengangkutan, input primer dan nilai sewa lahan dan kapital. Tabel IRIO tahun 2005 memuat agregasi 35 sektor atau 35 kelompok komoditi. Berdasarkan Tabel IRIO atas harga produsen dihitung pangsa output, investasi, ekspor dan pengeluaran pemerintah per sektor atau per komoditi untuk masing-masing daerah terhadap nasional. Keempat komponen ini diperlukan untuk mengetahui perubahan PDRB, kesempatan kerja dan upah masing-masing wilayah sebagai akibat peningkatan penyediaan infrastruktur pada saat simulasi dilakukan.

(2)

Data yang diperoleh dari Tabel SNSE tahun 2000 adalah: (1) nilai lahan dan kapital per rumah tangga dan (2) nilai transfer antar pemerintah dan rumah tangga. Kedua jenis data ini tidak tersedia pada Tabel SNSE versi update tahun 2003. Pada Tabel SNSE tahun 2003 itu sendiri diperoleh: (1) data nilai pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk total barang domestik dan impor per sektor; (2) jumlah tenaga kerja terampil (skill labor) dan tidak terampil (unskill labor) per sektor dan rumah tangga; (3) nilai lahan dan kapital per sektor; (4) nilai transfer antar rumah tangga; (5) nilai transfer bersih antar luar negeri dan rumah tangga; dan (6) nilai pajak pendapatan personal. Data lainnya yang diperlukan adalah nilai kapital variabel dan kapital tetap per sektor dan rumah tangga. Data ini tidak tersedia di dalam Tabel SNSE, karena itu digunakan data dasar model Wayang yang telah dikonstruksi oleh Wittwer (1999) untuk perekonomian Indonesia.

Konstruksi data dasar juga membutuhkan beberapa koefisien elastisitas dan parameter lainnya. Koefisien elastisitas yang diperlukan adalah elastisitas permintaan ekspor, elastisitas Armington, elastisitas substitusi faktor primer, elastisitas substitusi tenaga kerja, elastisitas upah dan elastisitas pengeluaran rumah tangga. Koefisien elastisitas ini diperoleh dari estimasi yang telah dilakukan pada konstruksi model recursive dynamic computable general equilibrium kerja sama Bank Mandiri dan FEM-IPB (Oktavian et al., 2007). Khusus untuk koefisien elastisitas pengeluaran rumah tangga diambil dari data Susenas.

Selain data untuk konstruksi data dasar, diperlukan data untuk mengestimasi fungsi produksi sektoral. Data tersebut terdiri atas Produk Domestik Bruto (PDB) versi agregasi 9 sektor atas dasar harga berlaku dan harga konstan beserta indeks deflatornya, angkatan kerja yang bekerja menurut lapangan usaha

(3)

versi 9 sektor, dan stok kapital tetap. Data tersebut diperoleh dari publikasi BPS berupa seri Indikator Ekonomi Indonesia, Pendapatan Nasional Indonesia, Statistik Indonesia dan Sakernas. Khusus data stok kapital tetap per sektor ekonomi diambil dari hasil estimasi Wicaksono dan Ariantoro (2003) periode 1960-2002. Kekurangan data pada periode 2003-2006 diproyeksi dengan menggunakan laju pertumbuhan rata-rata periode sebelumnya. Data stok kapital tingkat industri dihitung dengan menggunakan metode Perpeptual Inventory Methode (PIM). Penerapan metode ini dimungkinkan karena BPS telah mempublikasikan data penambahan dan pengurangan stok kapital tetap melalui seri Statistik Industri Besar dan Sedang. Tingkat penyusutan stok kapital diasumsikan sama pada setiap industri yaitu sebesar 5 persen per tahun. Perhitungan stok kapital awal tahun, dilakukan dengan menggunakan Capital Output Ratio (COR) yang nilainya diasumsikan sama dengan Increamental Capital Output Ratio (ICOR). Asumsi ini diterapkan mengingat BPS hanya melakukan perhitungan ICOR yaitu sektor industri pada tingkat klasifikasi ISIC dua digit.

Disamping koefisien elastisitas diperlukan beberapa parameter lainnya yaitu parameter investasi, koefisien stok kapital, tingkat pengembalian kapital bruto yang diharapkan, tingkat pengembalian kapital bruto normal, nilai dan trend rasio investasi terhadap kapital, nilai maksimum rasio investasi terhadap kapital, tingkat dan nilai depresiasi kapital, trend kesempatan kerja, dan sewa lahan per sektor. Perhitungan parameter-parameter tersebut membutuhkan data tambahan berupa data investasi PMDN dan PMA yang telah dipublikasikan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), disamping data yang telah disebutkan sebelumnya. Beberapa parameter yang tidak tersedia atau tidak dapat dihitung dari data yang ada, diambil dari studi sebelumnya yang relevan untuk diterapkan pada perekonomian Indonesia.

(4)

Penelitian ini juga memerlukan data yang berhubungan dengan perkembangan infrastruktur fisik berupa total panjang jalan aspal, kapasitas terpasang listrik, jumlah sambungan telepon tetap dan luas areal irigasi. Data ini masing-masing diperoleh dari publikasi BPS, PT PLN, PT Telkom dan Departemen Pekerjaan Umum serta publikasi Departemen Keuangan berupa Pengantar Nota Keuangan dan RAPBN. Data tersebut diperlukan untuk mengestimasian koefisien elastisitas produksi atas stok kapital infrastruktur.

4.2. Metode Pengolahan Data

Seluruh data yang telah dikumpulkan seperti yang telah disebutkan di atas, diolah lebih lanjut untuk menyediakan data dasar yang dibutuhkan dalam mengkonstruksi model CGE dan melakukan simulasi. Pengolahan data dilakukan secara bertahap dengan menggunakan beberapa program yaitu Excell, Microfit dan GEMPACK versi 8. Proses pengolahan data diawali dari penentuan dan pengklasifikasian jenis komoditi, industri, jumlah rumah tangga, sumber komoditi (domestik atau impor), jenis tenaga kerja dan input-input lainnya sesuai dengan kebutuhan penelitian. Setelah pengklasifikasian tersebut, selanjutnya dilakukan konstruksi data dasar menggunakan program Excell untuk menyediakan file.xls dan file.csv. Kedua data yang tersedia dalam bentuk file ini selanjutnya diolah dengan menggunakan program GEMPACK yang diawali dari konversi data ke dalam file.har. Konversi ini dilakukan dengan menggunakan program MODHAR serta file Modraw.inp, file Dgscale.inp, dan Rawdata.bat. Agar file.har dapat digunakan dalam model CGE, kemudian dibuat file Tablo. Fiel Tablo tersebut selanjutnya dikonversikan ke dalam file.axs dan file.axt menggunakan file batch yaitu doconv.bat.

(5)

sektor-sektor yang terdapat pada tabel I-O dapat dipadukan dengan sektor-sektor yang ada pada tabel SNSE dan sektor-sektor penelitian. Data yang telah diagregasi diolah dengan dengan model CGE dalam bentuk sistem persamaan simultan. Program GEMPACK akan mentransformasikan sistem persamaan tersebut ke dalam sistem persamaan yang dapat dibaca oleh program komputer dengan menggunakan program Lahey Fortrand Compiler.

Program Microfit digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi sektoral yang variabel-variabel penjelasnya (explanatory variables) telah diperluas dengan input infrastruktur. Berdasarkan hasil estimasi ini akan diperoleh koefisien elastisitas keempat jenis input infrastrukur. Apabila masih terdapat kekurangan data, dilakukan penambahan menggunakan file.sti dan selanjutnya di-run dengan menggunakan program Modhar pada program GEMPACK. Pada tahap terakhir dibuat closure untuk melakukan simulasi. Closure memuat himpunan komponen variabel-varaiabel eksogenus, termasuk variabel yang akan diguncang (shock) dengan besaran peningkatan produktivitas sektoral yang telah disediakan. Closure untuk setiap skenario dibuat dalam file.cmf dan runing-nya dilakukan dengan menggunakan program Gensim yang terdapat pada program GEMPACK.

4.3. Pemilihan Alat Analisis

Penelitian ini semula dimaksudkan untuk menganalisis dampak alokasi dana pembangunan atau investasi pemerintah dan swasta dalam bidang infrastruktur terhadap kinerja ekonomi sektoral dan disparitas antar wilayah. Analisisnya lebih ditekankan pada peran investasi infrastruktur dari sisi permintaan, akan tetapi data dasar yang digunakan tidak dapat mengakomodir simulasi peningkatan investasi. Hal ini disebabkan penyusunan Tabel I-O di Indonesia dilakukan dengan pendekatan produksi. Pada pendekatan ini, investasi

(6)

setiap sektor merupakan nilai sisa ouput yang tidak terserap sebagai input antara atau permintaan akhir lainnya selain investasi. Akibatnya, sebagian besar sektor yang nilai outputnya tidak tersisa, nilai investasinya menjadi nol. Kolom investasi pada Tabel I-O 2003 (kolom 303) hanya terisi pada 11 sektor, yaitu peternakan; industri tepung dan sejenisnya; industri tekstil, pakaian dan kulit; industri kayu, bambu dan rotan; industri barang dari logam; industri mesin-mesin dan alat perlengkapan listrik; industri alat pengangkutan dan perbaikannya; industri lainnya; bangunan; perdagangan; dan jasa-jasa lainnya. Kekosongan investasi pada sebagian besar kolom 303 pada Tabel I-O, mengakibatkan keterkaitan investasi pada sebagian besar sektor dengan sektor lainnya terputus sehingga tidak dapat digunakan untuk mengguncang (shock) peningkatan infrastruktur bangunan pengairan, anggkutan darat, listrik dan telekomunikasi atau guncangan pada sektor jasa angkutan darat, listrik dan telekomunikasi.

Permasalah tersebut diatasi dengan melakukan perubahan analisis dari sisi permintaan ke sisi penawaran. Variabel pengamatan beralih dari pengeluaran investasi infrastruktur ke stok kapital infrastruktur. Wang (2002) mengemukakan bahwa stok kapital infastruktur mempengruhi pertumbuhan ekonomi melalui tiga cara. Pertama, infrastruktur menyumbang terhadap output secara langsung sebagai produk akhir berupa jasa yang dihasilkannya seperti jasa transportasi dan telekomunikasi. Kedua, infrastruktur berperan sebagai input antara yang meningkatkan secara tidak langsung produktivitas seluruh input lainnya dalam menghasilkan output. Tanah, tenaga kerja dan sok kapital fisik menjadi lebih produktif karena keberadaan investasi infrastruktur yang memfasilitasi pengangkutan barang atau penyediaan tenaga listrik. Ketiga, keberadaan eksternalitas positif, yang jika dimasukkan dalam perhitungan keputusan investasi dapat mempercepat pertumbuhan dalam jangka panjang.

(7)

Dari ketiga jalur tersebut, ketersediaan infrastruktur dalam studi ini ditempatkan sebagai salah satu input dalam proses produksi sektoral. Dilihat dari perannya sebagai input, ketersediaan infrastruktur tidak hanya berdampak terhadap aktivitas ekonomi melalui penggunaannya di dalam proses produksi, dampaknya juga timbul dari keberadaan eksternalitas positif yang melekat pada hampir seluruh jenis infrastruktur.

Perubahan analisis dari sisi permintaan atau analisis dampak investasi infrastruktur terhadap pertumbuhan jangka pendek, ke sisi penawaran atau peran infrastruktur terhadap pertumbuhan jangka panjang tidak hanya berimplikasi pada perubahan substansi aspek kajian tetapi juga berdampak pada pemilihan peralatan analisis yang digunakan. Untuk menangkap peran input infrastruktur terhadap berbagai sektor ekonomi, dilakukan pengestimasian fungsi produksi sektoral terlebih dahulu. Dalam hal ini, diasumsikan input infrastruktur berperan sebagai input pada seluruh sektor sehingga dimasukkan ke seluruh fungsi produksi sektoral, kecuali infrastruktur pengairan yang terbatas pada komoditas tanaman padi, tanaman pangan lainnya dan perikanan.

Berdasarkan hasil estimasi fungsi produksi, selanjutnya dihitung pangsa input infrastruktur terhadap produktivitas. Hasil perhitungan pangsa masing-masing input infrastruktur disuplai ke model CGE melalui closure yang telah dipersiapkan sebagai pengguncang (shock) peningkatan produktivitas masing-masing sektor untuk mengetahui dampak peningkatan infrastruktur terhadap kinerja perekonomian pada tingkat mikro (sektoral dan rumah tangga), makro dan regional. Melalui kombinasi pendekatan model ekonomi keseimbangan parsial dan keseimbangan umum diharapkan dapat menangkap peran infrastruktur sebagai input dalam proses produksi sektoral serta dampak lanjutannya terhadap dinamika ekonomi sektoral, rumah tangga, makro dan regional.

(8)

Cara yang sama telah dilakukan oleh Dumont (2000) untuk perekonomian Sinegal. Pada studi ini, Dumont menggunakan produktivitas total sebagai besaran pengguncang dengan mengasumsikan bahwa variasi produktivitas total bersumber dari perubahan penyediaan infrastruktur. Hal ini dilakukan mengingat infrastruktur pada studi ini hanya dilihat secara agregat pada fungsi produksi agregat. Berbeda dengan studi Dumont, pada studi ini besaran pengguncang yang digunakan adalah pangsa input masing-masing infrastruktur terhadap produktivitas sektoral. Hal ini dapat dilakukan mengingat infrastruktur yang dimasukkan dalam simulasi terdiri atas 4 jenis sehingga memungkinkan untuk memperoleh koefisien elastisitas masing-masing infrastruktur dan pangsanya terhadap produktivitas sektoral. Pangsa input setiap jenis infrastruktur lebih mencerminkan perannya masing-masing terhadap peningkatan produksi pada setiap sektor sehingga akan lebih representatif untuk mengamati dampak peingkatan penyediaan masing-masing infrastruktur terhadap kinerja perekonomian melalui model CGE.

4.3.1. Fungsi Produksi Sektoral

Pada berbagai studi sebelumnya, estimasi fungsi produksi untuk mengukur peran infrastruktur terhadap aktivitas perekonomian, dilakukan pada tingkat agregat dan sektoral seperti yang telah dikemukakan pada bab 2. Pada fungsi produksi agregat, total output dianggap sebagai fungsi dari total tenaga kerja dan stok kapital serta stok kapital publik sebagai representasi dari infrastruktur publik seperti yang dilakukan Munnel (1992), Holtz-Eakin dan Schwarrtz (1995) dan Baffes dan Shah (1998). Pada fungsi produksi sektoral, selain ketiga input tersebut juga dimasukkan input intermediate seperti yang dilakukan Morrizon dan Schwartz (1996) dan Hulten et al. (2003) untuk sektor industri manufaktur serta Mamatzakist (2003) untuk sektor pertanian.

(9)

Pada studi ini jumlah variabel yang dimasukkan ke fungsi produksi bervariasi sesuai dengan ketersediaan data pada masing-masing sektor. Variabel input konvensional yang dimasukkan ke model adalah nilai riil stok kapital (SKR) dan jumlah tenaga kerja (JTK). Variabel infrastruktur direpresentasikan oleh panjang jalan (PJL) atau panjang jalan beraspal (PJA), kapasitas terpasang listrik (KTL), jumlah sambungan telepon tetap (STT) dan luas irigasi (LIR). Pada fungsi produksi tanaman padi ditambahkan variabel luas lahan (LAP) dan dua variabel input antara yaitu jumlah pupuk PUP) dan pestisida (PES). Hal yang sama juga dilakukan pada kelompok sektor industri pengolahan dengan menambahkan variabel input antara jumlah bahan baku (JBB), sementara variabel kapasitas terpasang listrik digunakan secara bergantian dengan pengeluaran untuk energi listrik (LIS). Pada sektor pertanian lainnya, sektor pertambangan dan penggalian dan sektor jasa-jasa digunakan fungsi produksi sektoral dengan menambahkan tiga input infrastruktur (selain irigasi) terhadap variabel jumlah tenaga kerja dan stok kapital.

Penambahkan input kapital infrastruktur terhadap input stok kapital dan tenaga kerja, menghasilkan spesifikasi dasar fungsi produksi sektoral sebagai berikut: ) , , (AK L G f Y = ...(4.1) dimana: Y=output, K= stok kapital, L=tenaga kerja, dan G= stok kapital infrastruktur (panjang jalan atau panjang jalan beraspal, kapasitas terpasang listrik, jumlah sambungan telepon dan luas areal irigasi).

Pada formulasi fungsi produksi Cobb-Douglas, persamaan 4.1 dapat ditransformasikan melalui proses logaritma ke bentuk persamaan liner sebagai berikut:

(10)

u G L K A Y =ln + ln + ln + ln + ln α β γ ...(4.2)

Persamaan 4.2 dapat diestimasi dengan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Squares=OLS) untuk memperoleh koefisien elastisitas produksi seperti ditunjukkan oleh α, β, dan γ. Koefisien ini, masing-masing adalah elastisitas produksi terhadap perubahan stok kapital, tenaga kerja, input antara dan stok kapital infrastruktur, sedangkan μ=unsur kesalahan pengganggu (error term). Apabila asumsi constant return to scale ditiadakan, penjumlahan koefisien elastisitas output tidak harus bernilai satu. Persamaan 4.2 dapat diderivasikan terhadap unsur waktu sehingga menghasilkan persamaan berikut.

t G t L t K t A t Y ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ = ∂ ∂ln ln ln ln ln γ β α ...(4.3)

Persamaan 4.3 menunjukkan laju pertumbuhan masing-masing variabel baik output maupun input, sehingga dapat ditformulasikan kembali menjadi persamaan berikut:1 G G L L K K A A Y Y=+α+β+γ...(4.4)

Persamaan 4.4. menunjukkan bahwa pertumbuhan output masing-masing sektor selama periode pengamatan disumbangan oleh pertumbuhan masing-masing input dan faktor residual yang diidentifikasi sebagai pertumbuhan produktivitas total (total factor productivity=TFP) atau kemajuan teknologi dalam model pertumbuhan agregat Solow. Pangsa masing-masing input terhadap produktivitas sektoral ditunjukkan oleh hasil kali koefisen elastisitasnya (kenaikan produktivitas sebagai akibat kenaikan input) dengan laju pertumbuhan masing-masing input. Jadi pangsa input infrastruktur terhadap produktivitas sektoral adalah elastisitas produksinya (γ) dikali dengan pertumbuhannya (rG). Apabila setiap jenis

1 Lihat misalnya Barro RJ and Sala-i-Martin. 2004. Economic Growth. Second edition. The MIT Press Cambridge, Massachusetts. London.

(11)

infrastruktur dimasukkan ke fungsi produksi masing-masing sektor akan diperoleh pangsanya terhadap pertumbuhan seluruh sektor. Angka inilah yang akan dijadikan sebagai besaran pengguncang (shock) produktivitas sektoral pada closure model CGE.

4.3.2. Model Ekonomi Keseimbangan Umum

Model CGE menggambarkan keadaan ekonomi seperti apa adanya, tidak menggambarkan apa yang seharusnya terjadi. Pertanyaan yang dapat dijawab dalam model berkenaan dengan keinginan untuk mengetahui bagaimana dampak suatu perubahan atau kebijakan dari kondisi yang ada atau berdasarkan fakta yang telah terjadi sesuai dengan data yang tersedia. Model tidak menjawab pertanyaan mengenai apa yang seharusnya terjadi sesuai dengan yang dikehendaki, jika dilakukan suatu perubahan atau kebijakan tertentu. Model CGE didasari oleh optimasi perilaku agen-agen ekonomi yang meliputi industri, rumah tangga dan pemerintah, bukan optimasi model itu sendiri.

Model CGE sangat besar dan kompleks, bila dilihat dari jumlah data dan informasi lainnya yang diperlukan dan sistem persamaan yang membentuknya. Mengingat banyaknya data yang diperlukan, maka penjabaran konstruksi data dasar termasuk penyediaan koefisen elastisitas dan beberapa koefisien atau parameter lainnya seperti yang telah dikemukakan di atas akan dijelaskan secara lebih terperinci pada bab berikutnya. Pada bab ini hanya akan dikemukakan sistem persamaannya yang mencakup penentuan dan penyusunan notasi dan indeks dan penyusunan sistem persamaan sesuai dengan blok-bloknya. Data dasar yang telah disusun dan parameter-parameter sistem persamaan yang telah diperoleh diselaraskan melalui proses kalibrasi. Akhirnya, sebuah model CGE selalu ditutup dengan membentuk closure untuk melakukan guncangan (shock) sesuai dengan skenario simulasi yang akan dilakukan.

(12)

4.3.2.1. Struktur Model

Penelitian ini menggunakan model CGE dinamis rekursiv yang diperluas dengan ekstensi regional sebagaimana yang telah dilakukan oleh Wittwer (1999) dalam pengembangan model Wayang dari model aslinya. Spesifikasi persamaan regional dilakukan dengan pendekatan top-down yang memuat 30 wilayah provinsi. Melalui pendekatan ini, dampak ketersediaan stok kapital infrastruktur hanya dapat dilihat secara vertikal dari atas ke bawah yaitu dampak kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah pusat terhadap aktivitas ekonomi di tingkat provinsi.

Selain itu, model CGE top-down tidak mampu melihat dampak peningkatan infrastruktur terhadap disparitas antar wilayah. Melalui penerapan pendekatan ini, perubahan variabel-variabel regional diperoleh dari pangsa tetap masing-masing wilayah terhadap perekonomian nasional yang dikenal dengan metode LPMST seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Akibatnya, setiap variabel pada masing-masing wilayah bergerak dalam proporsi yang konstan dari nilai dasarnya ketika simulasi dilakukan.

Beberapa pembentukan model telah menggunakan pendekatan bottom-up untuk membuat model CGE multi-regional atau model CGE antar wilayah (Interregional Computable General Equilibrium=IRCGE) seperti yang dilakukan Madden (1990), Navqi dan Peter (1994) dan Horridge et al. (2005). Pembentukan model CGE multi-regional memerlukan data perdagangan intradomestik dan parameter-parameter substitusi intradomestik antar wilayah serta data migrasi dan elastisitas migrasi intradomestik. Keterbatasan data tersebut dan kelangkaan parameter-parameter yang diperlukan merupakan kendala utama yang dihadapi dalam penyusunan model CGE multi-regional di Indonesia.

(13)

juga merupakan pengembangan dari model INDOF yang telah dibangun Oktaviani (2000). Kedua model ini sesungguhnya berinduk pada model ORANI-F untuk perekonomian Australia. Berdasarkan kombinasi kedua model tersebut dilakukan penyesuaian data dasar menggunakan tabel I-O, IRIO dan SNSE sebagai sumber utama data penelitian serta data pendukung lainnya. Selain itu dilakukan pembaharuan koefisien elastisitas dan parameter lainnya yang diperoleh dari hasil estimasi menggunakan data yang tersedia di Indonesia dan studi-studi sebelumnya untuk koefisen elastisitas dan parameter yang tidak memungkinkan untuk diestimasi karena kelangkaan data.

Struktur teoritis model Wayang yang kembangkan Wittwer (1999) dan model INDOF yang dibangun Oktaviani (2000) serta berbagai model CGE lainnya, pada umumnya memuat himpunan persamaan non-liner yang menggambarkan blok-blok persamaan dari sistem persamaan yang membentuknya. Dalam beberapa hal, penjabaran sistem persamaan dalam bentuk persamaan non-liner merupakan cara yang sangat efisien untuk mempresentasikan sebuah model CGE. Akan tetapi, untuk maksud operasional, persamaan-persamaan tersebut dapat dilinerkan menjadi bentuk persentase perubahan variabel-variabel. Persaman individual dalam model liner dispesifikasikan dengan variabel-variabel dan koefisien-koefisien yang ditempelkan pada variabel-variabel tersebut pada suatu persamaan liner. Penjabaran dan transformasi persamaan ke bentuk liner beserta koefisiennya merupakan cara alternatif dalam mempresentasikan sebuah model CGE terapan.

Nilai suatu koefisien pada persamaan liner bergantung pada persamaan non-linernya dan nilai awal variabel tersebut. Dengan melakukan pilihan yang tepat terhadap bentuk fungsi prilaku, koefisien pada sebagian besar model CGE

(14)

tidak hanya memiliki interpretasi yang sederhana, tetapi formula untuk menghitungnya juga sangat sederhana dan tidak terlalu bergantung pada parameter prilaku utama dan data dasar yang berkaitan dengan posisi awal perekonomian. Seluruh formula yang digunakan untuk menghitung koefisien dan parameter yang diperlukan dalam studi ini menjadi bagian dari spesifikasi model operasional.

Persamaan liner hanya menyediakan penaksiran atau approksimasi terhadap garis besar model non-liner dan hanya menjelaskan bagaimana perekonomian merespon perubahan yang terjadi pada variabel eksogenus. Walaupun demikian, posisi keseimbangan baru dalam suatu perekonomian yang terjadi sebagai akibat adanya perubahan eksogenus yang kecil, sudah dapat dikalkulasi dengan menggunakan persamaan liner. Perubahan lebih lanjut dari posisi keseimbangan baru ini juga dapat digambarkan secara approksimasi dengan persamaan liner. Nilai koefisien dari persamaan yang disebut belakangan akan berbeda dari nilai awal koefisien-koefisien tersebut. Pembaharuan koefisien dapat dilakukan dari data dasar terbaru perekonomian sebagai hasil dari perubahan kecil dalam nilai awalnya.

Persamaan-persamaan yang dillinerkan, formula untuk menghitung koefisien pada persamaan tersebut, dan data dasar yang diperbaharui merupakan sebuah model operasional yang ekuivalen dengan garis-garis besar model non-liner. Penurunan persamaan-persamaan liner tersebut, formula untuk menghitung koefisien-koefisien dan formula untuk pembaharuan data dasar tersedia secara lengkap dalam Dixon et al. (1982) and Horridge et al. (1993). Pada studi ini keseluruhan aspek tersebut tidak diuraikan lagi secara mendetail, hanya persamaan-persamaan dan formula koefisien tertentu saja yang akan dikemukakan.

(15)

Secara umum tujuan pembentukan model CGE diantaranya adalah menyediakan model untuk mengeksplorasi dampak perubahan pada satu bagian tertentu dari perekonomian keseluruhan terhadap bagian yang lainnya. Oleh sebab itu, model tidak hanya didisagregasi menurut industri dan komoditi, tetapi komoditi itu sendiri juga dibedakan berdasarkan sumbernya (domestik dan impor) dan menurut jenisnya (khususnya pembedaan antara barang-barang yang digunakan untuk konsumsi segera dari barang-barang kapital tahan lama yang akan digunakan sebagai input dalam proses produksi).

Setiap barang yang berbeda akan memiliki berbagai mekanisme penawaran (yakni proses produksi pada berbagai industri) dan berbagai penggunaan atau mekanisme permintaannya sendiri. Pada setiap barang tersebut harus terdapat keseimbangan antara penawaran dan permintaannya. Walaupun secara teoritis setiap komoditi yang berbeda dapat digunakan masing-masing secara individual, dalam praktek spesifikasi model selalu membuat aturan beberapa kombinasi dari posisi awal. Pada model CGE yang digunakan dalam penelitian ini, tidak ada barang-barang impor yang diekspor, dan per defenisi barang-barang kapital tidak disediakan untuk tujuan penggunaan konsumsi segera. Tidak satupun dari barang-barang impor atau barang-barang konsumsi segera yang digunakan secara langsung sebagai kapital, tetapi keduanya dapat digunakan dalam memproduksi barang-barang kapital.

Barang-barang kapital hanya memiliki kegunaan tunggal, akan tetapi barang-barang konsumsi segera mempunyai penggunaan ganda. Setiap barang konsumsi segera seperti yang telah dikemukakan di atas yang penawaran dan permintaannya selalu seimbang, harga dan nilainya dibedakan secara terpisah menurut penggunaannya. Jadi, barang-barang kimia misalnya, yang dapat

(16)

bersumber dari domestik atau impor, lebih jauh dapat dipisahkan ke dalam lima kategori penggunaan yaitu: konsumsi segera rumah tangga, barang-barang antara dalam memproduksi barang-barang lain untuk konsumsi segera, barang-barang antara untuk memproduksi barang kapital, barang-barang untuk ekspor (dimana tidak ada ekspor terhadap barang-barang impor), dan barang untuk penggunaan lainnya. Barang-barang kimia untuk penggunaan segera selanjutnya dipresentasikan menjadi beberapa jenis barang terpisah seperti barang kimia impor untuk konsumsi rumah tangga, barang kimia impor untuk produksi segera, barang-barang kimia impor untuk kapital dan yang lainya, dan demikian juga untuk barang kimia produksi domestik, yang keseluruhannya identik secara fisik. Walaupun secara fisik sama, barang-barang yang kegunaannya dan sumbernya berbeda, harganya juga berbeda untuk setiap barang. Barang-barang yang kegunaannya berbeda, walaupun memiliki keterkaitan secara langsung, tingkat harganya berbeda dari harga kliring pasar. Perbedaan ini terjadi sebagai akibat adanya penambahan pajak pertambahan nilai atau pajak penjualan barang mewah dan keberadaan margin harga lainnya yang dikenakan terhadap barang tertentu.

Melalui cara yang sama, setiap barang-barang yang dihasilkan di dalam negeri harga dan nilainya berbeda bergantung pada industri mana barang tersebut dihasilkan. Sebagai contoh, teh yang dihasilkan oleh industri kopi, akan berbeda dengan teh yang dihasilkan oleh industri teh sendiri. Harga produsen dapat bervariasi sebagai akibat perbedaan pajak atau margin, tetapi juga berhubungan secara langsung dengan harga kliring pasar untuk komoditi yang berbeda. Suatu industri sangat mungkin dapat menghasilkan beberapa produk, namun secara empiris dalam studi ini, masing-masing industri diasumsikan hanya menghasilkan satu produk yang bersifat unik.

(17)

memiliki keterkaitan secara langsung satu dengan yang lainnya. Masing-masing harga ditentukan oleh situasi permintaan dan penawarannya sendiri. Namun, penawaran dan permintaan komoditi-komoditi yang berbeda tersebut tidak hanya bergangtung pada harganya sendiri tetapi juga pada harga-harga barang yang berhubungan dengannya, sehingga harga-harga berhubungan langsung dengan sifat substitutabilitas dalam permintaan.

Perbedaan barang-barang berdasarkan sumber dan pemisahannya berdasarkan pengguna atau berdasarkan industri yang menghasilkannya memfasilitasi analisis kebijakan spesifik yang akurat (dan perubahan lainnya) yang berhubungan dengan produksi komoditi spesifik dan proses-proses penggunaannya.

Model hanya mengidentifakasi empat faktor produksi yaitu: tanah, tenaga kerja, kapital dan unsur biaya lainnya. Berbeda dengan model Wayang dan INDOF, klasifikasi tenaga kerja dalam studi ini disederhanakan menjadi dua kelompok yaitu tenaga kerja terampil (skill labor) dan tidak terampil (unskill labor), tidak dikategorikan berdasarkan jenis pekerjaannya. Tidak ada perbedaan yang dibuat antara faktor produksi impor dan domestik, seluruh faktor produksi diperlakukan domestik. Penggunaan faktor-faktor produksi hanya dalam menghasilkan komoditi-komoditi yang pemakaiannya segera. Setiap industri mempresentasikan penggunaan faktor produksi secara terpisah, dan secara nominal faktor-faktor produksi tersebut berbeda-beda. Pemisahan ini berimplikasi pada pemisahan harga untuk setiap industri.

Hubungan harga faktor-faktor dengan variasi dari suatu faktor ke yang lain bergantung pada mobilitas faktor antar industri. Jika suatu faktor bersifat mobil antar sektor, perbedaan harga pada pengguna yang berbeda akan menjadi faktor spesifik industri sebagai akibat keberadaan pajak atau subsidi. Pada sisi lain, jika

(18)

faktor tidak mobil tetapi spesifik untuk industri, maka harga antar industri tidak akan berhubungan secara langsung. Akan tetapi apabila sewa dan/atau harga produk-produk yang berhubungan dapat ditentukan, harga masih akan berhubungan secara langsung.

Asumsi mengenai mobilitas faktor sangat penting dalam pembentukan model CGE. Apabila terdapat suatu perubahan dalam perekonomian, misalnya jika harga relatif komoditi berubah, ada dua kemungkinan kemampuan perekonomian untuk meresponnya. Pertama, setiap industri dapat mengubah komposisi komoditi yang dihasilkannya dengan mengubah intensitas penggunaan sumber daya, sehingga membuat komoditi tersebut relatif lebih bernilai. Kedua, sumberdaya dapat ditransfer antar industri ke industri yang lebih efisien dalam menghasilkan komoditi-komoditi yang harganya telah meningkat secara relatif. Secara khas, industri-industri individual akan mempunyai keunggulan absolut yang besar dalam menghasilkan satu atau beberapa komoditi. Kemampuan setiap industri untuk merespon suatu perubahan relatif kecil. Hanya jika sumberdaya-sumberdaya dapat ditransfer antar industri dengan perbedaan komoditi yang jelas, industri akan dapat merespon sinyal perubahan harga secara substansial. Pada model yang digunakan dalam studi ini, industri-industri yang dimasukkan ke model adalah industri-industri esensial dengan komoditi tunggal, dan walaupun substitusi antar komoditi memungkinkan secara teoritis, kemungkinan pergeseran yang signifikan dalam orientasi komoditi relatif kecil.

Oktaviani (2000) telah mengemukakan empat kemungkinan terhadap perlakuan faktor produksi tenaga kerja dalam model INDOV yang dikonstruksinya. Pada analisis studi ini tenaga kerja diasumsikan memiliki mobilitas penuh antar industri atau sektor dan antar jenis keahlian. Tanpa

(19)

mempertimbangkan asumsi mengenai mobilitas faktor-faktor lain, mobilitas tenaga kerja akan memfasilitasi beberapa perubahan pada industri-industri yang signifikan dalam merespon suatu perubahan eksogenus.

Tanah merupakan faktor produksi yang jumlahnya relatif tetap dan lokasinya tidak dapat dipindahkan. Penggunaan faktor produksi ini lebih dominan pada kelompok sektor pertanian. Kemungkinan mobilitas penggunaannya juga terjadi pada sektor ini. Pada sektor lainnya seperti industri pengolahan dan jasa-jasa, tanah merupakan bagian dari stok kapital tetap yang menyatu dengan bangunan gedung sehingga mobilitas penggunaannya sangat rendah atau bahkan tidak mobil. Mobilitas penggunaan faktor produksi tanah dalam studi ini diasumsikan mobil pada tiga sektor dalam kelompok sektor pertanian yaitu tanaman pangan, perkebunan dan kehutanan serta sektor lainnya.

Komponen biaya-biaya lainnya merepresentasikan suatu variasi input-input tidak spesifik yang dibutuhkan dalam proses produksi. Biaya-biaya ini seringkali tidak unik bagi setiap industri atau sektor dan diperlakukan sebagai industri atau sektor spesifik dalam model.

Mobilitas kapital antar industri merupakan persoalan yang cukup rumit dalam perumusan model. Sebagian kapital dapat ditransfer dengan mudah antar industri, misalnya peralatan, paling tidak antar industri-industri yang saling berhubungan. Stok kapital infrastruktur tidak dapat ditransfer, kecuali jika tanah tempat infrastruktur tersebut berada juga dapat ditrasfer. Dalam jangka panjang keberadaan kapital dapat digantikan, karenanya faktor produksi ini diasumsikan bersifat mobil antar industri.

Permintaan untuk komoditi menetukan permintaan turunan untuk setiap faktor produksi yang berbeda. Tidak ada fungsi penawaran faktor-faktor produksi yang dimasukkan ke model. Asumsi-asumsi mengenai penawaran faktor

(20)

dinyatakan secara implisit dalam closure model. Pada kasus dimana setiap kategori faktor berbeda-beda, penawaran dapat bersifat tetap dengan menetapkan permintaan untuk faktor-faktor ini secara eksogenus. Pada sisi lain penawaran faktor yang bersifat elastis sempurna dimodelkan dengan membuat permintaan faktor sebagai endogenus dan harga ditetapkan secara eksogenus. Pada suatu persamaan, harga diperlakukan endogenus apabila tingkat harga tersebut tidak bergantung pada kuantitas. Model kemudian memastikan suatu pasangan nilai kuantitas permintaan dan harga yang konsisten dengan elatisitas penawaran, namun harga ditentukan oleh model. Penawaran untuk tenaga kerja dan tanah yang berbeda-beda seringkali bersifat tetap, karenanya diasumsikan sebagai eksogenus khususnya untuk analisis jangka pendek. Kapital merupakan faktor yang dapat diasumsikan secara lebih fleksibel. Stok kapital pada industri yang berbeda diasumsikan tetap dalam jangka pendek, karena tidak tersedia cukup waktu untuk melakukan perubahan. Model kemudian menetukan tingkat harga faktor produksi ini. Harga tersebut mempengaruhi prilaku investasi yang sebenarnya tidak memberikan kontribusi terhadap penawaran kapital pada periode sekarang tetapi untuk periode berikutnya. Penawaran kapital dalam jangka panjang, dapat berubah untuk mencapai keseimbangan tingkat harga sewanya pada industri yang berbeda dan antara tingkat pengembalian investasi sekarang dan harapan diamasa yang akan datang.

4.3.2.2. Indeks, Variabel, Koefisien dan Parameter

Sistem persamaan dalam model CGE memuat sejumlah besar variabel, parameter dan koefisien yang berbeda-beda untuk berbagai jenis industri, jenis komoditi, sumber komiditi, kelompok komoditi, jenis pekerjaan, kelompok rumah tangga dan waktu. Sebagai penunjuk berbagai komponen atau item ini

(21)

dalam sebuah persamaan perlu dibuat suatu notasi atau set pada setiap variabel atau parameter dan koefisien dengan menggunakan teknik indeksasi. Pada bagian ini dikemukakan keseluruhan notasi atau set dalam sistem persamaan.

1. Set dan Indeks

Sistem notasi yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti model Wayang dan INDOV. Ada sembilan jenis set untuk indeks tersebut, yaitu:

industri/industries (IND) i

sumber/source (yaitu domestic atau impor) (SRC) s

jenis pekerjaan/occupation (OCC) o

komoditi/commodities (COM) c

rumah tangga/household (HH) h

Empat set berikut digunakan untuk menggambarkan subset dari setiap komoditi sesuai dengan pengelompokaannya, yaitu:

margin (MAR) m

non-margin (NONMAR) n

komoditi ekspor tradisional(TRADEXP) c

komoditi ekspor non tradisional (NTRADEXP) c

Sedangkan set berikutnya menggambarkan sequen set, yaitu:

List sequen integer\ sequential list of integers (YEARS) t

2. Variabel

Sejalan dengan sistem indeks di atas, penamaan variabel dalam penelitian ini juga mengikuti metode yang digunakan dalam model Wayang dan INDOV. Pada kedua model tersebut, setiap variabel dinamakan dalam alphanumeric. Bentuk dasar yang diciptakan sebagai nama bagi suatu variabel adalah "basicnamesubscripts_sets". Disini "basicname" adalah indikator utama nama

(22)

suatu variabel. Sistem ini mengikuti struktur umum penamaan variabel dalam model CGE yang menggunakan program GEMPACK. Setiap variabel seringkali memiliki suatu set item tertentu. Untuk menunjukkan item individual dari set tersebut, ditambahkan satu atau lebih subscripts terhadap "basicname". Sebagai contoh, "basicnamecs" menunjukkan variabel untuk suatu komoditi c yang berasal dari sumber tertentu s. Selain menunjukkan suatu item individual tertentu dengan indeks, item individual dapat juga diberikan subscript secara lebih spesifik. Sebagai contoh, suatu komoditi dapat bersumber dari dalam negeri atau luar negeri. Berkenaan dengan variabel tersebut, komoditi yang berasal dari dalam negeri misalnya dinamakan "basicnamec"dom"", dimana dom merupakan indeks yang menunjukkan sumber komoditi. Untuk nama beberapa variabel aggregat atau rata-rata diberikan subscript khusus berupa karakter garis bawah dengan satu atau lebih indeks. Sebagai contoh, "basicnameci_s" menunjukkan suatu variabel untuk komoditi c pada suatu industri tertentu i yang terbentuk dari agregasi atau rata-rata seluruh sumber.

Komponen nama dasar dari sebagian besar variabel terdiri atas dua atau tiga bagian, yaitu:

a. Jenis variabel yang ditunjukkan oleh satu atau beberapa huruf. Komponen-komponen utamanya adalah:

a perubahan teknis

del perubahan biasa atau absolut (selain perubahan persentase) f variabel pergeseran

p harga (ribu Rp)

pf harga, dalam mata uang asing t pajak

(23)

w nilai moneter (ribu Rp) x kuantitas

Disamping komponen di atas, terdapat jenis-jenis variabel yang relatif terbatas penerapannya, yaitu:

employ employment

lev nilai aktual level (selain perubahan nilai variabel) phi exchange rate

q jumlah rumah tangga

utility tingkat utilitas rumah tangga

b. Indeks angka 0 sampai 6 digit yang menunjukkan aktivitas atau tujuan penggunaan, yaitu:

1 produksi saat ini 2 investasi

3 konsumsi 4 ekspor

5 lainnya (pemerintah) 6 inventori

0 penggunaan lainnya, atau penggunaan yang tidak relevan.

Penempatan digit bernilai 0, untuk jenis penggunaan tertentu dibuat untuk memisahkan karakter abjad dari komponen (1) di atas dan (3) di bawah ini.

c. Suatu deskriptor variabel yang dibentuk oleh tiga atau lebih huruf. Deskriptor tambahan ini dimaksudkan untuk memperjelas makna nama variabel ketika diperlukan, yang meliputi:

accum akumulasi

(24)

cap kapital

cif impor pada harga border imp impor (bea masuk) lab tenaga kerja lnd lahan/tanah

lux sistem pengeluaran liner (bagian supernumerary) mar marjin

oct pungutan biaya lainnya (seperti berbagai macam biaya produksi)

prim faktor-faktor primer sebagai suatu kelompok (tanah, tenaga kerja atau kapital)

pur harga pembelian

sub sistem pengeluaran liner (bagian subsisten) tar tarif

tax pajak tak langsung

tot total atau rata-rata terhadap seluruh input untuk beberapa pengguna

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini, dengan sistem indeks yang dilakukan seperti yang telah dijelaskan di atas, disajikan secara lengkap dalam Oktaviani (2000).

3. Koefisien dan Parameter

Suatu koefisien dalam sebuah model operasional merupakan besaran yang nilainya konstan pada persamaan-persamaan penaksir liner. Koefisien-koefisien tersebut, seperti dikemukakan sebelumnya, diestimasi atau dihitung terlebih dahulu dari data dasar yang tersedia dan sebagian diperoleh secara langsung dari hasil-hasil studi terdahulu baik studi di Indonesia maupun studi di negara lain

(25)

yang relevan. Penamaan koefisien-koefisien dan parameter-parameter tersebut disesuaikan dengan varaiabel-variabelnya. Selain huruf-huruf yang dekumukakan di atas, beberapa jenis huruf yang digunakan untuk “basicname” bagian dari nama koefisien adalah:

H indeks parameter S pangsa input V nilai level (000 Rp)

Sepertihalnya variabel-variabel, terdapat sejumlah pengecualian seperti SALESc yang digunakan bukan sebagai suatu koefisien pangsa.

Daftar koefisien dalam persamaan liner dan parameter-parameter data dasar lainnya disajikan secara lengkap pada model Wayang (1999) dan model INDOF (Oktaviani, 2000).

4.3.2.3. Sistem Persamaan

Penyusunan sistem persamaan merupakan bagian sentral dari konstruksi sebuah model keseimbangan umum. Spesifikasi sistem persamaan ke dalam blok-blok persamaan mempresentasikan penekanan analisis sesuai dengan tujuan spesifik yang diinginkan peneliti terhadap model yang dikonstruksi. Perbedaan antara sebuah model CGE dengan model CGE lainnya, terutama ditunjukkan oleh perbedaan dalam spesifiksi sistem persamaan dan closure-nya selain perbedaan dalam data dasarnya, termasuk keterbaharuan parameter-perameternya. Sistem persamaan yang digunakan dalam studi ini sebagian besar diturunkan langsung dari model Wayang dan INDOF yang spesifikasi modelnya bersifat dinamis. Sifat dinamis model ini ditunjukkan oleh persamaan permintaan tenaga kerja dan akumulasi kapital yang memperhitungkan unsur waktu sehingga memungkinkan untuk melakukan prediksi secara terbatas. Berdasarkan sistem persamaan yang

(26)

terdapat pada model INDOF, dalam studi ini ditambahkan blok persamaan ekstensi regional dan blok persamaan fiskal yang diadopsi dari model Wayang.

Berdasarkan kedua model di atas, maka sistem persamaan yang dispesifikasikan dalam penelitian ini terdiri atas 18 blok persamaan, yaitu:

1. permintaan terhadap tenaga kerja 2. permintaan terhadap input primer 3. permintaan terhadap input antara

4. permintaan komposit faktor primer dan input antara 5. komposit komoditi dari output suatu industri 6. permintaan terhadap barang investasi 7. permintaan rumah tangga

8. ekspor dan permintaan akhir lainnya 9. permintaan margin

10. harga di tingkat pembeli

11. keseimbangan pasar (market clearing) 12. pajak tidak langsung

13. PDB dari sisi pendapatan dan pengeluaran 14. neraca perdagangan dan agregat lainnya 15. tingkat pengembalian kapital

16. persamaaan akumulasi investasi-kapital 17. persamaan ekstensi fiskal

18. persamaan ekstensi regional.

Penyusunan sistem persamaan ke dalam blok-bloknya disajikan secara lengkap pada Tablo (lampiran 38). Dilihat dari sisi produksi, penyusunan sistem persamaan sangat ditentukan oleh struktur produksi industri yang meliputi permintaaan dan penawaran input dan permintaan dan penawaran produk.

(27)

Struktur produksi suatu industri dapat diringkas seperti pada Gambar 7. Pada gambar tersebut, masing-masing industri diasumsikan dapat memproduksi beberapa komoditi dalam setiap proses produksinya. Industri menggunakan faktor produksi primer dan input antara. Setiap input antara dapat diperoleh baik dari pasar domestik maupun impor. Faktor primer yang digunakan dalam proses produksi terdiri atas lahan (khusus untuk sektor pertanian), tenaga kerja dan kapital.

Perilaku produsen dan struktur pasar dalam model keseimbangan umum, baik pasar input maupun pasar produk sebagian besar didasarkan atas asumsi pasar persaingan sempurna. Sesuai dengan karakteristik pasar yang bersaing, maka berlaku kondisi berikut:

1. Produsen dan konsumen bertindak sebagai pengikut harga pasar (price taker) baik untuk pasar input maupun output

2. Produsen akan memaksimumkan keuntungannya dengan memilih kombinasi input tertentu sesuai dengan kendala tingkat teknologi produksi yang ada dan memilih kombinasi input untuk tingkat output tertentu dengan biaya produksi terkecil.

Apabila struktur produksi dihubungkan dengan kedua asumsi di atas, maka permintaan tenaga kerja, input primer lainnya, input antara dan penawaran komoditi oleh industri yang berada dalam pasar bersaing sempurna dapat ditentukan secara bersamaan.

Secara umum, fungsi produksi pada suatu aktivitas industri dapat didefinisikan sebagai F(input,output) = 0, atau dapat ditulis sebagai:

G(input)=X1TOT=H(output)

dimana X1TOT adalah suatu indeks atau tingkat aktivitas industri.

(28)

separabilitas dalam fungsi transformasi, berarti bahwa produksi dari kombinasi produk oleh suatu industri tidak berhubungan secara langsung dengan kombinasi input yang digunakan, tetapi hanya melalui suatu indeks aktivititas industri seperti dikemukakan Blackorby et al. (1978) diacu dalam Oktaviani (2000). Pada tingkat aktivitas industri tertentu, keputusan untuk menentukan kombinasi produk yang akan dihasilkan terpisah dari, atau tidak bergantung pada, keputusan dalam menentukan kombinasi input yang digunakan. Secara spesifik, harga input tidak berpengaruh terhadap kombinasi output kecuali pada tingkat aktivitas industri. Demikian juga harga output tidak berpengaruh terhadap kombinasi input kecuali melalui pengaruhnya pada tingkat aktivitas industri. Jadi fungsi permintaan dan penawaran, pada tingkat aktivitas industri, hanya terdiri atas harga input atau harga produk, atau kedua-duanya. Kondisi ini merupakan penyederhanaan yang dilakukan secara empiris.

Fungsi transformasi H(output) diasumsikan hanya satu tahap, sedangkan fungsi G(input) dibuat sebagai suatu rumpun yang secara hirarkis terdiri atas tiga tahap. Hal ini merupakan pemisahan dan penyederhanaan lebih jauh dari fungsi permintaan. Secara spesifik permintaan input pada setiap level tertentu dapat diekspresikan sebagai fungsi dari harga input dan tidak diekspresikan sebagai fungsi harga input pada level hirarkis yang lebih rendah. Permintaan tenaga kerja dapat dinyatakan sebagai fungsi dari harga tenaga kerja (atau lahan dan kapital) tanpa menjelaskan secara eksplisit harga dari setiap jenis tenaga kerja tersebut. Harga yang terakhir, mempengaruhi harga tenaga kerja dan dapat ditulis dalam persamaan yang terpisah. Lebih jauh lagi, rumpun fungsi dalam fungsi (nested) berarti bahwa keputusan, misalnya pada pemilihan kombinasi lahan dan tenaga kerja untuk memproduksi input primer tidak akan bergantung secara langsung pada harga dan keputusan dari barang domestik atau impor yang digunakan untuk menghasilkan barang-barang antara, tetapi hanya melalui pengaruhnya secara

(29)

tidak langsung pada produksi dan harga barang-barang antara. Hal ini dibuat hanya untuk keperluan penyederhanaan secara empiris.

Barang Domestik 1 X1"dom"i Aktivitas Tingkat industri j CES σ1LABi Barang i X1TOTi Leontief Jenis Labor 1 X1LABi1 Jenis Labor 2 X1LABi2 Barang 1 X1i_s Barang C Xci_s Barang Impor 1 X1"imp"i Barang Domestik C Xc"dom"i Barang Impor C Xc"imp"i Faktor-faktor primer X1PRIMi CES σ11 CES σ1c CES σ1PRIMi Biaya lainnya X1OCTi Tanah X1LNDi Labor X1LABIo Kapital X1CAPi Sampai Barang 1 XTOT1 Pasar Lokal Pasar Ekspor Pasar Lokal Pasar Ekspor CET CET σ1OUTi CET

Gambar 7 Struktur Produksi Sumber: Horridge (1998)

Sampai dengan

(30)

Pada gambar di atas ditunjukkan, produk-produk yang dihasilkan industri dipasarkan ke pasar domestik dan ekspor. Alokasi produk secara optimal untuk suplai domestik dan ekspor ditentukan oleh fungsi transpormasi elastisitas konstan (Constant Elasticity Transpormation=CET). Proses produksi pada tingkat perusahaan diasumsikan mengikuti fungsi produksi Leontief, yang menunjukkan bahwa substitusi diantara input antara, faktor-faktor produksi primer dan biaya-biaya lainnya tidak mungkin terjadi, melainkan saling berkomplemen. Input antara berasal dari barang domestik dan impor, yang satu dengan lainnya diasumsikan dapat saling bersubstitusi secara terbatas mengikuti fungsi CES (Constant Elasticity Substitution) sebagaimana yang diasumsikan pada fungsi Armington. Permintaan perusahaan terhadap seluruh faktor-faktor produksi primer (tanah, tenaga kerja dan kapital) juga diasumsikan mengikuti fungsi CES. Hal yang sama juga berlaku terhadap permintaan dua kelompok tenaga kerja. Asumsi ini memperlihatkan kemungkinan adanya substitusi terbatas baik antar seluruh input primer, maupun antar jenis-jenis input primer tenaga kerja.

Penggunaan fungsi elastisitas substitusi konstan (CES) sangat lazim dilakukan pada berbagai studi yang menerapkan model CGE. Fungsi ini dapat menghasilkan simplikasi empiris, karena bentuk fungsinya relatif sederhana. Fungsi CES secara umum diformulasikan sebagai berikut:

[

g g

]

v g x b bx A y= 1− +(1) 2− − / ...(4.5)

Pada persamaan ini, y= output, x1= input ke-1, x2 = input ke-2, A= parameter

efisiensi, g= parameter substitusi, σ= koefisien elastisitas substitusi.

Beatties and Taylor (1985) sebagaimana diacu dalam Oktaviani (2000), telah menjelaskan sifat fungsi dan parameter-parameter yang terdapat pada fungsi CES tersebut, yaitu; parameter skala (v), parameter sebaran (v+g) dan parameter

(31)

elastisitas (σ = 1/(1 + g) ). Homogenitas fungsi CES ditentukan oleh derajat parameter skala. Keterkaitan antar sektor dipengaruhi oleh parameter sebaran dan terdapat suatu kesamaan elastisitas substitusi pada setiap pasangan input. Pada model, fungsi ini diasumsikan bersifat contant return to scale, sehingga hanya terdapat dua parameter yang ditentukan pada setiap fungsi. Lebih lanjut, fungsi CES secara implisit mempunyai kemampuan untuk memisahkan antara input-input (output) yang terdapat di dalam fungsi sehingga permintaan terhadap input-input (atau penawaran output) ditentukan hanya oleh harga input (output) utama dan secara agregat atau rata-rata dari semua harga input (output) (Bettie and Taylor, 1985 dan Balckorby et al., 1978 diacu dalam Oktaviani, 2000).

Berdasarkan asumsi-asumsi struktur produksi, prilaku perusahaan, struktur pasar, dan fungsi-fungsi yang digunakan dalam model CGE maka sistem persamaan yang telah di kelompokkan ke dalam 18 blok dapat diringkas sebagai berikut.

Blok 1. Permintaan Tenaga Kerja

Fungsi permintaan tenaga kerja dinyatakan dalam bentuk perubahan persentase dari fungsi permintaan jenis-jenis pekerjaan pada setiap industri. Permintaan tenaga kerja diturunkan dari fungsi produksi utama atau fungsi aggregator untuk penggunaan tenaga kerja pada suatu industri i, yang diformulasikan sebagai berikut.

X1LABi_o = CES oεOCC (X1LABio | σ1LABi ; S1LABio )...(4.6)

dimana :

X1LABi_o = Permintaan tenaga kerja oleh industri i pada semua jenis pekerjaan.

(32)

σ1LABi = Elastisitas substitusi berdasarkan jenis pekerjaan di setiap industri

S1LABio = Pangsa berdasarkan jenis pekerjaan terhadap upah total yang dibayar oleh industri i

Pada persamaan di atas, unsur-unsur disebelah kiri “I” merupakan variabel yang menyertai fungsi dan setelah “I” adalah parameter-parameternya.

Pada suatu model recursive dynamic, tenaga kerja diasumsikan mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun, sedangkan pada model statis tenaga kerja diasumsikan konstan selama periode analisis. Karena penelitian ini menggunakan model recursive dynamic maka pertumbuhan tenaga kerja per tahun dimasukan ke dalam model mengikuti model pertumbuhan tenaga kerja yang terdapat pada model ORANIGRD yang dikembangkan Horridge (2002). Pada model ini besarnya upah riil bergantung pada pertumbuhan tenaga kerja dari periode awal ke periode yang akan datang. Adapun hubungan antara tenaga kerja pada masa yang akan datang dengan tenaga kerja pada periode sebelumnya dapat ditulis sebagai:

∆W/W0 = γ [(L0/T0)-1] + γ ∆ (L/T) ∆W/W0 - γ [(L0/T0)-1] = γ ∆ (L/T)

L = T(∆W/W0 - γ [(L0/T0)-1] ) + L0 ...(4.7)

dimana :

L = tenaga kerja aktual (actual employment) T = trend tenaga kerja (employment trend) W = upah riil (real wage)

Blok 2. Permintaan Input Primer

Pada persamaan permintaan input primer, total permintaan faktor produksi di diperoleh dengan teknik minimisasi biaya faktor, sehingga permintaan terhadap input primer dituliskan sebagai persamaan berikut:

(33)

⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ = i o i i i i i i o i o i

i A LND PRIM S LAB S CAP S LND

LND X CAP A CAP X LAB A LAB X CES PRIM X 1 , 1 ; 1 ; 1 1 1 , 1 1 , 1 1 1 _ _ _ σ ..(4.8) dimana:

X1PRIMi = Permintaan faktor produksi primer oleh industri i

i

X1CAP = Permintaan kapital industri i

i

X1LND = Permintaan lahan industri i

o i LAB

A1 _ = Produktivias tenaga kerja industri i pada semua jenis pekerjaan

i CAP

A1 = Produktivitas kapital industri i i

LND

A1 = Produktivitas lahan industri i PRIM

1

σ = Elastisitas substitusi antar faktor produksi o

i LAB

S1 _ = Nilai pangsa setiap jenis pekerjaan terhadap upah total yang dibayar oleh industri i

i CAP

S1 = Nilai pangsa kapital industri i i

LND

S1 = Nilai pangsa lahan industri i

Jika terjadi perubahan harga relativ input primer terhadap harga input rata-rata, maka akan diikuti oleh perubahan permintaan terhadap input primer tersebut. Pada kondisi ini produsen akan mensubstitusi input yang harganya relativ lebih mahal ke penggunaan input yang harganya lebih murah.

Blok 3. Permintaan Input Antara

Permintaan input antara dianggap mengikuti fungsi Armington (1969) yang mengasumsikan komoditi impor sebagai subtitusi tidak sempurna dari komoditi domestik. Pada pemakaian input antara, suatu industri melakukan minimisasi biaya total berdasarkan fungsi produksi CES, sehingga persamaan permintaan input antara dapat dirumuskan sebagai berikut.

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = ∈ c csi csi SRC s A S CES 1 ; 1 1 σ csi ci_s X1 X1 c∈COM,i ∈IND ...(4.9)

(34)

dimana:

ci_s

X1 = Permintaan input antara oleh setiap komoditi, setiap industri pada

semua sumber

csi

X1 = Permintaan input antara oleh setiap komoditi, setiap industri dan

setiap sumber

csi

A1 = Produktivitas input antara pada setiap komoditi, setiap industri dan setiap sumber

c 1

σ = Elastisitas substitusi input antara

csi

S1 = Pangsa input antara pada setiap komoditi, industri dan sumber Permintaan terhadap input yang bersumber dari domestik atau impor bergantung pada kuantitas komoditi komposit dan harga relatif input dari kedua sumber tersebut. Harga komoditi komposit pada kondisi ini, merupakan indeks divisia dari harga-harga individu.

Blok 4. Permintaan Input Antara dan Faktor Primer Gabungan

Pada level ketiga struktur produksi gambar 7, dari sisi input, komoditi gabungan, faktor primer gabungan dan faktor yang termasuk kategori biaya lain-lain dikombinasikan berdasarkan fungsi produksi Leontief yang kemudian akan menentukan aktivitas output suatu industri. Fungsi permintaan terhadap input primer gabungan dan input antara didefenisikan sebagai:

IND i OCT A X1OCT PRIM A X1PRIM A X1 MIN MIN TOT A X1TOT i i i i s ci ci_s COM c i i ∈ ⎪⎭ ⎪ ⎬ ⎫ ⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ = ∈ 1 , 1 , 1 1 1 _ (4.10) dimana:

X1TOTi = Permintaan input gabungan industri i

TOTi

A1 = Produktivitas input gabungan industri i

s ci

A1 _ = Produktivitas input antara pada setiap komoditi, setiap

(35)

i PRIM

A1 = Produktivitas input primer industri i

i

X1OCT = Permintaan input other cost industri i i

OCT

A1 = Produktivitas input industri i

Blok 5. Komposit Komoditi Output suatu Industri

Komposisi komoditi output suatu industri ditentukan berdasarkan prinsip maksimisasi seluruh komoditi yang dihasilkan dengan kendala yang ada pada tingkat aktivitas produksi dalam industri. Sementara transpormasi antara suatu output dengan output lainnya ditentukan oleh fungsi transformasi CES sebagai berikut. ) _ ; 1 1 ( ci i ci COM c Q OUT S MAKE CET σ ∈ = i X1TOT ...(4.11) dimana: i

X1TOT = Komposit output industri i

i OUT 1

σ = Elastisitas transformasi pada industri i

ci MAKE

S _ = Pangsa produksi komoditi c pada industri i

Pada kasus ini, tansformasi akan mengarah ke komoditas yang lebih disukai jika harganya meningkat relatif terhadap harga rata-rata. Persamaan penawaran komoditas bergantung pada tingkat aktivitas industri. Harga rata-rata yang diterima oleh suatu industri dari berbagai komoditas yang dihasilkannya merupakan pangsa penerimaan rata-rata tertimbang dari harga individual. Tingkat harga ini menyamakan harga aktivitas industri-industri atau output komposit sehingga keuntungan menjadi nol.

Block 6. Permintaan terhadap Barang Investasi

Sebagaimana halnya barang konsumsi, proses pembentukan barang kapital atau investasi terjadi secara bertingkat (multi-stage), dengan suatu fungsi CES

(36)

pada tingkat awal dan fungsi Leontief pada tingkatan yang lebih tinggi untuk mengkombinasikan barang-barang antara komposit, seperti diperlihatkan pada gambar 8.

Pada proses pembentukan kapital diasumsikan bahwa barang-barang kapital dapat dihasilkan tanpa menggunakan faktor-faktor primer. Pada level yang lebih rendah, total biaya untuk mengkombinasikan barang-barang impor dan domestik ditentukan berdasarkan minimasi biaya mengikuti fungsi produksi CES, sehingga menghasilkan persamaan berikut.

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = ∈ c csi csi SRC s A S CES 2 ; 2 2 σ csi ci_s X2 X2 c∈COM,i ∈IND...(4.12) dimana: Barang Domestik 1 X21”dom”i Barang Impor 1 X21”imp”i Barang Domestik C X2c”dom”i Barang Impor C X2c”imp”i Barang 1 X21i_s Barang C X2ci_s Barang kapital, Industri I X2TOTi CES σ2C CES σ21 Leontief

Gambar 8. Struktur Permintaan Investasi Sumber: Horridge (1998)

(37)

ci_s

X2 = Permintaan barang kapital pada setiap komoditi dan setiap industri untuk semua sumber

csi

X2 = Permintaan barang kapital pada setiap komoditi, setiap industri dan setiap sumber

csi

A2 = Produktivitas barang kapital pada setiap komoditi, setiap industri dan setiap sumber

c 2

σ = Elastisitas Armington pada setiap komoditi

csi

S 2 = Pangsa nilai kapital pada setiap komoditi, setiap industri dan setiap sumber

Pada level atas, total biaya komposit komoditi merupakan minimisasi mengikuti fungsi produksi Leontief dan tingkat barang-barang kapital tertentu yang dihasilkan. ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ = ∈ ci s ci_s COM c i i A X2 MIN TOT A X2TOT _ 2 2 1 i∈IND...(4.13) dimana: i

X2TOT = Permintaan total barang kapital pada industri i i

TOT

A2 = Produktivitas barang kapital industri i

Blok 7. Permintaan Rumah Tangga

Berdasarkan struktur pasar bersaing Neo klasik, rumah tangga diasumsikan sebagai penerima harga dan mengkonsumsi komoditi untuk memaksimumkan utilitasnya dengan kendala pengeluaran agregat. Sesuai dengan salah satu tujuan penelitian yaitu melihat dampak ketersediaan infrastruktur terhadap pendapatan rumah tangga, pada studi ini rumah tangga dikategorikan menjadi 10 kelompok berdasarkan tingkat pendapatan seperti telah dikemukakan sebelumnya. Spesifikasi fungsi permintaan rumah tangga mengikuti fungsi permintaan yang terdapat pada model Wayang. Maksimisasi utilitas rumah tangga terhadap konsumsi berbagai jenis barang dapat diilustrasikan dengan rumpun

(38)

konsumsi seperti ditunjukkan pada gambar 9.

Pada level paling atas rumah tangga memilih berbagai komoditi yang akan dikonsumsi berdasarkan fungsi LES (Expenditure Demand System). Pada level ke-2 rumah tangga mengkombinasikan komoditi impor dan domestik melalui fungsi CES. Persamaan permintaan LES mengasumsikan pengeluaran terhadap komoditi i merupakan fungsi linier dari harga dan pendapatan. Sistem permintaan seperti ini lazim digunakan dalam aplikasi analisis permintaan seperti dijelaskan oleh Clements et al. (1994) diacu dalam Oktaviani (2001) yang bersandar pada fungsi utilitas agregat Stone-Gearry sebagai berikut:

TOTALUTILITY = Pc X3LUXc S3LUXc ...(4.14)

dimana TOTALUTILITY adalah utilitas total rumah tangga dan X3LUXc adalah Utilias Rumah tangga CES σ3c CES σ31 Stone Gearry Barang 1 X31_s Barang C X3c_s Barang Impor C X3 c”imp” Barang Domestik C X3 c”dom” Barang Impor 1 X31”imp” Barang Domestik 1 X31”dom”

Gambar 9. Spesifikasi Konsumsi Rumah Tangga Sumber: Horridge (1998)

(39)

konsumsi barang mewah agregat dari komposit komoditi c (yaitu kombinasi CES barang domestik dan impor). Dengan bentuk fungsi ini, utilitas hanya diperoleh dari konsumsi tambahan atau konsumsi di atas tingkat subsisten. Jumlah barang-barang mewah yang dikonsumsi oleh rumah tangga dapat dirumuskan sebagai berikut:

X3LUXc = X3c_s - X3SUBc ...(4.15)

dimana X3c_s adalah konsumsi agrgegat barang luks c untuk seluruh sumber dan

X3SUBc merupakan tingkat konsumsi subsisten barang luks c dalam

perekonomian dan dirumuskan dengan:

X3SUBc = Q * A3SUBc...(4.16)

dimana A3SUBc adalah tingkat subsisten konsumsi komoditi bagi rumah tangga individual. Walaupun secara potensial variabel tersebut merupakan variabel endogen, variable ini dapat juga diperlakukan sebagai eksogenus, seperti Q. Pada setiap level rumah tangga, utilitas dirumuskan sebagai;

UTILITY = TOTALUTILITY

= 1/ Q * Pc X3LUXc S3LUXc...(4.17)

Fungsi permintaan terhadap barang mewah yang diperoleh dengan memaksimumkan utilitas merupakan pengeluaran luks terhadap barang tertentu yang besarnya proporsional terhadap pengeluaran luks seluruh barang. Artinya elastisitas pengeluaran luks untuk konsumsi setiap barang sama dengan satu. Pangsa konstan dari pengeluaran luks yang dialokasikan bagi suatu barang ditentukan berdasarkan rumus:

P3c_s * X3LUXc = S3LUXc* V3LUX _c ...(4.18)

(40)

luks. Apabial persamaan-persamaan yang relevan di atas disusun kembali, diperoleh:

X3c_s = X3LUXc + X3SUBc ...(4.19)

Blok 8. Ekspor dan Permintaan Akhir Lainnya

Permintaan akhir pada blok persamaan ini terdiri atas ekspor dan pengeluran pemerintah, karena pengeluaran konsumsi rumah tangga dan investasi telah dibuat dalam blok persamaan tersendiri. Fungsi ekspor dispesifikasikan sebagai gabungan dari ekspor komoditas tradisional dan non-tradisional. Disamping itu, studi ini tidak membedakan ekspor antar daerah dan ekspor ke negara lain. Hal ini mengingat data ekspor antar daerah per komoditi sangat sulit untuk diperoleh. Ekspor diasumsikan sangat dipengaruhi oleh perubahan harganya, sehingga fungsi permintaannya dapat diformulasikan sebagai berikut:

X4c = F4Q c [P4c/PHI/ P4c]EXP_ELASTc...(4.20)

dimana:

X4c = Volume ekspor tradisional berdasarkan komoditi P4c = Harga komoditi (rupiah)

PHI = Nilai tukar (rupiah per dolar US) EXP_ELASTc = Elastisitas ekspor berdasarkan komoditi F4c = Demand shifter

Permintaan barang oleh pemerintah dari sumber yang berbeda diasumsikan bebas dari pengaruh harga, sehingga fungsinya dapat dirumuskan sebagai:

X5cs = F5cs * F5TOT ...(4.21)

(41)

F5TOT = X3TOT * F5TOT2...(4.22) di mana ketiga variabel F merupakan shifter.

Blok 9. Permintaan Barang Margin

Penggunaan komoditi baik oleh produsen maupun konsumen pada umumnya memerlukan pelayanan jasa seperti jasa transportasi dan telekomunikasi yang disebut barang margin. Jenis jasa ini merupakan input tambahan yang belum tercakup dalam proses permintaan atau produksi LES, CES dan Leontief. Jumlah barang margin yang dipergunakan diasumsikan proporsional terhadap arus komoditi pada tingkat proses produksi produksi dan konsumsi terendah. Permintaan barang m sebagai margin dalam memfasilitasi industri i menggunakan barang c yang berasal dari sumber s dirumuskan sebagai berikut:

X1MARcsim = A1MARcsim * X1csi ...(4.23)

dimana:

X1MARcsim = Permintaan barang margin pada setiap komoditi, setiap sumber, setiap industri dan setiap margin

A1MARcsim = Produktivitas barang margin pada setiap komoditi, setiap sumber, setiap industri dan setiap margin

Blok 10. Harga di Tingkat Pembeli

Suatu komoditi margin dapat dimasukkan ke dalam produksi barang lain baik sebagai barang antara maupun sebagai suatu margin. Input margin menimbulkan biaya yang harus dibayar oleh pengguna. Biaya tersebut akan menyebabkan harga ditingkat produsen (sumber komoditas) berbeda dengan harga ditingkat pengguna. Harga ditingkat pengguna akhir disebut harga pembeli (purchasers price). Untuk komoditi domestik harga di tingkat pembeli (Purchasers price) merupakan penjumlahan dari “harga dasar” komoditi dengan

(42)

biaya margin dan pajak. Sedangkan harga barang impor dalam mata uang Indonesia dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

P0IMPcsi = PF0CIFc * PHI * T0IMPc ...(4.24)

dimana:

P0IMPcsi = harga impor setelah bea masuk, PF0CIFc = bea masuk,

PHI = kurs T0IMPc = total impor.

Blok 11. Persamaan Keseimbangan Pasar

Keseimbangan berbagai pasar merupakan titik pertemuan antara penawaran dengan permintaan untuk berbagai produk (domestik dan impor), dan faktor produksi (tenaga kerja dan lahan) yang sekaligus menjadi ciri utama model CGE terapan. Persamaan keseimbangan pasar memuat hubungan antara harga dan jumlah komoditi, faktor produksi primer, dan faktor produksi antara yang jumlahnya mencapai ratusan persamaan. Sebagai contoh, keseimbangan kuantitas suatu faktor produksi secara agregat dapat dirumuskan sebagai berikut:

∈ × = IND i i i i i V FAC X FAC FAC V FAC X 1 1 1 1 1 _ _ ...(4.25) dimana:

X1FAC_i = Permintaan faktor produksi untuk seluruh industri

X1FACi = Permintaan faktor produksi untuk masing-masing industri V1FAC_i = Total pembayaran faktor produksi pada semua industri V1FACi = Pembayaran faktor produksi oleh industri i

Blok 12. Pajak Tidak Langsung (Indirect taxes)

Gambar

Gambar 7  Struktur Produksi   Sumber: Horridge (1998)
Tabel I-O  2003  66 sektor Data Dasar  (70 sektor)  Survei Literatur  Estimasi Elastisitas dan nilai parameter

Referensi

Dokumen terkait

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer yang dikumpulkan adalah data karakteristik responden dan data mengenai berat badan dan tinggi

Diagram Jenjang menggambarkan seluruh proses dari fungsi-fungsi didalam sistem secara berjenjang. Diagram berjenjang memperlihatkan sebuah sistem yaitu

Fungsi keanggotaan output fuzzy dibagi menjadi tujuh level dengan cara menggabungkan kombinasi banyak level fungsi keanggotaan input dengan asumsi bahwa pengaruh tiap

Fungsi keanggotaan output fuzzy dibagi menjadi tujuh level dengan cara menggabungkan kombinasi banyak level fungsi keanggotaan input dengan asumsi bahwa pengaruh tiap

Jenis data primer yang dikumpulkan dalam penelitian berupa citra Quickbird Kabupaten Sleman tahun 2005, data input-output penggunaan lahan sawah irigasi dan

Jenis Data yang dikumpulkan Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini ada 2 jenis data yaitu data primer dan data sekunder sebagai berikut : data primer merupakan data yang

Data Primer Data primer dari penelitian ini meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, Indeks glikemik, dan kadar glukosa darah yang diproleh dari hasil pemeriksaan kadar glukosa

Dalam penelitian ini data primer dan data sekunder yang digunakan adalah sebagai berikut: 1 Data primer Merupakan data yang didapat peneliti secara langsung dari lahan tempat