BABl
PENDAHULUAN1.1 LA TAR BELAKANG MASALAH
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Bab XIV pasal 33 ayat 3, berbunyi: bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Akuntansi yang dipraktikkan dalam suatu wilayah negara sebenamya tidak terjadi begitu saja secara alamiah tetapi dirancang dan dikembangkan secara sengaja untuk mencapai tujuan sosial tertentu, oleh karena itu struktur dan praktik akuntansi akan berbeda antara negara yang satu dengan yang lain (Suwarjono, 2005). Praktik akuntansi keuangan sektor pemerintah seharusnya juga berdasar pada prinsip ekonomi yang terkandung dalam bab XIV Undang Undang Dasar tahun 1945.
Berdasar pada bab VIII Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 23, ayat 2, dan ayat 3, Hal Keuangan, Pejabat Eksekutif (Pemerintah Pusat) memiliki wewenang menyusun rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sedangkan berdasar Peraturan Menteri dalam Negeri (Permendagri) No 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Pejabat Eksekutif Daerah (Pemerintah Daerah) memiliki wewenang untuk menyusun rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Selain menyusun
2
rancangan pendapatan dan belanja, pejabat eksekutif juga sebagai pelak:sana anggaran, sehingga memiliki asimetri informasi keuangan pemerintah dibanding pejabat legislatif, hal ini memberi peluang kepada pejabat eksekutifuntuk berperilaku oportunistik.
Pendapatan Negara dari sumber daya alam dan pajak migas merupak:an pendapatan sumberdaya alam yang digunak:an untuk kemakmuran rak:yat pada pos subsidi, hibah, dan bantuan sosial pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pendapatan yang berasal dari sumberdaya alam yang belum dialokasikan untuk meningkatkan kemakmuran rak:yat pada pemerintah pusat selanjutnya ditransfer kepada pemerintah daerah sebagai bagian dari sumber dana pemerintah pusat yang ditransfer kepada pemerintah daerah. Pemerintah daerah mengalokasikan belanja untuk meningkatkan kemakmuran rakyat melalui belanja subsidi, hibah, dan bantuan sosial dalam Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah, apabila eksekutif daerah melakukan alokasi anggaran yang berasal dari sumberdaya alam tidak: seluruhnya untuk belanja subsidi, hibah, dan bantuan sosial, maka alokasi anggaran tersebut menyimpang dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau melak:ukan slack anggaran. Diduga pendapatan dari sumberdaya alam yang seharusnya untuk meningkatkan kemakmuran rak:yat secara langsung, oleh pejabat eksekutif dialokasikan pada pos lain yang seolah-olah dapat meningkatkan kemakmuran rak:yat, padahal sebenarnya untuk pencitraan dan tujtian jangka pendek para pejabat.
3
Kebiasaan pejabat eksekutif dalam mengelola keuangan maupun dalam menyusun laporan keuangan pemerintah daerah tidak sesuai dengan peraturan perundangan maupun standar akuntansi keuangan berdampak pada basil pemeriksaan laporan keuangan pemerintah daerah mendapat opini
selain Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Oleh karena itu diasumsikan
bahwa pemerintah daerah yang mendapat opini selain wajar tanpa pengecualian berperilaku oportunistik.
Kebiasaan pengelolaan keuangan yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan merupakan perilaku oportunistik yang dapat mendorong pejabat eksekutif untuk meningkatkan alokasi anggaran pos belanja yang seolah-olah memiliki kinerja untuk meningkatkan kemakmuran rakyat, tetapi sebenarnya alokasi belanja tersebut mengandung conjlic
interes, pos-pos tersebut adalah belanja pegawai langsung, belanja barang
dan jasa, dan belanja modal.
Belanja pegawai langsung adalah biaya pegawai diluar belanja gaji rutin yang diberikan atas kegiatan pelayanan publik yang berkaitan dengan program diluar program rutin. Belanja pegawai langsung ini dapat menjadi pendapatan tambahan bagi pegawai sehingga para pegawai eksekutif berkecenderungan ingin mengalokasikan pada pos-pos kegiatan yang dapat memberikan belanja pegawai langsung. Misalnya penyimpangan belanja pengembangan sumberdaya manusia pada dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten Sidoarjo periode tahun 1999 - 2004 yang realisasinya menyimpang sebesar Rp 21 milyar (Sulistiyowati,2006).
4
Belanja barang dan jasa merupakan belanja yang pelaksanaanya melibatkan adanya proses transaksi kontraktual yang rumit antara penyedia barang/jasa dengan pejabat eksekutif pemerintah daerah, dalam proses menuju transaksi dapat memunculkan kesempatan bagi eksekutif untuk berperilaku menyimpang yang mengarah memenuhi kepentingan diri.
Belanja modal adalah belanja barang dan jasa yang umurnya lebih dari satu tahun. Pelaksanaan belanja modal ini diatur seperti belanja barang dan jasa, sehingga juga timbul kesempatan bagi eksekutif untuk berperilaku menyimpang.
Supeno (2009) menyatakan hanya dengan mendahulukan belanja modal, memperbanyak belanja barang dan jasa, pejabat eksekutif daerah akan memperoleh banyak bagian dari praktik permalingan dalam pemerintahan, dari pos~pos Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah itulah
lubang~lubang kebocoran sengaja diciptakan.
Juoro (2009) menyatakan dugaan teijadinya kebocoran atas Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara sebesar 30-40 persen sebagaimana disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hal ini menunjukkan bahwa etektivitas dan akuntabilitas penggunaan anggaran negara masih lemah. lndikasi yang disampaikan KPK adalah tindak lanjut hasil audit yang dilaporkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan status disklaimer (tidak menyatakan pendapat) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2008 dan diinformasikan bahwa selama lima tahun
Hardjowijono (2006) menyampaikan basil survey Bank Dunia yang tertuang dalam Country Procurement Assesment Report bahwa kebocoran dana pada proyek pengadaan barang dan jasa dilingkungan pemerintah mencapai I 0 % - 50 %. Apabila pengalokasian anggaran pada pos belanja pegawai langsung, pos belanja barang dan jasa, dan pos belanja modal dipandang dari pendapat Yuoro (2009) dan Harjowijono(2006) tersebut di atas maka terlihat adanya perilaku yang menyimpang atau perilaku oportunistik. Perilaku oportunistik akan meguatkan usaha untuk meningkkatkan alokasi belanja pegawai langsung, belanja barang dan jasa dan belanja modal yang berpengaruh terhadap slack anggaran dalam penetapan alokasi belanja untuk kemakmuran rakyat yang berasal dari pendapatan sumber daya alam.
Sorotan yang tajam terjadinya penyimpangan realisasi anggaran adalah pada pengadaan barang dan jasa, sedang yang dimaksud dengan barang dan jasa adalah kegiatan pengadaan barangljasa yang dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara!Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, baik yang dilaksanakan secara swakelola maupun oleh penyedia barang dan atau jasa (Keputusan Presiden Republik Indonesia No 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang!Jasa Pemerintah)
Untuk menjelaskan self-interest dalam penganggaran publik tersebut dapat digunakan teori keagenan sebagai landasan (Christensen, 1992; Johnson,l994; Smith & Bertozzi, 1998). Abdullah & Asmara (2006) melakukan penelitian tentang perilaku oportunistik pejabat legislatif dalam
'
6
penganggaran daerah dengan menggunakan pendekatan teori keagenan, hasilnya menunjukkan bahwa legislatif berperilaku aportunistik, sehingga efektifitas anggaran terhadap kesejahteraan rakyat tidak memadai. Hamzah (2007) menunjukkan bahwa proses penyusunan anggaran di Kabupaten Mojokerto dan Sidoarjo belum berjalan dengan baik dan aspiratif. Djajasinga (2005) menunjukkan bahwa penyusunan anggaran di kota Bandar Lampung belum mensejahterakan rakyat. Ketiga peneliti tersebut bertemakan perilaku oportunistik para pejabat dalam menyusun anggaran pemerintah daerah dengan tujuan agar penganggaran daerah dapat mendatangkan kesejahteraan rakyat dan terciptanya pemerataan pembangunan ekonomi, mengingat pemerataan dalam sektor ekonomi telah menjadi kewajiban seperti yang dinyatakan Raharjo (1987) bahwa program pemerataan merupakan keharusan ekonomi dan bukan hanya timbul atas dasar pertimbangan sosial ekonomi. Penelitian ini juga bertema perilaku oportunistik para pejabat dalam menyusun anggaran pemerintah daerah, tetapi hanya khusus pada alokasi belanja yang berasal dari pendapatan sumberdaya alam.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dikemukakan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh belanja pegawai langsung, belanja barang dan jasa,
dan belanja modal yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terhadap
slack
anggaran dalam penetapan alokasi belanja untuk kemakmuran rakyat yang berasaldari
pendapatan sumber daya alam ?2. Apakah perilaku oportunistik pejabat eksekutif memoderasi pengaruh belanja pegawai langsung, belanja barang dan jasa, dan belanja modal yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terhadap slack anggaran dalam penetapan alokasi belanja untuk kemakmuran rakyat yang berasal dari pendapatan sumber daya alam ?
3. Apakah perbuatan perilaku oportunistik pejabat eksekutif memoderasi pengaruh belanja barang, jasa, modal yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terhadap slack anggaran dalam penetapan alokasi belanja untuk kemakmuran rakyat yang berasal dari pendapatan sumber daya alam?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk meguji dan menganalisis pengaruh belanja pegawai langsung, belanja barang dan jasa, dan belanja modal yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terhadap slack anggaran dalam penetapan alokasi belanja untuk kemakmuran rakyat yang berasal dari pendapatan sumber daya alam.
2. Untuk menguji dan menganalisis perilaku oportunistik pejabat eksekutif memoderasi pengaruh belanja pegawai langsung, belanja barang dan jasa, dan belanja modal yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terhadap slack anggaran dalam penetapan alokasi belanja untuk kemakmuran rakyat yang berasal dari pendapatan sumber daya alam.
8
3. Untuk menguji dan menganalisis perilaku oportunistik pejabat eksekutif memoderasi pengaruh belanja barang, jasa, modal yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terhadap slack anggaran dalam penetapan alokasi belanja untuk kemakmuran rakyat yang berasal dari pendapatan sumber daya alam.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Diharapkan penelitian ini dapat memberi manfaat: 1. Bagi pengembangan teoretis:
a. Hasil penelitian ini berkontribusi untuk pengembangan ilmu yang akan memperkuat model hubungan prinsipal dan agen (teori keagenan). b. Penelitian ini memberi kontribusi pada penelitian akuntansi yang
berkaitan dengan penerapan prinsip ekonomi sesuai dengan undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945 dalam membangun perekonomian negara yang tercantum dalam bah XIV undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945 tentang perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial.
2. Konstribusi praktis:
a. Penelitian ini memberi kontribusi pada penelitian akuntansi dengan mengidentiftkasi pengukuran alokasi belanja yang berasal dari sumberdaya alam untuk kemakmuran rakyat dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
b. Bagi penelitian lanjutan, sebagai salah satu bacaan tentang penelitian yang berkaitan dengan terwujudnya tatanan ekonomi yang sesuai prinsip-prinsip pengelenggaraan perekonomian pada bab XIV Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
1.5 RUANG LINGKUP
Ruang lingkup penelitian ini meliputi pengelolaan pendapatan Negara yang berasal dari sumberdaya alam dan perilaku pejabat eksekutif dalam mengalokasikan anggaran belanja untuk kemakmuran rakyat pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun 2009 diseluruh Indonesia.