• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KADAR SGOT DAN SGPT DENGAN DBD DERAJAT I DAN II PADA PASIEN DEWASA RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM (RSU) KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN KADAR SGOT DAN SGPT DENGAN DBD DERAJAT I DAN II PADA PASIEN DEWASA RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM (RSU) KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

i

RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM (RSU)

KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2014-2015

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA KEDOKTERAN

OLEH:

AHMAD SISJUFRI M

NIM: 1113103000088

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2016

(2)

ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini penyusun menyatakan bahwa :

1. Penelitian ini merupakan hasil karya asli penyusun yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang penyusun gunakan dalam penulisan ini telah dicantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli penyusun atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, penyusun bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 1 Oktober 2016

(3)

iii

HUBUNGAN KADAR SGOT DAN SGPT DENGAN DBD DERAJAT I DAN II PADA PASIEN DEWASA RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM

(RSU) KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2014-2015

Laporan Penelitian

Diajukan kepada Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kedokteran untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)

Oleh

Ahmad Sisjufri M NIM : 1113103000088

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Femmy Nurul Akbar, Sp.PD, K-GEH dr. Silvia Dewi, Sp. PD NIP. 19731005 200604 2 001 NIP. 19770403 200804 2 007

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS

ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(4)

iv

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Penelitian berjudul HUBUNGAN KADAR SGOT DAN SGPT DENGAN DBD DERAJAT I DAN II PADA PASIEN DEWASA RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM (RSU) KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2014-2015 yang diajukan oleh Ahmad Sisjufri M (NIM: 1113103000088), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada Oktober 2016. Laporan Penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter.

Ciputat, Oktober 2016 DEWAN PENGUJI

Ketua Sidang

dr. Femmy Nurul Akbar, Sp.PD, K-GEH NIP. 19731005 200604 2 001

PIMPINAN FAKULTAS Pembimbing 1

dr. Femmy Nurul Akbar, Sp.PD, K-GEH NIP. 19731005 200604 2 001 Pembimbing 2 dr. Silvia Dewi, Sp.PD NIP. 19770403 200804 2 007 Penguji 1 dr. Merry Nitalia Sp.PK NIP. 19781230 200604 2 001 Penguji 2

dr. Meizi Fachrizal Ahmad, M.Biomed

Dekan FKIK UIN

Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes NIP. 19650808 198803 1 002

Kaprodi PSKPD FKIK UIN

dr. Achmad Zaki, M. Epid, Sp.OT NIP. 19780507 200501 1 005

(5)

v

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam yang atas ridho, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul “HUBUNGAN KADAR SGOT DAN SGPT DENGAN DBD DERAJAT I DAN II PADA PASIEN DEWASA RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM (RSU) KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2014-2015” sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan jenjang program sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat serta salam tak lupa pula penulis sampaikan kepada Nabi besar Muhammad SAW, suri tauladan kita dengan sebaik-baiknya akhlak.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini dapat terwujud karena adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan penghargaan, rasa hormat, dan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT, selaku Ketua Program Studi

Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. dr. Femmy Nurul Akbar, Sp.PD, K-GEH, selaku dosen pembimbing 1 dan dr. Silvia Dewi, Sp.PD, selaku dosen pembimbing 2 yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan dan membimbing peneliti dari awal hingga akhir terselesaikannya penelitian ini.

4. dr. Merry Nitalia, Sp.PK, selaku dosen penguji I dan dr. Meizi Fachrizal Achmad, M.Biomed, selaku dosen penguji II yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk menguji , mengarahkan, serta memberi masukan untuk penelitian ini.

(6)

vi

5. dr. Flori Ratnasari, Ph.D, selaku penanggung jawab riset program studi kedokteran dan profesi dokter 2013.

6. Kedua orang tua saya, H. Muliadi dan Hj. Sumiati,yang senantiasa mendoakan, memberi semangat dan motivasi, serta memberikan dukungan baik moral maupun material. Tak lupa juga terimakasih kepada adik Saya, Ahmad Asyraf, Kakek, Nenek, dan seluruh keluarga Saya yang telah menjadi motivasi Saya selama ini.

7. Para dosen dan staf Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Pihak RSU Kota Tangerang Selatan, Direktur rumah sakit beserta jajarannya, Bu fina, dan seluruh staf rekam medis rumah sakit yang telah membantu berlangsungnya penelitian ini.

9. Teman-teman seperjuangan riset, Raudya Iwana, Nur Khakimatul F, Rohman Sungkono, Azmi Jabbar NST, dan Charifa Sama yang sejak awal hingga selesai selalu membantu dalam melewati berbagai hal dalam penelitian ini. Rekan kesmas Saya Achmad dan Sri Purwanti yang bersedia diajak berdiskusi mengenai SPSS dan metodologi penelitian saya. 10.Teman-teman sejawat Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter

angkatan 2013 yang ikut memberi dukungan dalam penelitian ini.

11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat ketidaksempurnaan dalam laporan penelitian ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi penelitian ini.Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga penelitian ini dapat memberi banyak manfaat bagi kita semua.

Ciputat, Oktober 2016

(7)

vii ABSTRAK

Ahmad Sisjufri M. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter.Hubungan Kadar SGOT Dan SGPT dengan DBD Derajat I dan II pada Pasien Dewasa Rawat Inap di Rumah Sakit Umum (Rsu) Kota Tangerang Selatan Tahun 2014-2015.

Latar Belakang: Disfungsi hepar adalah salah satu akibat dari infeksi dengue yang sering muncul dalam bentuk hepatomegali dan peningkatan ringan-sedang kadar enzim aminotransferase (SGOT & SGPT). Enzim aminotransferase cenderung lebih tinggi seiring dengan beratnya penyakit.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara peningkatan kadar SGOT & SGPT dengan derajat penyakit infeksi virus dengue khususnya DBD derajat I dan II (berdasarkan kriteria WHO2011).Metode: Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Data diperoleh dari rekam medis pasien DBD dewasa yang menjalani rawat inap di RSU Kota Tangerang Selatan dari tahun 2014 – 2015 dengan teknik consecutive sampling.Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi Square dan Kolmogorov-Smirnov.Hasil: Dari 157 sampel, pasien yang mengalami peningkatan SGOT dan SGPT masing-masing sebanyak 91,1% dan 65,6%.Berdasarkan hasiluji statistiktidak ditemukan hubungan bermakna antara derajat penyakit infeksi virus dengue DBD derajat I & II baik dengan kadar SGOT (p = 0,326) maupun dengan SGPT (p = 0,664).Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kadar SGOT dan SGPT dengan derajat penyakit infeksi virus dengue DBD derajat I &II

Kata Kunci: Demam berdarah dengue (DBD), DBD derajat I, DBD derajat II, SGOT, SGPT, disfungsi hepar.

(8)

viii

ABSTRACT

Ahmad Sisjufri M. School of Medicine. The Association between SGOT & SGPT Levels and Grade of Severity of Dengue Infection (DHF grade I & II) among hospitalized adult patientsin General Hospital of South Tangerang in 2014 – 2015.

Background: Hepar dysfunction is one of the effects of dengue infection that often manifested as hepatomegaly and mild-moderate increase of aminotransferase enzyme (SGOT & SGPT). This Aminotransferase enzyme tend to increase along with the severity of disease.This study aim to know the association between increasedserum SGOT & SGPT levels and grade of severity of DHF, especially in DHF grade I and II (based on WHO 2011 classification).Methods: This study is an analytic observational study with cross sectional approach. Data was collected from medical record of adult DHF patients who were hospitalized in General Hospital of South Tangerang in 2014 – 2015 by using consecutive sampling method. Chi Square and Kolmogorov-Smirnov Statistic test were used in this study. Results: Of 157 samples, patients who have increased level of SGOT and SGPT are 91,1% and 65,6%, respectively. Based on statistical test result, there is no significant association between grade of severity of dengue infection(DHF grade I & II) and SGOT levels (p = 0,326) as well as SGPT levels (p = 0,664).Conclusion: There is no significant association between SGOT & SGPT levels and grade of severity of dengue infection, especially DHF grade I & II. Keywords: Dengue hemorrhagic fever (DHF), DHF grade I, DHF grade II, SGOT, SGPT, hepar dysfunction.

(9)

ix DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL………..i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK…… ... vii

DAFTAR ISI…. ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xiv

BAB 1: PENDAHULUAN ... 1 1.1Latar Belakang ... 1 1.2Rumusan Masalah ... 2 1.3Hipotesis. ... 2 1.4Tujuan Penelitian ... 2 1.4.1Tujuan Umum ... 2 1.4.2Tujuan Khusus... 3 1.5Manfaat Penelitian ... 3

1.5.1Manfaat Penelitian bagi Peneliti ... 3

1.5.2Manfaat Penelitian bagi Perguruan Tinggi... 3

1.5.3Manfaat Penelitian bagi RSU Kota Tangerang Selatan ... 3

BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1Demam Berdarah Dengue ... 4

2.1.1Definisi ... 4

2.1.2Etiologi ... 4

2.1.3Epidemiologi ... 5

2.1.4Patogenesis dan Patofisiologi ... 6

2.1.5Manifestasi Klinis ... 10

2.1.6Diagnosis ... 12

2.1.7Pemeriksaan Laboratorium ... 13

2.1.8Penatalaksanaan ... 15

2.2Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue ... 20

(10)

x

2.4Keterlibatan Organ Hepar pada Infeksi Virus Dengue ... 23

2.5Kerangka Teori ... 29

2.6Kerangka Konsep ... 30

2.7Definisi Operasional ... 30

BAB 3: METODOLOGI PENELITIAN ... 33

3.1Desain Penelitian ... 33

3.2Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

3.3Populasi dan Sampel ... 33

3.3.1Populasi Target ... 33

3.3.2Populasi Terjangkau ... 33

3.3.3Sampel ... 33

3.3.4Besar Sampel ... 33

3.3.5Cara Pengambilan Sampel ... 34

3.3.6Kriteria Sampel ... 34

3.4Cara Kerja Penelitian ... 35

3.5Manajemen Data ... 35

BAB 4: HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

4.1Deskripsi Data Penelitian ... 36

4.1.1Karakteristik Responden ... 36

4.1.2Sajian Data Penilitian ... 38

4.2Analisis Bivariat ... 41

4.3Pembahasan ... 43

4.4Keterbatasan Penelitian ... 45

BAB 5: SIMPULAN DAN SARAN ... 46

5.1Simpulan…. ... 46

5.2Saran……… ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 48

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Klasifikasi kasus dengue dan tingkat keparahannya (WHO 2009) ... 20

Tabel 2.2. Klasifikasi kasus dengue dan tingkat keparahannya (WHO 2011) ... 21

Tabel 4.1. Distribusi sampel berdasarkan usia ... 31

Tabel 4.2. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin ... 32

Tabel 4.3. Distribusi sampel berdasarkan derajat penyakit infeksi dengue ... 32

Tabel 4.4. Distribusi sampel berdasarkan kadar SGOT ... 33

Tabel 4.5. Karakteristik pasien yang mengalami peningkatan SGOT ... 34

Tabel 4.6. Distribusi sampel berdasarkan kadar SGPT ... 35

Tabel 4.7. Karakteristik pasien yang mengalami peningkatan SGPT ... 35

Tabel 4.8. Hubungan kadar SGOT dengan derajat penyakit infeksi dengue ... 36

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Skema virion dengue ... 4 Gambar 2.2. Skema patogenesis DSS/ DHF ... 7 Gambar 2.3. Patogenesis demam berdarah, demam berdarah dengue, dan

sindrom renjatan dengue ... 8 Gambar 2.4. Perjalanan penyakit dengue ... 9 Gambar 2.5. Time-line infeksi primer dan sekunder virus dengue dan metode

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Output SPSS

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian Lampiran 3. Daftar Riwayat Hidup

(14)

xiv

DAFTAR SINGKATAN

CFR : Case fatality rate CRT : Capillary refill time DD : Demam dengue

DBD : Demam berdarah dengue DF : Dengue fever

DHF : Dengue hemorrhagic fever DSS : Dengue syok syndrome

ELISA : Enzyme-linked immunosorbent assay GGT : gamma glutamyl transferase

Hb : Haemoglobin Ht : Hematokrit IR : Incidence rate NSD : Non-severe Dengue NK : Natural Killer PGE : Prostaglandin E SD : Severe Dengue SSD : Sindrom syok dengue

SGOT : Serum Glutamic Oxaloasetik Transaminase

SGPT : Serum Glutamic Piruvate Transaminase

TNF : Tumor necrosis factor

(15)

1 1.1 Latar Belakang

Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue.Virus dengue ini ditularkan melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama Aedes aegypti dan Aedes albopictus). Manifestasi klinis utama penyakit ini berupa demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, limfadenopati, ruam, trombositopenia, dan diatesis hemoragik.[1]

Diperkirakan 50 juta infeksi dengue terjadi tiap tahunnya.Di Indonesia sendiri penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan yang serius. Menurut World Health Organzation (WHO), Indonesia yang dimana lebih dari 35% populasinya tinggal di daerah urban, telah dilaporkan 150.000 kasus pada tahun 2007 (rekor tertinggi) dengan lebih dari 25.000 kasus dilaporkan dari Jakarta dan Jawa Barat [2]

. Di Indonesia sendiri ditemukan prevalensi tertinggi pada kelompok usia 25-34 tahun yaitu sebesar 0,7% [3] . Sejak tahun 1968 sampai tahun 2009, WHO mencatat Indonesia sebagai negara dengan kasus demam berdarah dengue tertinggi di Asia Tenggara [4]

Jumlah penderita DBD di Indonesia pada tahun 2013 dilaporkan sebanyak 112.511 kasus dengan angka kematian 871 orang dengan Incidence Rate sebesar 45,85 per 100.000 penduduk dan CFR sebesar 0,77%. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan kasus pada tahun 2013 dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 90,245 kasus dengan IR 37,27 [5]. Peningkatan kasus setiap tahunnya puberhubungan dengan sanitasi lingkungan yang buruk dengan tersedianya tempat perkembangbiakan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih [1]

Disfungsi hepar merupakan salah satu akibat dari infeksi dengue yang sering muncul dalam bentuk hepatomegali dan peningkatan ringan-sedang kadar enzim aminotransferase walaupun jaundice dan gagal hepar akut jarang terjadi. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan Trung dkk (2010) ditemukan hanya 3% pasien dengue yang memiliki kadar SGOT & SGPT normal. Selain itu kadar

(16)

2

SGOT ditemukan lebih tinggi jumlahnya dibanding kadar SGPT pada pasien dengue.[6]

Penelitian lain oleh Souza dkk (2007) menemukan dari total 169 sampel pasien dengue, 65,1% mengalami peningkatan kadar SGOT dan SGPT dengan rincian 48,5% meningkat <3 kali nilai normal, 14,8% meningkat 3-10 kali nilai normal, dan 1,8% meningkat >10 kali nilai normal.[7]

Di Indonesia sendiri masih sedikit studi mengenai peningkatan kadar enzim SGOT dan SGPT pada pasien dengan infeksi virus dengue. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penelitian ini ditulis untuk mengetahui studi mengenai hubungan antara kadar SGOT dan SGPT dengan derajat penyakit infeksi virus dengue pada pasien rawat inap di RSU Tangerang Selatan.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara kadar SGOT dan SGPT dengan derajat penyakit infeksi virus dengue khususnya DBD derajat I dan DBD derajat II pada pasien rawat inap di RSU Kota Tangerang Selatan?

1.3 Hipotesis

Terdapat hubungan yang bermakna antara kadar SGOT dan SGPT dengan derajat penyakit infeksi virus dengue khususnya DBD derajat I dan DBD derajat II pada pasien rawat inap di RSU Kota Tangerang Selatan.

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara kadar SGOT dan SGPT dengan derajat penyakit infeksi virus dengue khususnya DBD derajat I dan DBD derajat II pada pasien rawat inap di RSU Kota Tangerang Selatan.

(17)

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui karakteristik (berdasarkan usia dan jenis kelamin) dan proporsi pasien yang mengalami peningkatan kadar SGOT dan SGPT pada pasien DBD yang menjalani rawat inap di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2014 – 2015.

2. Mengetahui gambaran kadar SGOT dan SGPT pada pasien DBD yang menjalani rawat inap di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2014 – 2015.

3. Mengetahui gambaran derajat penyakit infeksi virus dengue pada pasien DBD yang menjalani rawat inap di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2014 – 2015.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Penelitian bagi Peneliti

1. Menjadi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana kedokteran di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Menjadi salah satu bentuk perwujudan penelitian dalam melaksanakan kewajiban mahasiswa Tri Dharma Perguruan Tinggi.

1.5.2 Manfaat Penelitian bagi Perguruan Tinggi

1. Menambah referensi penelitian di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di bidang kedokteran.

2. Menjadi dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan kadar SGOT dan SGPT dengan derajat penyakit infeksi virus dengue di masa depan.

1.5.3 Manfaat Penelitian bagi RSU Kota Tangerang Selatan

1. Memberikan informasi mengenai gambaran peningkatan kadar SGOT dan SGPT pada pasien demam berdarah dengue derajat I dan II yang menjalani rawat inap di rumah sakit, khususnya RSU Kota Tangerang Selatan.

(18)

4

2

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue 2.1.1 Definisi

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/ DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/ atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik.[1]

2.1.2 Etiologi

Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue.Virus yang termasuk kedalam genus Flavivirus ini memiliki 4 serotipe (DEN 1-4) yang semuanya dapat menyebabkan penyakit DBD. Serotipe yang paling banyak ditemukan di Indonesia adalah DEN-3.[1]

Virion dengue merupakan virus ssRNA sensitif positif sebagai genomnya.berbentuk sferis dengan diameter sekitar 50 nm. Protein virus ini terdiri dari protein C untuk kapsid dan core, M untuk protein membran, E untuk protein selubung dan NS untuk protein non-struktural. Protein non-struktural NS-1 sering digunakan sebagai antigen diagnostik di awal fase penyakit.[8,9]

Gambar 2.1.Skema virion dengue. Sumber: Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi.

(19)

Virus ini ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegypti dan sedikit oleh Aedes albopictus. Masa laten infeksi in vitro virus ini kira-kira 12-16 jam, setelah itu virus dapat ditemukan di ekstrasel. Virus dengue terutama menyerang sel-sel yang termasuk sistem retikuloendotelial, yaitu sel monosit dan progenitornya, sel limfosit B, sel Kupfer, dan juga makrofag.[9]

2.1.3 Epidemiologi

Virus dengue merupakan virus yang paling cepat menyebar di dunia.[2] Virus ini tersebar di benua Afrika, Asia, Amerika, dan Australia dengan kombinasi tipe virus yang berbeda-beda.[9]Peningkatan insidens terjadi sebesar 30 kali lipat dengan peningkatan perluasan geografis ke negara-negara barudalam 50 tahun terakhir. Diperkirakan 50 juta kasus infeksi dengue terjadi setiap tahunnya.[2]

Penyakit DBD berhubungan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat. Faktor lingkungan yang terutama berpengaruh adalah tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih seperti kaleng bekas, bak mandi, dan tempat penampungan air lainnya.[1] Penyakit ini dapat menyerang seluruh kelompok usia dan bisa muncul sepanjang tahun.[10]

Menurut data profil kesehatan Indonesia tahun 2014, jumlah penderita DBD yang dilaporkan sebanyak 100.347 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 907 orang (IR/Angka kesakitan = 39,8 per 100.000 penduduk dan CFR/angka kematian= 0,9%). Jika dibandingkan dengan tahun 2013 (112.511) terjadi penurunan kasus sebesar 10,8%.[10]

Bali adalah daerah dengan angka kesakitan DBD tertinggi pada tahun 2014 yaitu sebesar 204,22, disusul oleh Kalimantan Timur 135,46, dan Kalimantan Utara 128,51 per 100.000 penduduk. Angka kesakitan di daerah DKI Jakarta sebesar 83,34 dan Banten 25,37 per 100.000 penduduk.[10]

Faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu [1]:

1. Vektor: kebiasaan menggigit, perkembangbiakan vektor, kepadatan vektor di lingkungan, dan transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lainnya.

(20)

6

2. Hospes: terdapatnya penderita di lingkungan/ keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia, dan jenis kelamin.

3. Lingkungan: curah hujan, suhu, kepadatan penduduk, dan sanitasi.

2.1.4 Patogenesis dan Patofisiologi

Virus dengueyang terdapat dalam darah orang yang telah terinfeksi akan berpindah ke dalam tubuh vektor, Aedes aegypti, ketika nyamuk ini menghisap darah orang tersebut. Virus masuk ke dalam lambung vektor dan berkembang biak dalam suatu periode tertentu.Virus nantinya akan berada dalam kelenjar ludah vektor dan siap menularkannya ke manusia. Kira-kira diperlukan waktu sekitar 8-10 hari untuk mencapai fase ini dimulai dari awal nyamuk menghisap darah.[9]

Selanjutnya ketika nyamuk tersebut menghisap darah manusia yang lain, virus dengue ini akan berpindah ke sirkulasi darah manusia tersebut. Saat nyamuk menusuk kulit manusia, virus bisa tersebar ke lapisan epidermis dan dermis.Disini virus menginfeksi sel Langerhans imatur dan keratinosit. Sel-sel yang telah terinfeksi tersebut kemudian bermigrasi ke limfonodus, dimana monosit dan makrofag berada yang nantinya akan menjadi target infeksi selanjutnya. Virus pun mereplikasikan diri dan infeksi semakin menyebar melalui sistem limfatik. [11]

Dalam suatu penelitian pada tikus AG129 disebutkan bahwa virus dengue ini bisa menginfeksi sel mononuklear di darah dan sel-sel yang berada di limpa, limfonodus, hati dan sumsum tulang. Pada primata bukan manusia juga ditemukan infeksi virus dengue pada sel leukosit.[11]

Mekanisme terjadinya demam berdarah dengue masih kontroversial. Dalam sebuah fenomena yang ditemukan oleh Halstead disebutkan bahwa manusia yang memiliki imunitas terhadap salah satu serotipe virus dengue, baik secara alamiah didapat maupun dari antibodi maternal, memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami demam berdarah dengue dan/ atau Dengue Shock Syndrome (DSS) pada infeksi sekunder selanjutnya oleh serotipe virus dengue yang berbeda. Fenomena ini disebut Antibody Dependent Enhancement (ADE).[1,12]

(21)

Pada fenomena ini, kompleks antibodi dan virus berikatan pada reseptor FC imunoglobin kemudian terjadi penetrasi kompleks ke dalam sel retikuloendotelial dan terjadi replikasi virus di dalamnya, dengan kata lain mempermudah infeksi virus. Akibatnya, terdapat lebih banyak jumlah sel retikuloendotelial yang terinfeksi. Dengan lebih banyaknya sel yang terinfeksi lebih banyak pula sitokin pro-inflamasi yang dilepaskan sehingga memperberat gejala klinis.[9]

NS1 diduga berperan penting dalam aktivasi sistem komplemen. Sel yang terinfeksi akan melepaskan NS1 yang nantinya secara langsung dapat mengaktifkan sistem komplemen. Produksi kompleks C5b-C9 dapat merangsang reaksi seluler dan produksi sitokin-sitokin inflamatorik yang nantinya berperan dalam timbulnya DBD/DSS. [11]

Gambar 2.2.Skema patogenesis DSS/ DHF.

(22)

8

Gambar 2.3.Patogenesis demam berdarah, demam berdarah dengue, dan sindrom renjatan dengue.

(23)

Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue ini secara umum teridiri dari 3 fase yaitu: fase demam (febrile), kritis (critical), dan penyembuhan (recovery).[2]

Di hari ke 3 – 7 sakit biasanya merupakan fase kritis dimana terjadi penurunan suhu ke 37,5 – 38o C. Pada fase ini terjadi peningkatan permeabilitas kapiler yang diikuti dengan peningkatan nilai hematokrit. Periode kebocoran plasma yang signifikan ini dapat berlangsung selama 24-48 jam. Di fase ini pula biasanya terjadi kerusakan organ termasuk gangguan hati maka dari itu penelitian ini terutama mengambil data pasien yang datang pada hari ke 3 -7 onset demam dan diperiksa kadar SGOT dan SGPT nya.[2]

Gambar 2.4.Perjalanan penyakit dengue.

Sumber: WHO Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Preventation and Control. 2009.

(24)

10

2.1.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bervariasi tergantung dari strain virus dan faktor pejamu seperti usia, status imun, dll. Manifestasi klinis dapat berupa asimtomatik, viral syndrome, demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD), termasuk sindrom renjatan dengue/ dengue shock syndrome (DSS). Infeksi oleh satu macam serotipe virus dengue bisa memberikan imunitas sepanjang hidup namun pada serotipe virus yang berbeda hanya bertahan dalam waktu yang singkat.[13]

a. Undifferentiated fever

Orang yang terinfeksi virus dengue terutama saat pertama kali/ infeksi primer akan mengalami gejala demam yang sulit dibedakan dari infeksi virus lainnya. Gejala lain yang mungkin menyertai adalah ruam makulopapular, gejala saluran napas atas, dan gejala gastrointestinal.[13]

DHF non-shock

DHF with shock/ Dengue shock syndrome (DSS) Without haemorrhage With unusual haemorrhage Undifferentiated Fever (viral syndrome) Dengue fever (DF)

Dengue virus infection

Asymptomatic Symptomatic Dengue haemorrhagic fever (DHF) (with plasma leakage) Expanded dengue syndrome/ Isolated organopathy (unusual manifestation)

(25)

b. Dengue fever

Dengue fever atau demam dengue paling sering ditemukan pada anak yang lebih tua, remaja, atau dewasa.Demam bersifat akut, tinggi, dan biasanya bifasik.Demam bisa bertahan 2-7 hari dan biasanya disertai mual, muntah, dan penurunan nafsu makan.Sakit kepala hebat, nyeri retro-orbital, nyeri otot, nyeri sendi, ruam, leukopenia, dan trombositopenia juga sering ditemukan.

c. Dengue haemorrhagic fever

Dengue haemorrhagic fever atau demam berdarah dengue lebih sering terjadi pada anak usia < 15 tahun terutama pada daerah hiperendemis karena infeksi berulang virus dengue ini. Namun fenomena ini juga nampaknya sudah mulai meningkat pada orang dewasa.

Gejala yang sering muncul berupa diathesis hemoragik seperti tes tourniquet (+), petekie, dan perdarahan saluran cerna pada kasus yang berat.[13] Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan peningkatan hematokrit >20% (dibandingkan standar usia & jenis kelamin atau bila dibandingkan dengan nilai Hematokrit sebelumnya). Adanya efusi pleura, asites, maupun hipoproteinemia menandakan telah terjadi kebocoran plasma.[1]

d. Dengue Shock Syndrome

Leukopenia progresif yang diikuti oleh penurunan kadar trombosit dengan cepat biasanya mendahului kebocoran plasma. Bila permeabilitas kapiler meningkat dapat terjadi kebocoran plasma yang nantinya jika volume plasma berkurang drastis akan terjadi syok. Syok pada pasien DBD yang biasa disebut dengue shock syndrome (DSS) sering terjadi pada hari ke 4-5 penyakit (2). DSS akan muncul dengan gejala nadi yang cepat dan lemah, bahkan dalam keadaan berat bisa tidak teraba, tekanan darah turun (<20 mmHg), hipotensi, CRT >2 detik, kulit dingin dan lembab disertai gelisah.[1]

(26)

12

Jika pasien mampu bertahan dalam 24-48 jam fase kritis, akan terjadi reabsorpsi bertahap cairan ekstravaskular ke intravascular dalam 48-72 jam berikutnya.[2]

e. Expanded dengue syndrome

Pada beberapa kasus, infeksi dengue dapat terjadi tanpa adanya tanda-tanda kebocoran plasma.Namun terdapat manifestasi yang jarang ditemukan yang dapat melibatkan hati, ginjal, otak, atau jantung. Diduga hal ini berubungan dengan koinfeksi, komorbiditas, atau komplikasi dari syok berkepanjangan.[13]

2.1.6 Diagnosis

Menurut WHO 2011, diagnosis infeksi virus dengue dapat ditegakkan melalui kriteria berikut:

 Demam Dengue:

Demam akut disertai minimal 2 dari tanda berikut:

 Sakit kepala  Nyeri retro-orbital  Mialgia  Arthralgia  Ruam  Manifestasi perdarahan  Leukopenia ≤ 5000 sel/ mm3  Trombositopenia < 150.000 sel/ mm3  Peningkatan hematokrit 5 – 10 % Dan minimal 1 dari tanda berikut:

 Tes serologi positif

 Terdapat kasus DBD di waktu dan lokasi tempat tinggal yang sama dengan pasien

 Demam Berdarah Dengue Semua tanda di bawah ini:

(27)

 Demam akut 2 – 7 hari

 Manifestasi perdarahan yang tampak sabagai: tes ourniquet (+), petekie, ekimosis atau purpura, atau perdarahan mukosa, saluran cerna, atau lokasi lainnya.

 Hitung trombosit ≤ 100.000 sel/ mm3

 Tanda kebocoran plasma: peningkatan hematokrit/ hemokonsentrasi ≥ 20%, efusi pleura, asites, atau hipoproteinemia/ albuminemia

 Sindrom Syok Dengue

Kriteria demam berdarah dengue seperti di atas dengan tanda-tanda syok seperti:

 Takikardia, akral dingin, CRT > 2 detik, nadi lemah, letargi,

 Tekanan nadi ≤ 20 mmHg dengan peningkatan tekanan diastolik, contoh 100/80 mmHg.

 Hipotensi berdasarkan usia. Tekanan sistolik < 80 mmHg untuk usia< 5 tahun atau < 80 – 90 untuk anak yang lebih tua dan orang dewasa.

2.1.7 Pemeriksaan Laboratorium

Dalam menegakkan diagnosis pasti infeksi virus dengue, terutama dalam periode demam (<5 hari onset sakit), dapat dilakukan isolasi virus (cell culture), deteksi RNA virus dengan tes amplifikasi asam nukleat (NAAT), atau dengan mendeteksi antigen virus dengan tes ELISA atau rapid test lainnya. Namun karena tes-tes tersebut membutuhkan biaya yang mahal dan juga rumit, maka tidak rutin dilakukan. Uji deteksi antigen NS1 adalah yang paling memungkinkan untuk dilakukan di laboratorium dengan peralatan terbatas dan hasilnya bisa didapatkan dalam hitungan beberapa jam.

Selain deteksi NS1, tes lain yang biasa dilakukan adalah tes serologis berupa deteksi antibodi spesifik terhadap virus dengue berupa antibodi total, IgM maupun IgG. Dari hasil tes IgM dan IgG virus dengue kita dapat membedakan infeksi tergolong infeksi sekunder atau primer.

(28)

14

 IgM: Kadar IgM pada infeksi sekunder lebih rendah daripada IgM pada infeksi primer. IgM biasanya mulai terdeteksi pada hari ke 3-5, memuncak pada minggu ke 2-3 setelah onset gejala, dan menghilang setelah 60-90 hari.[1,2]

 IgG: Pada infeksi primer kadar IgG mulai terdeteksi pada akhir minggu pertama sampai minggu kedua penyakit. Kadarnya lebih rendah dibandingkan pada infeksi sekunder. Pada infeksi sekunder kadarnya mulai terdeteksi pada hari ke-2. Kadar IgG ini dapat terdeteksi hingga beberapa bulan bahkan seumur hidup.[1,2]

Selain pemeriksaan virologis & serologis diatas, beberapa pemeriksaan lain juga perlu dilakukan untuk menunjang diagnosis dan memantau perjalanan penyakit pasien

IgG primary infection

Gambar 2.5.Time-line infeksi primer dan sekunder virus dengue dan metode diagnostik yang bisa digunakan untuk mendeteksi infeksi.

Sumber: WHO Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Preventation and Control. 2009.

(29)

- Leukosit: dapat normal atau menurun. Limfositosis relatif dapat ditemukan mulai hari ke-2. Limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat juga dapat ditemukan.

- Trombosit: Trombositopenia < 100.000 sel/mm3 dapat dijumpai diantara hari ke-3 dan 8 dari onset penyakit.

- Hematokrit: Hematokrit yang meningkat > 20% dari kadar awal menunjukkan bahwa telah terjadi hemokonsentrasi. Hal ini menandakan hipovolemia karena peningkatan permeabilitas vaskular dan kebocoran plasma.

- Protein/ albumin: hipoproteinemia dapat terjadi akibat kebocoran plasma. - SGOT/SGPT: kadarnya dapat meningkat bila terjadi disfungsi hati akibat

infeksi dengue ini.

- Ureum, kreatinin: jika ditemukan gangguan fungsi ginjal. - Elektrolit: untuk memantau pemberian cairan.

2.1.8 Penatalaksanaan

Prinsip utama dalam menangani kasus DBD adalah terapi suportif berupa memelihara volume cairan sirkulasi. Saat ini terdapat 5 protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa yang telah disusun oleh PAPDI bersama Divisi infeksi tropic & divisi hemato-onkologi FKUI

Protokol 1. Penanganan tersangka (probable) DBD dewasa tanpa syok

Hb, Ht normal. Trombosit<100 .000 Keluhan DBD (Kriteria WHO 1997) Hb, Ht, Trombosit normal Hb, Ht normal. Trombosit 100.000-150.000 Hb, Ht. Trombosit normal/turun Observasi Rawat jalan Periksa Hb, Ht, Leuko, trombosit / 24 jam Observasi Rawat jalan Periksa Hb, Ht, Leuko, trombosit / 24 jam Rawat Rawat

(30)

16

Protokol 2. Pemberian cairan pada suspek DBD dewasa di ruang rawat Suspek DBD

Perdarahan spontan massif (-) Syok (-) - - Hb, Ht normal - - Trombosit < 100.000 - - Infus kristaloid* - - Hb, Ht, Tromb tiap 24 jam ** - - Hb, Ht meningkat 10-20% - - Trombosit < 100.000 - - Infus kristaloid*

- - Hb, Ht, Tromb tiap 24 jam**

- - Hb, Ht meningkat > 20% - - Trombosit < 100.000

-- Protokol pemberian cairan DBD dengan Ht meningkat ≥ 20%

-- *Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan: - Sesuai rumus 1500 + 20 x ( KgBB – 20 )

- Contoh volume rumatan untuk berat badan 55 kg: 1500 + 20 x (55-20) = 2200 ml

-- ** Pemantauan disesuaikan dengan fase/ hari perjalanan penyakit dan kondisi klinis

(31)

Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit > 20%

Perbaikan

Terapi cairan

dihentikan 24 – 48 jam Perbaikan

Tatalaksana sesuai protokol syok dan

perdarahan Perbaikan Kurangi infus kristaloid 3 ml/kg/jam Tidak membaik Infus kristaloid 15 ml/kg/jam Kondisi memburuk Tanda syok Kurangi infus kristaloid 5 ml/kg/jam Infus kristaloid 10 ml/kg/jam Perbaikan 5% deficit cairan

Terapi awal cairan intravena kristaloid 6-7 ml/Kg/jam

Perbaikan

Ht dan frekuensi nadi turun, tekanan darah membaik, produksi urin meningkat

Tidak membaik Ht dan nadi meningkat

Tekanan darah menurun < 20 mmHg Produksi urin menururn Evaluasi

3-4 jam

Tanda vital dan Ht memburuk

(32)

18

Protokol 4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa Kasus DBD:

Perdarahan spontan dan masif: - Epistaksis tidak terkendali - Hematemesis melena - Perdarahan otak Syok (-)

Hb, Ht, Trombosit, Leukosit, Pemeriksaan hemostasis (KID) Golongan darah, Cross-match test

KID (+)

Transfusi komponen darah: *PRC (Hb < 10 g/dL)

*FFP

*TC (Trombosit < 100.000)

**Heparinisasi 5000 – 10000 / 24 jam drip *Pemantauan Hb, Ht, Trombosit tiap 4-6 jam

*Ulang pemeriksaan hemostasis 24 jam kemudian

Cek APTT tiap hari, target 1,5 – 2,5 kali kontrol

KID (-)

Transfusi komponen darah: *PRC (Hb < 10 g/dL)

*FFP

*TC (Trombosit < 100.000)

*Pemantauan Hb, Ht, Trombosit tiap 4-6 jam *Ulang pemeriksaan hemostasis 24 jam

(33)

Perbaikan

Perbaikan

Tetap syok

Protokol 5. Tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa

Perbaikan

Koreksi ganggguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID, infeksi sekunder

Kristaloid, guyur 10-20 ml/KgBB 20-30 menit O2 2-4 L/menit

AGD, Hb, Ht, elektrolit, Ur, Kr, gol darah

# Kristaloid 7 ml/ KgBB/Jam Kristaloid Guyur 20-3 ml/ KgBB 20-30 menit Kembali ke awal Kristaloid 5 ml/ KgBB/Jam Tanda vital/ Ht menurun Kristaloid 3 ml/ KgBB/Jam 24-48 jam setelah syok teratasi tanda vital/ Ht stabil

Diuresis cukup Stop infus Perbaikan : ↓bertahap vasopresor Kombinasi koloid kristaloid Perbaikan Normovolemik - Inotropik - Vasopresor - Afterload Kristaloid Dipantau 10-15 menit Koreksi ganggguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID, Infeksi sekunder Pasang PVC

Hipovolemik

Koloid 10-20 ml/KgBB Tetes cepat 10 – 15 menit

Transfusi darah segar 10 ml/KgBB dapat diulang sesuai kebutuhan Ht ↓ Ht ↑ Koloid (hingga maksimal 30 ml/KgBB) Perbaikan # Perbaikan #

(34)

20

2.2 Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue

Berdasarkan WHO 2009, derajat keparah infeksi dengue secara umum dibagi menjadi 2 kategori yaitu dengue tidak berat (non-severe dengue) dan dengue berat (severe dengue). Dengue tidak berat dibagi lagi menjadi dengue dengan tanda peringatan (dengue with warning signs) dan dengue tanpa tanda peringatan (dengue without warning signs).[2] Kriteria derajat penyakit infeksi virus dengue menurut WHO 2009 dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel 2.1.Klasifikasi kasus dengue dan tingkat keparahannya (WHO 2009). Dengue tidak berat

Dengue berat Dengue tanpa tanda

peringatan

Dengue dengan tanda peringatan

Probable dengue

Tinggal di / bepergian ke area endemis dengue. Demam dan mengalami minimal 2 gejala berikut:

 Mual, muntah  Ruam kulit  Nyeri kepala/ retroorbital  Tes tourniquet (+)  Leukopenia Dengue yang terkonfirmasi pemeriksaan laboratorium (penting saat tidak ada tanda kebocoran plasma)

Pasien yang memenuhi kriteria dengue ditambah dengan tanda peringatan sebagai berikut:  Nyeri perut  Muntah persisten  Gambaran klinis akumulasi cairan  Perdarahan mukosa  Letargi, restlessness  Pembesaran hepar > 2 cm  Lab: peningkatan hematokrit bersamaan dengean penurunan cepat hitung trombosit.

Pasien yang memenuhi kriteria dengue dengan tambahan gejala Kebocoran plasma berat dapat menyebabkan:  Syok (SSD)  Akumulasi cairan dengen distress pernapasan. Perdarahan berat Keterlibatan organ yang berat:

 Hepar: SGOT atau SGPT ≥ 1000

 SSP: penurunan kesadaran

 Jantung &organ lain Sumber: WHO Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Preventation and Control. 2009.

(35)

Selain berdasarkan kriteria WHO 2009 diatas, terdapat juga klasifikasi derajat keparah infeksi dengue berdasarkan WHO 2011 yang membagi tingkat keparahannya menjadi 5 tingkat yaitu demam dengue (DD) serta demam berdarah dengue (DBD) derajat I, II, III, dan IV. Kriteria untuk masing-masing tingkatan dapat dilihat dalam tabel dibawah ini[13] :

Tabel 2.2.Klasifikasi kasus dengue dan tingkat keparahannya (WHO 2011).

DD/DBD Derajat Tanda dan Gejala Laboratorium

DD Demam dengan 2 dari tanda

berikut:  Sakit kepala  Nyeri retro-orbital  Nyeri otot  Nyeri sendi  Ruam  Manifestasi perdarahan

 Tidak terdapat tanda kebocoran plasma  Leukopenia ( leukosit ≤ 5000 sel/mm3)  Trombositopenia (trombosit <150.000 sel/mm3)  Peningkatan hematokrit (5 – 10%)

 Tidak ada tanda kehilangan plasma

DBD I Demam dan manifestasi perdarahan (tes tourniquet positif) dan terdapat tanda kebocoran plasma

Trombositopenia < 100.000 sel/mm3, Hematokrit meningkat ≥ 20%

DBD II Seperti pada derajat I ditambah perdarahan spontan

Trombositopenia < 100.000 sel/mm3, Hematokrit meningkat ≥ 20%

DBD III Seperti pada derajat I atau II ditambah kegagalan sirkulasi (nadi lemah, tekanan nadi sempit ≤ 20 mmHg, hipotensi,

Trombositopenia < 100.000 sel/mm3, Hematokrit meningkat ≥ 20%

(36)

22

restlessnesss)

DBD IV Seperti pada derajat III ditambah syok yang berat dengan tekanan darah dan nadi yang tidak teraba

Trombositopenia < 100.000 sel/mm3, Hematokrit meningkat ≥ 20%

Untuk DBD derajat III dan IV digolongkan juga sebagai sindrom syok dengue (SSD)

2.3 Enzim Aminotransferase (SGOT dan SGPT)

Organ hepar terdiri dari ribuan enzim yang dimana beberapa dari enzim-enzim tersebut terdapat di plasma dalam konsentrasi yang sangat rendah. Peningkatan kadarenzim-enzim tersebut dalam plasmaterutama menggambarkan peningkatan laju masuknya enzim tersebut dari sel hepar yang rusak ke dalam plasma darah. Enzim aminotransferase merupakan indikator yang sensitif untuk mendeteksi adanya nekrosis hepatoselular dan sangat membantu dalam mengenali penyakit-penyakit hepatoselular seperti hepatitis.[14]

Enzim aminotransferase hepar terdiri dari SGOT (Serum Glutamic Oxaloasetik Transaminase) atau disebut juga AST (Aspartat Aminotransferase) dan SGPT (Serum Glutamic Piruvate Transaminase) atau disebut juga ALT (Alanin Aminotransferase).[15]

SGOT terdapat dalam hepar, otot jantung, otot rangka, ginjal, otak, pancreas, paru, leukosit, dan eritrosit. Penyakit yang menyebabkan perubahan, kerusakan, atau kematian sel pada jaringan tersebut akan mengakibatkan terlepasnya enzim ini ke sirkulasi.[15]

SGPT terdapat dalam konsentrasi yang tinggi di hepar walaupun juga terdapat dalam jumlah kecil di otot jantung dan rangka, dan ginjal.SGPT lebih spesifik menunjukkan fungsi hepar daripada SGOT. SGPT banyak digunakan Sumber: Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. 2011.

(37)

untuk menegakkan diagnosis penyakit hepatik, sirosis postneurotik, dan efek hepatotoksik obat.[15]

Pada kerusakan hepatoselular, kadar SGPT biasanya melebihi kadar SGOT. Keadaan ini disebut tipe inflamatorik. Berbeda dengan tipe inflamatorik, pada nekrosis selular yang berkaitan dengan destruksi mitokondria, kadar SGOT melebihi SGPT. Perjalanan penyakit akan lebih parah dan prognosisnya lebih serius jika rasio SGOT/SGPT lebih dari 1 yang biasa disebut tipe nekrotikans.[16] Biasanya kadar SGOT>SGPT ditemukan pada hepatitis alkoholik, sirosis, penyakit hepar infiltratif, dan sirosis non-bilier sedangkan SGPT>SGOT ditemukan pada hepatitis viral dan obat, hepatitis C kronis, dan kolestasis.[17]

Enzim aminotransaminase paling berguna dalam penegakan diagnosis dan monitoring penyakit hepatoselular.Selain itu kadarnya juga bisa sangat tinggi pada penyakit-penyakit stasis kandung empedu. Peningkatan mencolok juga dapat ditemukan pada hipotensi akut yang berat dan gagal jantung akut. Kadarnya bisa normal pada sirosis kompensata, hepatitis C kronis, dan obstruksi bilier inkomplit kronik.[17]

Keadaan ekstrahepatik yang dapat menyebabkan peningkatan kadar SGOT adalah infark miokard, pankreatitis akut, trauma, anemia hemolitik akut, penyakit ginjal akut, luka bakar parah dan penggunaan berbagai obat, misalnya: isoniazid, eritromisin, dan kontrasepsi oral. Penurunan kadarSGOT dapat terjadi pada pasien asidosis dengan diabetes mellitus. Penyebab ekstrahepatik peningkatan kadar SGPT adalah obesitas, preeklamsi berat, acute lymphoblastic leukemia (ALL).[15] 2.4 Keterlibatan Organ Hepar pada Infeksi Virus Dengue

Pada infeksi virus dengue walaupun hepar bukan target organ utama, namun pada beberapa kasus ditemukan keterlibatan organ hepar. Keterlibatan hepar dalam kasus infeksi dengue pada umumnya bersifat ringan dengan manifestasi utama berupa hepatomegali, nyeri hipokondrium dekstra, dan peningkatan ringan-sedang enzim hepar.[7,18,19]Selain itu pada kasus yang jarang bisa ditemukan jaundice dan gagal hepar akut.[6,8]

(38)

24

Patogenesis terjadinya disfungsi hepar pada infeksi dengue masih belum sepenuhnya dipahami. Berbagai macam spektrum keterlibatan hepar yang terjadi kemungkinan disebabkan oleh apoptosis hepatosit baik secara primer sebagai efek selular dari virus maupun secara sekunder akibat respons imun pejamu yang terlalu agresif terhadap virus dengue atau bahkan merupakan interaksi yang kompleks dari dua mekanisme tersebut.[6,20] Selain itu cedera hipoksia akibat gangguan perfusi hepar saat terjadinya syok juga diduga berperan dalam hal ini walaupun gagal hepar akut sebenarnya tak selalu dibarengi dengan terjadinya syok. Seperti yang ditemukan pada penelitian Samitha dkk bahwa semua sampel yang tergolong severe dengue (SD) mengalami disfungsi hepar walaupun tak da diantaranya yang mengalami syok.[20]

Pada organ hepar, sel yang menjadi target utama infeksi virus dengue adalah hepatosit dan sel Kupffer.Infeksi sel hepar oleh virus dengue akan berujung pada apoptosis sel tersebut. Hal tersebut dibuktikan pada pemeriksaan biopsi dan autopsi pada kasus yang lebih fatal yakni ditemukan nekrosis hepatosit dan hiperplasia sel Kupffer.Beberapa mekanisme dipercaya berperan dalam apoptosis sel hepar diantaranya: disfungsi hipoksik mitokondria, akibat respons imun, dan viral cytopathy. Setelah apoptosis, tersisalah Councilman Bodiesyang juga sering ditemukan pada pemeriksaan histopatologis.[6,8,11,20]

Apoptosis yang terjadi lebih awal pada hepatosit yang terinfeksi virus dengue diikuti dengan klirens yang cepat oleh sel fagositik sekitar membantu dalam pencegahan penyebaran virus yang lebih luas. Hal inilah yang mungkin menyebabkan kerusakan hepar pada infeksi dengue tidak seberat yang terjadi pada Yellow fever (infeksi golongan flavivirus yang sama-sama ditularkan oleh Aedes aegypti).[19]

Salah satu faktor yang dipercaya mempengaruhi pola dari kerusakan hepar terutama pada pasien dewasa adalah adanya penyakit kronis hepar sebelumnya. Pada pasien dengan riwayat hepatitis B atau C, kemungkinan disfungsi hepar yang terjadi akibat infeksi dengue bisa lebih parah dibanding orang yang tidak memiliki riwayat infeksi tersebut.[8]

(39)

Selama infeksi dengue, monosit, sel B, sel T dan sel mast menghasilkan sitokin dalam jumlah banyak.Konsentrasi TNF alfa, IL-2, IL-6, dan IFN gamma mencapai kadar tertinggi dalam serum pada 3 hari pertama penyakit sedangkan IL-10, IL-5, dan IL-4 cenderung muncul belakangan. Sel T CD4+ dan CD8+ spesifik virus dengue mungkin menyebabkan kerusakan sel hepar melalui sitolitik langsung dan/ atau dimediasi sitokin.[19]

Pada penelitian yang mengamati infeksi dengue pada model tikus ditemukan kadar IL-22 dan IL-17 berhubungan dengan tampilan klinis yang berat terutama cedera hepar. Selain itu gangguan hepar yang terjadi menurun secara signifikan setelah reseptor IL-17 dihambat. Kadar SGPT pun berhubungan secara signnifikan dengan kadar IL-17.Infiltrasi jaringan hepar oleh sel NK diikuti dengan sel T juga ditemukan dan berhubungan dengan apoptosis sel hepar. Kadar IL-10 yang tinggi juga ditemukan berhubungan dengan kadar enzim transaminase hepar yang tinggi pada pasien dengue anak.[20]

Pada pemeriksaan histologis hepar pasien yang terinfeksi virus dengue ditemukan:

1. Steatosis mikrovesikular 2. Nekrosis hepatoseluler

3. Hiperplasia dan destruksi sel Kupffer 4. Councilman bodies

5. Infiltrat seluler pada saluran porta

Nekrosis sel hepar secara umum mengenai area midzona namun terkadang juga ditemukan pada area sentrolobular.Hal ini mungkin disebabkan hepatosit pada area ini lebih sensitif terhadap anoksia atau produk-produk dari respons imun (sitokin dan kemokin). Protein dan RNA virus dengue telah ditemukan di sel hepatosit area midzona.[19]

Dalam beberapa penilitian ditemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara pasien demam dengue (DD) dengan demam berdarah dengue

(40)

26

(DBD).Kadar rerata bilirubin serum, SGPT, SGOT ditemukan lebih tinggi pada pasien demam berdarah dengue.[18]

Menurut penelitian yang dilakukan Shukla dkk ditemukan nilai rata-rata SGPT adalah 133 unit/L sedangkan nilai rata-rata SGOT adalah 267 unit/L. Meskipun ditemukan kadar rerata SGOT yang lebih tinggi namun tidak terdapat perbedaan signifikan rerata kadar SGOT dan SGPT pada pasien DD dan DBD pada penelitian ini. Selain itu kadar alkalin phosphatase (ALP) rata-rata adalah 89 unit/L. Seratus persen pasien mengalami peningkatan kadar SGOT sedangkan 91% pasien mengalami peningkatan kadar SGPT. [21]

Jnaneshwari dkk menemukan terdapat hubungan bermakna antara derajat penyakit dengan kadar SGOT (p<0,001) dan SGPT (p<0,001). Disfungsi hepar lebih parah terjadi pada pasien DBD dan DSS.Sepuluh persen pasien DBD dan 100% pasien DSS mengalami peningkatan SGOT >10 kali nilai normal. Peningkatan kadar SGPT > 10 kali nilai normal ditemukan pada 88,9% pasien DSS.[22]

Pancharoen dkk dalam penelitiannya mendapatkan SGOT dan SGPT secara signifikan lebih tinggi sedangkan kadar globulin lebih rendah pada pasien dengan derajat penyakit yang lebih parah.[23]Penelitian yang dilakukan oleh Kuo dkk di Taiwan menemukan terdapat perbedaan rerata yang bermakna kadar SGOT dan SGPT antara pasien dengue dengan perdarahan dan tanpa perdarahan.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Samitha dkk, ditemukan kadar puncak SGOT pada hari ke-6 dan SGPT pada hari ke-7 sakit. Kadar SGOT lebih tinggi pada pasien SD daripada NSD dengan perbedaan yang paling jelas pada hari ke 5 dan 6. Berikut ini adalah grafik gambaran peningkatan kadar SGOT dan SGPT dari penelitian Samitha dkk:

(41)

Gambar 2.6. Perubahan kadar enzim transaminase selama perjalanan penyakit infeksi akut virus dengue.

Sumber: Samitha dkk. Pattern and cause of liver involvement in acute dengue infection. 2016.

Secara umum kadar SGOT meningkat lebih cepat dan kadar puncaknya lebih tinggi dari SGPT, kemudian menurun kadarnya ke nilai normal lebih cepat dibanding SGPT. Hal ini tergolong tidak biasa dan berbeda dari apa yang sering ditemukan pada hepatitis akut akibat virus hepatitis.[6,19]

Kadar SGOT yang tinggi kemungkinan tak hanya berasal dari kerusakan hepar yang terjadi tetapi juga dapat berasal dari cedera myosit mengingat gejala

(42)

28

muskuloskeletal yang sering menyertai infeksi dengue seperti nyeri otot/ sendi. Walaupun hal tersebut belum dapat dipastikan namun kadar kreatinin kinase memang ditemukan meningkat pada fase akut infeksi dengue.[6,24,22]

Selain SGOT dan SGPT, kadar gamma glutamyl transferase (GGT) juga ditemukan meningkat pada 90,9% pasien SD dan 72,7% NSD. Kadarnya pun ditemukan lebih tinggi pada pasien SD dibandingkan pada pasien NSD. Bilirubin yang kadarnya biasa meningkat pada kolestasis dan gangguan gangguan kandung empedu ditemukan normal pada hampir seluruh pasien dengue. Hal ini menunjukkan kolestasis dan stasis bilier tidak terjadi secara signifikan pada kasus gangguan hepar terkait dengue.[20]

(43)

2.5 Kerangka Teori[11, 19]

Infeksi virus dengue

Sel endotel Disfungsi endotel ↑ permeabilitas& fragilitas pembuluh darah Sumsum tulang ↓ Hemopoiesis Trombositopenia Makrofag jaringan Sitokin Pro-inflamasi Hepar Replikasi virus di hepatosit dan sel Kupffer Kematian sel hepar Pelepasan enzim aminotransferase ke dalam darah ↑ SGOT ↑ SGPT Gangguan koagulasi (Koagulopati) Ekstravasasi cairan plasma Hemokon-sentrasi PGE IL-1 TNF-α Demam Manifestasi perdarahan ↑ Hematokrit Derajat penyakit Demam dengue (DD) DBD derajat I DBD derajat II DBD derajat III DBD derajat IV

(44)

30

2.6 Kerangka Konsep

2.7 Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat ukur Cara pengukuran Skala

Derajat penyakit infeksi virus dengue Derajat penyakit yang disebabkan infeksi virus dengue sesuai kriteria beratnya penyakit menurut WHO 2011.

Rekam medis Berdasarkan diagnosis yang tercatat di rekam medis. Terdiri dari: Demam Berdarah Dengue derajat I dan Demam Berdarah Dengue derajat II [13]

Ordinal

SGOT SGOT (Serum

Glutamic Oxaloasetik Transaminase) adalah enzim yang terdapat di sel hepar, sel miokardium, sel otot rangka, ginjal, dll yang akan meningkat kadarnya jika Rekam medis (hasil pemeriksaan laboratorium) Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan di hari pertama pasien dirawat di RS pada rentang hari ke 3 sampai 7 onset demam. Terdiri dari [7] :

a. Kategori A: kadar SGOT normal b. Kategori B: kadar

SGOT meningkat < 3 kali nilai normal.

Ordinal Derajat penyakit infeksi virus dengue Kadar enzim SGOT dan SGPT Kategori A (normal) Kategori B (meningkat ringan) Kategori C (meningkat sedang) Kategori D (meningkat berat)

(45)

terdapat kematian sel-sel tersebut.

c. Kategori C: kadar SGOT meningkat 3 sampai < 10 kali nilai normal.

d. Kategori D: kadar SGOT meningkat ≥ 10 kali nilai normal

SGPT SGPT (Serum Glutamic Piruvate Transaminase) adalah enzim yang terutama terdapat dalam sel hepar yang akan meningkat bila terjadi gangguan fungsi hepar. Rekam medis (hasil pemeriksaan laboratorium) Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan di hari pertama pasien dirawat di RS pada rentang hari ke 3 sampai 7 onset demam. Terdiri dari [7] :

a. Kategori A: kadar SGPT normal b. Kategori B: kadar

SGPT meningkat < 3 kali nilai normal. c. Kategori C: kadar

SGPT meningkat 3 sampai < 10 kali nilai normal.

d. Kategori D: kadar SGPT meningkat ≥ 10 kali nilai normal

Ordinal

Usia Lama hidup pasien dihitung dari saat lahir sampai ulang tahun terakhir saat pencacatan rekam medis

Rekam medis Berdasarkan data yang didapat pada kolom identitas pasien. Dikategorikan menjadi:  18 – 24  25 – 34  35 – 44  45 – 54  55 – 64  ≥ 65 Ordinal

(46)

32

Jenis kelamin

Perbedaan biologis pada fisik manusia

Rekam medis Berdasarkan data yang didapat pada kolom identitas pasien.

Dikategorikan menjadi:

 Laki-laki

 Perempuan

(47)

33 3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional untuk mengetahui hubungan antara kadar SGOT dan SGPT dengan derajat penyakit infeksi virus dengue khususnya DBD derajat I dan II.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan.Pengumpulan data dilaksanakan di bagian instalasi rekam medis pada bulan Mei-Juli 2016.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Target

Pasien penderita demam berdarah dengue (DBD) derajat I dan II.

3.3.2 Populasi Terjangkau

Pasien penderita demam berdarah dengue (DBD) derajat I dan II yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan.

3.3.3 Sampel

Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

3.3.4 Besar Sampel

𝑛 =𝑍𝛼 2𝑃𝑄 𝑑2

(48)

34 𝑛 =1,962𝑥0,65𝑥0,35 (0,1)2 n = 87,4 keterangan: n = jumlah sampel

Zα = nilai Z pada derajat kemaknaan

P = proporsi yang diperkirakan suatu kasus tertentu terhadap populasi

Q = 1-P

d = derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan

dengan rumus diatas didapatkan jumlah sampel minimal yang harus didapatkan pada penelitian ini adalah sebanyak 87.[7,25]

3.3.5 Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel pada peneilitian ini dilakukan dengan cara consecutive sampling.

3.3.6 Kriteria Sampel A. Kriteria inklusi

1. Pasien demam berdarah dengue yang berusia ≥18 tahun.

2. Pasien yang menjalani rawat inap di RSU Kota Tangerang Selatan 3. Pasien yang diperiksa kadar SGOT & SGPT nya pada hari ke 3, 4,

5, 6, atau 7 onset demam. B. Kriteria eksklusi

1. Pasien yang menderita kelainan hati selain yang disebabkan oleh infeksi virus dengue (seperti virus hepatitis, tifoid, sirosis hepatis, hepatocellular carcinoma).

(49)

2. Pasien dengan data rekam medis yang tidak lengkap.

3.4 Cara Kerja Penelitian

1. Peneliti datang ke bagian instalasi rekam medis RSU Kota Tangerang Selatan.

2. Peneliti memilih dan menetapkan sampel.

3. Peneliti mengumpulkan data dari rekam medis pasien.

4. Melakukan analisis data dengan menggunakan uji chi-square dan uji Kolmogorov-Smirnovpada aplikasi SPSS 22.

3.5 Manajemen Data

Data dalam penelitian ini dianalisis dengan metode statistik uji Chi Square dan uji Kolmogorov-Smirnov menggunakan aplikasi SPSS 22 dengan uji bivariat: Hubungan kadar SGOT dan SGPT (kategorik) dengan derajat penyakit infeksi virus dengue (kategorik) khususnya DBD derajat I dan II pada pasien rawat inap di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2014-2015.

Rekam medis populasi terjangkau (Pasien rawat inap DBD di RSU Kota Tang-Sel)

Consecutive sampling dengan memperhatikan kriteria inklusi dan eksklusi

Sampel

Kadar SGOT & SGPT

Derajat penyakit infeksi dengue

Analisis data, Uji Statistik

(50)

36

4

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Data Penelitian 4.1.1 Karakteristik Responden

Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Ilmu Penyakit Dalam (IPD) RSU Kota Tangerang Selatan.dengan subjek penelitian adalah pasien dewasa yang menjalani rawat inap karena penyakit demam berdarah dengue. Populasi sampel pada penelitian ini merupakan pasien yang menjalani rawat inap di RSU Kota Tangerang Selatan dalam kurun waktu 2 tahun yaitu 2014-2015.Dari populasi tersebut, dengan menggunakan teknik consecutive sampling didapatkan sampel yang memenuhi kriteria inklusi sejumlah 157 orang.

Distribusi sampel berdasarkan usia dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.1. Distribusi sampel berdasarkan usia

Usia Jumlah Persentase (%)

18 – 24 41 26,1 25 – 34 43 27,4 35 – 44 34 21,7 45 – 54 24 15,3 55 – 64 11 7,0 ≥ 65 4 2,5 Total 157 100

Dari tabel diatas dapat dilihat sampel terbanyak berasal dari kategori 25 – 34 tahun sebanyak 43 orang (27,4%). Hal ini sama dengan data dari Riskesdas 2007 bahwa prevalensi tertinggi di Indonesia yaitu pada usia 25-34 tahun. Sampel yang paling sedikit adalah kategori ≥ 65 tahun sebanyak 4 orang (2,5%). Usia terendah sampel adalah 18 tahun dan yang tertinggi adalah 86 tahun dengan rata-rata usia adalah 35 ± 13,96.

(51)

Tabel 4.2. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin Jumlah Persentase (%)

Laki-laki 77 49

Perempuan 80 51

Total 157 100

Dari tabel diatas ditemukan bahwa sampel terbanyak berasal dari jenis kelamin perempuan sebesar 80 orang (51%) sedangkan sampel laki-laki tidak berbeda jauh yaitu sebesar 77 orang (49%).

Kriteria derajat penyakit infeksi yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan kriteria WHO 2011 yang membagi derajat infeksi dengue menjadi 5 kriteria yaitu: demam dengue (DD), demam berdarah dengue derajat I (DBD I), demam berdarah dengue derajat II (DBD II), demam berdarah dengue derajat III (DBD III), dan demam berdarah dengue derajat IV (DBD IV). Namun pada populasi sampel hanya ditemukan pasien rawat inap dengan DBD derajat I dan II seperti ditunjukkan pada tabel 3.Data derajat penyakit infeksi virus dengue pada penelitian ini didapatkan dari diagnosis yang tertulis di rekam medis.

Tabel 4.3. Distribusi sampel berdasarkan derajat penyakit infeksi dengue Derajat Penyakit Infeksi Virus

Dengue Jumlah Persentase (%)

DBD derajat I 66 42

DBD derajat II 91 58

Total 157 100

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa derajat penyakit infeksi dengue yang terbanyak adalah DBD derajat II sejumlah 91 orang (58%) sedangkan sampel dengan DBD derajat I lebih sedikit yaitu 66 orang (42%).

(52)

38

4.1.2 Sajian Data Penilitian 4.1.2.1 Kadar SGOT

Data kadar SGOT pada penelitian ini didapatkan dari rekam medis pasien yang diukur pada hari pertama pasien dirawat dengan acuan nilai normal < 37 U/L[24]. Peningkatan kadar SGOT pada penelitian ini digolongkan menjadi 4 kategori yaitu:

1. Kategori A = Normal (< 37)

2. Kategori B = Meningkat ringan, < 3 kali nilai normal (37 -107) 3. Kategori C = Meningkat sedang, 3 sampai < 10 kali nilai

normal (108-359)

4. Kategori D = Meningkat berat, ≥ 10 kali nilai normal (≥ 360)

Adapun hasilnya dapat dilihat pada tabel dibawah:

Tabel 4.4. Distribusi sampel berdasarkan kadar SGOT

Kadar SGOT Jumlah Persentase (%)

Kategori A 14 8,9

Kategori B 74 47,1

Kategori C 60 38,2

Kategori D 9 5,7

Total 157 100

Dari tabel diatas ditemukan bahwa 74 orang (47,1%) mengalami peningkatan SGOT < 3 kali nilai normal (37 -107 U/L). Enam puluh pasien (38,2%) mengalami peningkatan 3 sampai < 10 kali nilai normal (108-359 U/L) sedangkan untuk peningkatan ≥ 10 kali nilai normal (≥ 360) ada 9 orang(5,7%). Hanya 14 orang (8,9%) yang memiliki kadar SGOT normal. Kadar SGOT terendah yang ditemukan adalah 13 U/L sedangkan tertinggi mencapai 1835 U/L dengan rata-rata kadar SGOT adalah 154,97 ± 226,45 U/L.

(53)

Adapun karakteristik jenis kelamin dan usia pasien yang mengalami peningkatan SGOT dalam berbagai darajat disajikan dalam tabel dibawah ini:

Tabel 4.5. Karakteristik pasien yang mengalami peningkatan SGOT

Karakteristik Kadar SGOT Kategori A (n = 14) Kategori B (n = 74) Kategori C (n = 60) Kategori D (n = 9) Jenis Kelamin Laki-laki 7 (50%) 37 (50%) 26 (43,3%) 7 (77,8%) Perempuan 7 (50%) 37 (50%) 34 (56,7%) 2 (22,2% Usia 18 – 24 2 (14,3%) 25 (33,8%) 10 (16,7%) 4 (44,4%) 25 – 34 4 (28,6%) 18 (24,3%) 20 (33,3%) 1 (11,1%) 35 – 44 4 (28,6%) 15 (20,3%) 13 (21,7%) 2 (22,2%) 45 – 54 2 (14,3%) 7 (9,5%) 13 (21,7%) 2 (22,2%) 55 – 64 2 (14,3%) 6 (8,1%) 3 (5%) 0 (0%) ≥ 65 0 (0%) 3 (4,1%) 1 (1,7%) 0 (0%)

Berdasarkan tabel di atas tidak ditemukan perbedaan derajat peningkatan SGOT bila dilihat dari jenis kelamin sampel. Perbedaan yang mungkin sedikit mencolok adalah pada peningkatan berat (kategori D) kadar SGOT ditemukan lebih banyak pada laki-laki (77,8%) dibanding perempuan (22,2%). Berdasarkan golongan usia, nilai normal kebanyakan didominasi dari usia 25 – 34 dan 35 – 44 tahun masing-masing 28,6% sedangkan yang mengalami peningkatan berat justru 44,4%-nya dari kelompok usia 18 – 24 tahun.

(54)

40

4.1.2.2 Kadar SGPT

Data kadar SGPT pada penelitian ini didapatkan dari rekam medis pasien yang diukur pada hari pertama pasien dirawat dengan acuan nilai normal < 41 U/L. Peningkatan kadar SGPT pada penelitian ini digolongkan menjadi 4 kategori yaitu:

1. Kategori A = Normal (< 41)

2. Kategori B = Meningkat ringan, < 3 kali nilai normal (41 -119)

3. Kategori C = Meningkat sedang, 3 sampai < 10 kali nilai normal (120-399)

4. Kategori D = Meningkat berat, ≥ 10 kali nilai normal (≥ 400)

Adapun hasilnya dapat dilihat pada tabel dibawah:

Tabel 4.6. Distribusi sampel berdasarkan kadar SGPT

Kadar SGPT Jumlah Persentase

(%) Kategori A 54 34,4 Kategori B 59 37,6 Kategori C 40 25,5 Kategori D 4 2,5 Total 157 100

Tabel diatas menunjukkan peningkatan kadar SGPT terbesar yaitu pada kategori B (41 -119 U/L) sebanyak 59 orang (37,6%). Peningkatan kategori C (120-399 U/L) terdapat pada 40 orang (25,5%) sedangkan yang meningkat ≥ 10 kali nilai normal (≥ 400 U/L) hanya 4 orang (2,5%). Pasien yang memiliki kadar SGPT normal cukup banyak yaitu 52 orang (33,1%). Kadar SGPT terendah yang ditemukan adalah 10 U/L sedangkan tertinggi adalah 676 U/L dengan rata-rata kadar SGPT adalah 95,03± 63,00 U/L.

(55)

Adapun karakteristik jenis kelamin dan usiapasien yang mengalami peningkatan SGPT dalam berbagai derajat disajikan dalam tabel dibawah ini:

Tabel 4.7. Karakteristik pasien yang mengalami peningkatan SGPT

Karakteristik Kadar SGPT Kategori A (n = 54) Kategori B (n = 59) Kategori C (n = 40) Kategori D (n = 4) Jenis Kelamin Laki-laki 25 (46,3%) 28 (47,5%) 22 (55%) 2 (50%) Perempuan 29 (53,7%) 37 (52,5%) 18 (45%) 2 (50%) Usia 18 – 24 21 (38,9%) 12 (20,3%) 8 (20%) 0 (0%) 25 – 34 16 (29,6%) 12 (20,3%) 14 (35%) 1 (25%) 35 – 44 5 (9,3%) 17 (28,8%) 10 (25%) 2 (50%) 45 – 54 5 (9,3%) 13 (22%) 5 (12,5%) 1 (25%) 55 – 64 6 (11,1%) 3 (5,1%) 2 (5%) 0 (0%) ≥ 65 1 (1,9%) 2 (3,4%) 1 (2,5%) 0 (0%)

Dapat kita amati pada tabel diatas bahwa persentase peningkatan SGPT tidak terlalu berbeda baik dari jenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Untuk peningkatan ringan SGPT 28,8% (terbanyak) berasal dari kelompok 35-44 tahun. Tidak ditemukan sampel berusia >54 tahun yang mengalami peningkatan berat kadar SGPT.

4.2 Analisis Bivariat

Setelah dilakukan uji Chi Square dengan SPSS 22 ditemukan tidak ada hubungan yang bermakna antara peningkatan kadar SGOT dengan derajat

Gambar

Gambar 2.1.  Skema virion dengue  ....................................................................
Gambar 2.1.Skema virion dengue.
Gambar 2.2.Skema patogenesis DSS/ DHF.
Gambar 2.3.Patogenesis demam berdarah, demam berdarah dengue, dan sindrom  renjatan dengue
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data tentang jumlah penduduk Indonesia sebelum abad ke-19 sangat minim, bahkan tidak ada. Hal tersebut mungkin karena pemerintah penjajah Belanda waktu itu tidak berminat

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah diakukan oleh peneliti di SD Muhammadiyah 1 Alternatif Kota Magelang, menunjukkan bahwa guru belum pernah menggunakan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah DPD PDI-Perjuangan dalam melakukan rekrutmen calon anggota legislatif berpedoman pada Surat Ketetapan Nomor: 061/TAP/DPP/III/2013,

Dari hasil analisa dan perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa kapasitas penggorengan buah salak pada mesin vacum frying ini adalah 3,5 kg dengan

Berbeda dengan budidaya tanaman bengkuang, tanaman ini tidak memerlukan perawatan yang intensif dari segi air, pupuk, pengendalian gulma, dan pemangkasan serta umur

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai penggunaan kata serapan dalam kolom Iki Lho pada harian Joglosemar , peneliti dapat menarik beberapa simpulan,

Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 (Lembaran Negara