• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTUMBUHAN BENIH LADA (Piper nigrum) VARIETAS PETALING1 HASIL IRRADIASI SINAR GAMMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERTUMBUHAN BENIH LADA (Piper nigrum) VARIETAS PETALING1 HASIL IRRADIASI SINAR GAMMA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN BENIH LADA (

Piper nigrum

) VARIETAS PETALING1

HASIL IRRADIASI SINAR GAMMA

Natalini Nova Kristina dan Tias Arlianti

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Jalan Tentara Pelajar No. 3 Bogor

[email protected]

ABSTRAK

Keragaman genetik tanaman lada di Indonesia tergolong sempit. Peningkatan ragam genetik dapat dilakukan dengan mutasi fisik menggunakan irradiasi sinar gamma. Penelitian dilakukan sejak Januari 2012 sampai Desember 2013, menggunakan biji lada var. Petaling1 dengan dosis 0; 50; 100 dan 150 Gy masing-masing 1000 biji. Biji yang berkecambah selanjutnya diamati persentase tumbuh dan karakter morfologinya. Tanaman diseleksi berdasarkan morfologi tanaman terbaik, pada umur tiga bulan setelah tanam, dengan jumlah ruas lebih dari tujuh, untuk mendapatkan tanaman yang seragam. Pucuk tanaman hasil irradiasi yang berkecambah dan telah diseleksi (MV0) kemudian dipotong, untuk mendapatkan tunas MV1. Individu MV1 terpilih dari masing-masing perlakuan diamati pertumbuhannya mengikuti deskripsi IPGRI. Hasil penelitian menunjukkan pada semua perlakuan dan kontrol, biji mulai berkecambah pada hari ke-20 dan mengalami penurunan pertumbuhan setelah hari ke-50. Persentase tumbuh benih lada hasil aplikasi sinar gamma pada dosis 50 Gy lebih tinggi dibandingkan kontrol, sementara pada dosis 150 Gy pertumbuhan benih sangat rendah bahkan terjadi kerusakan benih. Berdasarkan hasil pengamatan pada tanaman MV1, karakter morfologi pada individu asal kontrol berbeda dengan individu asal perlakuan irradiasi 150 Gy. Meskipun demikian, berdasarkan hasil analisa flowcytometri, belum terdeteksi perbedaan kandungan DNA.

Kata kunci: Piper nigrum L., irradiasi sinar gamma, pertumbuhan benih, ragam genetik

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil dan pengekspor lada terbesar di dunia, baik lada hitam maupun putih. Pada tahun 2001-2010 terjadi penurunan areal lada di Indonesia, antara lain disebabkan oleh adanya fluktuasi harga, organisme pengganggu tanaman (OPT), konversi lahan tanaman lada menjadi lahan pertambangan, dan pengembangan komoditas perkebunan lain. Selain itu, belum tersedia varietas unggul yang sesuai dengan wilayah pengembangan yang diinginkan, sehingga menyebabkan petani masih menggunakan lada lokal (Daras dan Pranowo, 2009).

Hasil penelitian Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) sampai tahun 2007, telah dilepas tujuh varietas unggul lada. Selain itu, 40 aksesi koleksi plasma nutfah lada telah dikarakterisasi potensi produksi dan ketahanannya terhadap OPT utama, namun hanya varietas Natar 1 yang memiliki sifat toleran terhadap penyakit Busuk Pangkal Batang (BPB) Sifat toleran pada varietas Natar 1, masih belum mampu mengatasi kehilangan hasil akibat serangan penyakit BPB yang disebabkan oleh jamur Phytophthora capsici (Manohara et al., 2006).

Untuk meningkatkan keragaman genetik lada dapat dilakukan secara konvensional melalui persilangan dan induksi mutasi. Salah satu cara menginduksi mutasi yang sering digunakan adalah mutasi fisik. Mutasi fisik dengan irradiasi memungkinan untuk meningkatkan hanya satu karakter yang diinginkan, tanpa mengubah karakter lainnya. Pada tanaman yang biasa diperbanyak secara vegetatif (tanaman heterozigot) keragaman yang tinggi akan timbul setelah dilakukan iradiasi (Melina, 2008). Terbentuknya

(2)

mutan baru, juga dipengaruhi oleh dosis radiasi yang digunakan.

Pada tanaman lada, iradiasi sinar gamma dengan dosis 1-4 krad menggunakan biji dari varietas Karimunda dan Paniyur 1, telah berhasil dilakukan di India (Ravindran et al., 2000). Irradiasi sinar gamma pada biji varietas Natar 1, pernah dilakukan oleh Hadipoentyanti (2007), dengan LD50 3 krad, dan tingkat perkecambahan 17%. Irradiasi tunas lada varietas LDL dengan dosis 0,9-1,5 krad tingkat keberhasilan pertumbuhan tunas mencapai 66,67% (Ibrahim et al., 2004); tetapi belum diuji pertumbuhan dan perkembangannya di lapang. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan varian mutan tanaman lada Petaling 1 hasil irradiasi sinar gamma.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan sejak Januari 2012 sampai Desember 2013, di Rumah Kaca Pemuliaan Balittro, Bogor. Irradiasi sinar gamma dilakukan di PTIR-BATAN, Ciputat Jakarta Selatan. Penelitian terdiri atas tiga kegiatan (1) irradiasi sinar gamma dan pekecambahan biji, (2) pertumbuhan dan seleksi benih, dan (3) analisis ploidi mutan futatif hasil irradiasi pada tanaman generasi pertama (MV1) dengan flowcytometri.

Bahan dan alat

Bahan tanaman yang digunakan adalah biji lada varietas Petaling 1 yang berasal dari Kebun Percobaan Sukamulya, dengan kriteria biji telah matang sempurna, warna biji orange kemerahan. Biji dipisahkan dari lapisan epicarpnya dan dikering-anginkan.

Peralatan yang dibutuhkan bak semai, paranet, penggaris, polibag, pupuk kandang, pasir, dan bahan pembantu lain.

Metode Irradiasi

Biji diradiasi dengan sinar gamma (0, 50, 100, dan 150 Gy) di PTIR-BATAN, Ciputat-Jakarta Selatan. Biji yang telah diirradiasi, disemai di dalam bak pasir untuk dikecambahkan, setiap perlakuan terdiri atas 1000 biji.

Perkecambahan

Setiap hari diamati benih yang berkecambah dari masing-masing perlakuan irradiasi, dihitung jumlah yang tumbuh dan penampilan fisik dari tanaman. Setelah satu bulan, benih yang tumbuh (kotiledon terbuka sempurna) dipindahkan pada polibag berukuran 10 x 15 cm.

Benih terpilih dari tiap perlakuan (0, 50, 100, dan 150 Gy) selanjutnya dipelihara pada polibag berukuran 35 x 35 cm dan diberi tiang bambu untuk tempat merambat. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok. Parameter pengamatan meliputi persentase tumbuh, kecepatan tumbuh dan perubahan yang terjadi pada penampilan tanaman.

(3)

Analis ploidi setek mutan pertama (MV1)

Untuk melihat perubahan pada tanaman hasil iradiasi dilakukan analisa ploidi dengan alat flowcytometri. Sampel daun segar sebanyak 20 g, dicacah menggunakan silet dalam larutan 250 µl bufffer nuclei extration (Partec®) yang mengandung buffer OTTO1 dan OTTO2. Buffer OTTO1 terdiri dari 0,1 M citric acid monohydrate sebanyak 4,2 g/1,05 g; 0,5% (v/v) Tween 20 sebanyak satu ml yang digabung dengan air menjadi 200 ml. Sementara buffer OTTO2 terdiri dari 0,4 M Na2HPO4.12H2O sebanyak 28,65 g disesuaikan menjadi 200 ml dan disaring menggunakan filter 0,22 µm. Buffer disimpan pada suasana gelap dan suhu ruang.

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan biji

Pada dosis irradiasi yang rendah (50 Gy) kemampuan benih berkecambah lebih besar, dibandingkan dengan perlakuan 100 dan 150 Gy serta kontrol (Tabel 1).

Menurut Van Harten dalam Sutarto et al. (2006), pemberian dosis irradiasi yang lebih rendah mengakibatkan perubahan fisik yang mampu meningkatkan mutu fisiologis (menstimulasi pertumbuhan). Dosis 100 Gy memperlambat perkecambahan biji, dan merusak sifat fisiologis tanaman (Gambar 1).

Menurut Ismachin (1989), sel tanaman memiliki tingkat kepekaan yang berbeda terhadap irradiasi; semakin tinggi dosis irradiasi yang diberikan, semakin banyak sel tanaman yang rusak atau mati.

Tabel 1. Persentase tumbuh biji lada hasil radiasi di persemaian dan setelah aklimatisasi

Dosis radiasi (Gy)

Persentase perkecambahan benih (%)

Persentase tumbuh setelah aklimatisasi (%) 0 38,4 90,6 50 55,4 87,9 100 34 82,8 150 6,9 61,3

(4)

Pertumbuhan benih

Dari hasil yang didapat, perkecambahan biji pada perlakuan kontrol muncul lebih awal dibandingkan dengan perlakuan irradiasi.Perkecambahan biji pada perlakuan kontrol muncul pada hari ke-21, dengan optimal perkecambahan di hari ke- 50-68. Menurut Ravindran et al. (2000), secara normal biji lada mulai tumbuh pada 20-25 hari setelah semai, dengan optimal berkecambah 50-60 hari. (Gambar 2).

Aplikasi irradiasi sinar gamma untuk meningkatkan keragaman genetik, juga telah dilakukan menggunakan setek lada. Pemberian sinar gamma dengan dosis 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 Gy pada setek lada Petaling 1 telah dilakukan oleh Sutarto et al., (2006). Setek lada yang diberi sinar gamma pada dosis yang lebih rendah 6 Gy (50,9%) pertumbuhannya lebih baik dibandingkan tanaman kontrol (40%), dan pada dosis yang lebih tinggi 8 dan 10 Gy, mengalami penurunan respon tumbuh menjadi 50 dan 39,1%.

Dosis irradiasi yang digunakan tergantung pada radiosensitivitas tanaman dan bagian tanaman yang akan diradiasi. Pada kegiatan ini bagian tanaman yang digunakan adalah biji lada dengan lapisan kulit yang lebih tebal. Menurut Datta (2001), radiosensitivitas adalah tingkat sensitivitas atau respon yang diperlihatkan oleh jaringan tumbuhan terhadap irradiasi. Conger, Konzak, dan Nilan (1977) dalam Misniar (2008) mengemukakan bahwa respon dari sel-sel tumbuhan tingkat tinggi terhadap mutagen fisik (radiosensitivitas) dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu (1) faktor lingkungan, seperti oksigen, kandungan air, penyimpanan pasca radiasi dan suhu, serta (2) faktor biologi, yaitu volume inti dan volume kromosom saat interfase, serta genetik. Faktor-faktor tersebut memodifikasi keefektifan (mutasi per unit dosis) dan efisiensi (rasio mutasi untuk melukai atau menyebabkan efek lain, seperti penyimpangan kromosom) dari mutagen yang digunakan pada sel-sel tumbuhan tingkat tinggi.

Secara visual radiosensitivitas dapat diamati dari respon tanaman, baik dari morfologi tanaman, sterilitas, maupun Lethal Dosis50 (LD50). LD50 adalah dosis yang menyebabkan kematian 50% dari populasi yang diradiasi. Umumnya mutasi yang diinginkan terletak pada kisaran LD50 atau lebih tepatnya pada dosis sedikit di bawah LD50 (Aisyah, 2006). Pada kegiatan ini LD50 berada diantara 100-150 Gy, sehingga perlu dicari dosis LD50 pada biji lada Petaling 1.

Hasil penelitian Paulus (1993) menggunakan varietas Kucling mendapatkan LD50 pada dosis 55 Gy, sementara pada varietas Semongok Perak, LD50 diperoleh pada dosis 50-60 gy. Penggunaan varietas dan spesies yang berbeda akan memberikan respon radiosensitivitas yang berbeda pula akibat pemberian mutagen.

(5)

Pertumbuhan dan seleksi benih

Pertumbuhan benih kontrol setelah aklimatisasi lebih baik dibandingkan dengan semua taraf perlakuan. Penampilan benih di persemaian, memperlihatkan adanya perbedaan morfologi dari tiap dosis iradiasi sinar gamma (Gambar 3).

Berdasarkan pengamatan, perlakuan dengan dosis 50 Gy memiliki respon pertumbuhan lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya dengan rata-rata pertambahan tinggi 16,6 cm, di atas kontrol (10,75 cm). Sementara pada perlakuan 150 Gy, terlihat pertumbuhan tanaman terhambat (Tabel 2).

Hasil analisis regresi (Growth Reduction/GR) juga memperlihatkan pertambahan tinggi benih pada 50 Gy lebih baik (106%) dibandingkan benih kontrol. Sementara benih asal dosis 100-150 Gy, mengalami penurunan pertumbuhan selama masa pertumbuhan. Dari grafik persamaan kuadratik Y = 99,91 + 0,6232 x -0,00648 x2, diketahui bahwa keberhasilan pertumbuhan benih lada di lapang yang diberi perlakuan dosis 150 Gy, berada pada GR 47,5% (Gambar 4).

Tunas pucuk selanjutnya dibuang, untuk mendapatkan setek mutan pertama (MV1). Berdasarkan penampilan morfologi dari mutan M1 ini, terlihat adanya perbedaan tinggi tanaman dari tiap perlakuan. Mutan asal perlakuan irradiasi sinar gamma dosis 150 Gy merupakan tanaman terendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Tabel 3).

Kontrol 50 Gy 100 Gy 150 Gy

Gambar 3. Penampilan benih lada hasil irradiasi dan kontrol

Tabel 2. Rata-rata pertumbuhan benih lada setelah perlakuan irradiasi sinar gamma tiga bulan setelah aklimatisasi di rumah kaca

Dosis Tunas terendah (cm) Tunas tertinggi (cm) Persentase tumbuh (%)

0 1,1 10,75 95,6

50 Gy 1,2 16,6 86,13

100 Gy 1,3 11,7 82,8

(6)

S = 8.67594375 r = 0.94689871

X Axis (units)

Y A x is ( u n it s ) 0.0 27.5 55.0 82.5 110.0 137.5 165.0 68.56 75.44 82.32 89.20 96.08 102.9 6 109.8 4

Gambar 4. Grafik pertumbuhan benih lada setelah irradiasi sinar gamma

Tabel 3. Penampilan morfologi tanaman lada hasil irradiasi sinar gama mutan M1

Perlakuan Tinggi tanaman Jumlah ruas Jumlah daun Panjang daun Lebar daun

Jumlah cabang primer Kontrol 165,6 ±8,82 31,5 ± 3 84,75 ± 44,47 11,29 ± 1,09 6,88 ± 1,01 1 ± 1,12 50 Gy 165,07 ± 36,1 30,95 ± 5,85 22,8 ± 7,08 10,88 ± 2,23 7,205 ± 1,27 1,2 ± 1,28 100 Gy 155,48 ± 39,12 27,15 ± 5,08 51,4 ± 18,11 10,525 ± 1,34 6,945 ± 1,51 2,85 ± 2,17 150 Gy 70,01 ± 41,83 20,92 ± 6,15 35,61 ± 20,55 8,89 ± 1,91 5,32 ± 1,23 2 ± 0,83 Analisis ploidi

Hasil analisis flowcytometri tidak memperlihatkan perbedaan kandungan DNA. Hal ini terlihat dari nilai koefisien keragaman (CV) yang rendah (Tabel 4).

KESIMPULAN

Biji lada mulai berkecambah pada hari ke-20. Perlakuan iradiasi sinar gamma 50 Gy nyata memperbaiki perkecambahan dan pertumbuhan benih. Irradiasi sinar gamma 150 Gy menghambat dan merusak pertumbuhan benih, terlihat dengan adanya khimera. Penampilan mutan MV1 hasil irradiasi sinar gamma 100 dan 150 Gy secara morfologi berbeda dengan kontrol. Hasil analisis ploidi, belum memperlihatkan keragaman, berdasarkan kandungan DNA. Analisis lanjutan dengan marka molekuler untuk mendeteksi mutasi perlu dilakukan.

% T u m b u h Dosis irradiasi

(7)

Tabel 4. Hasil analisis ploidi pada beberapa individu mutan lada Petaling 1 yang diirradiasi sinar gamma

No Kode Perlakuan dan Nomor Individu Mean-x CV %

1 Kontrol/ 96 199,88 7,94 2 Kontrol/118 189,7 7,36 3 Kontrol/ 96 202,32 4,81 4 Kontrol/3 202,92 7,2 5 Kontrol/5 187,00 8,11 6 Irradiasi 50 Gy/ 14 183,63 6,18 7 Irradiasi 50 Gy/ 147 168,05 9,24 8 Irradiasi 50 Gy /22 172,21 11,92 9 Irradiasi 50 Gy/ 267 188,07 8,39 10 Irradiasi 50 Gy/ 32 162,27 12,83 11 Irraadiasi 50 Gy/ 98 180,67 13,32 12 Irradiasi 100 Gy/ 115 194,05 7,71 13 Irradiasi 100 Gy/ 121 169,09 9,59 14 Irradiasi 100 Gy/ 166 196,08 8,18 15 Irradiasi 100 Gy/ 191 176,24 9,37 16 Irradiasi 100 Gy/ 47 174,74 10,98 17 Irradiasi 100 Gy/ 84 179,8 9,28 18 Irradiasi 150 Gy/1 185,09 6,49 19 Irradiasi 150 Gy/ 30 174,77 9,09 20 Irradiasi 150 Gy/3 207,69 5,45 21 Irradiasi 150 Gy/ 5 170,84 9,08 22 Irradiasi 150 Gy/ 9 154,93 9,06 23 Irradiasi 150 Gy/3 173,84 8,48 DAFTAR PUSTAKA

Aisyah SI. 2006. Induksi Mutagen Fisik Pada Anyelir (Dianthus Caryophillus Linn.) dan Pengujian Stabilitas Mutannya yang Diperbanyak Secara Vegetatif. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana, IPB. Bogor. 195 hlm.

Daras U dan D Pramono. 2009. Kondisi Kritis Lada Putih Bangka Belitung dan Alternatif Pemulihannya. Jurnal Litbang Pertanian 28(1): 1-6

Datta SK. 2001. Mutation studies on garden chrysanthemum : A review. Scientific Horticulture 7:159-199.

Ditjenbun. 2004. Statistik Perkebunan Indonesia tahun 1984-1989. Departemen Pertanian. Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta.

Hadipoentyanti E. 2007. Karakteristik Lada Mutan Hasil Irradiasi. Prosiding Seminar Rempah, Bogor 21 Agutus 2007. Badan Litbang Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan. hlml. 67-70.

Ibrahim MSD, NN Kristina dan N Bermawi.2004. Pengaruh NAA Dan IBA Terhadap Inisiasi Akar Lada (Piper ningrum L) Hasil Radiasi Secara In Vitro. Makalah Poster Pada Simposium IV Hasil Penelitian Tanaman Perkebunan. 10 H (Unpublished)

Manohara D, P Wahid, D Wahyuni, Y Nuryani, I Mustika, IW Laba, JT Yuhono, AM Rivai dan Safudin. 2006. Status Teknologi Tanaman Lada. Prosiding Status Teknologi Tanaman Rempah Dan Aneka Tanaman Industri. Parungkuda-Sukabumi, 26 Sep 2006. hlm. 1-57.

(8)

Melina R. 2008. Pengaruh mutasi induksi dengan iradiasi sinar gamma terhadap keragaan dua spesies Philodendron (Philodendron bipinnafidum cv. Crocodile teeth dan P. xanadu). Skripsi Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Institute Pertanian Bogor, Bogor. 41 hal.

Misniar RP. 2008. Pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap keragaan tanaman Aglaonema sp. Skripsi S1-IPB. 54 hlm Paulus AD. 1993. Mutation breeding for creating genetic variability in Black pepper. In The pepper industry: Problems

and prospects. Ed. M.Y. Ibrahim., C.F.J. bong and I.B. Ipor. pp. 58-71. Center for Applied Sciences Universiti Pertanian Malaysia Bintulu Campus.

Ravindran PN, K Nirmal Babu, B Sasikumar, and KS Krisnamurthy. 2000. Botany and crop improvement of Black pepper. In Black Pepper (Piper nigrum ). Ed. P.N. Ravindran pp. 23-142. Haewood Academics Publisher.

Sutarto I, A Darmawan, M Yuniwati. 2006. Pengaruh irradiasi sinar gamma 60 Co terhadap pertumbuhan setek lada (Piper nigrum L. ) terhadap pertumbuhan setek lada (Piper nigrum L.) CV. PETALING 1. Risalah Seminar Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi. BATAN. hlm. 199-203.

Gambar

Gambar 1. Perkecambahan  biji lada hasil irradiasi sinar gamma (0; 50; 100 dan 150 Gy)
Tabel 2. Rata-rata pertumbuhan benih lada setelah perlakuan irradiasi sinar gamma tiga bulan setelah aklimatisasi di  rumah kaca
Tabel 3. Penampilan morfologi tanaman lada hasil irradiasi sinar gama mutan M1
Tabel 4. Hasil analisis ploidi pada beberapa individu mutan lada Petaling 1 yang diirradiasi sinar gamma

Referensi

Dokumen terkait

Iradiasi sinar gamma pada planlet Dendrobium lasianthera dengan dosis 20, 40, 60 dan 80 Gy dapat menginduksi keragaman dan menghasilkan tanaman yang berbeda sangat nyata pada

Untuk mendapatkan variabilitas tanaman yang tinggi, dosis anjuran iradiasi sinar gamma pada biji kecombrang antara 20-40

Peningkatan keragaman genetik tanaman lada (Piper nigrum L.) dengan iradiasi sinar gamma.. Naskah pelepasan varietas lada lokal

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mutan hasil iradiasi sinar gamma memiliki morfologi yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol (0 Gy) dalam menghadapi kondisi

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dosis iradiasi sinar gamma terhadap keragaan beberapa varietas bawang merah dari benih TSS dibandingkan dengan varietas Bauji (benih dari

Untuk mendapatkan variabilitas tanaman yang tinggi, dosis anjuran iradiasi sinar gamma pada biji kecombrang antara 20-40

Untuk mendapatkan variabilitas tanaman yang tinggi, dosis anjuran iradiasi sinar gamma pada biji kecombrang antara 20-40

Perlakuan iradiasi sinar gamma taraf dosis 150 Gy pada benih cabai terinfeksi begomovirus menunjukkan rata-rata insidensi, keparahan penyakit, dan AUDPC paling rendah dibandingkan