• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5. CROSS-CASE ANALISIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 5. CROSS-CASE ANALISIS"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 5. CROSS-CASE ANALISIS

Pada bab ini akan dilakukan analisis lintas kasus terhadap data yang telah dikumpulkan dari kedua perusahaan dimana studi kasus dilakukan. Berikut adalah informasi yang terkait dengan implementasi sistem ERP di kedua perusahaan yaitu PT Krakatau Steel dan PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk.

Tabel 5-1. Informasi Implementasi Sistem ERP pada dua Perusahaan

Informasi PT. Krakatau Steel PT. Telekomunikasi

Indonesia, Tbk Produk ERP yang

diimplementasikan

SAP R/3 Release 4.7 SAP R/3 Release 4.6 c

Vendor SAP Indonesia SAP Indonesia

Implementation Partner PT. Soltius Magnus

Tahun Penggunaan Sistem 2007 2001

Lama Proyek / Modul 6 bulan 6-8 bulan

Metodologi Implementasi ASAP dari SAP ASAP dari SAP

Pada bagian selanjutnya akan dilakukan analisa lintas kasus dari tiap-tiap fase post-project sistem ERP.

5.1. ERP Post- project sebagai Fase Stabilisasi

Ross dan Vitale (2000) menyebutkan periode stabilisasi adalah periode setelah implementasi yaitu kurang lebih empat sampai 12 bulan pertama. Beberapa aktivitas yang berkaitan dengan fase stabilisasi diperlihatkan pada Tabel 5-2.

(2)

Tabel 5-2. Perbandingan aktivitas post-project sebagai fase Stabilisasi Aktivitas PT Krakatau Steel PT Telkom Indonesia, Tbk Mastering the

change

- Pelatihan tambahan. - Penyesuaian format data

dengan format yang ada pada sistem.

- Pemantapan end user terkait adanya modifikasi - Cleaning data

- hubungan kerja dengan vendor terkait adanya bugs dalam sistem. Users understand,

assimilate and appropriate with ERP new tool.

- Pemahaman user terhadap sistem tidak sama

- User terbagi kedalam end user dan key user/leader - Key user lebih mampu

memahami proses bisnis dalam sistem dan bisa mengatasi kemacetan - Key user lebih mampu

mendapatkan nilai tambah secara personal dari sistem

- Key user lebih mampu melakukan inovasi.

- Kemampuan user sudah seragam

- Sudah tidak ditemukan lagi adanya key user - Hubungan antara user

dengan sistem sudah sangat melekat, dalam arti user tidak dapat bekerja tanpa sistem. - User mampu membuat

planning untuk tahun mendatang dengan menggunakan data yang yang ada pada sistem

Dari Tabel diatas, dapat dilihat bahwa penerapan sistem ERP di PT Telkom sudah stabil. Ini ditandai oleh beberapa hal yaitu kemampuan user dalam menggunakan sistem ERP sudah merata, tidak ada lagi user yang dianggap sebagai key user. Disamping itu kebutuhan user akan sistem sudah sangat tinggi, dan sudah terjadi sinergi yang melekat antara user dan sistem, dimana user tidak dapat bekerja jika sistem down. User juga memperoleh nilai tambah dengan adanya sistem ERP yaitu lebih mampu bekerja dengan cara yang terstruktur, dan lebih paham terhadap tugas dan wewenang yang dimilikinya.

Sebaliknya di PT KS, masih terdapat perbedaan skill user dalam menggunakan sistem antara user dengan key user atau leader. Key user lebih cepat dalam memahami proses bisnis dan aliran kerja pada sistem ERP. Selain itu, key user lebih mampu untuk melakukan inovasi. Pada fase stabilisasi, dilakukan juga upaya untuk mengatasi perubahan yang ada. Di PT KS dilakukan dengan mekanisme penyesuaian format data di organisasi dengan format sistem ERP sehingga pada saat sistem dijalankan sudah bisa langsung stabil. Selain itu juga

(3)

dilakukan pelatihan tambahan bagi end user. Di PT Telkom, dilakukan pembersihan data yang tidak jelas statusnya. Hal lainnya yang dilakukan adalah menjalin kerja sama dengan vendor dalam mengatasi bugs yang muncul pada sistem melalui mekanisme patching. Interaksi yang intensif antara user dengan sistem memberikan dampak yang positif bagi user yaitu user mampu membuat planning yang lebih baik dan dapat direalisasikan untuk tahun mendatang dengan menggunakan data yang ada pada sistem.

5.2. ERP Post- project sebagai Fase Evaluasi

Terdapat beberapa aktivitas penting yang perlu ada, ketika post-project dipandang sebagai fase evaluasi (Motwani, 2005). Bagaimana aktivitas-aktivitas tersebut terjadi dan dikelola di kedua perusahaan tempat studi kasus dilakukan, disajikan pada Tabel 5-3.

Tabel 5-3. Perbandingan aktivitas post-project ERP sebagai fase evaluasi

Aktivitas PT Krakatau Steel PT Telkom Indonesia, Tbk Post

Implementation Audit

Saat ini belum dilakukan, akan tetapi skenario ke arah tersebut sudah disiapkan dengan mempersiapkan infrastruktur nya pada struktur organisasi, dengan penambahan fungsi audit dan compliance

Dilakukan dengan mekanisme integrated audit mengacu pada SOX 404 Sarbanes Oxley.

Documentation and advertising ERP success

- Dokumentasi hanya dilakukan dalam bentuk hardcopy

- Publikasi dilakukan secara internal

- Dokumentasi dilakukan dalam bentuk hardcopy dan softcopy - Publikasi dilakukan secara

internal dan eksternal - Dokumentasi terkait perbaikan

sistem tersimpan dalam bentuk OSS note pada sistem, solusi perbaikan juga tersimpan pada storage vendor yang dapat diakses.

Benchmarking Belum dilakukan masih pada tahap perencanaan. Hal ini karena belum ditemukannya institusi yang sesuai untuk melakukan benchmarking

- Dilakukan dengan Tim khusus yang terdiri dari AO dan BPO. - Tujuan benchmark adalah

Institusi yang sudah menerapkan ERP lebih lengkap.

- Hasil benchmark dirumuskan dalam bentuk kajian yang disampaikan kepada BOD Knowledge

management - - Dikelola oleh Tim khusus Sudah terbangun infrastruktur KM dalam bentuk website tetapi belum di launching sebagai

- Dikelola oleh Tim khusus - Sudah terbangun infrastruktur

KM dalam bentuk website - Knowledge sharing dilakukan

(4)

produk perusahaan - Knowledge sharing

dilakukan melalui e-mail

(5)

Tabel 5-3 (Lanjutan)

Aktivitas PT Krakatau Steel PT Telkom Indonesia, Tbk Change

management

Dilakukan dengan Tim khusus, dengan mengikuti metodologi terstruktur yang

direkomendasikan oleh vendor

Dilakukan dengan Tim khusus, dengan mengikuti metodologi terstruktur yang direkomendasikan oleh vendor

Software Migration - Migrasi ke ECC6 sejak Januari 2008

- Migrasi berlangsung mulus karena organisasi comply terhadap sistem

- Migrasi ke ECC6 sejak Juni 2007

- Migrasi berlangsung mulus karena organisasi comply terhadap sistem

Business strategy

and model Tidak dinyatakan dengan Jelas Model dan Strategi bisnis tidak di drive oleh sistem ERP tetapi lebih karena tuntutan bisnis.

Dari Tabel 5-3 dapat dilihat terdapat perbedaan pada beberapa aktivitas di kedua perusaan pada fase ini. Perbedaan terjadi pada aktivitas post implementation audit. Aktivitas ini belum dilakukan di PT Krakatau Steel (PT KS), sedangkan di PT Telkom sudah dilakukan secara sistematis dengan mengacu pada integrated audit SOX 404. Walaupun kedua perusahaan tersebut merupakan Badan Usaha Milik Negara, namun dengan status Telkom sebagai perusahaan publik maka tuntutan terhadap adanya audit menjadi suatu keharusan atau kewajiban yang harus dipenuhi. Terutama karena Telkom listed pada tiga bursa yaitu di Indonesia, New York dan London. Keterlambatan dalam pelaksanaan audit akan menyebabkan terlambatnya penyampaian laporan keuangan pada publik. Hal ini dapat berakibat pada pinalty yang dikenakan ke perusahaan yang dapat berujung pada dikeluarkannya Telkom dari bursa. Untuk menghindari adanya temuan pada saat audit, maka dikeluarkan suatu policy yang mengatur bahwa semua proses harus dijalankan dengan benar dan memberikan hasil yang juga benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Policy ini disosialisasikan kepada business proses owner dan user.

Sementara di PT KS, karena modul yang lebih dulu go-live adalah modul HR dan modul lainnya masih dalam pengerjaan proyek, maka audit belum dilakukan, akan tetapi skenario untuk ke arah itu sudah direncanakan dengan mempersiapkan infrastrukturnya terlebih dahulu yaitu penambahan fungsi audit dan compliance pda organisasi sistem informasi.

(6)

Sementara menurut Kimberling (2007), Post Implementation Audit penting dilakukan untuk melihat apakah sistem ERP yang telah diterapkan sesuai dengan proses bisnis yang ada. Dengan melakukan audit, telkom ingin memastikan bahwa proses yang dijalankan dengan ERP benar dan mampu memberikan deliverables yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Menurut Nicolaou (2004), perusahaan yang melakukan audit dengan cara yang terbatas atau menangani audit dengan cara yang sederhana tidak menunjukkan outcome yang signifikan berbeda dari perusahaan yang tidak melakukan post audit sama sekali.

Aktivitas lain yang berbeda adalah benchmarking, di PT KS aktivitas ini baru dalam tahap perencanaan sedangkan di PT Telkom hal ini sudah dilakukan. Kesulitan yang dihadapi di PT KS dalam melakukan benchmarking adalah belum ditemukannya institusi yang sesuai sebagai tujuan benchmark, yaitu institusi yang sudah menerapkan modul ataupun sub modul yang diharapkan. Untuk mengatasi hal itu, komunikasi dengan vendor tetap dilakukan. Akan tetapi narasumber dari kedua perusahaan sepakat bahwa benchmarking perlu dilakukan untuk meningkatkan performansi proses bisnis dalam sistem ERP.

Kedua perusahaan baik PT KS maupun PT Telkom telah menerapkan Knowledge management (KM) dan membangun infrastruktur untuk menampung pengetahuan yang ada dalam organisasi dalam bentuk website yang dapat diakses oleh karyawan di kedua perusahaan tersebut. Hanya saja di PT KS, karena situs ini belum di launching sehingga tidak semua karyawan mengetahui dan mengakses situs tersebut. Mengingat promosi tentang adanya website KM di PT KS dilakukan melalui email perusahaan, maka keberadaan website ini hanya diketahui oleh kalangan terbatas yaitu superintenden ke atas dan tidak seluruh karyawan. Selain itu media berbagi pengetahuan hanya dilakukan lewat email saja. Berbeda halnya dengan yang terjadi di PT PT Telkom, website Knowledge management sudah diketahui oleh seluruh karyawan. Selain melalui email, karyawan telkom dapat berbagi pengalaman maupun pengetahuan melalui milis dan forum diskusi online. Bagi karyawan yang berbagi tips dan triks terkait sistem ERP diperhitungkan untuk menutup kompetensi karyawan tersebut.

(7)

Program change management di kedua perusahaan tersebut dapat dikatakan berhasil dengan mengikuti suatu metodologi terstruktur yang direkomendasikan oleh vendor. Program change management pada awalnya dilakukan melalui tim khusus yang dibentuk sebagai agent of change, namun saat ini change management sudah tidak lagi lewat tim tapi sudah dilakukan langsung oleh personel-personel dikedua perusahaan tersebut. Keberhasilan menerapkan change management juga karena komitmen yang jelas dari manajemen bahwa mereka siap berubah.

Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa pada fase post-project ERP sebagai fase evaluasi, penting sekali untuk melakukan audit, untuk menjaga agar proses bisnis yang dilakukan melalui sistem erp sudah benar dan memberikan hasil yang juga benar. Change management sangat berperan untuk mendorong orang siap berubah ke sistem. Knowledge Management disediakan sebagai sarana menyimpan pengetahuan organisasi, yang dapat diakses oleh seluruh komponen perusahaan. Dokumentasi diperlukan sebagai referensi jika terjadi perubahan di kemudian hari. Sedangkan model dan strategi bisnis tidak ditentukan oleh sistem ERP tetapi lebih karena tuntutan bisnis corporasi maupun tuntutan eksternal.

5.3. ERP Post- project sebagai Fase Enhancement

Post impementasi ERP juga dipandang sebagai fase enhancement, yaitu waktu yang tepat untuk melakukan peningkatan sistem ERP yang sudah go live (Parr dan Shanks, 2000). Terdapat beberapa aktivitas yang dapat dilakukan terkait enhance sistem ERP yang ditampilkan pada Tabel 5-4.

Tabel 5-4. Perbandingan Aktivitas Post-project Sebagai Fase Enhancement Aktivitas PT Krakatau Steel PT Telkom Indonesia, Tbk

System repair

Perbaikan dilakukan karena fungsi reporting masih kurang lengkap

- Perbaikan dilakukan karena ditemukan adanya bugs oleh vendor

- Perbaikan fungsi reporting Extension Belum dilakukan - Dilakukan dengan penambahan

infusion, termasuk didalamnya modul CRM pada tahun 2008 - Penambahan Modul trem sedang

dalam pengerjaan.

- Sedang direncanakan untuk menambah modul Business Intelligence

(8)

Transformation - Transformasi terjadi pada proses bisnis yaitu pada cara penanganan pekerjaan yang lebih sistematis

- Perubahan pada organisasi terjadi tetapi tidak drastis

- Transformasi terjadi pada proses bisnis yaitu pada bagaimana cara orang bekerja yang lebih sistematis

- Transformasi organisasi terjadi yaitu adanya Finance Centre Planning for upgrades and

Migration to other release/ versions of hardware and ERP Software

- Dilakukan dengan tim khusus

- Upgrade menyangkut perangkat keras dan perangkat lunak.

- Dilakukan dengan tim khusus - Upgrade menyangkut perangkat

keras.

(9)

Tabel 5-4. (Lanjutan)

Aktivitas PT Krakatau Steel PT Telkom Indonesia, Tbk Adoption of additional

modules /packages and Integration with ERP

Dikembangkan aplikasi lain yang kemudian di

integrasikan ke SAP contohnya: Penilaian kinerja karyawan terdistribusi normal

Dikembangkan aplikasi lain yang kemudian di integrasikan ke SAP. Contohnya, SPPD on-line.

Business decision making based on data provided by the ERP system

- Keputusan lebih mudah dibuat karena adanya dukungan data yang real time dan dapat diakses kapan saja, dimana saja.

- Keputusan yang dibuat baik strategis maupun teknis/operasional

- Contohnya (untuk modul HR),keputusan penempatan karyawan, kenaikan gaji, dsb.

- Keputusan lebih mudah dibuat karena adanya dukungan data yang real time dan dapat diakses kapan saja, dimana saja.

- Keputusan yang dibuat baik

strategis maupun teknis/operasional

- Contohnya (untuk modul FICO), keputusan Investasi, Funding, dsb.

Continuous improvement

of users IT Skills - - pelatihan reguler secara informal melalui interaksi dengan key user

- Penyusunan SOP/ user guide - Pelatihan reguler . - Refresment - Forum - Workshop - Penyusunan SOP

- Adanya manajemen akses untuk mendisiplinkan end user

- Penggantian identifikasi ID dengan menggunakan NIK

Continuous business process improvement in order to achieve better business results

Penyederhanaan proses

bisnis Pemanfaatan Fitur SAP semaksimal mungkin Reconfiguration of

current release/version

Disarankan tidak dilakukan, jika dilakukan maksimal 10%

Dilakukan tapi untuk hal-hal kecil

Dilihat dari Tabel 5-4, terdapat banyak kesamaan aktivitas pada fase enhancement dikedua perusahaan, namun pelaksanaannya lebih diwarnai oleh tuntutan proses bisnis di masing-masing organisasi. Untuk aktivitas perbaikan sistem (system repairs) ditemukan terjadi di kedua perusahaan, terutama untuk memenuhi fungsi reporting. Perbaikan pada fungsi reporting seperti tampilan disesuaikan dengan kebutuhan organisasi. Perbaikan lainnya adalah jika ditemukan adanya bugs dalam sistem, dan untuk mengatasi hal ini dilakukan dengan mekanisme apply patch ke vendor.

(10)

Extension di PT Telkom dilakukan pada tahun 2008. Extension dilakukan dengan menambah apa yang oleh pihak Telkom disebut dengan infusion, termasuk dalam infusion ini adalah modul CRM (Customer Relationship management). Extension ini sendiri dilakukan lebih karena tuntutan proses bisnis di Telkom, selain itu juga CRM tidak kompatibel dengan sistem ERP yang lama (R/3 Release 4.6C) sehingga harus menunggu adanya proses upgrade ke sistem baru. Sementara di PT KS, extension belum dilakukan. Hal ini bisa karena baru modul Human Resource (HR), yang sudah go live sedangkan modul lainnya masih dalam pengerjaan proyek sehingga peluang untuk melakukan extension lebih kecil meskipun kemungkinan untuk melakukan hal tersebut ada. Akan tetapi sejauh ini manajemen tidak melihat penambahan extension sebagai hal yang krusial untuk mendukung operasional perusahaan, dan tidak ada tuntutan proses bisnis untuk melakukan hal tersebut. Tapi dengan perkembangan bisnis yang semakin dinamis dan setelah semua modul ERP di PT KS berjalan dan stabil, tuntutan bisnis untuk melakukan extension dengan menambah modul CRM (Customer Relationship management ) ataupun SCM (supply chain management) mungkin saja ada dan menjadi penting untuk dilakukan.

Transformasi proses bisnis maupun organisasi terjadi di kedua perusahaan tersebut. Transformasi proses bisnis yang terjadi terutama pada bagaimana proses bisnis dilakukan pada organisasi, bagaimana orang melakukan transaksi dengan sistem ERP. Transformasi proses bisnis juga diartikan bahwa dengan penerapan sistem ERP cara orang menangani suatu pekerjaan berubah menjadi lebih baik, orang dalam organisasi bekerja sesuai tuntutan proses bisnis yang ada pada sistem, dan dituntut untuk bekerja sesuai dengan tugas dan wewenang yang dimiliki. Perencanaan proses upgrade dan migrasi dikedua perusahaan dilakukan oleh tim khusus. Proses upgrade dan migrasi mencakup perangkat keras maupun perangkat lunak.

Enhancement lainnya yang dilakukan dikedua perusahaan adalah membangun aplikasi lain di luar sistem ERP yang kemudian di integrasikan dengan sistem ERP. Di PT KS aplikasi yang dikembangkan aplikasi untuk penilaian karyawan dengan nilai terdistribusi normal. Hal ini dilakukan untuk

(11)

menyesuaikan proses bisnis yang ada di perusahaan dimana sistem penilaian karyawan mengikuti nilai yang terdistribusi normal, sementara di sistem ERP nilai apapun bisa masuk. Di PT Telkom aplikasi yang dikembangkan dan kemudian dihubungkan dengan sistem ERP adalah aplikasi SPPD on-line. Hal ini dilakukan untuk memenuhi tuntutan proses bisnis perusahaan dan mempermudah birokrasi bagi karyawan yang tugas keluar kota dalam mengurus administrasi, sedangkan bagi sistem adanya input data karyawan yang melakukan dinas luar secara on-line dan real time.

Dari sisi dukungan terhadap proses pembuatan keputusan baik strategis maupun operasional telah dirasakan pada kedua perusahaan. Dengan adanya implementasi sistem ERP keputusan menjadi lebih mudah dibuat dengan adanya dukungan data yang valid dan real time. Dengan adanya teknologi nirkabel maka keputusan dapat dimanapun.

Upaya perbaikan yang berkelanjutan pada fase post-project yang terjadi pada kedua perusahaan mempunyai eksekusi yang berbeda. Di PT KS, perbaikan berkelanjutan lebih diarahkan kepada penyederhanaan proses bisnis yang ada pada organisasi dengan mengikuti proses bisnis yang ada pada sistem. Sedangkan pada PT Telkom dilakukan dengan memaksimalkan pemanfaatan fitur yang ada pada sistem.

Untuk meningkatkan kemampuan user secara terus-menerus, kedua perusahaan melakukannya berbagai cara. Akan tetapi jika dilihat pada Tabel 5-3 upaya yang dilakukan di PT Telkom jauh lebih beragam, seperti adanya Refresment, Forum, Workshop. Selain itu ada juga manajemen akses yang bertujuan untuk mendisiplinkan user dan adanya mekanisme penggantian identifikasi ID yang sebelumnya menggunakan nama yang umum menjadi Nomor Induk Karyawan (NIK). Hal yang terakhir mampunyai efek psikologis pada user untuk lebih hati-hati dan disiplin dalam bekerja, karena kesalahan yang terjadi akan lebih mudah dan lebih cepat dilacak sehingga siapa usernya dan kapan transaksi yang salah terjadi dapat segera diketahui. Bagi PT KS yang belum menerapkan hal serupa tentunya ini bisa dipertimbangkan untuk diterapkan karena dapat bermanfaat untuk mempercepat peningkatan kemampuan dan disiplin user.

(12)

Untuk aktivitas konfigurasi ulang sistem terjadi di kedua perusahaan tetapi tidak besar-besaran. Di PT KS hal ini tidak disarankan untuk dilakukan, tetapi jika harus dilakukan ada ketentuan tidak boleh lebih dari 10%.

Dengan melihat pelaksanaan aktivitas enhancement di kedua perusahaan yang ditampilkan pada Tabel 5-4, dapat ditarik suatu benang merah bahwa aktivitas enhancement apapun yang ingin dilakukan haruslah berdasarkan pada tuntutan proses bisnis dan direncanakan dengan baik karena pelaksanaannya menuntut penggunaan sumber daya organisasi baik tenaga kerja, waktu, maupun uang.

5.4. Realisasi benefit pada Post- project ERP

Pada fase post-project ERP seharusnya organisasi sudah dapat merasakan realisasi benefit dari implementasi ERP yang diterapkan (Sammon et al., 2003). Menurut Nicolaou (2004 ), Benefit yang diterima organisasi pada fase post-project ini dibedakan kepada intangible benefit dan tangible benefit. Intangible benefit berupa terjadinya integrasi internal, perbaikan proses bisnis dan informasi serta peningkatan pelayanan kepada pelanggan. Sedangkan tangible benefit antara lain: pengurangan persediaan, personil, biaya pembelian dan waktu yang dibutuhkan untuk tutup buku, manajemen cash, manajemen order dan peningkatan profitabilitas (Nicolaou, 2004).

Realisasi Benefit pada fase Post-project ERP di PT Krakatau Steel Setelah diterapkan selama kurang lebih satu setengah tahun, manfaat yang dirasakan oleh Direktorat SDM dan Umum diuraikan seperti berikut:

“ 1. konsistensi terhadap proses menjadi lebih meningkat, artinya proses hilir tidak akan bisa dilakukan kalau proses hulu belum dirampungkan. Contoh 'pengisian personil' tidak mungkin dilakukan kalau penetapan posisi jabatan belum di formalkan dalam sistem SAP.

2. Banyak fungsi analisa yang bisa dilakukan dengan memanfaatkan data yang diinput oleh fungsi lain, misalnya dari data manning table yang merupakan otoritas dari fungsi Organizational Development dan Personal Administration, dapat diolah oleh fungsi Personal Development untuk mebuat peta pergerakan karyawan dengan segala variabelnya.

(13)

3. Banyak peluang fungsi development yang bisa dilakukan, karena fungsi pengelolaan dan maintaining data sudah bisa dilepas ke sistem. contoh 'resourcess sdm" sudah mulai difokuskan untk menangani tindak lanjut dari pemetaan kompetensi karyawan, karena ruang untuk proses tindak lanjut inilah yang sebenarnya menjadi fokus pengelolaan SDM. seperti me "run" talent management, Individual Development Program, dan program tindak lanjut lainnya.

4. Peluang untuk penyederhanaan organisasi disesuaikan dengan fungsi yang pokok, contoh dengan penerapan SAP HR kami mulai mereview keberadaan divisi PSDM, artinya bisa saja fungsi fungsi yang ada di dalamnya akan dilebur dalam fungsi perencanaan organisasi dan fungsi pusdiklat (yg nantinya dikembangkan menjadi unit People Development), dengan menghilangkan fungsi administrasi yang overlaping.

5. Peluang improvement yang terkontrol dan terstruktur, karena dengan kompatibilitas data, sangat mudah buat manajemen melakukan improvement yang terarah berbasis kepada data eksisting, sehingga langkah yang diambil selalu diwarnai kaidah "speak with data" . Dan saya yakin kalau manajemen concern terhadap suatu sistem, benefit yang saya sebutkan di atas bukan mustahil hanya sebagian kecil dari benefit yang sesungguhnya akan diperoleh.”

Realisasi Benefit pada fase Post-project ERP di PT Telkom yang dirasakan oleh Departemen Keuangan di PT Telkom sebagaimana diungkapkan berikut :

“ Cara kerja lebih mudah, kalau ada audit lebih gampang, proses yang lebih cepat. Tapi kalau yang tangible, misalkan dulu saya belum pakai SAP sekarang menggunakan SAP berapa saya harus keluarkan ongkos. Misalnya Satu transaksi dihitung setara ini dulu perlu waktu 10 menit bisa jadi 2 menit. Dikerjakan oleh A per hournya berapa. Jadinya tinggal berapa kan bisa dihitung ya. Idealnya mungkin begitu, tapi kita belum lakukan perhitungan”.

Manfaat lain yang paling dominan adalah terjadinya integrasi internal, selain itu adanya peningkatan pelayanan kepada pelanggan baik itu vendor maupun pelanggan PT Telkom.

"Termasuk peningkatan pelayanan ke pelanggan lebih mudah, lebih cepat. Orang bayar, kita bayar. Kita stakeholdernya kan bukan cuma pelanggan, tapi vendor juga.”

(14)

Hubungan aktivitas-aktivitas pada post-project sistem ERP terhadap benefit yang diterima organisasi ditampilkan pada Tabel 5-5.

Tabel 5-5. Realisasi Benefit pada Fase Post-project ERP

Aktivitas /Fase Intangible Benefit Tangible Benefit Evaluasi

Post Implementation Audit Perbaikan proses bisnis dan Informasi dan menjaga proses tetap comply pada sistem.

-

Documentation and advertising ERP success

Sebagai referensi untuk proses perbaikan dan modifikasi

-

Benchmarking Mendapatkan pengetahuan dan Pengalaman sebagai

panduan dan bahan perbandingan dalam pengembangan sistem

-

Knowledge management Akses terhadap informasi dan Pengetahuan lebih mudah.

-

Change management Hambatan dalam

implementasi dapat diatasi sehingga k kestabilan sistem ERP lebih cepat tercapai

-

Software Migration Dapat Mengikuti tuntutan perkembangan proses bisnis.

-

Stabilisasi

Mastering the change Perbaikan proses bisnis - Users understand,

assimilate and appropriate with ERP new tool.

Perbaikan proses bisnis -

Enhancement

System repair Perbaikan proses bisnis -

Extension Dapat Mengikuti tuntutan

perkembangan proses bisnis.

-

Transformation Perbaikan proses bisnis Pengurangan biaya Planning for upgrades and

Migration to other release/ versions of hardware and ERP Software

Perbaikan proses bisnis -

Adoption of additional modules /packages and Integration with ERP

(15)

Tabel 5-5. (Lanjutan)

Aktivitas /Fase Intangible Benefit Tangible Benefit Business decision making

based on data provided by the ERP system

Keputusan lebih mudah dibuat

-

Continuous improvement of users IT Skills

Perbaikan proses bisnis -

Continuous business process improvement in order to achieve better business results Peningkatan Pelayanan Pada Pelanggan. - Reconfiguration of current release/version

Perbaikan proses bisnis -

5.5. Framework Post-project ERP

Dari hasil analisa diatas maka dibangun kembali Framework Post-project ERP dengan mempertimbangkan kondisi yang terjadi di lapangan. Dalam membangun framework ini terdapat beberapa hal yang dipertimbangkan untuk dirubah yaitu:

1. Aktivitas change management yang sebelumnya ada pada fase evaluasi maka pada framework ini dimasukkan juga dalam fase fase enhancement. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa program change management telah dilakukan sejak fase project dan diteruskan hingga ke fase post-project. Di samping itu juga, enhancement yang dilakukan pada sistem masih memerlukan peran change management untuk berhasil.

2. Aktivitas software migration yang sebelumnya ada pada fase evaluasi, digabungkan ke dalam aktivitas Planning for upgrades and Migration to other release/ versions of hardware and ERP Software dengan pertimbangan adanya kesamaan maksud.

3. Business strategy and model yang sebelumnya terdapat pada fase evaluasi, pada framework ini tidak ada. Hal ini karena pada studi kasus aktivitas business strategy and model tidak ditemukan terjadi di kedua perusahaan tersebut.

Dengan adanya perubahan tersebut maka framework post-project ERP dapat digambarkan sebagai berikut:

(16)

Gambar 5-1. Framework Post-project ERP

Gambar 5-1 diatas menunjukkan bahwa fase post-project ERP dapat dimulai dengan aktivitas stabilisasi. Pada fase ini diupayakan aktivitas-aktivitas yang mendukung adaptasi user terhadap perubahan sistem, bagaimana mengatasi bugs yang ada pada sistem. Setelah user mampu beradaptasi dengan perubahan sistem, diharapkan terjadi pemahaman user terhadap proses bisnis yang ada pada sistem, user dapat berinteraksi dengan lancar sehingga user mampu melakukan inovasi pekerjaannya terkait dengan sistem yang digunakan. Setelah sistem mencapai kestabilan maka aktivitas pada fase evaluasi dapat mulai dilakukan. Aktivitas-aktivitas seperti post audit, change manajement, knowledge manajement

POST-PROJECT SISTEM ERP Fase Stabilisasi Aktivitas-Aktivitas: - Mastering the Change - User understand, asssimilate and appropriate their new tools Fase Evaluasi Aktivitas-Aktivitas: - Post implementation audit (system audit)

- Documentation and advertising ERP success (correspondence success, process success, interaction success, expectation success) - Benchmarking - Change management - Knowledge management Fase Enhancement Aktivitas-Aktivitas:

- Planning for upgrades and migration later releases/ versions of ERP software

- Adoption of additional modules/packages and integration with ERP

- Business decision making based on data provided by the ERP system

- Continuous improvement of users’ IT skill

- Continuous business process improvement in order to achieve better business results

- Reconfiguration of current release / version.

(17)

dan aktivitas lainnya sangat berperan dalam menentukan apakah realisasi benefit dapat dicapai. Aktivitas-aktivitas pada fase enhancement sebaiknya dilakukan setelah aktifitas pada kedua fase dilakukan dan sistem telah stabil. Hal ini dilakukan untuk menghindari resistansi dari user terhadap sistem, dimana kemampuan user dalam mengoperasikan sistem belum optimal dan user belum sepenuhnya memahami proses bisnis yang ada pada sistem lalu sudah dilakukan enhancement pada sistem. Resistansi user dapat berakibat user meninggalkan sistem ERP yang digunakan dan dapat berakibat chaotic pada organisasi. Aktivitas enhancement yang dilakukan lebih akhir dapat sejalan dengan arah pengembangan organisasi. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa fakta yang ada dilapangan mendukung proposisi 1 yaitu :

Proposisi 1: Pada Fase Post-project sistem ERP terdapat tiga proses besar yaitu Stabilisasi, Evaluasi dan Enchancement

Adanya aktivitas mastering the change pada fase stabilisasi dapat berfungsi dalam mengadaptasi user agar mengambil peran sebagai bagian dari implementasi sistem daripada sebagai saksi dari implementasi. Motivasi dan komitmen untuk berubah akan menghasilkan perubahan budaya yang positif didalam perusahaan. Menurut Cooke et al., dalam Somers (2004), aktivitas manajemen perubahan penting dilakukan sejak awal proyek dan terus berlanjut sampai pada tahap adaptasi dan penerimaan (acceptance). Bendre et al. (2004) menyatakan bahwa implementasi sistem ERP menciptakan perubahan pada struktur karyawan, kebijakan-kebijakan, dan metodologi bekerja artinya menciptakan perubahan budaya perusahaan yang luas. Budaya didasari oleh nilai yang diakui bersama dan tidak mungkin untuk merubah budaya dalam satu malam. Perubahan dapat diadaptasi melalui pendidikan dan pelatihan. Pelatihan user dalam sistem, komunikasi reguler, bekerja dengan agen perubahan dan konsultan eksternal dalam beberapa hal dapat mengurangi resistansi dan menyerap sistem. Interaksi yang intensif antara user dengan sistem akan mempercepat user dalam memahami proses bisnis yang ada pada sistem ERP dengan demikian user

(18)

memperoleh nilai tambah dari sistem dan mampu melakukan inovasi terkait bidang pekerjaannya. Hal ini ditemukan terjadi dikedua perusahaan dimana studi kasus dilakukan ( Tabel 5-1). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fakta yang ada mendukung proposisi 2 yaitu:

Proposisi 2: Aktivitas yang perlu dilakukan pada fase stabilisasi adalah aktivitas yang mendukung proses mastering the change, user understand, assimilate and appropriate their new tools

Dari data yang dipaparkan pada Tabel 5-3, ditemukan bahwa tidak semua aktivitas terjadi di kedua perusahaan misalnya aktivitas post implementation audit (system audit), benchmarking dan business strategy and model. Akan tetapi di PT KS sudah ada skenario untuk merealisasikan aktivitas post implementation audit (system audit) dan benchmarking. Hal ini ditandai dengan sudah dibentuknya fungsi audit dan compliance pada struktur organisasi perusahaan, dan untuk benchmarking sudah dibentuk tim khusus untuk menjalankan hal tersebut. Dengan demikian, kedua aktivitas tersebut dapat dipertahankan untuk tetap ada pada framework, sedangkan aktivitas business strategy and model dihilangkan dari framework karena tidak ditemukan fakta yang mendukung.

Untuk aktivitas software migration, dengan melihat kesamaan eksekusi dengan proses upgrade maka aktivitas tersebut digabungkan pada fase enhancement.

Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa fakta yang ada tidak mendukung Proposisi 3 di awal sehingga dirumuskan proposisi 3 yang baru yaitu Proposisi 3: Aktivitas yang perlu dilakukan pada fase evaluasi adalah post

implementation audit (system audit), documentation and advertising ERP success (correspondence success, process success, interaction success, expectation success), benchmarking, change management dan knowledge management.

Dari data yang dipaparkan pada Tabel 5-4, ditemukan bahwa tidak semua aktivitas pada fase enhancement terjadi di kedua perusahaan misalnya aktivitas

(19)

extension yang belum dilakukan di PT KS. Akan tetapi mengingat bahwa tidak tertutup kemungkinan bagi PT KS untuk menjalankan aktivitas tersebut dimasa mendatang maka aktivitas tersebut tetap ada pada framework. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa fakta yang ada mendukung proposisi 4 yaitu: Proposisi 4: Aktivitas yang perlu dilakukan pada fase enhancement adalah

Planning for upgrades and migration later releases/ versions of ERP software, Adoption of additional modules/packages and integration with ERP, Business decision making based on data provided by the ERP system, Continuous improvement of users’ IT skills, Continuous business process improvement in order to achieve better business results, Reconfiguration of current release/ version.

Pada fase enhancement penambahan modul diluar modul core ERP dapat dilakukan untuk menjawab tuntutan bisnis yang semakin berkembang. Menurut Shanks dan Seddon dalam Chang dan Vichita (2002), penerapan sistem ERP tidak hanya untuk kebutuhan internal, tetapi lebih jauh lagi sudah diperluas termasuk Internet capability, customer relationship management (CRM), supply chain management (SCM), dan mendukung untuk electronic market places.

Loonam (2005) menyatakan alasan utama melakukan extensions pada enterprise system (ES) berkaitan dengan kekunoan pada paket ES tradisional. Dengan perubahan yang konstan pada bisnis, maka paket ES juga terus-menerus tumbuh dalam banyak jenis dan fungsi yang berbeda untuk menyesuaikan dengan kebutuhan organisasi. Extension-extension ini perlu terjadi secara alami, dan perlu jaminan dapat terintegrasi dengan paket ES yang telah ada. Empat tipe extension utama yang dapat diidentifikasi termasuk (1) customer relationship management (CRM), (2) supply chain management (SCM), (3) e-business, and (4) business intelligence (BI) tools (Callaway dalam Looman, 2005). Dengan demikian dapat dirumuskan proposisi berikut:

(20)

Proposisi 5 : Perencaaan penambahan modul extension harus didasarkan pada kebutuhan bisnis organisasi, bukan atas pengaruh tawaran vendor

Perbaikan sistem dapat terjadi karena adanya ketidaksesuaian antara software dengan kebutuhan organisasi, artinya software belum mendukung sepenuhnya bagaimana fungsi organisasi bekerja (Kumar et al., 2003).

Pada kedua perusahaan tempat studi kasus dilakukan, perbaikan sistem ERP lebih banyak dilakukan agar lebih mampu memenuhi kebutuhan organisasi terutama pada fungsi reporting. Perbaikan juga dilakukan jika pada sistem ditemukan adanya bugs juga proses yang tidak fit dengan proses bisnis.

Change management juga perlu dilakukan pada fase enhancement mengingat pada fase ini kemungkinan terjadinya perubahan ataupun penambahan modul pada sistem sehingga diperlukan pendekatan kepada user untuk dapat menerima hal tersebut dan mau menggunakan sistem serta menghindarkan terjadinya resistensi.

Proposisi 6 : Perubahan policy (kebijakan) dalam perusahaan sebagai jawaban terhadap tuntutan bisnis eksernal merupakan pendorong (driver) dilakukannya perbaikan pada sistem ERP.

Gambar

Tabel 5-1.  Informasi  Implementasi Sistem  ERP pada dua Perusahaan
Tabel 5-2. Perbandingan aktivitas post-project sebagai fase Stabilisasi Aktivitas  PT Krakatau Steel  PT Telkom Indonesia, Tbk  Mastering the
Tabel 5-3.  Perbandingan aktivitas post-project  ERP sebagai  fase evaluasi
Tabel 5-5.  Realisasi Benefit  pada Fase Post-project ERP
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan analisis rasio keuangan adalah proses yang digunakan untuk mengetahui apakah posisi keuangan dan hasil-hasil

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa metode LibQual+™ bermanfaat untuk mengetahui pelayanan yang perlu perbaikan, mengembangkan pelayanan, dan memeriksa kinerja