BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyuluhan Pestisida
Penyuluhan dalam arti umum adalah ilmu sosial yang mempelajari sistem dan proses dan perubahan pada individu serta masyarakat agar dapat terwujud perubahan yang lebih baik sesuai dengan yang diharapkan. Penyuluhan dengan demikian dapat diartikan sebagai suatu sistem pendidikan yang bersifat nonformal di luar sistem sekolah yang biasa.
Pendidikan masyarakat juga mengandung pengertian usaha manusia untuk meningkatkan kepribadian, ketrampilan, dan pengetahuan agar dapat diserap atau dipraktekkan oleh masyarakat. Dengan mengacu pada pengertian di atas penyuluhan pertanian adalah usaha mengubah prilaku petani dan keluarganya agar mereka mengetahui, menyadari, mempunyai kemampuan dan kemauan, serta tanggung jawab untuk memecahkan masalahnya sendiri dalam rangka kegiatan usaha tani dan kehidupannya ( Kartasapoetra, 1994).
Dengan penyuluhan diharapkan dapat menjembatani kesenjangan antara praktek yang biasa dijalankan oleh para petani dengan pengetahuan dan tekhnologi yang selalu berkembang menjadi kebutuhan para petani tersebut.
2.1.1. Komunikasi dalam penyuluhan pertanian
Menurut Jones (1975) pengertian proses komunikasi dalam bidang pertanian adalah sangat kompleks, hal ini disebabkan karena banyak faktor yang terlibat
didalamnya. Proses komunikasi dalam kaitannya dengan penyuluhan pertanian mengharapkan bahwa komunikasi yang terjadi tidak semata mata berpindahnya pesan dari komunikator ke sasaran atau komunikan tetapi bagaimana pesan tersebut dapat diterima, dimengerti oleh sasaran sehingga timbul suatu kesadaran yang berlanjut keminat, keinginan untuk menimbang nimbang dan mencoba hingga menerapkan pesan yang disampaikan oleh komunikator tersebut dengan kesadarannya sendiri.
2.1.2. Difusi dan Inovasi dalam pelaksanaan penyuluhan
Dalam mengubah masyarakat terdapat suatu kegiatan yang dikenal dengan difusi inovasi, yaitu suatu proses penyebarserapan ide-ide atau hal-hal yang baru dalam merubah suatu masyarakat.
Dalam penerimaan suatu inovasi biasanya melalui beberapa tahapan yang disebut dengan tahap putusan inovasi atau dikenal dengan model difusi inovasi.
MODEL DIFUSI INOVASI
PENGETAHUAN PERSUASI KEPUTUSAN KONFIRMASI
MENOLAK ADOPSI TERLAMBAT TERUS MENOLAK ADOPSI STOP ADOPSI LANJUT ADOPSI SUMBER KOMUNIKASI Faktor penerima : Karakter Personal/sosial Tingkat kebutuhan Sistem Sosial : Norma Sosial Struktur Sosial Tingkat Toleransi Karakter Pesan : Keuntungan Kesesuaian Kompleksitas Dapat diujicoba Dapat diamati Sumber : Rogers, M, E, 1992
Dalam proses penyuluhan dimana salah satu tujuannya adalah agar terjadi perubahan sikap prilaku yang mengarah pada tindakan maka proses terjadinya adopsi inovasi yang bertahap seringkali tidaklah sama pada setiap individu.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan adopsi juga dapat digolongkan dalam beberapa golongan, antara lain berdasarkan
1. Sifat Inovasinya
Dapat digolongkan dalam sifat dari dalam inovasi itu sendiri (instrinsik) dan dari luar inovasi yang disebut sifat ekstrinsik.
• Sifat Instrinsik meliputi :
Nilai keunggulan Inovasi Tingkat kerumitan Inovasi
Mudah tidaknya Inovasi tersebut dikomunikasikan
Mudah tidaknya dicobakan dan mudah tidaknya Inovasi tersebut diamati • Sifat Ekstrinsik meliputi :
Kesesuaian Inovasi dengan lingkungan setempat
Tingkat keunggulan relatif Inovasi dibanding dengan tekhnologi yang sudah ada atau yang sudah berkembang didaerah tersebut.
2. Sifat sasaran
Berdasarkan tingkat kecepatan dalam mengadopsi inovasi, sasaran penyuluhan dipedesaan dapat digolongkan dalam beberapa kelompok sasaran, antara lain : Kelompok perintis ( Innovator)
Kelompok pelopor (early adopter) Kelompok penganut dini (early majority) Kelompok penganut lambat (late majority) Kelompok kolot (laggard)
Faktor lain yang dalam beberapa kasus dapat ikut mempengaruhi Adopsi Inovasi dalam penyuluhan menurut Departemen Pertanian adalah : Luas usaha tani
Tingkat pendapatan
Tingkat partisipasi dalam kelompok atau organisasi diluar lingkungan sendiri Aktivitas dalam mencari informasi dan ide-ide baru
Berbagai sumber informasi yang dapat sampai ketempat tersebut dan dapat dimanfaatkan
3. Luas usaha taninya
4. Sifat individu secara pribadi atau karakter individu
2.1.3. Kekuatan yang mempengaruhi penyuluhan dan faktor pendukung efektifitas penyuluhan
Mengukur efektifitas penyuluhan akan sangat sulit jika dihubungkan pada perubahan sikap prilaku sasaran penyuluhan, namun demikian beberapa ahli berpendapat bahwa efektifitas atau keberhasilan kegiatan penyuluhan dapat diukur dari seberapa jauh telah terjadi perubahan prilaku yang mengarah pada tindakan, pengetahuan, sikap, dan ketrampilan seseorang.
Faktor Pendukung Efektifitas Penyuluhan 1. Metode Penyuluhan
a. Metode berdasarkan pendekatan perorangan
Metode perorangan atau personal approach menurut Kartasapoetra (1994),sangat efektif digunakan dalam penyuluhan karena sasaran dapat secara langsung memecahkan masalahnya dengan bimbingan khusus dari penyuluh. Dari segi jumlah sasaran yang ingin dicapai, metode ini kurang efektif karena terbatasnya jangkauan penyuluh untuk mengunjungi dan membimbing sasaran secara individu.
b. Metode berdasarkan pendekatan kelompok
Penyuluh berhubungan dengan sasaran penyuluhan secara kelompok. Metode pendekatan kelompok menurut Kartasapoetra (1994) cukup efektif dikarenakan petani dibimbing dan diarahkan secara kelompok untuk melakukan sesuatu kegiatan yang lebih produktif atas dasar kerjasama. Dalam pendekatan kelompok banyak manfaat yang dapat diambil, disamping dari transfer tekhnologi informasi juga terjadinya tukar pendapat dan pengalaman antar sasaran penyuluhan dalam kelompok yang bersangkutan. Termasuk metode pendekatan kelompok diantaranya adalah diskusi, demonstrasi, kursus tani, temu karya dan lain sebagainya.
c. Metode berdasarkan pendekatan Massal
Dipandang dari segi penyampaian informasi metode ini cukup baik, namun terbatas hanya dapat menimbulkan kesadaran atau keingintahuan semata. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa metode pendekatan massal dapat mempercepat proses perubahan, tetapi jarang dapat mewujudkan perubahan dalam prilaku. Termasuk dalam metode pendekatan massal antara lain siaran Radio, kampanye, pemutaran film, penyebaran leaflet, poster, surat kabar, dsb.
2. Media Penyuluhan
Media penyuluhan adalah alat bantu penyuluhan yang dalam peranannya berfungsi sebagai perantara yang dapat dipercaya menghubungkan antara penyuluh dengan sasaran sehingga pesan atau informasi akan lebih jelas dan nyata. Menurut
Mardikanto(1993), media adalah alat bantu atau benda yang dapat diamati, didengar atau dirasakan oleh indera manusia yang berfungsi untuk memperagakan atau menjelaskan uraian yang disampaikan penyuluh guna membantu proses belajar sasaran penyuluhan agar materi penyuluhan mudah diterima dan dipahami . Media dapat juga berfungsi untuk :
• Menarik perhatian atau memusatkan perhatian, sehingga konsentrasi sasaran terhadap materi tidak terpecah
• Menimbulkan kesan mendalam, artinya apa yang disuluhkan tidak mudah untuk dilupakan
• Alat untuk menghemat waktu yang terbatas, terutama jika penyuluh harus menjelaskan materi yang cukup banyak.
3. Materi penyuluhan
Materi penyuluhan adalah segala sesuatu yang disampaikan dalam kegiatan penyuluhan, baik yang menyangkut ilmu atau tekhnologi. Materi yang baik dalam penyuluhan adalah yang sesuai dengan kebutuhan sasaran, menarik karena dapat memperbaiki produksi pertanian dan yang lebih penting lagi dapat memecahkan masalah yang sedang dihadapi oleh sasaran penyuluhan.
Kartasapoetra (1994) mengemukakan bahwa materi penyuluhan agar dapat diterima, dimanfaatkan dan diaplikasikan oleh sasaran penyuluhan dengan baik, antara lain harus :
• Tidak bertentangan atau sesuai/ selaras dengan adat atau kepercayaan yang berkembang diaerah setempat
• Mampu mendatangkan keuntungan
• Bersifat praktis mudah dipahami dan diaplikasikan sesuai tingkat pengetahuan Mengesankan dan dapat dimanfaatkan dengan hasil nyata dan segera dapat dinikmati.
2.1.4. Pengertian Pestisida
Pestisida berasal dari rangkaian kata “pest” yang berarti “hama” dalam arti “luas” dan “sida” yang berarti mematikan. Dalam PP No. 7 tahun 1973 yang dimaksud dengan pestisida ialah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yag digunakan untuk (Depkes RI, 1990) :
1. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian.
2. Memberantas rerumputan.
3. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan. 4. Mengatur atau mencegah pertumbuhan tanaman tidak termasuk pupuk.
5. Mengatur atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan peliharaan dan ternak.
6. Memberantas atau mencegah hama-hama air.
7. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat pengangkutan.
8. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat dilindungi dengan penggunaan pada tanaman tanah dan air.
2.1.5. Golongan Pestisida
2.1.5.1. Insektisida dan Akarisida
Ada banyak jenis insektisida yang termasuk dalam kelompok ini. Diantaranya adalah pestisida golongan organofosfat yang banyak digunakan oleh petani. Sebagian besar bahan aktif golongan ini sudah dilarang beredar di Indonesia misalnya Diazinon, Fention dan Malatihon. Sedangkan bahan aktif lainnya masih diizinkan misalnya untuk herbisida: Score 250 EC, Polaris 240 AS, Roundup, untuk fungisida yaitu Kasumiron 25/WP, Afugon 300 EC, Rizolek 50 WP, untuk Insektisida yaitu Curacron 500 EC, Voltage 560 EC, Takuthion 500 E (Wudianto, 1993).
Golongan organofosfat sering disebut organik phosphates, phosphorus insectisides, phosphate insektisida dan phosporus esters atau phosphoric acid esters. Golongan organophosphates struktur kimianya dan cara kerjanya berhubungan erat dengan gas saraf. Organofosfat selain toksik terhadap hewan bertulang belakang ternyata tidak stabil dan nonpersisten, khususnya untuk menggantikan DDT (Sudarmo, 1995).
Beberapa pestisida golongan karbamat, seperti karbaril dan metomil, telah dilarang penggunaannya di Indonesia. Namun masih banyak formulasi pestisida berbahan aktif lain dari golongan karbamat yang digunakan untuk fungisida seperti Previcur-N, Topsin – M 70 WP dan Anvil 670 EC serta untuk insektisida seperti Curater 3 G, Dicarzol 25 SP. Seperti halnya golongan organofosfat bahan aktif
golongan karbamat ini bila masuk dalam tubuh manusia akan menghambat enzim cholinesterase (Sudarmo, 1991).
Ada lagi dari golongan Piretroid. Insektisida ini merupakan tiruan atau analog dari piretrum. Efikasi biologis piretroid bervariasi, tergantung pada bahan aktif masing-masing. Pada umumnya piretroid memiliki spektrum pengendalian yang luas dan efektif terhadap banyak spesies serangga hama dari ordo Lepidoptera, Coleoptera, Diptera dan banyak lainnya tetapi piretroid tidak aktif terhadap tungau (mite, acarinae).
2.1.5.2. Fungisida dan Bakterisida
Ada beberapa macam dari golongan Fungisida ini seperti : Fungisida Biologis, Fungisida Multisite Inhibitor, Fungisida Monosite Inhibitor (Antibiotik), Fungisida Monosite Inhibitor (Organik Sintetik) dan Dikarboksimid yang merupakan kelompok fungisida dengan spektrum pengendalian yang luas.
2.1.5.3. Herbisida
Golongan herbisida ini ada yang terdiri dari senyawa organik, bioherbisida (herbisida yang berasal dari jamur), aryloxyalcanoic acid yang bekerja sebagai hormon pengatur tumbuh, aryloxyphenoxypropionate merupakan kelompok herbisida paskatumbuh, sistemik, selektif dan kuat terhadap gulma rumput.
2.1.5.4. Rodentisida
Terdiri atas 2 jenis yaitu : Anorganik dan Antikoagulan yang merupakan penghambat kompetitif vitamin K dalam sintesis faktor-faktor pembekuan darah di dalam hati sehingga mekanisme koagulasi (pembekuan) darah terganggu.
2.1.6. Alat yang Digunakan dalam Aplikasi Pestisida
Alat yang digunakan dalam aplikasi pestisida tergantung formulasi yang digunakan. Pestisida yang berbentuk butiran (granula) untuk menyebarkannya tidak membutuhkan alat khusus, cukup dengan ember atau alat lainnya yang biasa digunakan untuk menampung pestisida tersebut dan sarung tangan agar tangan tidak berhubungan langsung dengan pestisida. Pestisida berwujud cairan (EC) atau bentuk tepung yang dilarutkan (WP atau SP) memerlukan alat penyemprot untuk menyebarkannya. Sedangkan pestisida yang berbentuk tepung hembus bisa digunakan alat penghembus. Pestisida berbentuk fumugan dapat diaplikasikan dengan alat penyuntik, misalnya alat penyuntik tanah untuk nematisida atau penyuntik pohon kelapa untuk jenis insektisida yang digunakan memberantas penggerek batang. Alat penyemprot yang biasa digunakan yaitu penyemprot gendong, pengabut bermotor tipe gendong (Power Mist Blower and Duster), mesin penyemprot tekanan tinggi (High Sprayer), dan jenis penyemprot lainnya. Penggunaan alat penyemprot ini disesuaikan dengan kebutuhan terutama yang berkaitan dengan luas areal pertanian sehingga pemakaian pestisida menjadi efektif. (Wudianto, 1993)
2.1.7. Teknik dan Cara Aplikasi
Teknik dan cara aplikasi ini sangat penting diketahui oleh pengguna pestisida, terutama untuk menghindarkan bahaya pemaparan pestisida terhadap tubuh, orang lain dan lingkungannya. Ada beberapa petunjuk dan teknis serta cara aplikasi pestisida yang diberikan oleh pemerintah.
Petunjuk umum tentang keamanan dalam menggunakan pestisida oleh Departemen Pertanian Republik Indonesia yaitu:
1. Gunakanlah pestisida yang telah terdaftar dan memperoleh izin dari Menteri Pertanian RI.
2. Pilihlah pestisida yang sesuai dengan hama atau penyakit tanaman serta jasad sasaran lainnya yang akan dikendalikan, dengan cara lebih dahulu membaca keterangan kegunaan pestisida dalam label pada wadah pestisida.
3. Belilah pestisida dalam wadah asli yang tertutup rapat dan tidak bocor juga tidak rusak, dengan label asli yang berisi keterangan lengkap dan jelas.
4. Bacalah semua petunjuk yang tercantum pada label pestisida sebelum bekerja dengan pestisida itu.
5. Lakukanlah penakaran, pengenceran atau pencampuran pestisida di tempat terbuka atau dalam ruangan dalam ventilasi baik.
6. Pakailah sarung tangan, wadah, alat pengaduk dan alat penakar khusus untuk pestisida. Semua peralatan tersebut jangan digunakan untuk keperluan lain, lebih-lebih yang berhubungan dengan makanan dan minuman.
7. Bukalah tutup pestisida dengan hati-hati, sehingga pestisida tidak memercik, tumpah atau berhamburan ke udara.
8. Gunakanlah pestisida yang sesuai dengan takaran yang dianjurkan. Jangan menggunakan pestisida dengan takaran yang berlebihan atau kurang.
9. Periksalah alat penyemprot dan usahakanlah supaya dalam keadaan baik, bersih dan tidak bocor.
10. Hindarkanlah pestisida terhirup melalui pernafasan atau terkena kulit, mata, mulut dan pakaian.
11. Apabila ada luka pada kulit, tutuplah luka tersebut dengan pembalut sebelum bekerja. Pestisida lebih mudah terserap melalui kulit.
12. Selama menyemprot, pakailah baju khusus berlengan panjang, penutup kepala, penutup muka, celana panjang, sarung tangan dan sepatu boot.
13. Jangan menyemprot berlawanan arah dengan arah angin.
14. Jika merasa kurang enak badan, berhentilah dengan segera dan bacalah petunjuk dalam label tentang pertolongan pertama segera hubungi dokter.
15. Setelah selesai bekerja dengan pestisida, mandilah segera dengan sabun, pakaian dan alat-alat pelindung lainnya yang dipakai harus segera dicuci.
16. Bersihkan selalu muka dan tangan dengan air dan sabun sebelum beristirahat untuk makan, minum atau merokok (Sumarto, 1982).
Selain petunjuk di atas, Departemen Kesehatan RI memberikan petunjuk bagi orang yang mengaplikasikan pestisida antara lain adalah :
1. Orang dewasa yang dapat membaca dan menulis.
2. Berbadan sehat dan menjalani pemeriksaan kesehatan secara berkala. 3. Terampil dalam menangani pestisida secara tepat dan aman.
4. Waktu kontak dengan pestisida maksimal 5 jam per hari dan 5 hari dalam seminggu. Sewaktu menangani pestisida yang relatif sangat berbahaya, diharapkan aplikator tidak bekerja sendirian. Batas minimal dalam aplikasi pestisida adalah 2 orang (Depkes RI, 1992).
2.1.8. Keracunan Pestisida dan Cara Masuk Pestisida Pada Manusia
Keracunan pestisida tidak sengaja terjadi dikalangan petani dan keluarga mereka. Paparan terjadi terutama selama penyampuran, penyemprotan, dan memasuki wilayah penyemprotan. (Widyastuti, 2006)
Ada 4 macam pekerjaan yang dapat menimbulkan kontaminasi dalam penggunaan pestisida yakni:
1. Membawa, menyimpan dan memindahkan konsentrat pestisida (produk pestisida yang belum diencerkan).
2. Mencampur pestisida sebelum diaplikasikan atau disemprotkan. 3. Mengaplikasikan atau menyemprotkan pestisida.
4. Mencuci alat-alat aplikasi sesudah aplikasi selesai.
Di antara keempat pekerjaan tersebut di atas yang paling sering menimbulkan kontaminasi adalah pekerjaan mengaplikasikan, terutama menyemprotkan pestisida. Namun yang paling berbahaya adalah pekerjaan mencampur pestisida. Hal ini dikarenakan ketika mencampur pestisida, kita bekerja dengan konsentrat (pestisida dengan kadar tinggi), sedangkan waktu menyemprot, kita bekerja dengan pestisida yang sudah diencerkan (Sumarto, 2000).
Cara Masuk Pestisida Pada Manusia
Sumarto (2000), menyatakan bahwa pestisida dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai cara yakni:
1. Penetrasi lewat kulit (dermal contamination)
Kejadian kontaminasi pestisida lewat kulit merupakan kontaminasi yang paling sering terjadi. Lebih dari 90% dari kasus keracunan di seluruh dunia disebabkan oleh kontaminasi lewat kulit. Tingkat bahaya kontaminasi lewat kulit dipengaruhi oleh beberapa faktor:
a. Toksistas dermal (Dermal LD 50) pestisida yang bersangkutan yaitu makin rendah angka LD 50 makin berbahaya.
b. Konsentrasi pestisida yang menempel pada kulit yaitu makin pekat pestisida makin berbahaya.
c. Formulasi pestisida misalnya formulasi EC dan WP lebih mudah diserap kulit daripada formulasi butiran.
d. Jenis atau bagian kulit yang terpapar yaitu mata misalnya mudah sekali meresapkan pestisida.
e. Luas kulit yang terpapar pestisida yaitu makin luas kulit yang terpapar makin besar resikonya.
f. Lama kulit terpapar yaitu makin kulit terpapar makin besar resikonya.
g. Kondisi fisik seseorang yaitu makin lemah kondisi fisik seseorang makin tinggi resiko keracunannya.
Pekerjaan yang menimbulkan resiko tinggi kontaminasi lewat kulit adalah:
a. Penyemprotan dan aplikasi lainnya, termasuk pemaparan langsung oleh droplet atau drift pestisida dan menyeka wajah dengan tangan, lengan baju atau sarung tangan yang terkontaminasi pestisida.
b. Pencampuran pestisida. c. Mencuci alat-alat pestisida.
2. Masuk ke dalam saluran pernapasan (inhalation)
Keracunan pestisida karena partikel pestisida terhisap lewat hidung merupakan yang terbanyak kedua sesudah kontaminasi kulit. Gas dan partikel semprotan yang sangat halus (misalnya, kabut asap dari fooging) dapat masuk ke paru-paru, sedangkan partikel yang lebih besar akan menempel di selaput lendir hidung atau di kerongkongan. Bahaya penghirupan pestisida lewat saluran pernapasan juga dipengaruhi oleh LD 50 pestisida yang terhisap dan ukuran partikel dan bentuk fisik pestisida.
Pekerjaan yang menyebabkan terjadinya kontaminasi lewat saluran pernapasan adalah:
a. Bekerja dengan pestisida (menimbang, mencampur dan sebagainya) di ruangan tertutup atau ventilasi buruk.
b. Aplikasi pestisida berbentuk gas atau yang akan membentuk gas (misalnya fumigasi), aerosol serta fooging, terutama aplikasi di dalam ruangan, aplikasi pestisida berbentuk tepung (misalnya tepung hembus) mempunyai resiko tinggi.
c. Mencampur pestisida berbentuk tepung (debu terhisap pernapasan). d. Masuk kedalam saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral).
Peristiwa keracunan lewat mulut sebenarnya tidak sering terjadi dibandingkan dengan kontaminasi kulit. Keracunan lewat mulut dapat terjadi karena:
a. Kasus bunuh diri.
b. Makan, minum dan merokok ketika bekerja dengan pestisida.
c. Menyeka keringat di wajah dengan tangan, dengan baju, atau sarung tangan yang terkontaminasi pestisida.
d. Drift pestisida terbawa angin masuk ke mulut.
e. Meniup nozzle yang tersumbat langsung dengan mulut.
f. Makanan dan minuman terkontaminasi pestisida, misalnya diangkut atau disimpan dekat pestisida yang bocor atau disimpan dalam bekas wadah atau kemasan pestisida.
g. Kecelakaan khusus, misalnya pestisida disimpan dalam bekas wadah makanan atau disimpan tanpa label.
2.1.9. Dampak Pestisida Terhadap Kesehatan
Secara tidak sengaja kita telah terpapar pestisida yang terdapat pada udara yang kita hirup, air yang kita minum, makanan yang kita makan dan bahkan produk yang kita beli. Sebagai akibat pencemaran lingkungan, konsentrasi pestisida tertentu dalam air susu manusia pada waktu tertentu pada beberapa daerah melebihi tingkat toleransi yang diperkenankan. Di negara-negara maju kejadian fatal akibat keracunan pestisida sudah jarang terjadi namun tidak demikian dengan negara-negara berkembang. Terdapat beberapa laporan mengenai berbagai penyakit atau gejala
klinik yang disebabkan oleh pemaparan kronik pestisida tetapi kondisi tersebut umumnya dapat berbalik sehingga belum dapat digolongkan terhadap keracunan kronik (Romeo, ect, 1999).
Penggunaan pestisida dapat menimbulkan keracunan baik yang bersifat akut maupun kronik. Keracunan dapat menimbulkan kematian secara mendadak. Keracunan akut diukur berdasarkan nilai dosis letal (LD-50). Keracunan kronik adalah keracunan yang disebabkan oleh pemaparan kadar rendah dalam waktu yang lama atau singkat dengan akibat kronis. Keracunan kronik dapat ditemukan dalam bentuk kelainan saraf atau prilaku (bersifat neototoksik) atau mutagenitas. Gejala keracunan dapat besifat kronis maupun akut. Gejala biasanya menyebabkan keluhan yang tidak spesifik misalnya sakit kepala, insomnia, pusing, tidak dapat konsentrasi, dan merasa mual. Keracunan akut biasanya menimbulkan kejang-kejang yang didahului dengan fasikulasi otot lengan dan tungkai disertai penurunan kesadaran dan sesudah kejang sering timbul amnesia (Sudarmo, 1991).
Pestisida organoklorin yang meliputi etana berklor, sinkldien dan heksaklorosikloheksan. DDT digunakan karena toksisitas akutnya relatif rendah dan mampu bertahan lama dalam lingkungan sehingga tidak perlu disemprotkan berulang kali, tetapi hal ini yang akan lebih berbahaya karenanya DDT akan semakin sulit lepas atau terurai (Depkes RI, 1992).
Pestisida organoklorin dikenal sebagai promoter kanker epigenetic oleh karena itu terlihat pengaruh biologik yang mungkin menjadi basis terjadinya kanker. Mekanisme sitotoksisitas dan kerusakan jaringan kronis terlihat pada hati. Kerusakan
pada hati mulai dari pembengkakan sampai nekrosis pada sel, sedangkan pengaruh sitologi dikenal dengan fenomena induksi hati, yang dapat terjadi pada kosentrasi yang sangat rendah. Mekanisme xenobiotik pada umumnya dilakukan oleh enzim mikrosomal menjadi senyawa yang lebih polar, sedangkan metabolik yang terbentuk segera dieksresikan melalui kandung kemih atau dijadikan produk lain yang dapat diekstraksi. Aktifitas mikrosomal karena pengaruh induksi mengakibatkan kekurangan vitamin A dalam hati dan ketidak seimbangan hormonal. Sistem mikrosomal hati merupakan indikator biokimia yang sensitif atau pemantauan senyawa organoklorin (Said, 1994).
Untuk lebih jelas mengenai gejala klinis tingkat keracunan pestisida dapat dilihat di bawah ini:
Tabel 2.1. Gejala Klinis untuk Setiap Tingkatan Keracunan dan Prognosisnya Aktifitas
AchE (%)
Tingkatan
Keracunan Gejala Klinis Prognosis
50 – 75 Ringan Lemah, sakit kepala, pening, mau muntah, berliur banyak, mata berair, miosis, detak jantung cepat
Sadar dalam waktu 1 – 3 hari 25 – 50 Sedang Lelah mendadak, penglihatan berkurang,
berliur banyak, berkeringat, muntah, diare, sukar bernafas, hipertonia, tremor pada tangan dan kepala, miosis, nyeri dada, sianosis pada membrane mucosa
Sadar dalam waktu 1 – 2 minggu 0 – 25 Berat Tremor mendadak, kejang-kejang, otot
tak dapat digerakkan, intensif sianosisi, pembengkakan paru, koma
Kematian karena gagal pernapasan dan gagal jantung Sumber: Keracunan Akut Pestisida Teknik Diagnosa Pertolongan Pertama
2.1.10. Pencegahan Keracunan Pestisida
Tindakan pencegahan memang harus lebih diutamakan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Tindakan pencegahan ini tidak terbatas sewaktu kita menggunakan pestisida, tapi juga meliputi penyimpanan pestisida, pembuangan wadah pembungkus bekas isi pestisida atau pembuangan pestisida yang sudah lama atau tidak digunakan lagi (Wudianto, 1988).
Strategi pencegahan pestisida yang pada saat ini dijalankan adalah strategi yang bertumpu kepada pengelolaan pestisida oleh petani dalam suatu siklus (Siagian, 2001), yang meliputi :
1. Persiapan :
a. Pengadaan/pembelian pestisida.
• Pilihlah jenis pestisida yang sesuai dengan hama atau serangga yang akan dikendalikan.
• Pastikan luas area yang akan dikendalikan.
• Pilih bentuk dan formulasi pestisida serta jumlah yang sesuai kebutuhan. • Pilih kemasan terkecil yang utuh dari pestisida yang terdaftar dan isinya
dapat habis dalam sekali pakai.
• Perhatikan gambar (pictogram) yang tertera pada kemasan. b. Penyediaan alat.
Pestisida dengan bentuk EC, WP, atau SP didalam pengaplikasiannya digunakan alat penyemprot. Pestisida yang berbentuk butiran dalam mengaplikasikannya tidak menggunakan alat.
• Alat bantu pencampuran pestisida. Alat bantu pencampur pestisida terdiri atas : Gelas ukur digunakan untuk mengukur pestisida dalam bentuk cair yang akan dicampur atau timbangan yang berbentuk tepung. Wadah atau ember kecil dan kayu pengaduk yang bersih. Corong. Alat pelindung diri minimal terdiri dari : sarung tangan, masker, pelindung mata, dan sepatu boot serta pakaian kerja.
• Pemahaman Arti Gambar (Pictogram) dalam Label Kemasan.
Sebelum menggunakan pestisida, perhatikan label kemasan, brosur atau leaflet. Disini biasanya dijumpai pictogram atau diagram gambar yang bermakna sehubungan dengan pestisida yang digunakan.
c. Pengangkutan.
• Sesuaikan jenis kemasan, hati-hati dalam pengangkutan dan perhatikan gambar (pictogram) yang ada pada label.
• Jangan mengangkut pestisida dengan makanan, bahan makanan, binatang dan penumpang/orang.
• Jangan menempatkan pestisida dekat pengemudi.
• Bila mengangkut pestisida dengan jumlah banyak, letakkan/susun pestisida sedemikian rupa sesuai dengan jenisnya.
d. Penyimpanan pestisida. • Penyimpanan skala kecil:
Pestisida harus disimpan ditempat yang aman dengan cara :
1) Disimpan dalam lemari yang terkunci atau dalam kotak penyimpanan dan jauh dari jangkauan anak-anak dan binatang piaraan.
2) Tidak diletakkan dalam tempat penyimpanan makanan atau bahan makanan, dekat api, tungku, atau perapian.
3) Jangan disimpan dalam botol atau tempat makanan/minuman, simpanlah selalu pada kemasan aslinya.
4) Simpanlah pestisida dalam ruangan yang tidak terkena sinar matahari langsung, air dan banjir.
5) Wadah pestisida tertutup rapat selama dalam penyimpanan. 6) Tempat/botol/wadah pestisida diberi label.
7) Apabila ada pestisida tanpa label jangan mencoba-coba menerka isinya.
8) Jangan menyimpan pestisida disatu tempat bersama-sama dengan bahan kimia lain yang tidak berbahaya.
9) Herbisida atau defoliant (bahan perontok daun) jangan disatukan dengan bahan pemberantasan lainnya.
10) Setiap kali mengeluarkan pestisida dari tempat penyimpanannya ambillah sebanyak yang diperlukan untuk selama satu hari.
• Penyimpanan skala besar
Pestisida dalam jumlah besar disimpan dalam ruangan atau suatu tempat yang aman dengan cara :
1) Semua pintu dan jendela harus dikunci.
2) Dipasang papan peringatan pada tempat penyimpanan. 3) Pestisida harus disimpan di rak-rak.
4) Herbisida, insektisida dan fungisida harus disimpan terpisah.
5) Formulasi cair tidak boleh disimpan di atas formulasi tepung atau butiran untuk menghindari resiko tumpahan.
6) Tempat penyimpanan harus bebas tikus, pastikan semua lobang-lobang tertutup rapat atau dilapisi jaring kawat.
7) Tempat penyimpanan harus mempunyai ventilasi yang baik. 8) Tabung pemadam kebakaran harus ditempatkan di dekat pintu. 9) Kotak P3K harus diletakkan.
10) Bahan-bahan penyerap seperti tanah, pasir, atau serbuk gergaji harus tersedia di tempat penyimpanan untuk mengatasi apabila terjadi tumpahan atau ceceran.
11) Simpanlah pestisida dalam ruangan yang tidak terkena sinar matahari, air dan banjir.
2. Pelaksanaan :
Formulasi pestisida yang diaplikasikan/dicampur dengan air adalah pekatan yang diemulsikan/emulsiable consentrate (EC), pekatan yang dapat disuspensikan/wettable powder (WP), tepung yang dapat larut dalam air/soluble powder (SP), pekatan yang larut dalam air/water soluble consentrate (WSC), dan larut dalam air/aqueos solution (AS).
1) Cara aplikasi :
• Kalibrasi volume alat semprot sesuai dengan luas areal yang disemprot.
• Pastikan alat dalam keadaan baik (tidak bocor), nozzle diperiksa agar tidak tersumbat, sebagian atau seluruhnya. Penyumbatan sebagian akan mengakibatkan pancaran air hanya sebelah, sedangkan penyemprotan seluruhnya mengakibatkan cairan tidak mengabut.
• Waktu paling baik penyemprotan, dilakukan pada pukul 08.00-11.00 WIB atau sore hari pukul 15.00-18.00 WIB. Penyemprotan terlalu pagi atau sore akan mengakibatkan tanaman yang disemprot keracunan. • Jangan melakukan penyemprotan saat angin kencang karena banyak
pestisida yang tidak mengenai sasaran.
• Jangan menyemprot dengan melawan arah angin, karena cairan semprot bisa mengenai orang yang menyemprot.
• Gunakan alat pengaman berupa masker penutup hidung dan mulut, kaos tangan, sepatu boot dan jaket.
• Jangan mengusap bagian tubuh (mata, mulut) dengan tangan sewaktu melakukan penyemprotan.
• Tentukan terlebih dahulu penyebab kerusakan yang timbul dilapangan dengan mengamati gejala dan akibat serangan/gangguan apakah serangga, jamur, tikus, bakteri, cacing atau tungau.
• Ikutilah petunjuk mengenai waktu penggunaan terutama mengenai jangka waktu antara penyemprotan pestisida terakhir dengan waktu panen. Hal ini penting jangan sampai sisa pestisida (residu) yang tertinggal pada tanaman yang telah dipanen membahayakan manusia. • Jagalah jangan sampai pestisida yang digunakan mengenai tanaman
lain sekitarnya seperti tempat untuk mengembala ternak, sungai atau aliran air, kolam, danau, atau tempat lain yang membahayakan hewan atau manusia.
2) Pasca Pelaksanaan :
Setelah selesai melakukan aplikasi dan sebelum menanggalkan pakaian pelindung, yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :
• Setiap sisa campuran yang ada pada alat aplikasi dan pada alat campuran, segera dikubur dalam tanah.
• Cucilah alat aplikasi dan alat campur bagian luar dan dalam alat aplikasi dan wadah pencampuran buang air cuciannya secara aman dan jangan membuang ke saluran pengairan, kolam dan sumber air.
• Periksa bila ada kerusakan pada sprayer dan perbaiki.
• Kembalikan pestisida yang tidak digunakan dari sprayer ke tempat yang aman dan terkunci.
• Hancurkan wadah bekas pestisida yang kosong dan dikubur seperti yang diharuskan.
• Wadah mencampur pestisida jangan dipakai untuk keperluan air. • Tanggalkan seluruh pakaian yang digunakan untuk menyemprot, dan
mandilah sampai bersih dengan memberikan perhatian khusus pada bagian yang mungkin terkena pestisida, seperti tangan, dan wajah. • Pakaian yang digunakan untuk aplikasi dicuci dengan sabun atau
deterjen, terpisah dengan pakaian sehari-hari.
• Setiap sisa campuran yang ada dalam aplikasi atau alat campur dikubur dalam tanah.
2.1.11. Kebersihan Diri dan Alat Pelindung Diri Pada Penggunaan Pestisida
Sumarto (2000) menyebutkan sesudah aplikasi penyemprotan pestisida dilakukan maka ada beberapa tindakan kebersihan diri yang dapat dilakukan adalah : 1. Cuci tangan dengan sabun hingga bersih segera sesudah pekerjaan selesai.
2. Segera mandi setelah sampai di rumah dan ganti pakaian kerja dengan pakaian sehari-hari.
3. Jika tempat kerja jauh dari rumah dan harus mandi dekat tempat kerja, sediakan pakaian bersih dalam kantong plastik tertutup, sesudah ganti pakaian, bawalah pakaian kerja dalam kantung tersendiri.
4. Cuci pakaian kerja terpisah dengan cucian lainnya.
5. Makan, minum, dan merokok hanya dilakukan sesudah mandi atau setidaknya sesudah mencuci tangan dengan sabun.
6. Pakaian dan atau pelindung tubuh harus dipakai bukan saja pada waktu aplikasi, tetapi sejak mulai mencampur dan mencuci peralatan aplikasi sesudah aplikasi selesai.
Pakaian serta peralatan pelindung yang harus digunakan adalah sebagai berikut : a). Pakaian sebanyak mungkin menutupi tubuh, b). Semacam celemek (appron), yang dapat dibuat dari plastik atau kulit, c). Penutup kepala, misalnya berupa topi lebar atau helm khusus untuk menyemprot, d). Pelindung mulut dan lubang hidung, misalnya berupa masker sederhana, sapu tangan atau kain sederhana lainnya, e). Pelindung mata, misalnya kaca mata, goggle, atau face shield, f). sarung tangan, dan g). Sepatu boot.
2.2. Perubahan Prilaku
Menurut Soekidjo Notoadmodjo (2003) perilaku manusia adalah merupakan refleksi daripada berbagai kejiwaan seperti keinginan, minat, kehendak, pengetahuan,
reaksi dan sebagainya. Namun demikian sulit dibedakan refleksi dari gejala kejiwaan yang manakah seseorang itu berprilaku tertentu.
Perilaku merupakan sesuatu yang sangat kompleks, dimana ia merupakan resultante dari berbagai macam aspek internal maupun eksternal, psikologis dan fisik, pengetahuan, pengalaman, kebiasaan dan lingkungan secara langsung maupun tidak langsung akan membentuk prilaku manusia. Ada kalanya prilaku tersebut menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan dan tak jarang juga mendukung upaya kesehatan.
Azwar dan Saifuddin (1985) mengatakan bahwa perilaku merupakan keadaan dalam diri manusia yang menggerakkannya untuk bertindak, menyertai manusia dengan perasaan perasaan tertentu dalam menanggapi objek dan terbentuk atas dasar pengalaman pengalaman. Sikap merupakan tenaga pendorong (motif) dari seseorang untuk timbulnya sesuatu perbuatan atau tingkah laku. Sikap yang ada pada seseorang akan menentukan warna atau corak pada tingkah laku orang orang tersebut. Dengan mengetahui sikap seseorang maka akan dapat diduga respon atau perilaku yang akan diambil oleh seseorang terhadap masalah keadaan yang dihadapkan padanya.
Pembentukan atau perubahan sikap ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor internal (dari diri sendiri) dan faktor eksternal (diluar dari diri). Faktor individu atau faktor dalam adalah bagaimana individu menanggapi dunia luarnya secara selektif. Sedangkan faktor eksternal adalah hal-hal atau keadaan dari luar yang merupakan rangsangan atau stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap.
Menurut Notoatmodjo (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi prilaku seseorang antara lain :
1. Faktor personal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu yang meliputi : a. Faktor biologis manusia meliputi : genetika, system syaraf, dan system
hormonal
b. Faktor sosio psikologis meliputi : komponen afektif ( emosional), kognitif (intelektual) dan konatif ( kebiasaan dan kemauan )
c. Motif sosiogenis atau motif skunder meliputi motif berprestasi, kebutuhan kasih sayang dan kebutuhan berkuasa
2. Faktor situasional yaitu faktor dari luar diri manusia sehingga dapat mengakibatkan seseorang cenderung berperilaku sesuai dengan karakteristik kelompok atau organisasi dimana ikut didalamnya meliputi :
a. Aspek psikososial yang dipersepsi oleh seseorang misalnya : iklim, struktur kelompok.
b. Lingkungan psikososial yang dipersepsi oleh seseorang misalnya : orang lain dan situasi pendorong perilaku
c. Stimulus yang mendorong dan memperteguh prilaku seseorang misalnya orang lain dan pendorong perilaku
3. Faktor stimulus yang mendorong dan meneguhkan perilaku seseorang
Bentuk operasional dari perilaku dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis yakni : 1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni : indera penglihatan, pendengaran, rasa, pencium dan peraba. Sebahagian besar pengetahuan diperoleh mata dan telinga (Notoatmodjo,2003)
2. Perilaku dalam bentuk sikap
Menurut Ahmadi (2004) sikap dibedakan menjadi a) sikap positif, yaitu sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan, menerima, menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada. b) sikap negatif yaitu menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu berbeda.
Menurut Sax (1980) dalam Saiifuddin ( 2008 ) bahwa beberapa dimensi dari sikap yaitu arah, intensitas, keleluasaan, konsistensi dan spontanitasnya. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung, secara langsung dapat dinyatakan pendapat atau pernyataan respon terhadap suatu objek, secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan pertanyaan hipotesis kemudian ditanyakan pendapat responden.
2.3. Landasan Teori
Penyuluhan pestisida pada hakekatnya bukanlah suatu kegiatan yang sederhana atau sekedar penyampaian pesan-pesan kepada masyarakat, tetapi yang sangat penting adalah penyuluhan pestisida itu merupakan suatu proses belajar yang mengharapkan terjadinya perubahan perilaku dalam diri petani atau
kelompok tani sehingga dalam kehidupan sehari-hari secara sadar menerapkan perilaku penggunaan pestisida yang benar sehingga pola hidup sehat merupakan bahagian dari kehidupannya.
2.4. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
• Pengetahuan • Sikap Penyuluhan
Variabel Intervening
• Karakreristik petani
• Lama menggunakan pestisida • Karakter pesan
Keterangan : = diteliti = tidak diteliti