• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREVALENSI INFEKSI PARASIT USUS PADA ANAK DI SEBUAH PANTI ASUHAN DI JAKARTA TIMUR TAHUN 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PREVALENSI INFEKSI PARASIT USUS PADA ANAK DI SEBUAH PANTI ASUHAN DI JAKARTA TIMUR TAHUN 2012"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 Universitas Indonesia

PREVALENSI INFEKSI PARASIT USUS PADA ANAK DI

SEBUAH PANTI ASUHAN DI JAKARTA TIMUR TAHUN 2012

Fienda Ferani

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Pusat, Indonesia

E-mail : fiendaferani@ymail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat infeksi parasit usus pada anak-anak di sebuah panti asuhan yang terletak di Jakarta Timur pada tahun 2012. Penelitian dilakukan dengan menggunakan desain cross-sectional. Sejumlah 155 anak dijadikan sampel penelitian melalui sampel feses yang telah dikumpulkan. Data dan sampel tersebut diambil pada tanggal 10 Mei 2012. Spesimen yang telah terkumpul sejumlah 50, diperiksa di laboratorium melalui mikroskop dengan pewarnaan lugol 1 %. Hasil dari pemeriksaan tersebut kemudian didata dengan komputer, lalu diolah menggunakan program SPSS versi 11.5. Data tersebut lalu dianalisis dengan uji Chi-square dan Fischer Exact. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa prevalensi infeksi parasit usus pada 50 anak Panti Asuhan X yang telah mengumpulkan pot feses adalah 16 (32%). Jumlah tersebut terbagi menjadi 13 (26%) B.hominis, 4 (8%)

G.lamblia, 1 (2%) B.hominis + G.lamblia. Dengan demikian

didapatkan hubungan bermakna pada prevalensi infeksi parasit usus dengan usia dan tingkat pendidikan (Chi-square, p<0,05), sementara tidak didapatkan hubungan bermakna pada prevalensi infeksi parasit usus dengan kedua jenis kelamin (Fischer, p>0,05). Disimpulkan bahwa prevalensi infeksi parasit usus pada anak panti asuhan di Jakarta Timur tahun 2012 berhubungan dengan usia dan tingkat pendidikan, namun tidak berhubungan dengan jenis kelamin.

Kata kunci: parasit usus, Blastocystis hominis, Giardia lamblia, panti asuhan

Abstract

This research was conducted to find the prevalance of intestinal parasitic

infection on Children in an orphanage located in East Jakarta, in the year of 2012. Theresearch design was done by using cross-sectional design. A number of 155 children was taken as a sample for the research by collecting their feces. The data andspecimen were collected on 10th of May 2012. About 50 samples were examined in

laboratory

(2)

2 Universitas Indonesia examination wereprocessed with SPSS version 11.5. The result were then analyzed with Chi-square and Fischer Exact. The result shows prevalence of the intestinal parasitic infection from the 50 children in Orphanage X examined 16 (32%) children, with the details of 13 (26%)

B.hominis, 4 (8%) G.lamblia, and 1 (2%) B.hominis + G.lamblia infection.

Fromthe results, we could see a significant relation between the prevalence of intestinalparasitic infection with age and education level (Chi-square, p<0,05), while therewere no significant relation between the prevalence of intestinal parasitic infection and gender (Fischer, p>0,05). It is concluded that the prevalence ofintestinal parasitic infection related to age and education level, but not relatedwith gender.

Keywords: intestinal parasite, Blastocystis hominis, Giardia

lamblia,Orphanage

1. Pendahuluan

Infeksi yang terjadi akibat parasit usus (cacing dan protozoa) adalah permasalahan global yang terus dicari pemecahannya. Data dari World Health Organisation (WHO) menunjukkan bahwa lebih dari 1,5 milyar (24%) penduduk dunia terinfeksi Soil Transmitted

Helminths (STH).1

Jumlah persebaran pada anak-anak adalah; cacing tambang 280 juta, A.lumbricoides 478 juta, dan T.trichiura 347 juta.2 Pada usia

sekolah, individu cenderung lebih sering terinfeksi dibandingkan usia dewasa.3 Anak-anak yang terinfeksi yang belum memasuki usia sekolah sejumlah 270 juta dan pada usia sekolah berjumlah 600 juta.1

Di ibu kota Indonesia, parasit usus yang ditemukan di tanah

berjumlah 37,5%. Jumlah tersebut terdapat di rumah dan bangunan-bangunan lain yang berada di pemukiman kumuh.2 Sehingga dapat dinyatakan bahwa kondisi kebersihan dan sanitasi yang rendah, tidak tersedianya tempat pembuangan, minimnya edukasi, serta kurangnya pasokan air bersih meningkatkan angka terjadinya infeksi parasit usus.2,3

Terjadinya infeksi sebagian besar didapatkan pada laki-laki. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena laki-laki lebih banyak bekerja pada lingkungan luar. Berbagai pekerjaan yang mereka lakukan diantaranya pada bidang pertanian, pertambangan, dan olah raga. Aktivitas tersebut sebagian besar dilakukan di bawah terik matahari, diatas tanah, dengan

(3)

3 Universitas Indonesia udara lembab yang merupakan

habitat paling baik bagi cacing.3 Parasit usus yang diteliti pada penelitian kali ini meliputi Ascaris

lumbricoides, Trichuris trichiura dan

dua jenis cacing tambang yaitu

Necator americanus serta

Ancylostoma duodenale.1 Protozoa

usus yang diteliti meliputi Giardia

lamblia dan Blastocystis hominis.3

Daur infeksi diawali dengan keluarnya telur cacing bersamaan dengan feses manusia dan menjadi bentuk infektif ketika berada di tanah.1 Wilayah beriklim tropis dan

subtropis menjadi habitat yang baik bagi STH.4 Selanjutnya proses

penularan terjadi akibat seseorang mengonsumsi makanan dan minuman yang telah tercemar telur cacing dan kista protozoa.1

Bedasarkan KBBI, panti asuhan didefinisikan sebagai tempat tinggal yang disediakan lembaga sosial untuk menampung anak yatim dan piatu.5 Pada suatu lokasi di sekitar Lubang Buaya wilayah Jakarta Timur, berdiri sebuah panti asuhan. Tempat tersebut menampung anak-anak jalanan dan anak-anak yang tidak memiliki orangtua. Di tempat

tersebut, mereka di sekolahkan di beberapa sekolah yang berbeda namun masih dalam wilayah yang berdekatan (Jakarta Timur).

Anak-anak yang tinggal rata-rata berusia 6-18 tahun. Panti asuhan tersebut terletak di lingkungan yang padat penduduk.6 Akses jalanan menuju lokasi panti asuhan dihambat oleh pasar tradisional. Selain itu lokasi gedung berada di kawasan banjir. Atas dasar data tersebut maka perlu dilakukan penelitian agar jumlah prevalensi infeksi parasit usus di panti asuhan tersebut dapat segera diketahui. Hasil penelitian tersebut kemudian dianalisis dengan menghubungkan antara prevalensi dengan karakteristik demografi yang meliputi usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan.

Hasil penelitian tersebut dapat digunakan sebagai bahan perbandingan studi epidemiologi mengenai prevalensi infeksi parasit usus pada anak-anak panti asuhan di Jakarta. Melalui studi tersebut diharapkan menjadi awal yang baik untuk meningkatkan edukasi masyarakat mengenai bahaya infeksi parasit usus sehingga upaya

(4)

4 Universitas Indonesia pencegahan dan pengobatan dapat

berjalan efektif demi meningkatkan kesejahteraan rakyat.

2. Metode Penelitian

Desain yang digunakan pada penelitian kali ini menggunakan desain cross-sectional. Penelitian bertempat di suatu panti asuhan di Lubang Buaya, Jakarta Timur. Prosedur penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2012 dan berakhir pada Februari 2013. Pengambilan sampel penelitian dilaksanakan di Panti Asuhan X pada tanggal 10 Mei 2012.

Populasi target penelitian adalah seluruh anak-anak panti asuhan di wilayah Jakarta Timur. Populasi terjangkau meliputi anak-anak yang tinggal di Panti Asuhan X. Subyek pada penelitian ini adalah peserta yang hadir saat acara berlangsung. Sampel yang digunakan merupakan total populasi.

Kriteria yang di inklusi adalah subyek penelitian yang mengikuti proses pengambilan data. Kelompok eksklusi adalah anak-anak-anak yang telah meminum obat cacing dua bulan sebelum

data diambil dan tidak mengumpulkan kembali pot feses.

Proses kegiatan didahului dengan penyuluhan dan diakhiri dengan pembagian pot feses. Peserta diberikan edukasi mengenai cara mengisi pot feses, setelah itu diminta untuk mengumpulkan pot yang telah diisi pada keesokan harinya. Sampel yang telah terkumpul dikirimkan kepada staf bagian Departemen Parasitologi Universitas Indonesia untuk diperiksa melalui mikroskop.

Alat dan bahan yang digunakan adalah lidi, lugol 1%, kaca penutup, dan preparat. Pada mulanya lugol diteteskan di kaca preparat di kedua sisi yang berbeda. Selanjutnya dioleskan lidi yang telah dicelupkan dalam sampel feses pada kedua sisi preparat yang berbeda dan diaduk sampai bercampur menjadi homogen. Lalu tutup dengan kaca penutup agar tidak timbul gelembung udara. Kemudian sediaan tersebut siap diperiksa dengan perbesaran 10x dan 40x.2

Selanjutnya hasil yang didapat didata menggunakan komputer dan diolah melalui program SPSS 11.5.

(5)

5 Universitas Indonesia Data yang dimasukkan dalam

program tersebut lalu dianalisis menggunakan uji Fischer Exact dan

Chi-square. Hasil yang didapat

kemudian dihubungkan dengan karakteristik demografi anak-anak Panti Asuhan X yang meliputi usia, jenis kelamin, serta tingkat pendidikan. Analisis tersebut lalu dihubungkan dengan teori dan dibandingkan dengan hasil penelitian lain. Selanjutnya seluruh hasil analisa dicantumkan dalam laporan penelitian dalam bentuk paragraf.

3. Hasil dan Pembahasan

Peserta penelitian ini terdiri atas 155 anak-anak Panti Asuhan X yang dijadikan sampel penelitian, akan tetapi hanya sejumlah 50

anak yang mengisi dan

mengumpulkan kembali pot feses. Terdapat berbagai macam alasan yang menyebabkan anak-anak tersebut tidak mengumpulkan pot feses, diantaranya belum ingin BAB, tidak ingat untuk mengumpulkan, dan merasa jijik untuk memasukkan fesesnya kedalam pot feses tersebut.

Tabel 4.1 Distribusi Peserta Berdasarkan Karakteristik Demografi Anak Panti Asuhan X, Jakarta Timur, 2012

(6)

6 Universitas Indonesia

Tabel 4.2 Distribusi Infeksi Protozoa Usus pada Anak Panti Asuhan X, Jakarta Timur, 2012.

*CS = Chi-square

Tabel 4.3 Distribusi Jenis Infeksi Protozoa Usus pada Anak Panti Asuhan X, Jakarta Timur, 2012.

(7)

7 Universitas Indonesia

Tabel 4.4 Distribusi Infeksi Parasit Usus pada Anak Panti Asuhan X, Jakarta Timur, 2012.

Tabel 4.5 Distribusi Spesies Protozoa Usus pada Anak Panti Asuhan X, Jakarta Timur, 2012.

* Keterangan:

(8)

8 Universitas Indonesia Tabel 4.1 bedasarkan tabel

diatas diketahui bahwa umumnya anak-anak yang mengumpulkan kembali pot feses berusia 6-12 tahun, berpendidikan SD, dengan jenis kelamin perempuan. Hal itu terjadi kemungkinan disebabkan karena usia yang lebih muda, misalnya pada anak SD, dan siswi perempuan lebih mudah untuk dibimbing dan diarahkan jika dibandingkan dengan anak laki-laki dengan usia yang lebih tua.

Tabel 4.2 bedasarkan hasil yang didapat, diketahui bahwa secara keseluruhan dari seluruh anak yang mengumpulkan pot feses terdapat 16 (32%) anak yang terinfeksi parasit usus. Jumlah itu terbagi menjadi usia 6-12 tahun (SD) 12%, 13-15 tahun (SMP) 16%, dan 16-18 tahun (SMA) 4%. Uji

Chi-square menunjukkan bahwa

didapatkan hubungan yang bermakna antara infeksi parasit usus dengan usia serta tingkat pendidikan (p=0,014).

Hasil analisis selanjutnya menunjukkan prevalensi infeksi parasit usus pada jenis kelamin laki-laki adalah 4% dan perempuan 28%. Hasil uji statistik Fischer

Exact tidak menunjukkan adanya

hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dan infeksi parasit usus (p=0,175).

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa umumnya anak-anak panti asuhan lebih banyak mengalami infeksi tunggal dibandingkan dengan infeksi campur. Infeksi tersebut lebih sering ditemukan pada perempuan berusia 13-15 tahun (SMP). Hanya didapatkan 1 anak yang mengalami infeksi campur pada usia 13-15 tahun (SMP) dan jenis kelamin perempuan. Uji Chi-square

menunjukkan bahwa usia dan tingkat pendidikan tidak memiliki hubungan bermakna dengan jenis infeksi. Selain itu uji Fischer juga menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna pada jenis kelamin dengan jenis infeksi. Tabel 4.4 menunjukkan tidak terdapat anak panti asuhan yang terinfeksi cacing, tetapi dari hasil tersebut infeksi protozoa tergolong tinggi yaitu 32%. Infeksi protozoa lebih banyak didapatkan pada usia 13-15 tahun, berpendidikan SMP, dan jenis kelamin perempuan.

(9)

9 Universitas Indonesia bahwa protozoa yang paling banyak

ditemukan adalah B.hominis

dibandingkan dengan G.lamblia. Infeksi protozoa terutama ditemukan pada usia 13-15 tahun dengan jenis kelamin perempuan. Sementara infeksi campuran hanya ditemukan pada 1 anak berusia 13-15 tahun dengan jenis kelamin perempuan.

Jika dilihat secara menyeluruh bedasarkan 50 feses anak-anak panti asuhan yang diperiksa, terdapat 16 (32%) anak yang positif terinfeksi parasit usus. Jumlah tersebut terbagi menjadi B.hominis 13 (26%), G.lambia 4 (8%), serta infeksi campur B.hominis + G.lamblia 1 (2%).

4. Diskusi

Infeksi STH lebih sering terjadi pada penduduk dengan kondisi sosial dan ekonomi yang rendah. Hal tersebut ditandai dengan kebersihan yang buruk serta wilayah pemukiman yang padat, dan minimnya edukasi kesehatan.3,6-9 Infeksi yang terjadi pada orang dewasa dapat menurunkan prestasi kerja, dilain hal pada anak-anak akan

mengakibatkan turunnya prestasi akademis. Hal tersebut akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi bangsa.4,10

Pada penelitian ini terdapat dua infeksi parasit usus yang ingin diidentifikasi, yakni cacing dan protozoa. Akan tetapi hanya dua jenis protozoa yang ditemukan pada sampel feses anak-anak tersebut, yakni B.hominis (parasit oportunis) dan G.lamblia (parasit patogen).3,7,11

Prevalensi infeksi G.lamblia di negara berkembang adalah 20-30%.12 Di ibu kota Indonesia

prevalensi infeksi protozoa tersebut berkisar 4,4%.7 B.hominis memiliki prevalensi 60% di Indonesia.3 Sejumlah 10-40% prevalensi infeksi akibat B.hominis terjadi di negara berkembang.13

Dua jenis protozoa tersebut hidup sangat baik di air yang telah tercemar oleh kista.11,12 Rendahnya imunitas juga merupakan faktor penting penyebab seseorang terinfeksi.14 Walaupun terkadang tidak menunjukkan gejala signifikan, namun apabila tidak menjaga tubuh maka infeksi akan semakin berat.3,7

(10)

10 Universitas Indonesia Infeksi protozoa mudah

ditularkan pada anak-anak panti asuhan karena tinggal bersama dalam satu kamar dan meminum sumber air yang sama.13 Penularan infeksi terjadi jika mengonsumsi makan dan minuman yang tidak diolah dengan baik.7

Ketika masuk kedalam tubuh manusia, spesies G.lamblia akan menempati usus halus.7,12,15 Siklus hidup G.lamblia akan mengalami ekskitasi yang ditandai dengan pelepasan trofozoit.3,9 Kemudian

trofozoit menempel pada mukosa usus halus, lalu membelah diri dan menetap di lumen usus halus. Ketika kista berjalan sampai di kolon maka akan terjadi proses enkitasi.7,12,15

Pada B.hominis kista akan ruptur ketika tertelan oleh manusia yang dibantu beberapa enzim dalam tubuh. Kista kemudian bermitosis menjadi bentuk vakuolar dan ameboid. Tahap multivakuolar lalu berubah menjadi prekista, skizogoni, sampai akhirnya dinding organisme menjadi tipis dan menjadi ruptur. Akibatnya terjadi proses auto-infeksi. Tahap ameboid dilain hal akan menjadi prekista,

skizogoni, dan berdinding tebal hingga kemudian keluar dari tubuh manusia.7 Infeksi B.hominis

ditandai dengan ditemukannya bentuk vakuolar pada tinja.14,16

Kedua protozoa ini tidak memiliki gejala yang signifikan bila hanya sedikit kista dan trofozoit yang ditemukan.3,11,13,17 Namun apabila menunjukkan tanda-tanda infeksi, gejala pada B.hominis meliputi anoreksia, muntah, dan diare. Pada G.lamblia manifestasi kliniknya meliputi terhambatnya penyerapan zat larut lemak, tidak berfungsinya enzim, dan masalah pencernaan seperti mual, muntah, serta diare.7,17

Lokasi panti asuhan yang diteliti pada penelitian kali ini berada di wilayah kumuh, lingkungan padat penduduk, dan daerah rawan banjir. Kemungkinan anak-anak tersebut dapat terinfeksi bila bermain di genangan air.

Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa laki-laki lebih sedikit terinfeksi protozoa usus dibandingkan dengan perempuan. Namun teori mengatakan bahwa anak laki-laki diduga lebih mudah terinfeksi akibat aktivitasnya yang

(11)

11 Universitas Indonesia tinggi seperti berolah raga,

terutama di lokasi terbuka.3 Bedasarkan uji Fischer, keduanya tidak memiliki hubungan bermakna (p<0,05). Akan tetapi hasil penelitian sesuai apabila dihubungkan dengan penelitian yang dilakukan di Pondok Gede, Bekasi, yakni tidak adanya hubungan yang bermakna pada jenis kelamin dengan infeksi parasit usus.3

Selanjutnya hasil penelitian menunjukkan bahwa infeksi parasit usus memiliki hubungan yang bermakna dengan usia serta tingkat pendidikan. Angka tertinggi individu yang terinfeksi parasit usus didapatkan pada usia yang lebih tua. Hal tersebut sesuai, karena suatu teori mengatakan bahwa infeksi B.homoinis lebih sering terjadi pada usia dewasa muda dibandingkan anak-anak.16 Data tersebut juga menunjukkan korelasi dengan hasil penelitian pada anak-anak Panti Asuhan yang berlokasi di negara Thailand.13

Diketahui bahwa kondisi sekitar panti asuhan sangat kondusif terhadap peningkatan resiko kontaminasi G.lamblia dan

B.hominis. Salah satu pemicunya

adalah di jalur masuk Panti Asuhan, sebagian besar akses jalanannya dipakai sebagai pasar tradisional. Pasar itu menjual berbagai bahan makanan pokok dan siap saji yang diletakkan disamping selokan. Prosedur kontaminasi terjadi ketika sayuran disiram atau tidak sengaja tercampur dengan air yang berasal dari saluran tercemar yang ada di sekitar panti asuhan.3 Lebih lanjut anak-anak panti asuhan itu dapat terkontaminasi bila memakan sayur dan buah yang tidak melalui proses pencucian yang baik.1

Pada penelitian berikutnya menunjukkan bahwa infeksi tunggal didapatkan lebih banyak dibandingkan infeksi campur pada laki-laki dan usia yang lebih tua. Hasil dari uji statistik tidak menemukan adanya hubungan bermakna antara jenis infeksi dengan tingkat pendidikan, usia, dan jenis kelamin (p<0,05). Suatu teori menyebutkan bahwa anak laki-laki dan usia muda lebih beresiko mengalami infeksi. Namun hasil penelitian diatas sesuai bila dihubungkan dengan penelitian

(12)

12 Universitas Indonesia pada anak-anak panti asuhan di

Pondok Gede, Bekasi. Hasil penelitian itu juga mengatakan tidak ada hubungan bermakna pada jenis infeksi dengan jenis kelamin dan usia.3

Telah diketahui bahwa imunitas rendah beresiko lebih besar terinfeksi.7,14 Sehingga tidak heran apabila individu berusia muda lebih mudah terinfeksi akibat sistem imunnya yang belum terbentuk dengan baik. Akan tetapi hasil penelitian memperlihatkan bahwa B.hominis cenderung menginfeksi usia dewasa muda.16

Sehingga hasil penelitian infeksi tunggal B.hominis menunjukkan kesesuaian, yakni jumlah infeksi lebih besar pada usia yang lebih tua dibandingkan dengan usia anak yang lebih muda.

Dari hasil yang didapat pada anak-anak Panti Asuhan X, jenis kelamin laki-laki lebih sedikit terinfeksi dibandingkan dengan perempuan. Padahal menurut teori, anak laki-laki beresiko lebih besar untuk terinfeksi.3 Perbedaan tersebut kemungkinan terjadi akibat pola asuh serta pemberian edukasi yang sama pada anak-anak Panti

Asuhan X. Selain itu mereka juga mendapatkan pajanan resiko yang hampir sama tanpa mempedulikan jenis kelamin. Sehingga baik jenis kelamin perempuan maupun laki-laki mempunyai risiko yang sama untuk terinfeksi.

Diagnosis infeksi protozoa ditetapkan jika dalam pemeriksaan feses ditemukan kista dan trofozoit.7,17 Setelah seseorang dinyatakan positif terinfeksi, maka individu tersebut diminta untuk mengonsumsi tinidazol dosis 200mg/Kg BB untuk anak-anak yang terinfeksi G.lamblia dan metronidazol 750 mg/Kg BB bagi yang terinfeksi B.hominis.12

Obat-obatan tersebut digunakan sebanyak 3x sehari.3,7

Panti Asuhan tersebut berada di lingkungan yang rawan banjir, sehingga dikuatirkan akan adanya anak yang terinfeksi cacing akibat telurnya yang terbawa arus.3 STH memiliki habitat yang baik di tanah

dan mengalami proses

perkembangbiakan melalui tanah agar telurnya menjadi matang sehingga kemudian dapat menginfeksi manusia.1,4,9 Tingkat kesuburan parasit juga dipengaruhi

(13)

13 Universitas Indonesia kondisi tanah seperti kelembaban

dan suhu.4,7,

Pada tahun 2005, penduduk di benua Asia yang terinfeksi STH berjumlah; A.lumbricoides (204 juta), T.trichiura (159 juta), dan cacing tambang (149 juta).4 Di Indonesia jumlah orang yang terinfeksi A.lumbricoides yang berada di pulau Bali adalah 57-82%.18 Selain itu T.trichiura

didapati berjumlah 91% di Jawa Barat dan cacing tambang 93,1% di Sukabumi.7

Manifestasi yang ditimbulkan bila terinfeksi STH tergantung dari jenis cacing yang menginfeksi dan tempat yang diinfeksi. Contohnya pada cacing N.americanus dan

A.duodenale, dapat menyebabkan

seseorang anemia dan mudah lelah bila cacing menyerap darah dalam mukosa usus.19 A.lumbricoides memiliki gejala khas yakni Sindroma Loeffler.7,20 Pada

T.trichiura gejala yang ditimbulkan

adalah prolaps rektum, gangguan kognitif, serta anemia akibat penyerapan darah dan besi.3

Cacing A.lumbricoides dan

T.trichiura lebih sering menginfeksi

anak-anak, akan tetapi cacing

N.americanus dan A.duodenale

lebih sering menginfeksi orang dewasa.1,8 Akan tetapi hasil yang didapat pada penelitian ini menunjukkan tidak ada satupun anak yang terinfeksi cacing.

Tidak ditemukannya telur cacing pada feses dapat disebabkan oleh perilaku hidup yang baik. Anak-anak Panti Asuhan X telah diajarkan berbagai perilaku kesehatan dasar seperti memakai alas kaki saat beraktivitas, menggunting kuku guna mencegah menempelnya kuman, serta urutan mencuci tangan yang benar sebelum makan.3,8

Bagian dalam panti asuhan terdiri dari gedung dengan fondasi kokoh. Letaknya berada di dataran yang lebih tinggi dibandingkan rumah-rumah penduduk sekitar agar dapat mengurangi resiko banjir. Lapangan bermain panti asuhan tersebut juga telah dilapisi semen, sehingga menghindari resiko kontaminasi oleh cacing melalui tanah.

Pengobatan umum yang digunakan apabila ditemukan seseorang yang positif terinfeksi STH adalah dengan meminum

(14)

14 Universitas Indonesia benzimidazol (albendazol 400 mg

dan mebendazol 500 mg).4 Obat-obatan tersebut digunakan selama 3 hari dengan dosis tunggal.21

5. Kesimpulan

Prevalensi infeksi parasit usus pada anak-anak di Panti Asuhan X berjumlah 32%. Jumlah tersebut dibagi menjadi B.hominis 26%,

G.lamblia 8%, serta infeksi campur B.hominis + G.lamblia 2%. Pada

penelitian ditemukan bahwa terdapat hubungan bermakna antara prevalensi infeksi parasit usus dengan usia dan tingkat pendidikan. Namun hasil selanjutnya tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara infeksi parasit usus dengan jenis kelamin.

Dari kesimpulan tersebut maka diharapkan pengetahuan anak-anak Panti asuhan X dapat ditambah melalui pemberian informasi dan edukasi, baik lisan maupun cetak. Salah satunya adalah melalui penyuluhan secara berkala. Selain itu tingkat pengetahuan anak-anak panti asuhan mengenai infeksi parasit usus juga perlu diteliti lebih lanjut.

Hal itu berguna agar dapat ditemukan jenis edukasi yang tepat bagi anak-anak tersebut, sehingga berbagai upaya pencegahan dan pengobatan dapat dilaksanakan secara maksimal.

Daftar Pustaka

1. WHO. Soil-Transmitted Helminthes Infection [Internet]. [cited: October 28, 2012]. Available from: http://www.who.int/mediacentre/f actsheets/fs366/en/

2. Ekpenyong, Asuquo E, Effiong J. Prevalence of Intestinal Helminths Infections Among Schooling Children in Tropical Semi Urban Communities. Animal Research International. 2008; 5(1): 804,805

3. Sungkar S, Darnely. Infeksi Parasit Usus pada Anak Panti Asuhan, di Pondok Gede, Bekasi. J Indon Med Assoc. September 2011; Vol. 61 (9): 348-351

4. Bethony J, Brooker S, Albonico M, Geiger SM, Loukas A, et al. Soil-transmitted helminth infections:ascariasis,trichuriasis, and hookworm. Lancet. May

(15)

15 Universitas Indonesia 5. Kamus Besar Bahasa Indonesia

Online [Internet]. [cited: October 30,2012]. Available from: http://kamusbahasaindonesia.or g/panti%20asuhan

6. Ferreira F, Cifuentes E, Maria M, Romieu I. The risk of Ascaris

lumbricoides infection in

children as an environmental health indicator to guide preventive activities in Caparao and Alto Caparao, Brazil. Bulletin of The World Health Organization. 2002; 80 (1): 40,42

7. Staf Pengajar Departemen Parasitologi. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008. Halaman: 6-9, 12-15, 16-18, 22-24, 103, 131-135, 179-182.

8. Tjitra, Emiliana. Penelitian-penelitian Soil-Transmitted Helminth di Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian Penyakit Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI. 1991; 13,14

9. Natadisastra D, Agoes R. Parasitologi Kedokteran: ditinjau

dari organ tubuh yang diserang. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. 2009. Halaman: 10, 24, 38, 43-46, 64, 80, 82, 83 10. Sungkar S. The problems of Soil

Transmitted Helminths in Indonesia. Jakarta: Department of Parasitology, Faculty of Medicine University of Indonesia 11. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu

Kesehatan Anak. Edisi 15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. 2000; Vol 2: 1193-1195, 1220-1221

12. Giardiasis [Internet]. [cited: January 20, 2013]. Available from:http://www.giardiasis.org/In dex.aspx.

13. Pipatsatitpong D, Rangsin R, Leelayoova S, Naaglor T, Mungthin M. Incidence and risk factors of Blastocystis infection in an orphanage in Bangkok, Thailand. Parasites & Vectors [Internet]. [cited: January 5, 2013] Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc /articles/PMC3299613/

14. Stenzel DJ, Boreham PF.

Blastocystis hominis revisited.

1996; 9(4): 563 [Internet]. [cited: January 5, 2013] Available from:

(16)

16 Universitas Indonesia http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pub

med/8894352

15. Centers for Disease Control and Prevention.

Parasites-Giardia [Internet]. [cited:

December 12, 2012] Available from:http://www.cdc.gov/parasit es/giardia/disease.html

16. Blastocystis hominis [Internet]. [cited: December 20, 2012] Availablefrom:http://www.stanfor d.edu/class/humbio103/ParaSite s2003/Blastocystis%20Hominis/ Blastocystis%20Hominis.htm 17. Giardiasis. The center for

food Security and Public Health. Iowa University. Page: 3-5

18. Wigjana PD, Sutisna P. Prevalence of Soil-Transmitted Helminth Infections in The Rural Population of Bali, Indonesia.

Bali: Department of

Parasitology, Faculty of Medicine, Udayana University, Indonesia. September 2000; Vol 31 (3): 455, 457

19. Muslim H.M. Parasitologi: untuk keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2009. Halaman: 1, 84, 89-90

20. Prianto Juni, P.U Tjahaya,

Darwanto. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama. 2006.

Halaman: 3, 22

21. Rebecca J, Michele L, Hababuu M, Marco A. Hookworm Control as a Strategy to Prevent Iron Deficiency. Nutrition Reviews. June 1997; Vol 55: 223, 227.

Gambar

Tabel 4.1   Distribusi  Peserta  Berdasarkan  Karakteristik  Demografi  Anak  Panti  Asuhan  X,  Jakarta  Timur,  2012
Tabel 4.2  Distribusi Infeksi Protozoa Usus pada Anak Panti Asuhan  X,  Jakarta Timur, 2012
Tabel 4.4  Distribusi Infeksi Parasit Usus pada Anak Panti Asuhan X,  Jakarta  Timur, 2012
Tabel  4.1  bedasarkan  tabel  diatas  diketahui  bahwa  umumnya  anak-anak  yang  mengumpulkan  kembali  pot  feses  berusia  6-12  tahun,  berpendidikan  SD,  dengan  jenis  kelamin  perempuan

Referensi

Dokumen terkait

Keterampilan proses sains merupakan keterampilan yang melibatkan keterampilan kognitif (intelektual), manual, dan sosial. Keterampilan kognitif melibatkan peserta didik

Dimulai dari pengguna kemudian aplikasi menampilkan pilihan menu selanjutnya pengguna memilih menu Jadwal dan aplikasi akan menampilkan data jadwal periksa dimana

Anak di luar nikah yang lahir tanpa perkawinan yang sah tidak dapat diberikan perlindungan melalui itsbat nikah, karena tidak memiliki dasar hukum untuk

Sebagai nazir harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana tersebut di atas sehingga mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam mengelola wakaf dengan maksimal dan

Anak Usia Dini adalah anak dimana hampir sebagian besar waktunya digunakan untuk bermain dengan bermain itulah Anak UsiaDini tumbuh dan mengembangkan seluruh aspek yang

signifikansi kompensasi sebesar 0,005 lebih kecil dari 0,05 yang berarti cukup signifikan. Di PT Gembala Sriwijaya kompensasi sangat berpengaruh terhadap kinerja

Larva berwarna kuning kecoklatan dengan bintik-bintik warna gelap, dengan panjang tubuh larva ± 1 mm. Gejala serangan umbi bawang merah menjadi keropos, jika

SOL (Sarulla Operational Limmited) Panas Bumi terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kecamatan Pahae Julu Kabupaten Tapanuli Utara Sumatera Utara.. Metode penelitian ini menggunakan