• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Kawasan Taman Nasional Alas Purwo 4.1.1 Sejarah Kawasan TNAP

Pada tahun 1920, Pemerintah Belanda mendirikan monument alam yang disebut Purwo atau Jati Ikan. Monumen alam tersebut meliputi seluruh Semenanjung Sembulungan dan sebagian lahan yang berbatasan dengan teluk pangpang (Jati Ikan) dengan luas kawasan 42.000 ha. Tahun 1939 kawasan diperluas dengan tambahan seluas 20.000 ha, yaitu areal padang rumput untuk kepentingan perlindungan mamalia besar.

Keseluruhan areal akhirnya ditetapkan dengan ketetapan No. 456 tanggal 1 September 1939 dengan luas 62.000 ha dan bernama Suaka Margasatwa Banyuwangi Selatan. Kawasan Suaka Margasatwa Banyuwangi Selatan merupakan salah satu kawasan hutan di Jawa Timur yang memiliki keragaman satwaliar tinggi. Dengan perubahan kepentingan pada tahun 1954 sebagian kawasan rusak dan vegetasi menjadi hutan tanaman jati dan mahoni seluas 20.000 ha. Pada tahun 1968 Perum Perhutani memutuskan untuk mengembalikan 20.000 ha kawasan hutan tanaman tersebut kepada Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam (PPA). Selanjutnya, berdasarkan SK No. 3154 (HS/66/68) luas kawasan Suaka Margasatwa Banyuwangi Selatan diperluas kembali menjadi 62.000 ha. Tahun 1992 Suaka Margasatwa Banyuwangi berubah status menjadi taman nasional, dengan nama Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) dengan luas kawasan 43.420 ha. Perubahan status berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.283/Kpts-II/1992, dan selanjutnya ditindaklanjuti dengan Surat Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. 185/Kpts-II/1997 tanggal 31 Maret 1997 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional dan Unit Taman Nasional. Luas TNAP lebih kecil bila dibandingkan dengan luas Suaka Margasatwa Banyuwangi Selatan. Hal tersebut disebabkan oleh penyerahan 18.580 ha areal hutan tanaman di Suaka Margasatwa Banyuwangi Selatan kepada Perum Perhutani.

Kawasan Taman Nasional Alas Purwo sedikitnya memiliki lima tipe ekosistem, yaitu hutan bambu, hutan pantai, hutan mangrove, hutan tanaman dan

(2)

padang rumput. Secara umum kawasan TNAP mempunyai topografi datar, bergelombang ringan sampai berat dengan puncak tertinggi yaitu Gunung Manis 322 m dpl.

4.1.2 Letak dan Luas

Berdasarkan Administratif Pemerintahan, daerah TNAP terletak di Kecamatan Tegaldlimo dan Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi. Secara geografis terletak di ujung timur Pulau Jawa wilayah pantai selatan antara 8°26’45”- 8°47’00” LS dan antara 114°20’16” – 114°36’00” Bujur Timur. Batas wilayah TNAP adalah sebagai berikut (Gambar 9) :

Sebelah Barat : Kecamatan Pasanggaran Sebelah Timur : Selat Bali

Sebelah Selatan : Samudera Indonesia

Sebelah Utara : Kecamatan Muncar, Tegaldlimo, Purwoharjo dan Pasanggaran

Kawasan TNAP mempunyai luas 43.420 ha dikelola dalam bentuk zonasi dan terdiri dari empat zona yaitu:

Zona Inti (Sanctuary zone) seluas 17.200 ha Zona Rimba (Wilderness zone) seluas 24.767 ha Zona Pemanfaatan (Intensive use zone) seluas 250 ha Zona Penyangga (Buffer zone) seluas 1.203 ha 4.1.3 Iklim dan Topografi

Rata-rata curah hujan 1000-1500 mm per tahun dengan temperatur 22° – 31°C, dan kelembaban udara 40-85%. Wilayah TNAP sebelah barat mempunyai curah hujan yang lebih tinggi dibanding dengan wilayah sebelah timur. Dalam keadaan normal, musim kemarau terjadi pada bulan April sampai Oktober dan musim hujan jatuh pada bulan Oktober sampai April (BTNAP, 2002).

Secara umum kawasan TNAP mempunyai topografi datar (kelerengan 0-8%), berombak (kelerengan 8-15%), bergelombang (kelerengan 15-25%), berbukit dan bergunung dengan puncak tertinggi Gunung Lingga Manis (322 m dpl). Hampir keseluruhan merupakan jenis tanah liat berpasir dan sebagian kecil berupa tanah lempung. Sungai di kawasan TNAP pada umumnya dangkal dan

(3)

pendek sekitar 2 - 9 km. Sungai yang mengalir sepanjang tahun hanya terdapat pada bagian Barat taman nasional yaitu Sungai Segoro Anak dan Sunglon Ombo. Mata air banyak terdapat di daerah Gunung Kuncur, Gunung Kunci, Goa Basori, dan Sendang Srengenge (BTNAP 2002).

4.1.4 Keragaman Ekosistem

Taman Nasional Alas Purwo merupakan salah satu perwakilan tipe ekosistem hutan hujan dataran rendah di Pulau Jawa. Tipe ekosistem lain yang terdapat di TNAP adalah hutan mangrove, hutan rawa dan sebagian hutan tanaman (jati dan mahoni) serta terdapat hutan bambu yang meliputi 40% luas kawasan. Formasi vegetasi di TNAP terdiri dari :

1. Mangrove : terdapat 26 jenis mangrove dalam areal seluas 1.200 ha 2. Hutan Pantai : seluas 750 ha diantaranya sawo kecik (Manikara kauki) 3. Hutan Hujan Dataran Rendah : terdapat 13 jenis bambu seluas 36.686 ha. 4. Hutan Tanaman : jati, mahoni dan johar seluas 3.350 ha.

5. Savana/padang rumput : grazing area bagi rusa dan banteng seluas 84 ha. Di sepanjang pantai TNAP terdapat formasi hutan pantai dengan jenis-jenis tumbuhan langka seperti ketapang (Terminalia catappa), nyamplung (Calophyllum inophyllum), waru laut (Hibiscus tilliaceus), keben (Barringtonia asiatica) dan sawo kecik (Manikara kauki)

4.1.5 Keragaman Fauna

Satwaliar yang terdapat di TNAP terdiri dari 31 jenis mamalia, 236 jenis burung dan 20 jenis reptil. Mamallia besar yang terdapat di TNAP yaitu banteng (Bos javanicus), macan tutul (Panthera pardus), anjing hutan (Cuon alpinus), kijang (Muntiacus muntjak) dan rusa timor (Rusa timorensis). Jenis primata yaitu lutung budeng (Trachypithecus auratus) dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis).

Jenis burung yang terdapat di TNAP dan termasuk langka yaitu merak (Pavo muticus), ayam hutan (Gallus sp), rangkong (Buceros rhinoceros), kangkareng perut putih (Anthracoceros) dan julang (Anthracocerus convecus). Di Taman nasional ini juga terdapat 16 jenis burung migran dari Australia yang biasa

(4)

ditemui di sekitar Segoro Anak pada bulan November sampai akhir Januari. Sedangkan jenis reptil seperti penyu yang terdapat di sekitar pantai TNAP yaitu penyu hijau (Celonia mydas), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu sisik (Erithmochelys imbricate) dan penyu abu-abu (Lepidochelys olivacea). Penyu-penyu tersebut memanfaatkan pantai sekitar TNAP sebagai tempat mendarat dan bertelur. (BTNAP 2005).

4.1.6 Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat

Sebagian besar penduduk yang tinggalnya berdekatan dengan TNAP mempunyai mata pencaharian sebagai buruh tani dan petani pemilik. Buruh tani dan petani pemilik memiliki persentase yang cukup besar jika dibandingkan dengan mata pencaharian lainnya. Persentase mata pencaharian masyarakat sekitar TNAP terdiri dari buruh tani yaitu 37,25%; petani 24,20% sedangkan sisanya yaitu pegawai negeri (0,61%), pertukangan (0,56 %), pedagang (0,33%), nelayan (0,25%) dan lainnya (36,84%). Masyarakat nelayan sebagian besar tinggal di wilayah Muncar.

Bidang pertanian yang diusahakan adalah pertanian tanaman palawija/ pangan, peternakan, perikanan darat dan perkebunan. Pertanian lahan kering/ tadah hujan dilakukan pada areal hutan dengan pola tumpangsari. Petani tumpang sari ini yang sering mendapat gangguan dari satwaliar karena lokasinya yang langsung berbatasan dengan kawasan taman nasional. Petani penggarap/ pesanggem tersebut diijinkan untuk menanam tanaman semusim/pangan disela-sela tanaman pokok jati. Kegiatan tumpangsari telah berjalan sejak tahun 2001 di areal hutan bekas penjarahan tahun 1998-2000 dengan luas total kurang lebih 1.500 ha. Tanaman semusim yang ditanam meliputi padi, jagung, kedelai, kacang tanah dan sebagian kecil holtikultura yang terdiri dari jeruk siam, jeruk sambel dan cabe.

4.1.7 Aksesibilitas

Kawasan Taman Nasional Alas Purwo dapat dicapai melalui rute sebagai berikut:

a) Jalur melalui Surabaya-Banyuwangi

Surabaya – Banyuwangi – Dambuntung - Pasaranyar sepanjang 360 Km dengan jarak tempuh rata-rata selama 8,5 jam.

(5)

b) Jalur melalui Denpasar Bali

Denpasar – Gilimanuk - Ketapang – Banyuwangi – Dambuntung – Pasaranyar dengan jarak tempuh rata-rata selama 7 jam.

4.2 KawasanTaman Nasional Meru Betiri 4.2.1 Sejarah Kawasan TNMB

Kawasan hutan Meru Betiri pada awalnya berstatus sebagai hutan lindung yang penetapannya berdasarkan Besluit van den Directur van Landbouw Neverheiden Handel yaitu pada tanggal 29 Juli 1931 Nomor: 7347/ B serta Besluit Directur van Economiche Zaken tanggal 28 April 1938 Nomor: 5751. Sejak saat itu pengawasan dan pengelolaannya di bawah Jawatan kehutanan sampai tahun 1961, kemudian dilanjutkan oleh Perum Perhutani . Pada tahun 1967 kawasan ini ditunjuk sebagai calon suaka alam dan pada periode berikutnya kawasan hutan lindung ini ditetapkan sebagai suaka margasatwa seluas 50.000 ha. Penetapan ini berdasarkan Surat keputusan Menteri Pertanian Nomor: 276/Kpts/Um/6//1972 tanggal 6 Juni 1972 dengan tujuan utama perlindungan terhadap jenis harimau jawa (Panthera tigris sondaica). Selanjutnya pada tahun 1982 berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 529/Kpts/Um/6/1982 tanggal 21 Juni 1982 kawasan Suaka Margasatwa Meru Betiri diperluas menjadi 58.000 ha. Perluasan ini mencakup dua wilayah enclave perkebunan PT Bandealit dan PT Sukamade Baru seluas 2.155 ha, serta kawasan hutan lindung sebelah utara dan kawasan perairan laut sepanjang pantai selatan seluas 845 ha.

Pada perkembangan berikutnya diterbitkan Surat Pernyataan Menteri Pertanian Nomor: 736/Mentan/X/1982 tanggal 14 Oktober 1982 yaitu Suaka Margasatwa Meru Betiri dinyatakan sebagai calon Taman Nasional, pernyataan ini dikeluarkan bersamaan dengan diselenggarakannya Kongres Taman Nasional Sedunia III di Denpasar Bali. Penunjukkan status TN Meru Betiri ditetapkan dengan keluarnya Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 277/Kpts-VI/1997 tanggal 23 Mei 1997 seluas 58.000 ha yang terletak pada dua wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Jember seluas 37.585 ha dan Kabupaten Banyuwangi seluas 20.415 ha.

(6)

4.2.2 Letak dan Luas

Kawasan Taman Nasional Meru Betiri secara geografis terletak pada 113°38’38” – 113°58’30” BT dan 8°20’48” – 8°33’48” LS, secara administratif pemerintahan terletak di Kabupaten Jember dan Kabupaten Banyuwangi. Adapun batas-batas wilayah kawasannya meliputi:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan kawasan PT. Perkebunan Nusantara XII Kebun Malangsari dan Kawasan hutan Perum PERHUTANI.

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kali Sanen. Kawasan PT. Perkebunan Nusantara XII Kebun Sumberjambe, PT. Perkebunan Trebasala dan Desa Sarongan.

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia

4. Sebelah Barat berbatasan dengan kawasan hutan Perum PERHUTANI, PT. Perkebunan Nusantara XII Kebun Kalisanen, Kebun Kota Blater, Desa Sanenrejo, Desa Andongrejo dan Desa Curahnongko.

Pengelolaan TNMB dikelola berdasarkan sistem zonasi berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan dan Konservasi alam Nomor : 185/Kpts/DJ-V/1999 tanggal 13 Desember 1999 dengan pembagian zonasi sebagai berikut:

1. Zona inti seluas 27.915 ha, terletak di bagian timur dan sebagian bagian barat kawasan TNMB

2. Zona rimba seluas 22.622 ha, terletak di bagian barat dan sebagian kecil bagian selatan kawasan TNMB

3. Zona pemanfaatan intensif seluas 1.285 ha, zona pemanfaatan intensif terletak di Pantai Rajegwesi. Pada zona ini dilakukan kegiatan sebagaimana pada zona inti dan zona rimba dan diperuntukkan bagi pusat pembangunan sarana/ prasarana dalam rangka pengembangan kepariwisataan alam dan rekreasi.

4. Zona rehabilitasi seluas 4.023 ha, terletak di bagian utara dan sebagian kecil bagian timur pada kawasan ini dilakukan kegiatan rehabilitasi kawasan yang sudah rusak akibat perambahan.

5. Zona penyangga terletak di areal perkebunan PT Bandealit Kabupaten Jember dan PT Sukamade Baru Kabupaten Banyuwangi. Zona ini dikelola

(7)

secara khusus dimana merupakan bagian dari sistem pengelolaan taman nasional, bertujuan untuk mengakomodir kepentingan perlindungan dan pelestarian taman nasional, wisata alam dan wisata agro.

4.2.3 Topografi

Topografi TNMB umumnya berbukit-bukit dengan kisaran elevasi mulai dari tepi laut hingga ketinggian 1.223 meter dpl yaitu di puncak Gunung Betiri. Gunung yang terdapat di Seksi Konservasi Wilayah II Ambulu adalah G. Rika (535 m dpl), G. Guci (329 m dpl), G. Alit (534 m dpl), G. Gamping (538 m dpl), G. Sanen (437 m dpl), G. Butak (609 m dpl), G. Mandilis (844 m dpl), dan G Meru (344 m dpl). Sedangkan gunung yang terdapat di Seksi Konservasi Wilayah I Sarongan adalah G Betiri (1.223 m dpl), G Gendong (840 m dpl), G Sukamade (806 m dpl), G. Sumberpacet (760 m dpl), G, Permisan (568 m dpl), G. Sumberdadung (520 m dpl) dan G. Rajegwesi (160 m dpl).

Pada umumnya keadaan topografi di sepanjang pantai berbukit-bukit sampai bergunung-gunung dengan tebing yang curam. Sedangkan pantai yang datar dan berpasir hanya sebagian kecil, dari Timur ke Barat adalah Pantai Rajegwesi, Pantai Sukamade, Pantai Permisan, Pantai Meru dan Pantai Bandealit. Sungai-sungai yang terdapat di kawasan TNMB diantaranya adalah Sungai Sukamade, Sungai Permisan, Sungai Meru dan Sungai Sekar Pisang yang mengalir dan bermuara di pantai selatan Pulau Jawa.

4.2.4 Tipe Iklim

Kawasan TNMB bagian Utara dan Tengah termasuk tipe iklim B yaitu daerah tanpa musim kering dan hutan hujan tropika yang selalu hijau, sedangkan di bagian lainnya termasuk tipe iklim C yaitu daerah dengan musim kering nyata dan merupakan peralihan hutan hujan tropika ke hutan musim berdasarkan tipe iklim Schmidt dan ferquson (BTNMB 2009).

Curah hujan di kawasan ini bervariasi antara 2.544 - 3.478 mm per tahun dengan bulan basah antara bulan nopember- Maret, dan kering antara April – Oktober. Di daerah perkebunan Bandealit (sebelah barat) rata-rata curah hujan sekitar 2.500 mm, sedangkan bagian di daerah perkebunan Sukamade (sebelah tengah) rata-rata curah hujan tahunan sekitar 4.000 mm (BTNMB 2009).

(8)

4.2.5 Keragaman Ekosistem

Kawasan TNMB merupakan hutan hujan tropis dengan formasi hutan bervariasi yang terbagi kedalam lima tipe vegetasi yaitu vegetasi hutan pantai, vegetasi hutan mangrove, vegetasi hutan rawa, vegetasi hutan rheophyte yaitu vegetasi yang hidupnya di sekitar sungai seperti jenis saccharum sp serta vegetasi hutan hujan dataran rendah. Keadaan hutannya selalu hijau dan terdiri dari jenis pohon yang beraneka ragam serta bercampur jenis bambu yang tersebar diseluruh kawasan ini. Kondisi setiap tipe vegetasi dikawasan TNMB dapat dijelaskan sebagai berikut:

a) Tipe Vegetasi Hutan Pantai

Tipe Vegetasi ini tersebar di sepanjang garis pantai selatan dalam kelompok hutan yang sempit, umumnya menempati daerah sekitar teluk yang bertopografi datar, misalnya di Teluk Permisan, Teluk Meru, Teluk Bandealit, dan Teluk Rajegwesi. Formasi vegetasi hutan pantai terdiri dari 2 tipe utama yaitu formasi ubi pantai (Ipomea pescaprae), dan formasi Barringtonia (25 – 50m) pada daerah pantai yang landai dan akan berkurang luasnya jika pantainya terjal dan berbatu. Formasi Pescaprae terdiri dari tumbuhan yang tumbuh rendah dan kebanyakan terdiri dari jenis herba, sebagian tumbuh menjalar. Jenis yang paling banyak adalah ubi pantai (Ipomea pescaprae) dan rumput lari (Spinifex squarosus). Formasi Barringtonia terdiri dari keben (Barringtonia asiatica), nyamplung (Calophyllum inophyllum L.), waru (Hibiscus tiliaceus), ketapang (Terminalia catappa), pandan (Pandanus tectorius), kepuh (Sterculia foetida L.), randu (Ceiba pentandra Gaertu) , dan klepu (Sterculia macrophylla L.).

b) Tipe Vegetasi Hutan Mangrove

Vegetasi ini dapat dijumpai di bagian timur Teluk Rajegwesi yang merupakan muara Sungai Lembu dan Karang Tambak, Teluk Meru dan Sukamade merupakan vegetasi hutan yang tumbuh di garis pasang surut.

Jenis-jenis yang mendominasi adalah Pedada (Sonneratia caseolaris) dan tanjang (Bruguiera sp). Semua jenis pohon yang terdapat dalam tipe vegetasi

(9)

ini merupakan pembentukan akar yang spesifik yaitu akar nafas. Di muara sungai Sukamade terdapat nipah (Nypa fruticans) yang baik formasinya. c) Tipe Vegetasi Hutan Rawa

Vegetasi ini dapat dijumpai di belakang hutan payau Sukamade. Jenis-jenis yang banyak dijumpai diantaranya mangga hutan (Mangifera sp), sawo kecil (Manilkara kauki), ingas/rengas (Gluta renghas), pulai (Alstonia scholaris), kepuh (Sterculia foetida), dan Barringtonia asiatica.

d) Tipe Vegetasi Rheophyte

Vegetasi ini terdapat pada daerah-daerah yang dibanjiri oleh aliran sungai dan jenis vegetasi yang tumbuh diduga dipengaruhi oleh derasnya arus sungai, seperti lembah Sungai Sukamade, Sungai Sanen, dan Sungai Bandealit. Jenis yang tumbuh antara lain glagah (Saccharum spontanum), rumput gajah (Panisetum curcurium) dan beberapa jenis herba berumur pendek serta rumput-rumputan.

e) Tipe Vegetasi Hutan Hujan Tropika Dataran Rendah

Merupakan hutan campuran antara hutan hujan dataran rendah dengan hutan hujan tropis pegunungan. Aneka flora hutan hujan tropis dataran rendah menutupi hamper semua permukaan dataran Taman Nasional Meru Betiri yang memiliki iklim panas dan curah hujan cukup banyak, serta terbagi merata. Hutan hujan tropis pegunungan diatas ketinggian 600 – 1.300 m dpl. Sebagian besar kawasan hutan TNMB merupakan tipe vegetasi hutan hujan tropika dataran rendah. Pada tipe vegetasi ini juga tumbuh banyak jenis epifit, seperti anggrek merpati (Dendrobium crumenatum) dan anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis) dan paku-pakuan yaitu paku andam (Gleichenia linearis), paku tiang ( Cyathea sp), paku rane (Selaginella doederleinii) dan paku kawat (Lygodium scandens L.). Jenis tumbuhan yang banyak dijumpai diantaranya jenis walangan (Pterospermum diversifolium), winong (Tetrameles nudiflora), gondang (Ficus variegata), budengan (Diospyros cauliflora), pancal kidang (Aglaia variegate), rau (Dracontomelon mangiferum), glintungan (Bischoffia javanica), ledoyo (Dysoxylum amoroides), randu agung

(10)

(Gossampinus heptaphylla), nyampuh (Litsea sp), bayur (Pterospermum javanicum), bungur (Lagerstromia speciosa), segawe (Adenanthera microsperma), aren (Arenga pinnata), langsat (Langsium domesticum), bendo (Artocarpus elasticus), suren (Toona sureni), dan durian (Durio sibethinus). Terdapat pula vegetasi bamboo seperti: bambu bubat (Bambusa sp), bamboo wuluh (Schizastychyum blumei), dan bambu lamper (Schizastychyum branchyladium). Di dalam kawasan juga terdapat beberapa jenis liana seperti rotan yaitu rotan manis (Daemonorops melanocaetes), rotan slating (Plectomocomia longistigma), rotan warak (Plectomocomia elongate), rotan seel (Daemonorops melanochaetes), rotan dandan (Calamus schistolantus Blume), rotan batang (Daemonorops robustus).

4.2.6 Keragaman Fauna

Hingga saat ini di kawasan TNMB telah teridentifikasi fauna sebanyak 217 jenis, terdiri dari 92 jenis yang dilindungi dan 115 jenis yang tidak dilindungi. Jumlah sebanyak itu meliputi 25 jenis mamalia (18 diantaranya dilindungi), delapan reptilia (enam jenis diantaranya dilindungi), dan 184 jenis burung (68 jenis diantaranya dilindungi).

Beberapa jenis satwa yang terdapat di dalam kawasan TNMB antara lain kijang (Muntiacus muntjak), banteng (Bos javanicus), macan tutul (Panthera pardus), babi hutan (Sus scrofa), rusa (Cervus timorensis russa), kancil (Tragulus javanicus), musang luwak (Phardoxorus hermaprodytus), kukang (Nycticebus coucang), landak (Hystrix brachiura), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), kera hitam/lutung budeng (Trachypithecus auratus), trenggiling (Manis javanica). Beberapa jenis burung seperti jenis burung elang jawa (Spizateus barthelsii), burung ular bodo (Spilormis cheela), burung laut perut putih (Haliaeetus leucogaster), burung elang hitam (Ictinaetus malayensis), burung elang bondol (Haliastur indus), burung elang brontok (Spizateus cirrhatus), burung elang kelabu (Butastur indicus), burung sikep madu asia (Pernis ptilorynchus), burung kukuk beluk (Ketupa ketupu), burung alap-alap capung (Microhierax fringillarius), burung merak (Pavo muticus) dan burung rangkong (Buceros rhinoceros). Berdasarkan penelitian H. Bartels dkk di kawasan Meru Betiri terdapat ± 180 jenis burung.

(11)

Berdasarkan hasil identifikasi satwa dengan fototrap tahun 2001 terdapat beberapa jenis mamalia yang dijumpai antara lain: banteng (Bos javanicus), babi hutan (Sus scrofa), kijang (Muntiacus muntjak), kancil (Tragulus javanicus), landak (Histryx javanica), musang/ luwak (Phardoxorus hermaprodytus), macan tutul (Panthera pardus), sedangkan jenis reptil yang dijumpai yaitu Biawak (Varanus salvator), trenggiling (Manis javanica).

4.2.7 Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat

Sebagian besar masyarakat desa sekitar TNMB mempunyai mata pencaharian sebagai buruh tani dan petani pemilik. Buruh tani dan petani pemilik memiliki persentase yang cukup besar jika dibandingkan dengan mata pencaharian lainnya. Persentase mata pencaharian masyarakat sekitar TNMB terdiri dari buruh tani yaitu 41,10%; petani pemilik 38,00% sedangkan sisanya yaitu pegawai negeri (2,1%), pertukangan (3,5%), pedagang (4,3%), nelayan (0,3%), swasta (9,5%) dan jasa (1,2%). Tingkat pendidikan masyarakat sebagian besar adalah tamatan SD yaitu sebesar 43,90%, tamat SLTP (17,90%), SLTA (10,80%), akademi (1,10%) sisanya tidak tamat SD.

Bidang pertanian yang diusahakan adalah pertanian tanaman palawija pangan, peternakan, perikanan darat dan perkebunan. Pertanian lahan kering/ tadah hujan dilakukan pada areal hutan dengan pola tumpangsari. Usaha tani masyarakat dengan sistem tumpang sari di zona rehabilitasi TNMB dan di areal Perkebunan Bandealit sering mendapat gangguan dari satwaliar karena lokasinya berbatasan langsung dengan kawasan taman nasional. Petani penggarap mendapat ijin dati BTN untuk menanam tanaman semusim disela-sela tanaman yang dijadikan pilihan di zona rehabilitasi seperti tanaman obat dan buah. Kegiatan tumpangsari telah berjalan sejak tahun 2000 di areal hutan bekas penjarahan tahun 1998-2000 dengan luas total kurang lebih 2.500 ha, yang dimulai dengan pembuatan demplot. Tanaman semusim yang ditanam meliputi padi, jagung, kedelai, kacang tanah dan kacang hijua serta jahe dan kunyit.

(12)

4.2.8 Aksesibilitas

Kawasan Taman Nasional Meru Betiri dapat dicapai melalui dua jalur: a) Jalur melalui Jember

Jember – Ambulu – Curahnongko – Bandealit sepanjang 64 Km dari arah Jember, dapat ditempuh selama 1,5 jam.

b) Jalur melalui Banyuwangi

1) Jember – Glenmore – Sarongan – Sukamade sepanjang 103 Km, dapat ditempuh selama 3,5 – 4 jam.

2) Jember – Genteng – Jajag – Pesanggaran – Sarongan – Sukamade sepanjang 103 Km, dapat ditempuh selama 3,5 – 4 jam.

Referensi

Dokumen terkait

Pusat Kreatif dan Produktif (PKP)/Rumah Inovatif INCAKAP adalah sebuah tempat/ruangan dimana masyarakat dapat melakukan komunikasi dan mengakses informasi melalui sarana TIK

Meningkatnya minat dan bakat masyarakat terhadap Olahraga yang ada di Manado, serta kurang adanya fasilitas yang memadahi sehingga para atlit Manado harus berpindah ke

Penetapan biaya Rawat Inap yang dipakai oleh Rumah sakit Permata Bekasi adalah tarif yang ditetapkan pemerintah sebagai dasar pene- tapan harga kamar rawat inap dan

Berikan informasi tambahan tentang pupuk organik dan anorganik (seperti yang terdapat dalam bahan bacaan, untuk melengkapi hasil diskusi dari kelompok) dan kaitannya

Selain itu penilaian pemanfaatan trotoar juga dilakukan oleh peneliti sendiri dengan menggunakan pendekatan Pedestrian Environmental Quality Index (PEQI). Adanya

Materi penelitian adalah analisis kualitas air Sungai Porong dan Sungai Aloo di dekat lokasi semburan Lumpur panas Lapindo di Kabupaten Sidoarjo yang dialiri oleh air Lumpur

Media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari “Medium” yang secara harfiah berarti “Perantara” atau “Pengantar” yaitu perantara atau pengantar sumber

Sejarah telah mencatatkan bagaimana pada peringkat awalnya, kuasa penjajah British di alam Melayu telah menjalankan dasar yang tidak campur tangan dalam soal agama dan adat