BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
Rasa cokelat masih sulit didefinisikan. Dalam bukunya
cokelat tercipta dari campuran 1.200 macam zat, tanpa satu rasa yang jelas-jelas dominan. Sebagian dari zat itu rasanya sangat tidak enak kalau berdiri sendiri. Karenanya, sampai kini belum ada rasa cokelat tiruan.
Di antara zat-zat penghasil rasa cokelat terdapat lem cokelat ini hanya sedikit di bawah suhu normal tubuh manusia. Kalau sepotong cokelat batangan dimakan, maka lemak akan mencair di dalam mulut. Mencairnya lemak cokelat menimbulkan rasa lembut. Lemak cokelat tidak langsung diserap tubuh karena bukan dari jenis yang dapat menggemukkan tubuh. Meskipun tak tergantikan, pemalsuan rasa sering terjadi. Cokelat adalah bahan yang relatif mahal, bila dibandingkan dengan gula ata
minyak lebih murah, seperti
).
2.2 Biji Cokelat
Biji cokelat berasal dari tanaman marga Theobroma, suku dari Sterculiaceae
yang banyak diusahakan oleh perkebunan, perkebunan swasta dan Negara. Sistematika tanaman cokelat menurut Tjitrosoepomo adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Anak Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Anak Kelas : Dialypetalae
Bangsa : Malvales
Suku : Sterculiaceae
Jenis cokelat yang terbanyak dibudidayakan adalah jenis:
1. Criollo : termasuk cokelat yang bermutu tinggi atau cokelat mulia / edel cacao
atau fine flavour cacao. Criollo terdiri atas dua jenis cokelat, yaitu : Criollo
Amerika Tengah dan Criollo Amerika Selatan.
2. Forastero : umumnya termasuk cokelat bermutu rendah atau disebut juga cokelat curah / Bulk cokelat. Ada dua jenis cokelat yang termasuk tipe forastero, yaitu :
forastero amazona dan trinitario.
3. Trinitario yang merupakan hibrida alami dari Criollo dan Forastero sehingga menghasilkan biji cokelat yang dapat termasuk fine flavour cocoa atau bulk cocoa. Jenis Trinitario yang banyak ditanam di Indonesia adalah Hibrid Djati Runggo (DR) dan Uppertimazone Hybrida (Cokelat lindak) (Susanto, FX. Ir, 1994 ).
Untuk memproduksi lemak cokelat, bahan baku tidak harus difermentasi karena untuk produk lemak cokelat citarasa bukan merupakan penentu utama dari mutu, akan tetapi kandungan lemaknya. Produk samping dari proses pembuatan lemak cokelat adalah bubuk cokelat (cocoa powder), dimana ini memiliki nilai ekonomis bila memiliki citarasa cokelat yang tinggi. Untuk itu biji cokelat terlebih dahulu difermentasi, pada tepung cokelat kandungan lemak tidak lebih dari 2 % dan pelarut tidak lebih 5 ppm. Komposisi biji cokelat kering hasil fermentasi terdiri dari 6 % kulit dan 94 % keping biji. Keping biji mengandung 2,5 % air dan sisanya mengandung 54 % lemak, 46 % padatan (US Patent references 6361814, 2002).
Berikut komposisi keping biji cokelat kering hasil fermentasi pada tabel 2.1 : Tabel 2.1 Komposisi Keping Biji Cokelat Kering Hasil Fermentasi
Persenyawaan Persentase
Air 2 - 3
Komposisi lemak: Terdiri : Palmitic acid Stearic acid Oleic acid Linoliec acis 52 - 54 25 35 38 2 Fasa padat : Terdiri : Karbohidrat Protein Theobromine Nitrogen P2O 44 - 46 22 19 4 32 3,5 3 14 5 NaCl Stracth (Sumber : anonym, )
Fermentasi dimaksudkan untuk menumbuhkan cita rasa, aroma dan warna yang baik, karena selama proses fermentasi berlangsung beberapa perubahan fisika, kimia dan biologi pada biji. Selama fermentasi terjadi penguraian senyawa polifenol, protein dan gula oleh enzim yang menghasilkan senyawa calon aroma, perbaikan rasa dan perubahan warna. Perubahan biokimia yang terjadi tergantung pada lama fermentasi yang dialami oleh biji dan jenis buah kakao. Faktor yang berpengaruh terhadap fermentasi meliputi waktu, aerasi atau pembalikan dan aktivitas mikroba. Kelebihan fermentasi (over fermentation) harus dihindari karena selain merusak cita rasa, reaksi pembentukan warna (browning) dapat terganggu. Proses pembalikan atau aerasi menyebabkan terbuangnya panas, sehingga untuk mencapai temperatur yang sesuai dibutuhkan waktu yang lebih lama. Suhu yang ideal untuk proses fermentasi adalah 45°C. Dalam fermentasi, mikroba berperan untuk memecah gula menjadi
alkohol dan selanjutnya terjadi pemecahan alkohol menjadi asam asetat (Sarmidi, 1994).
Agar proses fermentasi dapat berjalan dengan baik pada suhu yang ideal yaitu 45°C maka bobot minimum biji kakao basah yang difermentasi sebaiknya 50 kg, tetapi proses fermentasi di dalam peti dengan nisbah luas permukaan dan volume kotak fermentasi yang kecil diperoleh suhu fermentasi 45°C meskipun jumlah biji basah yang difermentasikan hanya 20 kg. Persyaratan mutu biji kakao menyangkut tiga hal pokok, yaitu mutu fisik yang berhubungan dengan rendemen biji seperti kadar air dan kadar lemak. Mutu organoleptik yang berhubungan dengan cita rasa cokelat dan cita rasa khas lainnya. Aspek mutu sangat ditentukan oleh dua hal pokok, yaitu bahan tanam dan cara pengolahannya. Aspek mutu yang sangat ditentukan oleh cara pengolahan di antaranya adalah warna keping biji dan potensi cita rasa (Yusianto dkk, 1997).
2.3Sifat-sifat Minyak dan Lemak A. Sifat Fisika (Ketaren, 1986). 1. Warna
Zat warna dalam minyak terdiri dari 2 golongan, yaitu: zat warna alamiah dan warna dari hasil degradasi zat warna alamiah.
2. Kelarutan
Minyak dan lemak tidak larut dalam air, kecuali minyak jarak (castor oil).
3. Titik cair dan polymerphism
Asam lemak tidak memperlihatkan kenaikan titik cair yang linier dengan bertambahnya panjang rantai atom karbon. Asam lemak dengan ikatan trans
mempunyai titik cair yang lebih tinggi daripada isomer asam lemak yang berikatan cis.
Polymerphism pada minyak dan lemak adalah suatu keadaan dimana terdapat lebih dari satu bentuk kristal. Polymerphism sering dijumpai pada beberapa komponen yang mempunyai rantai karbon panjang dan pemisahan kristal-kristal tersebut sangat sukar. Namun demikian untuk beberapa komponen, bentuk dari kristal-kristal sudah dapat diketahui.
Polymerphism penting untuk mempelajari titik cair minyak atau lemak dan asam-asam lemak beserta ester-ester. Polymerphism mempunyai peranan penting dalam berbagai proses untuk mendapatkan minyak atau lemak.
4. Titik didih
Titik didih dari asam-asam lemak akan semakin bertambah besar dengan bertambahnya rantai karbon dari beberapa asam lemak tersebut.
5. Bobot jenis
Bobot jenis dari minyak dan lemak biasanya ditentukan pada temperatur 25
0
C, akan tetapi dalam hal ini dianggap penting juga untuk diukur pada temperatur 40 0C atau 60 0
6. Indeks bias
C untuk lemak yang titik cairnya tinggi. Pada penentuan bobot jenis, temperatur dikontrol dengan hati-hati dalam kisaran temperatur yang pendek.
Indeks bias adalah derajat penyimpangan dari cahaya yang dilewatkan pada suatu medium yang cerah. Indeks bias pada minyak dan lemak dipakai untuk pengenalan unsur kimia dan pengujian kemurnian minyak/lemak.
Abbe refractometer mempergunakan alat temperatur yang dipertahankan pada 25 0C. Untuk pengukuran indeks bias lemak yang bertitik cair tinggi, dilakukan pada temperatur 400C atau 600
7. Titik lunak
C, selama pengukuran temperatur harus dikontrol dan dicatat. Indeks bias ini akan meningkat pada minyak atau lemak dengan rantai karbon yang panjang dan juga dengan terdapatnya sejumlah ikatan rangkap. Nilai indeks bias dari asam lemak juga akan bertambah dengan meningkatnya bobot molekul, selain dengan naiknya ketidakjenuhan dari asam-asam lemak tersebut.
Titik lunak dari minyak lemak ditetapkan dengan maksud untuk mengidentifikasi minyak atau lemak tersebut, dimana titik tersebut adalah temperatur pada saat permukaan dari minyak atau lemak dalam tabung kapiler mulai naik setelah didinginkan.
8. Titik lebur (melting point)
Titik lebur pada minyak dan lemak akan semakin tinggi dengan semakin panjangnya rantai atom C.
9. Shot melting point
Shot melting point adalah temperatur pada saat terjadi tetesan pertama dari minyak atau lemak. Pada umumnya lemak atau minyak mengandung komponen-komponen yang berpengaruh terhadap titik cairnya.
B. Sifat Kimia (Ketaren. 1986).
1. Hidrolisis
Dalam proses hidrolisis, minyak/lemak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas.
Proses hidrolisis dapat mengakibatkan kerusakan pada minyak/lemak karena terdapatnya sejumlah air pada minyak/lemak tersebut. Proses ini dapat menyebabkan terjadinya Hydrolitic Rancidity yang menghasilkan aroma dan rasa tengik pada minyak/lemak.
Reaksi: O CH2 – O – C – R CH2 O O OH CH O CH – O – C – R + 3H – OH CHO + 3RCOOH 2 – O – C – R CH2 2. Oksidasi OH
Trigliserida Air Gliserol Asam lemak bebas
Reaksi ini menyebabkan ketengikan pada minyak/lemak. Terdapatnya sejumlah O2 serta logam-logam seperti tembaga (Cu), seng (Zn) serta logam
lainnya yang bersifat sebagai katalisator oksidasi dari minyak/lemak. Proses
oksidasi ini akan bersifat sebagai katalisator pembentukan aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas yang akan menimbulkan bau yang tidak disenangi. Proses ini juga menyebabkan terbentuknya peroksida. Untuk mengetahui tingkat ketengikan minyak/lemak dapat ditentukan dengan menentukan jumlah peroksida yang terbentuk pada minyak/lemak tersebut.
Reaksi: H H
R – (CH2)n –C = C – H + O2 R – (CH2)n
H H O O
asam lemak peroksida
– C – C – H R – (CH2)n– C = O + CH 3. Hidrogenasi 2 H O Aldehid Keton
Proses hidrogenasi sebagai suatu proses industri bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak atau lemak. Reaksi hidrogenasi ini dilakukan dengan menggunakan hidrogen murni dan ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator. Setelah proses
hidrogenasi selesai, minyak didinginkan dan katalis dipisahkan dengan cara penyaringan.
4. Esterifikasi
Reaksi esterifikasi bertujuan untuk merubah asam-asam lemak dari
trigliserida dalam bentuk ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan melalui reaksi kimia yang disebut interestifikasi atau pertukaran ester yang didasarkan atas prinsip transesterifikasi friedel-craft. Dengan menggunakan prinsip ini, hidrokarbon rantai pendek dalam asam lemak seperti asam butirat dan asam kaproat yang menyebabkan bau tidak enak, dapat ditukar dengan rantai panjang yang bersifat tidak menguap.
2.3.1 Lemak Cokelat Mentah
Lemak cokelat merupakan lemak nabati alami. Lemak cokelat mempunyai warna putih-kekuningan dan mempunyai bau khas cokelat. Lemak ini mempunyai sifat rapuh (brittle) pada suhu 25 oC, mencair pada temperatur 27 – 33 0C dan tidak larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol dingin. Lemak cokelat larut sempurna dalam alkohol murni panas dan sangat mudah larut dalam khloroform, benzena, dan petroleum eter.
Lemak cokelat mempunyai tingkat kekerasan (pada suhu kamar) yang berbeda, bergantung asal dan tempat tumbuh tanamannya. Lemak cokelat dari Indonesia, mempunyai tingkat kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan lemak cokelat asal Afrika Barat. Sifat ini sangat disukai oleh pabrik makanan cokelat karena produknya tidak mudah meleleh saat didistribusikan ke konsumen (Anonim, Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2007).
Lemak cokelat memiliki beberapa sifat yang khas, ditunjukkan dalam tabel 2.2 sebagai berikut :
Tabel 2.2 Sifat – Sifat Lemak Cokelat Bilangan asam
Bilangan penyabunan Bilangan iod
Bilangan reichert – meissi Bilangan polenske
Bilangan hidroksil
Indeks bias pada suhu 35 0
1 – 4 190 – 198 33 – 44 1 0,2 – 0,5 2 – 7 1,456 – 1,458 32 – 35 C Titik cair 0C (Sumber : S. ketaren, 1986) 2.4Pelarut Leaching
Untuk mendapatkan lemak cokelat di sarankan melakukan leaching dengan menggunakan suatu pelarut organik yang memiliki berat molekul yang relatif rendah yaitu tidak lebih dari 75 gr/mol. Sebagai contoh, propana, butana dan pentana atau campuracampuran daripadanya, dalam hal ini pelarut yang digunakan adalah n-pentana. Bahan pelarut organik dapat melarutkan lemak cokelat ± 20 % (dalam % berat).
Penggunaan pelarut yang memiliki berat molekul lebih rendah dari 75 gr/mol disebabkan karena pelarut nonpolar alkana dapat mengekstrak lemak tanpa mengekstrak aroma dari tepung sebagai refinat. Disamping mudah untuk dipisahkan dari lemak cokelat. Pelarut yang digunakan mudah dipisahkan dari lemak cokelat dan padatan cokelat sehingga dihasilkan tepung cokelat (cocoa powder) yang berkualitas (US Patent 6361814, 2002).
Beberapa sifat – sifat pelarut n-pentana akan ditunjukkan pada tabel 2.3 sebagai berikut :
Tabel 2.3 Sifat – Sifat n-Pentana Warna Kestabilan Titik beku Titik didih Tekanan uap Kelarutan di air Densitas jernih stabil - 130 0C 37 0C 8,28 psi pada 20 0C tidak larut 0,626 gr/ml (Sumber : Perry,1999)
2.5 Proses Pembuatan Lemak Cokelat Mentah
Secara umum lemak cokelat dapat dihasilkan dari biji cokelat kering hasil fermentasi dengan 2 metode sebagai berikut:
1. Tekanan hidrolik (kempa) : lemak dikeluarkan dari keping biji dengan cara dikempa. Keping biji cokelat yang masih panas dimasukkan ke dalam alat kempa hidrolis dengan dinding silinder diberi lubang- lubang sebagai penyaring. Cairan lemak akan keluar melewati lubang-lubang tersebut, sedangkan bungkil biji akan tertahan di dalam silinder. Rendemen lemak yang diperoleh dari pengempaan antara lain dipengaruhi oleh suhu biji, ukuran partikel biji, kadar protein biji, tekanan kempa, dan waktu pengempaan. Dengan cara ini sebanyak 90 % lemak dapat diekstrak dari bahan dan yang tertinggal pada mesin sekitar 10 % (Iccri, Pusat Penelitian Cokelat dan Kopi 2007).
2. Leaching pelarut : keping biji dihaluskan terlebih dahulu, kemudian dicampurkan dengan pelarut. Lemak cokelat larut sempurna dalam alkohol murni panas dan sangat mudah larut dalam khloroform, benzen, dan petroleum eter. Metode leaching dengan cara penambahan pelarut organik menghasilkan 99 % lemak dapat dipisahkan dari keping biji cokelat (Ketaren, 1986)
2.6 Deskripsi Pembuatan Lemak Cokelat Mentah dari Biji Cokelat Kering Hasil Fermentasi
Pembuatan lemak cokelat mentah dari biji cokelat kering hasil fermentasi dilakukan dengan beberapa tahap, adapun tahap – tahap tersebut adalah :
1. Tahap penghalusan biji cokelat.
Biji cokelat terdiri dari 6 % kulit biji dan 94 % keping bji, ditempatkan dalam penyimpanan tertutup berupa gudang (G-101). Melalui alur 1 menggunakan
bucket elevator (BE-101) biji cokelat kering diangkut dari gudang ke pengilingan hammer mill (HM-01) untuk dihancurkan. Kulit biji dan keping biji telah terpisah, mengunakan kipas (F-101) kulit biji dipisahkan beserta kotoran yang tidak dinginkan terpisah dari produk dan ditampung di bak penampung (BP-01). Keping biji diangkut bucket elevator (BE-102) ke
hammer mill (HM-102), menghasilkan cairan cokelat kental (pasta cokelat).
Hammer mill memiliki sebuah rotor yang dilengkapi dengan palu ayun, rotor berputar dengan kecepatan tinggi dalam sebuah rumah (chasing) berbentuk
silinder. Biji cokelat masuk pada bagian puncak chasing, lalu dihancurkan dan keluar melalui bukaan pada dasar chasing. Ukuran partikel dari pasta cokelat adalah 150 mikron.
2. Tahap Leaching.
Pasta cokelat mengandung 54 % lemak dan 46 % padatan. Pasta cokelat masuk ke mixing tank (MT-101) melalui alur 3 dengan bantuan gravitasi, MT-101 dilengkapi koil pemanas steam. Pasta cokelat dipanaskan pada temperatur 60 0C dengan tujuan agar seluruh lemak yang terdapat didalam padatan cokelat mencair.
Cokelat pasta keluar dari MT-101 melalui alur 4 dengan bantuan gravitasi, mengalirkan ke mixing tank (MT-102) pada temperatur 60 oC. Pada saat yang bersamaan di alur 5, pelarut dari tanki (T-101) masuk melalui pompa (P-104) pada temperatur 28 oC. Pada MT-102 lama pengadukkan 8-10 menit, diharapkan seluruh lemak melarut kedalam pelarut, kelarutan lemak dalam n-pentana adalah 20 %.
Campuran pasta cokelat dan pelarut dikeluarkan dari mixing tank (MT-102) menuju filter press (FP-101) dialur 6 menggunakan pompa (P-101), sehingga fasa cair dan fasa padat terpisah. Fasa cair berupa lemak dan pelarut keluar dari dialur 7, masuk kedalam separator (S-101). S-101 dapat menampung volume campuran selama 0,5 jam operasi, air dikeluarkan dialur 18. Padatan keluar pada bagian bawah filter press, masuk ke screw conveyor kemudian diangkut mengunakan bucket elevator (BE-103) dialur 14.
3. Tahap pemisahan pelarut dari lemak cokelat.
Fasa cair (campuran pelarut dan lemak) pada alur 8 melalui pompa (P-102) dialirkan ke heat exchanger (HE-101) kemudian ke menara evaporator (EV-101) dialur 9. Pelarut diuapkan dari lemak pada tekanan 1 atm dan temperatur 105 oC. Lemak keluar melalui pompa (P-103) menuju tank lemak cokelat (T-102) di alur 10, dimana kandungan pelarut yang tertinggal pada lemak tidak lebih dari 5 ppm. Pada menara Evaporator uap pelarut keluar pada alur 11, dialirkan ke heat exchanger (HE-101). Temperatur n-pentana turun tetapi masih dalam fasa uap. Lalu masuk ke condensor dialur 12, n-pentana menjadi cair pada temperatur 28 0
4. Tahap pemisahan pelarut dari tepung cokelat
C dialur 13 Cairan pelarut mengalir ke T-101 dengan bantuan gravitasi.
Padatan dibawa melalui bucket elevator (BE-103) pada alur 14 ke unit spray dryer (SD-101). Udara panas masuk pada temperatur 150 0C. Padatan kemudian masukkan ke unit cyclone (C-101), Uap keluar dari C-101 pada alur 16, lalu dialirkan melalui condenser (CD-02) untuk merubah n-pentana ke fasa cair. Mengalirkan cairan n-pentana dialur 17 menuju tank pelarut (T-101) dengan bantuan gravitasi. Padatan berupa bubuk cokelat (cocoa powder) keluar pada alur 15 menuju bak penampung (BP-102). Bubuk cokelat (cocoa powder) mengandung lemak tidak lebih dari 2 % dan 5 ppm pelarut (dalam % berat bubuk cokelat).
2.6 Penentuan Kapasitas
Data konsumsi dunia untuk produk cokelat olahan selama tahun 2000 sampai 2005 (dalam ribu ton) dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut ini :
Tabel 2.4 Konsumsi cokelat olahan dunia (dalam ribu ton/tahun) Tahun Konsumsi cokelat
olahan dunia
Produksi cokelat olahan dari Negara-negara penghasil biji cokelat 2000/01 2001/02 2002/03 2003/04 2004/05 3053 2881 3053 3203 3298 991 965 1062 1156 1178 (sumber : ICCO, 2006)
Sejak tahun 1999 Indonesia memproduksi biji cokelat tidak kurang dari 400.000 ton/tahun, khusus Provinsi Sumatera Utara & NAD memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan industri pembuatan lemak cokelat, karena ketersedian bahan baku yang banyak. Produksi biji cokelat di Sumatera Utara & NAD dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini :
Tabel 2.5 Produksi Perkebunan Cokelat Sumatea Utara & NAD Tahun Sumut (ton/tahun) NAD (ton/tahun)
2002 2003 2004 2005 17.847,00 21.215,00 23.923,15 28.001,02 12079,00 12948,00 12859,00 13785,00
(Sumber : Badan Pusat Statistik 2006)
Untuk memproduksi lemak cokelat berkapasitas 15.000 ton/tahun dibutuhkan 30614,68 ton/tahun biji cokelat. Diperkirakan pada waktu yang akan datang produksi biji cokelat terus mengalami peningkatan, disebabkan program regenerasi perkebunan cokelat oleh pemerintahan.