• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pariwisata Menurut Soekadijo (1997) pengertian pariwisata adalah segala kegiatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pariwisata Menurut Soekadijo (1997) pengertian pariwisata adalah segala kegiatan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

 

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata

Menurut Soekadijo (1997) pengertian pariwisata adalah segala kegiatan dalam masyarakat yang berhubungan dengan wisatawan. Menurut Damanik et al., (2006), pariwisata adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Sebagai suatu aktivitas manusia, pariwisata adalah fenomena pergerakan manusia, barang, dan jasa yang sangat kompleks.

Leiper (1981) dalam Yoeti (2006) menyatakan pariwisata adalah suatu sistem terbuka dari unsur-unsur yang saling berinteraksi dalam suatu lingkungan luas, mulai dari unsur manusia seperti wisatawan, tiga unsur geografis: negara asal wisatawan, negara yang dijadikan tempat transit, dan daerah tujuan wisata serta unsur ekonomi, yaitu perusahaan-perusahaan kelompok industri pariwisata.

Dalam batasan ini, Leiper (1981) menekankan pada empat unsur, yaitu: pertama : wisatawan (tourist), yaitu orang yang melakukan perjalanan

pariwisata, yang tidak lain adalah manusia.

kedua : negara asal wisatawan (generating region), yaitu negara dimana wisatawan berasal.

ketiga : daerah tujuan (destination region), yaitu daerah tujuan wisata (DTW) yang merupakan negara atau kota tujuan yang semula direncanakan.

keempat : industri pariwisata (tourist industry), yaitu perusahaan yang menyediakan kebutuhan (needs), keinginan (wants) dan pelayanan (service) kepada wisatawan yang datang berkunjung.

(2)

 

Menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990, yang dimaksud pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata, serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Pariwisata meliputi: semua kegiatan yang berhubungan dengan perjalanan wisata, pengusahaan obyek dan daya tarik wisata, seperti kawasan wisata, taman rekreasi, peninggalan-peninggalan sejarah, museum, waduk, tata kehidupan masyarakat dan yang bersifat alamiah (keindahan alam, gunung berapi, danau, dan pantai), serta pengusahaan jasa dan sarana pariwisata.

2.2 Wisata Alam

Wisata alam adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam, di taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam (PHKA, 2010). Selain itu, wisata alam adalah bentuk kegiatan rekreasi dan pariwisata yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam, baik dalam keadaan alami maupun setelah ada usaha budidaya, sehingga memungkinkan wisatawan memperoleh kesegaran jasmaniah dan rohaniah, mendapatkan pengetahuan dan pengalaman serta menumbuhkan inspirasi dan cinta terhadap alam (Anonymous, 1987)6.

Menurut Suswantoro (1997), wisata alam merupakan bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam dan tata lingkungan. Sementara itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1994 Pasal 1 menyatakan bahwa wisata alam adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk       

6http://www.google.co.id/#hl=id&source=hp&biw=1144&bih=642&q=definisi+wisata+alam&aq= f&aqi=&aql=&oq=&fp=b982c502b59c367d http [ 18 Maret 2011 pukul 21.30].

(3)

 

menikmati pada keunikan dan keindahan alam, di taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam. Sumberdaya alam yang dimaksudkan adalah sumberdaya alam yang berpotensi serta mempunyai daya tarik bagi wisatawan. 2.3 Taman Wisata Alam (TWA)

Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam (PHKA, 2003a). Menurut PHPA (1996), fungsi TWA adalah sebagai kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan dan sebagai pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan, satwa, dan keunikan alam.

PHPA (1995) menyatakan, TWA dalam penyelenggaraannya harus didasarkan atas kelestarian dan merupakan usaha konservasi terhadap flora, fauna serta ekosistemnya. Kehadiran pengunjung yang diharapkan sebagai sumber pendapatan devisa dalam usaha pengembangan obyek wisata alam, perlu perhatian dan pengelolaan yang baik dan benar. Hal ini demi terselenggaranya obyek-obyek alamiah secara lestari dan tidak mengalami gangguan dan kerusakan.

2.4 Wisatawan

Menurut Yoeti (2001) wisatawan adalah pengunjung sementara yang paling sedikit tinggal selama 24 jam di tempat yang dikunjunginya dan yang tujuan perjalanannya untuk mengisi waktu luang (rekreasi, liburan, kesehatan, studi, keagamaan, dan olahraga) termasuk keperluan keluarga, bisnis dan konferensi. Menurut Inpres No. 9 (1969) wisatawan (tourist) adalah setiap orang yang bepergian dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain dengan menikmati perjalanan dan kunjungannya itu.

(4)

 

World Tourism Organization (WTO), menyatakan wisatawan sebagai seseorang atau sekelompok orang yang melakukan perjalanan ke sebuah atau beberapa negara di luar tempat tinggal biasanya atau keluar dari lingkungan tempat tinggalnya untuk periode kurang dari 12 (dua belas) bulan dan memiliki tujuan untuk melakukan berbagai aktivitas wisata. Terminologi ini mencakup penumpang kapal pesiar (cruise ship passenger) yang datang dari negara lain dan kembali dengan catatan bermalam.

Wisatawan adalah individu atau kelompok individu yang mempertimbangkan dan merencanakan tenaga beli yang dimilikinya untuk perjalanan rekreasi dan berlibur dengan motivasi perjalanan yang pernah ia lakukan, menambah pengetahuan, tertarik oleh pelayanan yang diberikan oleh suatu daerah tujuan wisata yang dapat menarik pengunjung di masa yang akan datang (Yoeti, 1993). Sedangkan menurut Pendit (1990) wisatawan adalah semua orang yang memenuhi syarat, yaitu mereka meninggalkan rumah untuk jangka waktu kurang dari satu tahun dan mereka mengeluarkan uang di tempat yang mereka kunjungi tanpa dengan maksud mencari nafkah di tempat tersebut.

2.5 Pengertian Wisata yang Berkelanjutan

Wisata yang berkelanjutan (sustainable tourism) adalah perluasan dari paradigma baru akan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) sehingga dapat diaplikasikan pada peningkatan taraf ekonomi dan sosial masyarakat (Fennel, 1999). Beberapa peneliti telah mengidentifikasi pasaran untuk wisata alam berkelanjutan yang mengedepankan penggunaan sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang memiliki keuntungan jangka panjang, melindungi kelestarian lingkungan hidup dan menstimulasikan pembangunan komunitas lokal.

(5)

 

Menurut Epler (1996) ekowisata sebagai adanya tanggung jawab dalam kunjungan ke tempat-tempat yang masih alami dimana dapat menjaga, melindungi, dan melestarikan lingkungan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Hall (2000) menyatakan bahwa wisata yang berkelanjutan (sustainable tourism) adalah salah satu kegiatan wisata yang mengusahakan agar kegiatannya itu seminimal mungkin tidak memberikan dampak yang negatif bagi lingkungan dan budaya lokal. Selain itu, dapat membantu meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat sekitar dan juga dapat menjaga kelestarian ekosistem. Wisatawan juga dituntut untuk bisa menjaga lingkungan dan kebudayaan lokal. Wisata yang berkelanjutan juga mengarah kepada periode jangka panjang dengan adanya potensi wisata alam yang lestari namun belum terciptanya potensi jangka panjang bagi aktivitas manusia. Sementara itu, perkembangan infrastruktur pada industri wisata juga belum bisa dikembangkan kedalam perencanaan jangka panjang. Rasa tanggung jawab dan bersikap adaptif adalah salah satu kunci yang dapat mengembangkan sektor wisata yang berkelanjutan.

Adapun prinsip-prinsip wisata yang berkelanjutan (sustainable tourism) adalah (Hall, 2000) :

1. Menyediakan informasi dan pendidikan lingkungan tentang kehidupan satwa liar, habitat alami dan keadaan alam kepada wisatawan.

2. Melibatkan masyarakat lokal dalam kegiatan interpretasi lingkungan dan kegiatan teknis di lapangan, serta mengenalkan kebudayaan lokal dan nilai-nilai tradisional.

(6)

 

4. Mengadakan penelitian dalam kegiatan ekowisata agar dapat mengurangi dampak wisatawan yang ditimbulkan terhadap kelestarian lingkungan.

5. Memfasilitasi dalam kegiatan spiritual dan penyembuhan emosional. 6. Memfasilitasi kegiatan rekreasi dan relaksasi.

7. Memberikan pengetahuan kepada wisatawan tentang kearifan lokal dan nilai-nilai lingkungan yang baik untuk menjaga dan melestarikan lingkungan.

8. Kegiatan wisata diharapkan dapat meningkatkan kapasitas pekerjaan berhubungan dengan masyarakat lokal.

9. Program pendidikan dan pelatihan yang bertujuan untuk mengelola warisan budaya dan menjaga kelestarian lingkungan serta sumberdaya alam agar tetap terjaga.

Wisata berkelanjutan (Sustainable Tourism) meliputi segala segmen dalam industri pariwisata dengan adanya panduan dan kriteria dalam mengurangi dampak kerusakan lingkungan. Dalam hal ini adalah mengurai pemakaian sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui, meningkatkan peran serta wisatawan dalam menjaga dan melestarikan alam serta lingkungan.

Pariwisata berkelanjutan berdasarkan pengertian dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata adalah pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan wisatawan dan masyarakat di daerah tujuan wisata dengan tetap menjaga dan meningkatkan kesempatan pemenuhan kebutuhan di masa yang akan datang. Pembangunan pariwisata berkelanjutan dicitrakan menjadi patokan dalam pengaturan sumberdaya sehingga kebutuhan ekonomi, sosial, dan estetika tercapai dengan tetap menjaga integritas budaya, proses-proses dan keanekaragaman hayati.

(7)

 

2.6 Pengembangan Pariwisata Alam

Pengembangan pariwisata alam adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata alam, termasuk pengusahaan Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut dengan memperhatikan prinsip-prinsip pariwisata alam, unsur-unsur pengembangan dan tahapan pengembangan (Direkotrat Wisata Alam dan Jasa Lingkungan, 2001). Pengembangan ODTWA merupakan sub-sistem dari pengembangan pariwisata daerah dan pengembangan wilayah pada umumnya yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan manfaat bagi masyarakat setempat.

Direktorat Wisata Alam dan Jasa Lingkungan (2001) menjelaskan bahwa kegiatan pengembangan suatu kawasan hutan sebagai suatu kawasan wisata alam seyogyanya mencakup paling tidak lima prinsip pengembangan wisata alam : 1. Konservasi, keberhasilan suatu kawasan yang ditetapkan sebagai tujuan

kegiatan wisata alam akan bergantung pada sejauh mana upaya-upaya konservasi kawasan tersebut dapat secara praktis dilaksanakan.

2. Ekonomi, aspek ini akan berdampak langsung maupun tidak langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan khususnya, dan pada pembangunan ekonomi regional secara umum. Kontribusi ekonomi sektor wisata alam yang cukup signifikan dirasakan langsung terutama oleh masyarakat setempat akan mampu mendorong dan menumbuhkan timbulnya rasa memiliki masyarakat tersebut untuk secara bersama-sama menjaga pelestarian kawasan yang selama ini sebagian dari sumber penghasilannya sehari-hari.

(8)

 

3. Pendidikan dan Penelitian

Aspek ini mengarah pada upaya-upaya apa yang seharusnya dilakukan dalam rangka mendidik masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian kawasan dan mampu menunjukkan sikap menerima terhadap setiap wisatawan yang datang.

4. Partisipasi, setiap tahapan kegiatan perencanaan pengembangan harus dilakukan melalui proses dialog yang kreatif antara pengelola dan masyarakat setempat. Pengembangan pariwisata alam di hutan produksi agar memperhatikan hal-hal seperti berikut : masyarakat dilibatkan sejak tahap perencanaan sampai tahap monitoring dan evaluasi, meningkatkan keterampilan masyarakat dalam pengembangan pariwisata alam di hutan. 5. Produksi melalui pelatihan dan pendidikan, memperhatikan budaya setempat,

hak-hak masyarakat terasing, agama dan kepercayaan.

6. Rekreasi, adanya pengembangan dan perubahan trend pariwisata pada dewasa ini lebih mengarah kepada resource-based recreation, keberadaan tour operator, agen dan para peduli pelestarian alam diharapkan mampu mempertemukan diri ke dalam satu wadah atau kepentingan, yaitu rekreasi dan konservasi dimana kedua aspek tersebut harus berjalan secara sinergik dan memberikan kontribusi yang positif antara yang satu dengan yang lainnya.

2.7 Pengembangan Pariwisata dan Dampaknya terhadap Sosial Ekonomi Menurut Spillane (1994) ada beberapa dampak positif yang ditimbulkan dengan adanya jasa pariwisata:

1. Perubahan pada jangka panjang dalam struktur penerimaan yang dapat mendorong perluasan dari sektor jasa dalam perekonomian, khususnya

(9)

jasa- 

jasa pariwisata. Semakin meningkat tingkat pendapatan nyata dan semakin banyak waktu yang disediakan untuk liburan, maka semakin besar permintaan akan rekreasi dan hiburan serta manfaat lain dari pariwisata.

2. Pariwisata merupakan industri yang padat karya, karena tenaga kerja sulit digantikan dengan modal atau peralatan. Oleh karena itu, pariwisata merupakan sumber pokok dari pekerjaan pada tingkat regional. Terciptanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat sebagai tenaga keamanan, kebersihan, tenaga dapur (koki), tenaga cuci dan sebagainya.

3. Pariwisata sebagai sumber dalam neraca pembayaran.

4. Pariwisata mendistribusikan pembangunan dari pusat industri kearah wilayah desa yang belum berkembang. Jadi, pariwisata dapat menjadi dasar pembangunan regional.

Dalam pengembangan usaha jasa dan akomodasi juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap pembangunan ekonomi antara lain (Spillane, 1994): 1. Pariwisata sering dianggap tergantung pada pasar dan impor.

2. Terjadinya kebocoran pendapatan industri pariwisata.

3. Perkembangan fasilitas pariwisata cenderung berpolarisasi secara spasial yaitu berkaitan dengan tempat.

4. Sifat dari pekerjaan dalam sektor pariwisata cenderung menerima gaji yang rendah, menjadi pekerja musiman, tidak ada serikat buruh, hanya bekerja pada sebagian waktu (part time) dan khusus untuk anggota keluarga.

5. Permintaan akan pariwisata dapat menaikkan harga tanah sehingga menyebabkan kesulitan bagi penghuni tersebut yang tidak bekerja dalam sektor pariwisata dan ingin membangun rumah atau mendirikan bisnis disana.

(10)

 

6. Perkembangan pariwisata dapat menimbulkan masalah besar terhadap lingkungan misalnya : polusi udara dan air, keramaian lalu lintas dan kerusakan dari pemandangan alam yang tradisional.

2.8 Pengembangan Pariwisata dan Dampak Lingkungan

Pengusahaan obyek wisata alam diijinkan untuk dilaksanakan dalam zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam. Pengusahaan obyek wisata alam ini mempunyai sasaran antara lain sebagai berikut (Irwanto, 2006) :

• Terbukanya bidang usaha dalam bentuk industri wisata alam;

• Masuknya modal (BUMN, Swasta, Koperasi) di bidang wisata alam; • Membuka kesempatan masyarakat di sekitar obyek wisata alam dalam

usaha jasa pariwisata.

Kegiatan pengelolaan obyek wisata alam dilaksanakan dengan prinsip-prinsip antara lain sebagai berikut :

• Pemanfaatan kawasan sesuai dengan fungsinya;

• Dipertahankannya lingkungan obyek wisata sealami mungkin;

• Pengaturan dan pengendalian dampak negatif akibat aktivitas pengunjung.

Dengan demikian, pada umumnya dampak lingkungan kegiatan pengusahaan obyek wisata alam bersifat positif, yaitu terhadap komponen sosial ekonomi dan budaya. Dampak positif yang timbul antara lain : (a) penyerapan tenaga kerja, (b) peningkatan pendapatan, (c) diversifikasi kesempatan berusaha, (d) perkembangan ekonomi wilayah, (e) peningkatan pendidikan dan kesehatan

(11)

 

masyarakat, (f) perhubungan dan komunikasi, (g) perubahan orientasi nilai budaya, dan (h) persepsi masyarakat terhadap kawasan konservasi.

Pengembangan pariwisata menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, mempertahankan dan meningkatakan lingkungan, serta meningkatakan pertumbuhan ekonomi wilayah. Akan tetapi pengembangan pariwisata juga dapat menjadi hal yang sangat merugikan, terutama jika berhubungan degan penurunan nilai kelestarian lingkungan. Berikut dipaparkan dampak negatif yang dihasilkan pariwisata terhadap lingkungan fisik alami (Hartanto, dalam Seminar Planning Sustainable Tourism, 1996).

1. Flora dan fauna

• Adanya ganguan terhadap perkembangbiakan spesies tertentu yang diakibatkan oleh aktivitas dan kegiatan para wisatawan.

• Lenyapnya populasi spesies tertentu.

• Perusakan vegetasi yang disebabkan oleh pembangunan. 2. Masyarakat setempat

Masyarakat lokal adalah pihak yang paling akan menerima dampak dari kegiatan wisata yang dikembangkan di daerahnya. Oleh karena itu aspirasi masyarakat sangat dibutuhkan dan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pengembangan pariwisata.

3. Polusi

• Timbulnya polusi air karena kegiatan-kegiatan para wisatawan. • Polusi udara yang disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor.

• Polusi suara yang disebabkan oleh sesaknya kegiatan manusia dan kemacetan lalu lintas serta tidak terkontrolnya kehidupan malam.

(12)

 

4. Erosi

• Timbulnya landslide yang diakibatkan oleh terkontrolnya daerah terbangun dan penggundulan hutan.

• Kerusakan tepi sungai diakibatkan oleh tak terawasinya aktivitas pelayaran sungai.

5. Sumber daya alam

• Surutnya sumber daya air tanah dan penipisan tanah dikarenakan terlalu padatnya daerah terbangun dan rusaknya sumber daya mata air.

• Bahaya kebakaran disebabkan oleh wisatawan yang tidak bertanggung jawab.

6. Dampak visual

• Daerah terbangun yang tidak asri disebabkan oleh kurangnya perencanan dan pengawasan.

• Pemandangan kumuh yang disebabkan oleh sampah dan kurangnya kesadaran akan kebersihan.

2.9 Regresi Linier Berganda

Lind et al. (2008) menyatakan regresi digunakan untuk menunjukkan hubungan antara 2 variabel yang menunjukkan pola keseluruhan dari variabel terikat (Y) terhadap suatu variabel bebas/variabel penjelas (X). Gurajati (1998) mendefinisikan analisis regresi sebagai kajian terhadap hubungan satu variabel yang disebut sebagai variabel yang diterangkan (the explained variable) dengan satu atau dua variabel yang menerangkan (the explanatory).

Pada regresi terdapat hubungan sebab akibat antara dua variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen merupakan variabel penjelas sedangkan variabel dependen merupakan variabel yang terikat

(13)

 

yang nilainya dipengaruhi oleh variabel independen. Jika variabel bebas hanya satu, maka analisis regresi tersebut disebut regresi sederhana. Jika variabel bebas lebih dari satu, maka analisis tersebut disebut regresi linier berganda.

Persamaan model regresi linier berganda secara umum dituliskan sebagai berikut (Lind et al, 2008) :

Y β X β X β X … β X ε

dimana :

Y = fungsi linier dari beberapa peubah bebas X1, X2, …, Xk, dan komponen

sisaan ε (error)

i = nomor pengamatan dari 1 sampai N untuk data populasi, atau sampai n untuk data contoh (sample).

Xki = pengamatan ke-i untuk peubah bebas Xk.

Βk = intersep model regresi.

Menurut Juanda (2009), model regresi linier berganda didasarkan pada asumsi-asumsi sebagai berikut :

a. Spesifikasi model ditetapkan seperti dalam persamaan umum regresi linier berganda.

b. Peubah Xk merupakan peubah non-statistik (fixed), artinya sudah ditentukan,

bukan peubah acak. Selain itu, tidak ada hubungan linier sempurna antar peubah bebas Xk.

c. Komponen sisaan εi mempunyai nilai harapan sama dengan nol, dan ragam konstanta untuk semua pengamatan i. E(εi) = 0 dan Var(εi) = σ2.

d. Tidak ada hubungan atau tidak ada korelasi antar sisaan sehingga Cov(εi,εj) =

0, untuk i ≠ j.

(14)

 

2.10 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai dampak ekonomi wisata terhadap masyarakat telah dilakukan oleh beberapa peneliti, namun penelitian mengenai dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan pengembangan taman wisata masih sedikit dilakukan karena hasilnya akan berbeda untuk tempat dan waktu yang berbeda.

Penelitian Wijaya (2007) mengenai kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat dari adanya perkembangan pariwisata. Penelitian ini dilakukan pada masyarakat pesisir Desa Gili Indah, Nusa Tenggara Barat. Hasil penelitian ini kesempatan kerja yang mampu diserap dari adanya kegiatan pariwisata di Gili Indah sebanyak 4.320 orang di tahun 2005 dan proyeksi pada tahun 2006 dan 2007 masing-masing sebanyak 4.427 dan 4.533 orang. Nilai multiplier tenaga kerja tahun 2005 adalah sebesar 75,28 sehingga pertumbuhan tenaga kerja pada tahun 2005, yaitu sebesar 104 orang telah memberikan kesempatan kerja pada sektor lainnya sebesar 7.800 orang. Analisis aspek mikroekonomi masyarakat memperoleh hasil yaitu pariwisata mempengaruhi pendapatan masyarakat pesisir Desa Gili Indah (Z=-6,401), akan tetapi tidak mempengaruhi pendapatan riil masyarakat (Z=-0,361). Secara sosial budaya, masyarakat pesisir Desa Gili Indah berada pada tingkat sikap apathy, yaitu sikap masyarakat yang menerima wisatawan sebagai suatu yang lumrah dan hubungan antara masyarakat dengan wisatawan didominasi oleh hubungan komersil.

Penelitian Rischa (2010). Penelitian tersebut mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan wisata dan dampak ekonomi kawasan wisata galunggung Tasikmalaya. Hasil penelitian mengenai dampak ekonomi kawasan wisata terhadap masyarakat menunjukkan perubahan pendapatan terbesar sebagai dampak ekonomi langsung kawasan wisata galunggung dirasakan oleh

(15)

 

tukang ojek dengan peningkatan pendapatan Rp 1.076.000,00 per bulan. Penyerapan tenaga kerja tertinggi terdapat pada kelompok pekerjaan pemilik warung di kawasan gunung galunggung yaitu sebesar 39,91% dari total tenaga kerja.

Penelitian-penelitian terdahulu pada intinya membahas hal yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Adapun penelitian yang dimaksud

adalah mengenai dampak pengembangan wisata terhadap masyarakat. Hal yang

membedakan penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan penulis

adalah penelitian pada kawasan ini merupakan penelitian yang mengkaji wisata

alam yang dikembangkan di kawasan lindung dengan konsep perpaduan keindahan alam dan sumber air panas alami yang dimanfaatkan untuk pengobatan dimana kawasan ini merupakan salah satu kawasan yang selain berfungsi sebagai tempat wisata juga berfungsi sebagai kawasan lindung.

Referensi

Dokumen terkait

[1] Barotrauma merupakan segala sesuatu yang diakibatkan oleh tekanan kuat yang tiba-tiba dalam ruangan yang berisi udara pada tulang temporal, yang diakibatkan oleh kegagalan

Perumusan dan penetapan kebijakan di bidang penyelenggaraan pemantapan kawasan hutan dan lingkungan hidup secara berkelanjutan, pengelolaan konservasi sumber daya alam

Peningkatan PBB dan rasio efisiensi protein (REP) hanya seminggu setelah pemberian KTK sapi dalam ransum (umur 15-21 hari) mengindikasikan bahwa peningkatan kadar dan aktivitas

bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Daerah, maka dipandang perlu untuk mengatur

Dari hasil penelitian tersebut, para pengunjung menginginkan suatu media yang bisa memberikan informasi tentang denah lokasi, agenda, sejarah lokasi dari tempat-tempat olah raga

Giving the exercise in the last part of the course to check the students’ ability to interpret the poem through the help of figure of speech.. MATERIALS

Pembinaan Pemerintahan Desa, Kelembagaan Desa dan Masyarakat Desa yang dilaksanakan oleh INGO di daerah menunjukkan bahwa sinergitas kerjasama antara Kemendagri, INGO, dan

Tidak sesuai untuk penggunaan: Material ini tidak diperuntukkan untuk digunakan dalam produk yang kontak dalam jangka waktu lama dengan selaput lendir, cairan tubuh atau