• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Peranan

Pimpinan perusahaan memerlukan alat bantu dalam melakukan suatu kegiatan yang mempunyai peranan dalam mengarahkan tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Pengertian peranan (role) menurut Komaruddin (1994;768) dalam buku Ensiklopedia Manajemen adalah sebagai berikut:

1. Bagian dari tugas utama yang harus dilakukan seseorang dalam manajemen;

2. Pola perilaku yang diharapkan dapat menyertai suatu status; 3. Bagian dari fungsi seseorang dalam kelompok atau pranata;

4. Fungsi yang diharapkan dari seseorang menjadi karakteristik yang ada padanya;

5. Fungsi setiap variabel dalam hubungan sebab akibat.

Definisi diatas dapat memberikan petunjuk bahwa yang melakukan suatu peranan adalah sesuatu yang nyata atau kongkrit, bukan sesuatu yang abstrak, jadi peranan dalam penelitian ini dapat diartikan fungsinya sebagai suatu bagian dari perusahaan, dengan demikian peranan pengendalian intern dalam menunjang efektivitas kinerja perusahaan dapat tercapai apabila didukung oleh fungsi peranan yang berjalan dengan semestinya.

2.2 Pengendalian Intern

Pada perusahaan yang semakin berkembang, baik dalam ukuran maupun operasionalnya. Maka ruang lingkup pengendalian akan semakin besar dan luas. Manajemen membutuhkan alat yang berfungsi untuk membantu manajemen dalam melakukan fungsinya secara baik.

Struktur pengendalian intern dalam hal ini dapat membantu manajemen dan berfungsi sebagai alat bantu untuk melaksanakan fungsi pengendalian.

(2)

Dengan adanya struktur pengendalian intern yang efektif, manajemen dapat mengendalikan kegiatan perusahaan dengan baik. Selain itu manajemen juga dapat meyakinkan bahwa informasi yang terdapat dalam laporan yang diterima adalah benar dan dapat dipercaya. Alasan perusahaan menciptakan suatu proses pengendalian intern adalah untuk membantu dalam pencapaian tujuan perusahaan, proses ini terdiri dari kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai pada manajemen bahwa tujuan dan sasaran perusahaan dapat tercapai.

2.2.1 Pengertian Pengendalian Intern

Pada definisi lama, pengendalian intern meliputi:

1. Organisasi yang secara tegas menetapkan wewenang dan tanggung jawab unit operasional.

2. Adanya kebijakan, aturan dan prosedur-prosedur untuk menjalankan kegiatan organisasi.

3. Adanya pegawai yang cakap.

4. Praktek yang sehat dalam pelaksanaan kegiatan.

Pada saat ini, definisi pengendalian intern di atas dianggap tidak sesuai dengan perkembangan organisasi. Hal ini dikarenakan beberapa alasan diantaranya:

1. Prosedur dianggap lebih penting dari hasil. 2. Keterlambatan dalam mengantisipasi masalah. 3. Berorientasi kebelakang.

4. Duplikasi pekerjaan dll.

Committee of Sponsoring Organization of the Treadway Commission (COSO) yang terdiri dari lima organisasi profesi yaitu:

1. American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) 2. American Accounting Association (AAA)

(3)

4. Institute of Management Accountants (IMA) 5. Financial Executives Institute (FEI)

Dalam laporannya memberikan pengertian pengendalian intern sebagai berikut: “Internal control is broadly defined as a process, effected by an entity’s board of directors, management, and other personnel, designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of objective in the following categories:

1) Effectiveness and efficiency operations 2) Reliability of financial reporting

3) Compliance with applicable laws and regulations.”

Internal Control – Integrated Framework (1992;13 Reading et al 2007;5-8) Yang dapat diartikan bahwa pengendalian intern adalah proses yang dipengaruhi oleh aturan direksi, manajemen, personalia lainnya yang disusun untuk memberi jaminan yang berhubungan dengan pencapaian tujuan berikut ini:

a. Efektivitas dan efisiensi kegiatan b. Dapat dipercayanya laporan keuangan

c. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan.

Pengertian diatas mengandung arti sebagai berikut:

a. Pengendalian intern adalah suatu proses. Artinya menjadi alat mencapai tujuan yang terdiri dari tindakan dan menyatu dalam infrastruktur lembaga atau perusahaan.

b. Pengendalian intern dipengaruhi oleh organisasi. Hal ini tak hanya menyangkut pedoman kebijakan dan formulir, tetapi orang-orang pada setiap level organisasi, termasuk dewan direksi, manajemen, dan lainnya.

c. Pengendalian intern dapat diharapkan memberikan jaminan yang beralasan (rationable), bukan jaminan mutlak (absolute), karena ada batasan-batasan yang melekat pada sistem pengendalian intern.

d. Pengendalian intern menjadikan penggerak pencapaian tujuan dalam kesesuaian laporan keuangan dan operasional.

(4)

Mulyadi (2002;180) mengemukakan defenisi struktur pengendalian intern sebagai berikut:

“Pengendalian intern adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personal lain yang didesain untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang pencapain tujuan berikut: (1) keandalan pelaporan keuangan, (2) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, (3) efektivitas dan efisiensi operasi”.

Berikut ini adalah pengertian pengendalian intern menurut The Institute Of Internal Auditors (IIA) (2004;65):

“The attitude and actions of management and the board regarding the significance of control within the organization. The control environment provides the discipline and structure for achievement of the primary objectives of the system of internal control. The control environment includes the following elements: integrity and ethical values, management’s filosophy and operating style, organizational structure, assignment of authority and responsibility, human resource policies and practicies, and competence of personnel “.

Pernyataan The Institute of Internal Auditors (IIA) tersebut mendefinisikan pengendalian intern sebagai suatu sikap dan tindakan dari manajemen dan dewan direksi berkenaan dengan pengendalian yang signifikan di dalam suatu organisasi. Lingkungan pengendalian memberikan suatu disiplin dan struktur bagi pencapaian tujuan-tujuan utama dari suatu sistem pengendalian intern. Unsur-unsur dari lingkungan pengendalian meliputi: nilai-nilai integritas dan etika, filosofi manajemen dan gaya kepemimpinan, struktur organisasi, penetapan otorisasi dan tanggung jawab, kebijakan dan praktik-praktik sumber daya manusia, dan kompetensi personal.

(5)

Sedangkan menurut Arens et al (2008;270) menyatakan bahwa pengendalian intern adalah:

“A system consists of policies and procedures designed to provide management a reasonable assurance that the company achieved its objectives and goals.”

Dari beberapa definisi di atas, nampak bahwa pengendalian intern merupakan pengendalian kegiatan (operasional) perusahaan yang dilakukan pimpinan perusahaan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien, yang terdiri dari kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur yang ditetapkan untuk mencapai tujuan tertentu dari operasi perusahaan.

Suatu perusahaan yang mempunyai pengendalian intern yang baik akan menghasilkan informasi yang dapat dipercaya, sehingga dapat memudahkan manajemen dalam proses pengambilan keputusan.

Manajemen dalam rangka mengendalikan seluruh kegiatan perusahaannya membutuhkan suatu sistem pengendalian yang dapat mengamankan harta perusahaan dan memberikan keyakinan bahwa apa yang dilaporkan bawahan adalah benar dan dapat dipercaya, sehingga dapat mendorong adanya efisiensi usaha secara kontinyu dan mematuhi kebijakan yang telah ditetapkan apakah telah dijalankan sesuai dengan apa yang diharapkan atau tidak. Struktur pengendalian intern yang baik dan memadai yang dilaksanakan oleh manajemen dapat mencegah setiap kesalahan dan penyimpangan sehingga akan mengurangi risiko sampai pada tingkat risiko terendah yang dapat diterima.

Sistem pengendalian yang ada di perusahaan bukanlah dimaksudkan untuk meniadakan semua penyimpangan dan kesalahan, namun untuk menekankan terjadinya kesalahan dan penyimpangan dalam batas-batas yang layak dan dapat diatasi dengan cepat dan tepat. Pengendalian intern yang dilaksanakan, dirancang, dan dioperasikan sebaik apapun oleh manajemen hanya dapat memberikan keyakinan yang wajar tentang pencapaian tujuan perusahaan.

(6)

2.2.2 Tujuan Pengendalian Intern

Tujuan perusahaan mengadakan pengendalian intern adalah untuk membantu organisasi dalam mencapai tujuan perusahaan secara efektif dan efisien.

Tujuan pengendalian intern secara terinci harus terpenuhi untuk mencegah terjadinya kesalahan di dalam jurnal dan pencatatan. Pengendalian intern harus mencukupi untuk memberikan kepastian dan keyakinkan bahwa:

1. Setiap transaksi yang dicatat adalah benar-benar ada (eksistensi)

Pengendalian intern tidak dapat memberikan transaksi fiktif dan yang sebenarnya tidak terjadi di dalam catatan akuntansi.

2. Semua transaksi yang terjadi dicatat (kelengkapan)

Setiap prosedur yang dimiliki perusahaan harus memberikan pengendalian untuk mencegah penghilangan untuk setiap transaksi dari catatan.

3. Semua transaksi yang dicatat disajikan dengan nilai yang benar (akurasi) Tujuan dilakukan hal ini adalah menyangkut keakuratan informasi untuk transaksi akuntansi.

4. Semua transaksi diklasifikasikan perkiraan yang tepat (klasifikasi)

Klasifikasi perkiraan yang pantas sesuai dengan bagian perkiraan perusahaan dibuat dalam jurnal supaya laporan keuangan dinyatakan dengan wajar. 5. Semua transaksi dicatat pada waktu yang tepat (ketepatan waktu)

Transaksi dicatat pada tanggal terjadinya. Setiap catatan transaksi baik sebelum atau setelah waktu terjadinya memperbesar kemungkinan adanya mencatat atau dicatatnya transaksi dalam jumlah yang tidak pantas, yang dapat mengakibatkan salah saji dalam laporan keuangan.

6. Semua transaksi dimasukan dengan tepat kedalam catatan tambahan dan diikhtisarkan dengan benar (posting dan ikhtisar).

Selain metode yang digunakan untuk memasukkan setiap transaksi kedalam berkas induk dan untuk mengikhtisarkan setiap transaksi. Pengendalian yang memadai selalu diperlukan untuk menjamin kebenaran klasifikasian pengikhtisaran.

(7)

Selain itu, tujuan pengendalian intern adalah sebagi berikut: 1. Menyediakan laporan keuangan yang dapat dipercaya

Informasi yang akurat, tepat waktu dan dapat dipercaya sangat diperlukan oleh manajemen untuk melaksanakan aktivitas operasinya. Ini akan menjadi dasar yang baik dalam mengambil keputusan.

2. Melindungi harta dan catatan perusahaan

Dengan adanya pengendalian intern yang baik atas harta dan catatan perusahaan dapat membantu mengurangi kesempatan akan terjadinya kecurangan dan penyalahgunaan wewenang terhadap harta dan catatan tersebut, baik yang dilakukan dengan sengaja maupun kesalahan-kesalahan lain yang bersifat tidak sengaja.

3. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi operasi perusahaan.

Adanya pengendalian intern yang baik akan mengurangi kemungkinan terjadinya perangkapan tugas dan penggunaan sumberdaya secara tidak efisien.

4. Meningkatkan kepatuhan terhadap hukum, peraturan dan kebijakan yang diterapkan.

Pengendalian intern yang baik dapat memberikan keyakinan bahwa perusahaan mematuhi peraturan, hukum, kebijakan yang diterapkan. Dengan begitu nama baik perusahaan akan terjaga dan dapat mencegah terjadinya pelanggaran yang mengakibatkan adanya konsekuensi hukum yang merugikan perusahaan.

2.2.3 Komponen Pengendalian Intern

Setiap perusahaan memiliki karakteristik atau sifat khusus yang berbeda-beda. Karena perbedaan karakteristik tersebut maka pengendalian intern yang baik pada suatu perusahaan belum tentu baik untuk perusahaan lainnya. Oleh sebab itu untuk menciptakan suatu sistem pengendalian intern yang baik harus diperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tujuan perusahaan secara keseluruhan. Pengendalian intern yang baik harus memenuhi beberapa kriteria atau unsur-unsur.

(8)

Menurut Mulyadi (2002;183) ada lima faktor atau komponen pengendalian intern yaitu:

1). Lingkungan Pengendalian (Control Environment) 2). Penaksiran Risiko (Risk Assessment)

3). Aktivitas Pengendalian (Control Activities)

4). Informasi dan komunikasi (Information and Communication) 5). Pemantauan (Monitoring)

Berdasarkan kelima unsur yang dikemukakan di atas, maka unsur-unsur tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment)

Lingkungan pengendalian terdiri dari kebijakan, tindakan dan prosedur yang mencerminkan keseluruhan tingkah laku dari manajemen puncak, direktur dan pemilik entitas mengenai pengendalian intern dan kepentingan entitas.

Menurut IAI (2002;319,2)

”Lingkungan pengendalian yaitu menetapkan corak suatu organisasi, mempengaruhi kesadaran pengendalian orang-orangnya. Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen pengendalian intern, menyediakan disiplin dan struktur.”

Sedangkan menurut Mulyadi (2002;183)

”Lingkungan pengendalian merupakan suatu lingkungan menciptakan suasana pengendalian dalam suatu organisasi dan mempengaruhi kesadaran personal organisasi tentang pengendalian.”

Lingkungan pengendalian merupakan landasan untuk semua unsur pengendalian intern yang membentuk disiplin dan struktur. Berbagai faktor yang membentuk lingkungan pengendalian dalam suatu entitas antara lain:

(9)

a. Integritas dan nilai etika (Integrity and ethical value)

Efektivitas struktur pengendalian intern bersumber dari dalam diri orang yang mendesain dan yang melaksanakannya. Nilai integritas dan etika bisnis dikomunikasikan oleh manajer melalui perilaku individu dan perilaku operasi. Melalui perilaku individu, manajemen mengkomunikasikan nilai integritas dan etika melalui tindakan individu mereka, sehingga nilai tersebut dapat diamati oleh karyawan lainnya. Melalui perilaku operasional manajer mendesain sistem yang digunakan untuk membentuk penilaian yang diinginkan yang berdasarkan nilai integritas dan etika.

b. Komitmen terhadap kompetensi (Commitment to competence)

Untuk mencapai tujuan entitas, personel disetiap tingkatan organisasi harus memilki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya secara efektif. Komitmen terhadap kompetensi mencakup pertimbangan manajemen atas pengetahuan keterampilan yang diperlukan, paduan antara kecerdasan, pelatihan dan pengalaman yang dituntut dalam pengembangan kompetensi.

c. Dewan komisaris atau komite audit (Board of directors or audit commitee) Untuk menciptakan independensi auditor internal, maka perusahaan harus membentuk dewan komisaris dan komite audit yang berwenang untuk menunjuk auditor internal. Dewan komisaris adalah wakil pemegang saham dalam perusahaan berbadan hukum perseroan terbatas. Dewan ini berfungsi mengawasi pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan oleh manajemen (direksi). Dengan demikian, dewan komisaris yang aktif menjalankan fungsinya dapat mencegah konsentrasi pengendalian yang terlalu banyak di tangan manajemen (direksi).

Anggota komite audit terdiri dari pihak luar perusahaan dan pembentukan komite ini ditujukan untuk memperkuat independensi auditor internal yang oleh masyarakat dipercaya untuk menilai kewajaran pertanggungjawaban keuangan yang dilakukan oleh manajemen.

(10)

d. Filosofi manajemen dan gaya operasi (Management philosophy and operating style)

Filosofi adalah seperangkat keyakinan dasar yang menjadi parameter bagi perusahaan dan karyawannya. Filosofi merupakan apa yang seharusnya dikerjakan dan apa yang seharusnya tidak dikerjakan oleh perusahaan. Sedangkan gaya operasi mencerminkan ide manajer tentang bagaimana operasi suatu perusahaan seharusnya dilaksanakan.

e. Struktur organisasi (Organizational structure)

Struktur organisasi memberikan kerangka untuk perencanaan, pelaksanaan suatu perusahaan mencakup pembagian wewenang dan pembebanan tanggung jawab di dalam suatu organisasi dalam mencapai tujuan organisasi. Dengan memahami struktur organisasi perusahaan, maka auditor internal dapat mempelajari dan mengetahui bagaimana pengendalian dilaksanakan.

f. Pembagian wewenang dan pembebanan tanggung jawab (Assignment of authority and responsibility)

Pembagian wewenang dan pembebanan tanggung jawab merupakan perluasan lebih lanjut pengembangan struktur organisasi agar dapat mengalokasikan berbagai sumber daya yang dimilikinya untuk mencapai tujuan perusahaan. Dengan pembagian wewenang yang jelas organisasi akan memudahkan pertanggungjawaban konsumsi sumber daya perusahaan dalam pencapain tujuan perusahaan.

g. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia (Human resources policies and practices)

Aspek paling penting dalam sistem pengendalian intern adalah manusia. Apabila para karyawan memiliki kompetensi dan dapat dipercaya, maka pengendalian lainnya dapat diabaikan dan laporan keuangan yang dapat diandalkan masih tetap dapat dihasilkan.

(11)

Kebijakan dan praktik sumberdaya manusia berhubungan dengan proses penerimaan, penempatan, pelatihan, evaluasi, konseling, promosi, penggantian dan tindak perbaikan.

2. Penaksiran Risiko (Risk Assessment)

Penaksiran risiko oleh manajemen untuk tujuan pelaporan keuangan serupa dengan perhatian auditor eksternal terhadap risiko bawaan, akan tetapi tujuan manajemen lebih ditekankan bagaimana mengelola risiko yang telah ditetapkan.

Berikut ini pengertian penaksiran risiko menurut IAI (2002;319,2): ”Penaksiran risiko adalah identifikasi entitas dan analisis terhadap risiko yang relevan untuk mencapai tujuannya, membentuk suatu dasar untuk menentukan bagaimana risiko harus dikelola.”

Penaksiran risiko menurut Henry Simamora (2002;153) adalah:

”Penaksiran risiko adalah proses organisasi untuk mengidentifikasi dan menganalisis risiko yang relevan bagi pencapaian tujuannya.”

Menurut Arens et al (2008;297) tentang penaksiran risiko sebagai berikut: ”Risk assessment for financial reporting is managements identifications, and analysis, of risk relevant to the preparation of financial statements in conformity with GAAP.”

Dari uraian-uraian diatas dapat diketahui, penetapan atau penaksiran risiko untuk pelaporan keuangan adalah pengidentifikasian, penganalisisan, dan pengelolaan risiko-risiko yang relevan terhadap penyiapan laporan keuangan yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dalam pencapaian tujuannya. Selanjutnya proses penetapan risiko suatu perusahaan harus mempertimbangkan kejadian-kejadian serta keadaan-keadaan eksternal dan internal yang dapat timbul dan mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk mencatat, memproses,

(12)

mengikhtisarkan dan melaporkan data keuangan sesuai dengan asersi manajemen di dalam laporan keuangan. Risiko-risiko dapat timbul atau berubah dikarenakan hal-hal berikut ini:

1. Perubahan dalam lingkungan operasi (Changes in the operating environment) 2. Karyawan baru (New personnel)

3. Sistem informasi baru (New information system) 4. Pertumbuhan yang pesat (Rapid growth)

5. Teknologi baru (New technology)

6. Jalur produk baru atau aktivitas baru (New line product or activities) 7. Operasi perusahaan secara internasional (Foreign operational) 8. Restrukturisasi perusahaan (Corporate restructurism)

9. Keputusan akuntansi (Accounting decision)

3. Aktivitas Pengendalian (Control Activities)

Sebagai tambahan terhadap lingkungan pengendalian serta informasi dan komunikasi, suatu entitas memerlukan kebijakan dan prosedur untuk memberikan keyakinan bahwa tujuan perusahaan akan tercapai. Kebijakan dan prosedur tersebut tertuang dalam aktivitas pengendalian.

Menurut Arens et al (2008;298) mengemukakan pengertian aktivitas pengendalian adalah sebagai berikut :

”Control actvities are the polices and procedures in addition to those included in the other four component, that help ensure that necessary action are taken to address risk in the achievement of the entity’s objectives.”

Jadi berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur, selain dari empat komponen lain yang dibuat manajemen untuk memenuhi tujuannya. Banyak sekali kebijakan dan prosedur dalam suatu satuan usaha, tetapi lazimnya dapat dipecah menjadi lima kategori yaitu:

(13)

a. Pemisahan tugas yang memadai (Adequate separation of duties)

Tujuan pokok pemisahan tugas ini adalah untuk mencegah dan agar dapat dilakukan deteksi segera atas kesalahan dan ketidak beresan dalam pelaksanan tugas yang dibebankan kepada seseorang. Pemisahan tugas ini merupakan dasar dan kunci dari pelaksanaan sistem pengendalian intern setelah diperoleh pegawai/karyawan yang mempunyai kompetensi tersebut akan dapat melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggungjawab dan wewenang yang diberikan kepadanya sehingga setiap transaksi yang terjadi akan terbagi kedalam beberapa tahap pekerjaan yang akan memungkinkan dilaksanakannya pengecekan internal.

Pembagian tugas didalam organisasi didasarkan pada prinsip-prinsip: 1. Pemisahan fungsi penyimpanan aktiva dan fungsi akuntansi.

2. Pemisahan fungsi otorisasi transaksi dari fungsi penyimpanan aktiva yang bersangkutan.

3. Pemisahan dari fungsi otorisasi dari fungsi akuntansi.

b. Otorisasi yang memadai atas transaksi dan aktivitas (Proper authorization of transaction and activities)

Didalam organisasi, setiap transaksi hanya terjadi atas dasar otorisasi dari yang berwenang untuk menyetujui terjadinya transaksi tersebut. Sehingga dalam organisasi harus dibuat sistem yang mengatur pembagian wewenang untuk otorisasi atas terlaksananya setiap transaksi. Prosedur otorisasi ini berfungsi sebagai jembatan atau penghubung antara pengendalian administratif dengan pengendalian akuntansi yang dilaksanakan oleh perusahaan.

c. Dokumen dan pencatatan yang cukup (Adequate documents and records) Dokumentasi dan pencatatan perlu diselenggarakan sebagai sarana dalam menuangkan dan menerjemahkan tiap transaksi perusahaan ke dalam bentuk-bentuk yang lebih informatif dan memberikan jaminan berupa pengendalian

(14)

yang memadai atas aktiva perusahaan serta pencatatan seluruh transaksi secara lengkap, benar, dan tepat. Prosedur pencatatan dan dokumentasi ini meliputi: 1. Perancangan dokumen bernomor urut tercetak.

2. Pencatatan transaksi harus dilakukan pada saat transaksi terjadi, atau segera setelah transaksi terjadi.

3. Perancangan dokumen dan catatan harus cukup sederhana untuk menjamin kemudahan dalam pemahaman terhadap dokumen dan catatan tersebut. 4. Sedapat mungkin dokumen dirancang untuk memenuhi berbagai

keperluan.

5. Perancangan dokumen dan catatan yang mendorong pengisian data dengan benar.

d. Pengendalian fisik atas aktiva dan catatan (Physical control over assets and record)

Pengendalian fisik atas aktiva dan catatan memerlukan pengecekan secara terus menerus untuk membantu efektivitas pelaksanaannya. Pengecekan secara independen mencakup verifikasi terhadap pekerjaan yang dilakukan sebelumnya oleh individu atau departemen lain dan penilaian semestinya terhadap jumlah yang dicatat. Setiap petugas yang berhubungan dengan data dan aktiva harus mendapatkan otorisasi dari manajemen.

e. Pengecekan independen terhadap kinerja (independent checks on performance)

Menunjukan perlunya review atas keempat karakteristik sebelumnya dengan maksud mengawasi dan melakukan penilaian atau pelaksanaan dan kesesuaian antara fungsi dan wewenang serta tanggung jawab yang diberikan kepada masing-masing unit kerja serta mempersiapkan tindak lanjut yang diperlukan untuk meningkatkan atau memperbaiki sistem pengendalian intern yang telah dilakukan. Dalam kenyataannya fungsi ini perlu dilaksanakan oleh pihak yang mempunyai independensi yang memadai terhadap organisasi secara keseluruhan.

(15)

4. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)

Fokus utama kebijakan dan prosedur pengendalian yang berkaitan dengan sistem akuntansi adalah bahwa transaksi dilaksanakan dengan cara mencegah salah saji dalam laporan keuangan. Oleh karena itu, sistem akuntansi yang efektif dapat memberikan keyakinan memadai bahwa transaksi yang dicatat atau terjadi adalah:

1. Sah

2. Telah diotorisasi

3. Telah dicatat dengan lengkap 4. Telah dinilai secara wajar 5. Telah digolongkan secara wajar

6. Telah dicatat dalam periode yang seharusnya

7. Telah dimasukkan kedalam buku pembantu dan telah dirangkum secara benar.

Pengertian informasi dan komunikasi menurut IAI (2002;319,2):

”Informasi dan komunikasi adalah pengidentifikasian, penangkapan, dan pertukaran informasi dalam suatu bentuk dan waktu yang memungkinkan orang melaksanakan tanggung jawab mereka.”

Sedangkan menurut Arens et al (2008;301) kegunaan dari informasi akuntansi dan sistem komunikasi dalam satuan usaha berikut:

”The purpose of entity’s accounting information and communication system is identify, assemble, cassify, analyze, record, and report entity’s transaction and to maintain accountability for the related assets.”

Komunikasi mencakup penyampaian informasi kepada semua personel yang terlibat dalam pelaporan keuangan tentang bagaimana aktiva mereka berkaitan dengan pekerjaan orang lain, baik berada didalam maupun diluar organisasi, mencakup sistem pelaporan dan penyampaian kepada pihak yang lebih tinggi dalam perusahan, pedoman kebijakan, pedoman akuntansi dan pelaporan keuangan dan lain-lain.

(16)

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sistem informasi dan komunikasi akuntansi diciptakan untuk mengidentifikasi, merakit, menggolongkan, menganalisis, mencatat dan melaporkan transaksi suatu perusahaan serta menyelenggarakan pertanggungjawaban kekayaan dan utang perusahaan tersebut.

5. Pemantauan (Monitoring)

Manajemen memantau pengendalian untuk mempertimbangkan apakah pengendalian tersebut beroperasi sebagaimana yang diharapkan.

Pemantauan menurut Mulyadi (2002;195):

”Pemantauan adalah proses yang menentukan kualitas kinerja pengendalian intern sepanjang waktu.”

Pemantauan dilaksanakan oleh orang yang semestinya melakukan pokok tersebut, baik pada tahap desain maupun pengoperasian pengendalian pada waktu yang tepat untuk menentukan apakah sistem pengendalian intern beroperasi sebagaimana yang diharapkan dan untuk menentukan apakah sistem pengendalian intern tersebut memerlukan perubahan.

Menurut Arens et al (2008;301) pengertian dari aktivitas pemantauan adalah sebagai berikut:

”Monitoring activities deal with on going or periodic assessment of the quality of the internal performance by management to determine that controls operating as intended and that they are modified as appropriate for changes condition.”

Pemantauan berkaitan dengan proses penilaian kualitas kinerja struktur pengendalian intern sepanjang waktu. Pemantauan diperlukan untuk menentukan apakah struktur pengendalian intern beroperasi sebagaimana yang diharapkan, dan untuk menentukan apakah struktur pengendalian intern tersebut memerlukan perubahan karena terjadinya perubahan keadaan.

(17)

2.2.4 Keterbatasan Pengendalian Intern

Sebaik-baiknya pengendalian intern dalam suatu perusahaan tidaklah menjamin sepenuhnya bahwa tujuan perusahan dapat tercapai. Hal ini disebabkan karena pengendalian intern memiliki keterbatasan-keterbatasan yang dapat melemahkan pengendalian intern terebut. Maka dari itu, bukanlah suatu hal yang mustahil apabila dalam perusahaan yang memiliki pengendalian intern yang memadai masih juga terjadi kesalahan atau penyelewengan.

Keterbatasan pengendalian intern menurut Mulyadi (2002;181) adalah sebagai berikut:

1. Kesalahan dalam pertimbangan

Seringkali manajemen dan personel lainnya salah dalam mempertimbangkan keputusan bisnis yang diambil atau dalam melakukan tugas rutin karena tidak memadainya informasi, keterbatasan waktu, atau tekanan lainnya.

2. Gangguan

Gangguan dalam pengendalian yang telah ditetapkan dapat terjadi karena personel secara keliru memahami perintah atau membuat kesalahan karena kelalaian, tidak adanya perhatian atau kelelahan. Perubahan yang bersifat sementara atau permanen dalam personel atau dalam sistem prosedur dapat pula mengakibatkan gangguan.

3. Kolusi

Kolusi adalah tindakan bersama beberapa individu untuk tujuan kejahatan disebut dengan kolusi. Kolusi dapat mengakibatkan bobolnya pengendalian intern yang dibangun untuk melindungi kekayaan entitas dan tidak terungkapnya ketidakberesan atau tidak terdeteksinya kecurangan oleh struktur pengendalian intern yang dirancang.

(18)

4. Pengabaian oleh Manajemen

Manajemen dapat mengabaikan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan untuk tujuan yang tidak sah, seperti keuntungan pribadi manajer, penyajian kondisi keuangan yang berlebihan atau kepatuhan semu.

5. Biaya Lawan Manfaat

Biaya yang diperlukan untuk mengoperasikan struktur pengendalian intern tidak boleh melebihi manfaat yang diharapkan dari pengendalian intern tersebut, karena pengaturan secara tepat baik biaya maupun manfaat biasanya tidak mungkin dilakukan. Manajemen harus memperkirakan dan mempertimbangkan secara kuantitatif dan kualitatif untuk mengevaluasi biaya dan manfaat suatu struktur pengendalian intern.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan keterbatasan pengendalian intern adalah hal-hal yang menjadi sebab tidak tercapainya pengendalian intern seperti yang direncanakan. Jadi penerapan pengendalian intern bukan dimaksudkan untuk menghilangkan semua kemungkinan akan terjadinya hal-hal tersebut seminimal mungkin dan kalaupun terjadi kesalahan atau penyelewengan dapat segera diatasi.

2.3 Efektivitas

Efektivitas merupakan suatu aspek penilaian terhadap prestasi manajemen dalam mengelola perusahaan, oleh karena itu efektivitas mendapat perhatian khusus dari manajemen. Efektivitas itu sendiri berkaitan dengan pencapaian tujuan perusahaan yang telah ditetapkan yaitu usaha mencapai keuntungan dan tingkat pertumbuhan tertentu.

Pengertian efektivitas menurut Komaruddin (1994;269):

“Efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan tingkatan keberhasilan atau kegagalan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan lebih dahulu.“

(19)

Efektivitas diukur dengan memperhatikan tujuan yang tercapai. Adapun pengertian efektivitas menurut Anthony (1995;11) adalah:

“Effectiveness is relationship between a responsibility center’s outputs and objectives. The more these output contribute to objectives, the more effective the unit is”.

Inti dari efektivitas pada dasarnya adalah mengerjakan sesuatu dengan benar atau menurut Sawyer (2004;66) “do the right things“. Sehingga penulis menganalogikan terhadap efektivitas kinerja diartikan sebagai hubungan antara output dengan tujuan dari hasil pemeriksaan.

Dari pernyataan yang telah disebutkan sebelumnya, dapat dilihat bahwa efektivitas lebih menitikberatkan pada tingkatan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, penilaian efektivitas didasarkan atas sejauh mana tujuan organisasi dapat dicapai. Jadi dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah pencapaian sasaran yang berkaitan dengan tujuan yang telah ditetapkan.

2.4 Kinerja Karyawan

2.4.1 Pengertian Kinerja Karyawan

Dalam kerangka organisasi terdapat hubungan antara kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja organisasi (organization performance). Suatu organisasi baik pemerintah maupun swasta, besar maupun kecil dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan harus melalui kegiatan-kegiatan yang digerakkan oleh orang atau sekelompok orang yang aktif berperan sebagai pelaku, dengan kata lain tercapainya tujuan organisasi hanya dimungkinkan karena adanya upaya yang dilakukan oleh orang dalam organisasi tersebut. Kinerja organisasi akan sangat ditentukan oleh unsur pegawainya, karena itu dalam mengukur kinerja suatu organisasi sebaiknya diukur dalam tampilan kinerja dari pegawainya.

(20)

Adapun pengertian kinerja yang telah dirumuskan oleh beberapa ahli manajemen antara lain sebagai berikut:

1. Agus Dharma (1991;105) mengemukakan bahwa kinerja karyawan adalah sesuatu yang dicapai oleh karyawan, prestasi kerja yang diperhatikan oleh karyawan, kemampuan kerja yang berkaitan dengan penggunaan peralatan kantor.

2. Suyadi Prawirosentono (1999) mengemukakan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu.

3. Malayu S.P Hasibuan (2001;87) Pengertian kinerja karyawan adalah : suatu hasil yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhannya serta waktu.

4. Anwar Prabu Mangkunegara (2005;9) mengemukakan bahwa kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Dari definisi kinerja diatas, dapat diketahui bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam kinerja terdiri dari:

1) Hasil-hasil fungsi pekerjaan,

2) Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi karyawan/pegawai seperti : motivasi, kecakapan, persepsi peranan, dan sebagainya,

3) Pencapain tujuan organisasi, 4) Periode waktu tertentu.

Dari pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kinerja karyawan merupakan suatu tingkat kemajuan seorang atas hasil dari usahanya untuk meningkatkan kemampuan secara positif dalam pekerjaanya.

Pelaksanaan hasil pekerjaan/prestasi kerja tersebut diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi dalam lokasi kerja, kondisi pasar dan dalam jangka waktu tertentu.

(21)

2.4.2 Penilaian kinerja Karyawan

2.4.2.1 Pengertian Penilaian Kinerja Karyawan

Setelah seseorang karyawan diterima, ditempatkan dan dipekerjakan, maka tugas manajer selanjutnya adalah melakukan penilaian atas kinerja karyawan tersebut. Penilaian kinerja karyawan ini mutlak harus dilakukan untuk mengetahui prestasi yang dicapai oleh setiap karyawan. Penilaian kinerja ini penting bagi setiap karyawan dan berguna bagi perusahaan untuk menetapkan tindakan kebijaksanaan selanjutnya.

Dengan adanya penilaian kinerja karyawan berarti para bawahan mendapat perhatian dari para atasannya, sehingga mendorong mereka untuk semangat bekerja, asalkan proses penilaian kinerja tersebut harus jujur dan obyektif, serta mendapat tindak lanjut. Tindak lanjut penilaian ini memungkinkan karyawan dipromosikan, didemosikan, dikembangkan dari atau berkat jasanya dinaikkan.

Menurut Siswanto Sastrohadiwiryo (2003;231) pengertian penilaian kinerja adalah:

”Suatu kegiatan yang dilakukan manajemen/penyelia penilai untuk menilai tenaga kerja dengan cara membandingkan kinerja atas kinerja dengan uraian/deskripsi pekerjaan dalam suatu periode tertentu biasanya setiap akhir tahun”.

Sedangkan menurut Veithzal Rivai (2004;309) pengertian penilaian kinerja adalah: ”Sebagai sebuah mekanisme yang baik untuk mengendalikan karyawan”.

Berdasarkan definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penilaian kinerja karyawan merupakan suatu proses penilaian yang dilakukan oleh pihak perusahaan guna mengetahui kinerja karyawan. Penilaian kinerja merupakan aktivitas yang membandingkan kinerja yang berhasil dicapai dengan kinerja yang seharusnya dicapai atau standar. Standar yang dicapai oleh setiap orang dalam organisasi dapat disusun secara spesifik dengan berdasarkan pada job description.

(22)

2.4.2.2 Tujuan Penilaian Kinerja Karyawan

Tujuan pokok pengukuran kinerja adalah memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang ditetapkan sebelumnya. Agar mematuhi standar perilaku yang ditetapkan sebelumnya dan membuahkan tindakan serta hasil yang diinginkan sebagai suatu usaha formal, maka pengukuran kinerja harus dimulai dengan pernyataan yang jelas tentang tujuannya.

Secara umum, tujuan suatu perusahaan untuk mengadakan pengukuran kinerja adalah:

1) Menetapkan kontribusi masing-masing divisi atas perusahaan secara keseluruhan atau atas kontribusi dari masing-masing sub divisi, misalnya jenis produk, daerah pemasaran atau golongan pelanggan, dari suatu divisi (evaluasi ekonomis/evaluasi segmen).

2) Mengembangkan dasar untuk mengevaluasi kualitas kinerja masing-masing manajer divisi atau kantor cabang (evaluasi manajerial).

3) Memotivasi para manajer divisi atau kantor cabang supaya konsisten mengoperasikan divisi atau kantor cabangnya sehingga sesuai dengan tujuan pokok perusahaan (evaluasi operasional).

Secara formal produk akhir dari hasil pengukuran kinerja diwujudkan dalam suatu laporan yang disebut sebagai laporan kinerja. Penilaian kinerja mempunyai manfaat bagi manajemen seperti yang diutarakan Mulyadi (2001;416) sebagai berikut:

1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan secara maksimum.

2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan, seperti promosi, transfer, dan pemberhentian.

3. Mengidentifikasikan kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.

(23)

4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka.

5. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.

Sedangkan tujuan penilaian kinerja menurut Siswanto Sastrohadiwiryo (2003;232) adalah sebagai berikut:

1. Sumber data untuk perencanaan ketenagakerjaan dan kegiatan pengembangan jangka panjang bagi perusahaan yang bersangkutan.

2. Nasihat yang perlu disampaikan kepada para tenaga kerja dalam perusahaan.

3. Alat untuk memberikan umpan balik (feed Back) yang mendorong ke arah kemajuan dan kemungkinan memperbaiki/meningkatkan kualitas kerja bagi para tenaga kerja.

4. Salah satu cara untuk menetapkan kinerja yang diharapkan dari seorang pemegang tugas dan pekerjaan.

5. Landasan bahan informasi dalam pengambilan keputusan pada bidang ketenagakerjaan, baik promosi, mutasi, maupun kegiatan ketenagakerjaan lainnya.

Pengukuran dengan hanya mengandalkan ukuran financial jika disadari sebenarnya sudah ketinggalan jaman. Untuk mencegah terjadinya kesalahan yang berulang-ulang, seyogyanya tidak terikat kepada kriteria yang dikeluarkan oleh Departemen Keuangan. Perusahaan paling tidak mempunyai atau mengusulkan pedoman standar ukuran kinerja yang harus dipenuhi. Walaupun perkembangan terakhir ukuran kinerja yang sudah ditentukan Menteri Keuangan sudah mulai mencantumkan ukuran nonkeuangan seperti segi operasi dan administrasi, namun dirasa belum memberikan gambaran yang baik mengenai pedoman kinerja yang benar, sehingga patut dicermati dengan hati-hati.

Kelemahan dalam pengukuran kinerja perusahaan berdasarkan ukuran financial sudah lama disadari para ahli bidang akuntansi karena ukuran tersebut hanya ukuran jangka pendek dan mengabaikan going concern dari suatu entitas. Konsep pengukuran dengan mengandalkan ukuran keuangan adalah konsep

(24)

pengukuran tradisional yang sudah ketinggalan zaman dan hanya mampu mengejar tujuan profitabilitas. Padahal ukuran profitabilitas dapat digambarkan melalui rekayasa laporan keuangan sehingga memperoleh gambaran yang baik.

Aspek eksternal yang dominan dalam menentukan going concern perusahaan antar lain seperti:

1. Tingkat kepuasan pelanggan 2. Loyalitas pelanggan

3. Retensi pegawai 4. Biaya Murah 5. Cost leadership

Sehingga dalam peraturan persaingan global perusahaan tidak akan mampu mempertahankan keunggulannya. Pada gilirannya, seperti kejadian akhir-akhir ini, perusahaan yang baru saja dinyatakan sehat tiba-tiba saja kolaps. Sebaliknya, perusahaan yang dikatakan tidak sehat ternyata dapat bertahan hidup, bahkan makin berkembang. Norton dan Kaplan, masing-masing konsultan kondang dalam akuntansi manajemen dan guru besar dalam bidang ilmu akuntansi dari Harvard Business School menyatakan betapa pentingnya memperhatikan aspek nonfinansial dalam mengukur kinerja badan usaha.

Balanced scorecard merupakan salah satu alternatif dalam pengukuran kinerja tersebut. Tujuan dan pengukuran balanced scorecard bukan hanya pada bawah (top-down) yang berdasarkan visi dan misi. Kelebihan dari ukuran ini adalah adanya pendekatan untuk menerjemahkan misi, visi dan strategi perusahaan ke dalam tujuan-tujuan dan pengukuran yang lebih nyata.

Visi, misi dan strategi perusahaan memimpin tujuan dan pengukuran dalam balanced scorecard dapat dilihat dari 4 (empat) perspective, antara lain:

1. Financial perspective (perspektif keuangan) 2. Costumer perspective (perspektif pelanggan)

3. Internal business process perspective (perspektif proses bisnis internal)

4. Learning and growth perspective (perspektif pembelajaran & pertumbuhan)

(25)

2.4.2.3 Syarat-syarat Sistem Penilaian Kinerja Karyawan

Suatu sistem penilaian kinerja yang baik harus menggambarkan kondisi yang sesungguhnya dari kinerja karyawan yang dinilai. Penilaian kinerja bukan hanya untuk mengidentifikasikan kekurangan yang ada, akan tetapi harus dapat menunjukkan kelebihan-kelebihan yang dicapai. Dengan mengetahui kelebihan yang dimilikinya diharapkan akan mendorong karyawan untuk berprestasi lebih baik sekaligus juga memperbaiki kekurangan-kekurangannya.

Menurut Werther and Davis (1996;347) suatu sistem penilaian kinerja harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Job related 2. Practical

3. Performance standard 4. Performance measure

Berdasarkan kutipan diatas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Job related (Pelaksanaan yang dilaksanakan)

Suatu sistem penilaian kinerja haruslah mengevaluasi critical behavior yang berhubungan dengan kesuksesan penyelesaian suatu pekerjaan.

2. Practical (praktis)

Suatu penilaian kinerja haruslah singkat dan jelas agar dapat dipahami dengan baik oleh penilai maupun yang dinilai.

3. Performance standard (Standard kinerja)

Suatu sistem penilaian harus memliki standar-standar pengukuran yang jelas yang dijadikan patokan atas hasil-hasil penilaian yang diperoleh.

4. Performance measure (Pengukuran kinerja)

Penilaian kinerja hendaklah memiliki skala pengukuran yang jelas dan dapat dimengerti oleh penilai. Skala pengukuran yang diberikan hendaklah mudah

(26)

untuk digunakan dan dapat diandalkan. Skala pengukuran yang digunakan harus dapat digunakan oleh penilai yang berbeda sehingga keputusan akhir yang diperoleh berdasarkan standar penilaian yang sama.

2.4.2.4 Metode penilaian kinerja karyawan

Setiap perusahaan perlu melakukan penilaian kinerja para karyawannya. Yang menjadi masalah adalah metode yang dipilih. Menurut Heidjrachman Ranupandojo dan Suad Husnan M.B.A. (1997;121) metode-metode penilaian kinerja pada dasarnya bisa dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Penilaian secara ”kebetulan”, tidak sistematis dan sering membahayakan. 2. Metode tradisional yang sistematis, yang mengukur a) karakteristik

karyawan, b) sumbangan karyawan kepada organisasi atau c) keduanya. 3. Tujuan yang ditetapkan bersama dengan menggunakan Manajemen

Berdasarkan Sasaran (MBS) atau yang dikenal sebagai ”Management By Objectives”.

Berdasarkan kutipan diatas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Penilaian sistematis oleh atasan

Penilaian yang sistematis dan dilakukan secara berkala mempunyai banyak manfaat bagi organisasi. Manfaat pertama, dan yang paling penting adalah, memberikan informasi yang sangat membantu di dalam keputusan-keputusan yang menyangkut masalah-masalah seperti, promosi, kenaikan gaji, ”lay-off” dan transfer. Penilaian yang sistematis ini memberikan informasi sebelum sesuatu itu mungkin diperlukan, jadi menghindari kemungkinan digunakannya ”judgment” sesaat. Selain itu dapat memberikan informasi di dalam bentuk yang memungkinkan dilakukannya perbandingan, dan bisa menopang berbagai keputusan dalam bidang personalia. Manfaat yang kedua adalah bisa digunakan untuk mendorong dan memimpin pengembangan karyawan. Program penilaian kecakapan kerja memberikan informasi dalam bentuk yang biasanya bisa dikomunikasikan kepada para karyawan.

(27)

Persyaratan untuk melakukan penilaian yang akurat dan periodik akan memberikan dorongan kepada pihak atasan untuk melakukan penilaian yang lebih baik. Setiap atasan haruslah mengetahui apa dan bagaimana pekerjaan para bawahannya.

2. Sistem-sistem Penilaian Prestasi Kerja Tradisional

Ada berbagai sistem pengukuran prestasi kerja para karyawan. Sistem-sistem ini mempunyai dasar yang sama dengan sistem-sistem untuk penilaian jabatan. Penilaian prestasi kerja lebih ditujukan untuk menentukan baik tidaknya seorang karyawan untuk bisa dipakai sebagai dasar promosi misalnya. Sedangkan penilaian jabatan ditujukan untuk menentukan harga suatu jabatan, yang pada akhirnya nanti akan disusun struktur upah yang adil dan layak.

Sistem-sistem penilaian kinerja (prestasi kerja) di antaranya adalah: a. Rangking (urutan)

Cara tertua yang paling sedarhana untuk menilai prestasi kerja karyawan adalah dengan membandingkan karyawan yang satu dengan karyawan yang lain untuk menentukan siapa yang lebih baik. Pembandingan ini dilakukan secara keseluruhan, artinya tidak dicoba dipisahkan dari faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja. Kelemahan cara ini adalah kesulitan yang harus dihadapi untuk menilai secara keseluruhan seorang individu. Selain itu kita akan terpaksa melakukan perbandingan dalam jumlah yang cukup banyak, lebih-lebih jika jumlah karyawan yang harus dinilai cukup banyak.

b. Pembandingan karyawan dengan karyawan

Suatu cara untuk memisahkan penilaian seseorang ke dalam berbagai faktor adalah dengan menggunakan pembandingan karyawan dengan karyawan. Faktor-faktor seperti kepemimpinan, inisiatif dan dapat tidaknya diandalkan, dipilih untuk maksud-maksud penilaian tersebut.

(28)

Suatu skala penilaian dirancang untuk masing-masing faktor yang dinilai, tetapi skala penilaian tersebut bukannya disusun berdasarkan definisi untuk masing-masing faktornya, tetapi dibandingkan dengan karyawan-karyawan tertentu untuk mencerminkan tingkatan-tingkatan suatu faktor tertentu. Dengan demikian maka penilai akan membandingkan melalui suatu faktor, misalnya kepemimpinan dari seorang karyawan dibandingakan dengan kepemimpinan karyawan lain. Dengan melakukan perbandingan tersebut pimpinan dapat menentukan karyawan yang dinilai paling mendekati kriteria dari kepemimpinan yang dikehendaki.

c. Grading (tingkatan)

Pada metode ini suatu definisi yang jelas untuk setiap kategori telah dibuat dengan saksama. Kategori untuk prestasi kerja karyawan misalnya adalah baik sekali, memuaskan dan kurang memuaskan yang masing-masing mempunyai definisi yang jelas. Prestasi kerja dari tiap karyawan kemudian diperbandingkan dengan definisi masing-masing kategori ini, untuk dimasukan ke salah satunya.

Kadang-kadang metode ini diubah menjadi penilaian dengan distribusi yang dipaksakan. Katakanlah bahwa dari para karyawan yang dinilai harus 10% diantaranya masuk ke dalam kelompok yang tertinggi, 20% harus masuk dalam kategori kedua, 40% harus masuk ke dalam kategori ketiga, 20% harus masuk ke dalam kategori keempat dan 10% lagi harus masuk kategori kelima. Dengan demikian penilai harus juga melakukan penilaian relatif di antara para karyawan tersebut disamping membandingkannya dengan definisi prestasi kerjanya yang telah meningkat, tidak hanya karena disebabkan karyawan-karyawan lain juga telah meningkat prestasi kerjanya.

(29)

d. Skala Grafis

Metode ini merupakan metode penilaian tradisional yang paling banyak digunakan. Pada metode ini baik tidaknya pekerjaan seorang karyawan dinilai berdasarkan faktor-faktor yang dianggap penting bagi pelaksanaan pekerjaan tersebut. Kemudian masing-masing faktor tersebut misanya kualitas pekerjaan, kuantitas perkerjaan, sikap dan dapat tidaknya diandalkan, dibagi ke dalam kategori, misalnya baik sekali, cukup, kurang yang disertai dengan definisi yang jelas untuk masing-masing kategori. Jadi disini penilai membandingkan prestasi kerja seorang karyawan dengan definisi untuk masing-masing faktor dan masing-masing kategori.

e. Checklists

Dalam metode ini penilai bukan menilai karyawan tetapi sekedar melaporkan. Penilaian atas tingkah laku yang dilaporkan, dilakukan oleh bagian personalia. Penilai tidak mengetahui pertanyaan mana yang lebih penting dan mana yang tidak. Hanya penyusunan daftar pernyataan yang mengetahui nilai untuk setiap pertanyaan. Kesulitan penggunaan sistem checklists ini adalah sulitnya menyusun daftar pertanyaan, dan juga untuk setiap departemen mungkin memerlukan daftar pertanyaan yang berbeda pula.

f. Manejemen Berdasarkan Sasaran (Management By Objectives)

Metode ini melibatkan dua pihak yaitu karyawan dan pimpinan dalam proses penilaian tersebut. Pimpinan bukan hanya sekedar duduk menilai tetapi perlu bersama-sama menentukan sasaran dengan para bawahannya yang bisa dipakai sebagai pedoman penilaian tersebut, sehingga para bawahan bisa mengendalikan diri sendiri untuk mencapai tujuan tersebut. Manajemen Berdasarkan Sasaran ini sebenarnya lebih merupakan suatu cara pengelolaan dan bukan hanya sekedar cara penilaian prestasi kerja. Selain itu akan mendorong penentuan tujuan

(30)

bersama, diikuti dengan penilaian secara bersama pula terhadap pelaksanaan pekerjaan. Kelemahan dari metode ini adalah bahwa pendekatan yang digunakan jadi sangat individualistis untuk menetapkan tujuan dan kerja sama dalam penilaiannya. Disamping itu apabila dalam penetapan tujuan tidak dilakukan secara hati-hati dan salah satu tujuan mengalami hambatan maka dapat mengakibatkan terhambatnya tujuan yang lain. Kelemahan yang ketiga yaitu sulitnya menerapkan sasaran yang mempunyai tingkat kesulitan yang sama. Karena penelitian didasarkan atas berhasil tidaknya mencapai sasaran, maka jika ada suatu tujuan yang relatif mudah dibandingkan dengan tujuan yang lain, maka penilaiannya kurang ”fair”. Kelemahan yang terakhir yaitu penilaian komparatif dari berbagai personalia menjadi agak sukar. Hal ini disebabkan karena tidak ada faktor-faktor yang sama di dalam penilaian. Disamping itu juga sulit diterapkan untuk jabatan-jabatan ”non-managerial”.

2.4.2.5 Unsur-unsur Kinerja Karyawan Yang Dinilai

Menurut Siswanto Sastrohadiwiryo (2003;234-237), unsur-unsur penilaian dalam proses penilaian kinerja adalah sebagai berikut:

1. Kesetiaan 2. Prestasi kerja 3. Ketaatan 4. Kejujuran 5. Kerjasama 6. Prakarsa 7. Kepemimpinan

Berdasarkan kutipan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Kesetian

Kesetian yang dimaksud adalah tekad dan kesanggupan menaati, melaksanakan, dan mengamalkan sesuatu yang harus ditaati dengan penuh

(31)

kesadaran dan tanggung jawab. Tekad dan kesanggupan tersebut harus dibuktikan dengan sikap dan perilaku tenaga kerja yang bersangkutan dalam kegiatan sehari-hari serta dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kesetian terhadap perusahaan sangat berhubungan dengan pengabdiannya. Pengabdian yang dimaksud adalah sumbangan pikiran dan tenaga yang ikhlas dengan mengutamakan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi.

2. Prestasi kerja

Yang dimaksud dengan prestasi kerja adalah kinerja yang dicapai oleh seorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pada umumnya prestasi kerja seorang karyawan antara lain dipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan, pengalaman, dan kesungguhan tenaga kerja yang bersangkutan.

3. Ketaatan

Yang dimaksud dengan ketaatan adalah kesanggupan seorang tenaga kerja untuk menaati segala ketetapan, peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku, menaati perintah kedinasan yang diberikan atasan yang berwenang, serta kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang telah ditetapkan perusahaan maupun pemerintah, baik secara tertulis maupun tak tertulis.

4. Kejujuran

Yang dimaksud dengan kejujuran adalah ketulusan hati seorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab serta kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang telah diberikan kepadanya.

5. Kerja sama

Kerja sama adalah kemampuan seorang tenaga kerja untuk bekerja bersama-sama dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu tugas dan

(32)

pekerjaan yang telah ditetapkan, sehingga mencapai daya guna dan hasil yang sebesar-besarnya.

6. Prakarsa

Prakarsa adalah kemampuan seorang tenaga kerja untuk mengambil keputusan. Langkah-langkah atau melaksanakan suatu tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dan bimbingan dari manajemen lininya.

7. Kepemimpinan

Yang dimaksud kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki seorang tenaga kerja untuk menyakinkan orang lain (tenaga kerja lain) sehingga dapat di kerahkan secara maksimum untuk melaksanakan tugas pokok. Penilaian unsur kepemimpinan bagi tenaga kerja sebenarnya khusus diperuntukan bagi seluruh tenaga kerja yang memiliki jabatan dalam hierarki perusahaan.

2.5 Peranan Pengendalian Intern dalam Menunjang Efektivitas Kinerja Karyawan

Sistem akuntansi pada perusahaan yang baik harus mempunyai pengendalian yang secara independen menelaah kinerja atau proses dalam sistem. Menyelidiki hubungan data operasional dan keuangan yang diikuti analisis, investigasi perbedaan yang tidak diharapkan dan tindakan korektif. Aktivitas pengendalian kinerja merupakan kebijakan dan prosedur yang membantu meyakinkan bahwa tindakan yang diperlukan diambil untuk menelaah kinerja dalam pencapaian tujuan perusahaan yaitu berupa kinerja yang maksimal.

Dalam rangka pencapaian pengendalian intern yang baik atau memadai, setiap kategori tujuan organisasi menetapkan tujuan pengendalian tersendiri dan prosedur pengendalian untuk mencapai tujuan tersebut, maka harus diperhatikan komponen-komponen yang berhubungan secara langsung dengan tujuan, yaitu apa yang ingin dicapai (tujuan) dengan komponen yang menunjukkan apa yang

(33)

diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Pengendalian intern diciptakan agar aktivitas perusahaan dapat terkendali dan dilakukan oleh semua elemen-elemen yang ada dalam perusahaan.

Pengendalian intern harus terlaksana secara efektif dan efisien karena menyangkut pada harta perusahaan. Apabila pengendalian intern terlaksana sesuai dengan yang telah ditetapkan maka perusahaan akan lebih meningkatkan kinerja karyawannya dan tujuan organisasi dapat tercapai.

Dalam hal ini peranan pengendalian intern dalam menunjang efektivitas kinerja karyawan merupakan bagian dari aktivitas pengendalian yang dilakukan oleh suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi, peningkatan efektivitas dan efisiensi dari keseluruhan entitas operasi atau fungsi bisnis. Dengan mendorong usaha penyempurnaaan struktur organisasi, peningkatan efektivitas dan efisiensi operasi perusahaan, kebijakan publik, metode kerja dan mekanisme pelaporan yang handal, mengarahkan apa yang diperlukan untuk mencapai tujuan, sehingga tercipta kinerja karyawan yang baik pada perusahaan.

Jadi dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa agar dapat tercapainya kinerja yang baik atau maksimal pada suatu perusahaan, harus didukung dengan adanya pengendalian intern yang memadai. Hal tersebut mendorong hipotesis yang penulis paparkan pada bagian sebelumnya yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pengendalian intern dengan kinerja karyawan.

Referensi

Dokumen terkait

Mengembangkan jaringan kerja-sama dan kemitraan dengan lembaga-lembaga lain di luar STKIP PGRI Sumatera Barat untuk melakukan kegiatan-kegiatan penelitian, pengabdian

Dalam keadaan belum dikongurasi, tampilan Bibliogra pada SLiMS tidak memu- nculkan tombol Upload Selected Bibliographic data to union Catalog Server seperti pada gambar di

Metode Ford-Fulkerson akan efektif digunakan dalam pemecahan masalah aliran maksimum seperti pada jaringan listrik yaitu jumlah aliran listrik di gardu induk sesuai dengan

Dari hasil pengujian sistem penggunaan teknologi computer vision yang digunakan untuk mengenali sampah dibawah laut bisa dimplementasikan dengan menguji jenis

(1) Apabila atas pajak yang terutang menurut Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan tambahan jumlah pajak yang harus

Jenis penelitian eksprimen kuasi (quasi experiment) atau eksprimen semu, karena peneliti memberikan treatment yang sama di tiap Sekolah lokasi penelitian. Jumlah

Meskipun akta hibah wasiat atau testamen yang dibuat Almarhum sah berdasarkan Pasal 875 KUHPerdata, namun perlu diteliti lebih lanjut pada pasal-pasal berikutnya

Respons pertumbuhan setek lada satu ruas terhadap pemberian zat pengatur pertumbuhan tercermin pada peubah persen tanaman yang hidup, jumlah daun, tinggi tanaman,