• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA PENYIMPANAN PLASMA NUTFAH PLANLET PISANG BUAI (Musa parasisiaca L.) SECARA IN VITRO PADA BERBAGAI KONSENTRASI ASAM ABSISAT DAN PACLOBUTRAZOL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UPAYA PENYIMPANAN PLASMA NUTFAH PLANLET PISANG BUAI (Musa parasisiaca L.) SECARA IN VITRO PADA BERBAGAI KONSENTRASI ASAM ABSISAT DAN PACLOBUTRAZOL"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA PENYIMPANAN PLASMA NUTFAH PLANLET PISANG BUAI

(

Musa parasisiaca

L.) SECARA

IN VITRO

PADA BERBAGAI

KONSENTRASI ASAM ABSISAT DAN PACLOBUTRAZOL

(In Vitro Conservation of Banana Plantlet on Absisic Acid and Paclobutrazole)

Sherly Dewi Aridha, Irfan Suliansyah, Gustian

Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas, Padang

ABSTRACT

An experiment to obtain appropriate concentration of plant growth inhibitor in in vitro

conservation of banana plantlets has been carried out at the plant Tissue Culture Laboratory, Faculty of Agriculture, Andalas University Padang. Treatments were concentration of absisic acid (10, 20, 30, 40, and 50 mg/l) and concentration of paclobutrazole (2, 4, and 6 mg/l) . The experimental units were arranged in a Completely Randomized Design with 5 replicates. Results indicated that 40 mg/l absisic acid effectively reduced number of leaves and root length of banana plantlets. On the other hand, Paclobutrazole at 2 mg/l only effectively reduced the number of leaves of banana plantlets.

Key word: Musa paradisiaca, in vitro, conservation, abcisic acid, paclobutrazole

PENDAHULUAN

umatera Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman hortikultura, terutama buahan. Salah satu buah-buahan yang terbukti memiliki nilai strategis dan ekonomis adalah pisang. Disamping terdapat pisang yang umum dibudidayakan petani, terdapat juga pisang indigenous yang merupakan tanaman asli Sumatera Barat, seperti pisang: Batu (Kepok), Buai, Tembaga (berkulit nila kemerahan dan ada juga yang kuning), Bamban, Rotan, dan Lidi. Jenis pisang indigenous tersebut sekarang sudah semakin langka dijumpai. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk pelestarian plasma nutfah pisang agar keanekaragaman hayati tetap terjaga.

Upaya pelestarian pisang sudah dilakukan, namun masih bersifat konvensional. Saat ini upaya pemuliaan tanaman secara konvensional dirasakan kurang efektif, karena memiliki banyak keterbatasan. Keterbatasan tersebut antara lain membutuhkan banyak waktu, tenaga, tempat dan biaya, kestabilan genetik sulit dijamin. Oleh karena itu dibutuhkan suatu teknik alternatif untuk mengatasi pemuliaan tanaman secara konvensional.

Menurut Wattimena (1991), Gunawan (1987), Abdullah (1991) dan Sunyoto, Wibowo (2001), serta Suliansyah (2002) bahwa sistem

konservasi inkonvensional (in vitro) lebih baik dibandingkan dengan sistem konservasi konvensional. Tujuan utama konservasi in vitro

adalah mereduksi laju pertumbuhan yang dapat dilakukan melalui penyimpanan pada suhu rendah, penggunaan zat penghambat tumbuh, menambah bahan osmotika, menurunkan tekanan atmosfir. Kelebihan konservasi in vitro antara lain yaitu lebih hemat dalam hal tenaga, tempat dan biaya dan mengurangi erosi genetik. Konservasi in vitro

juga dapat digunakan untuk perbanyakan tanaman yang tidak menghasilkan biji atau berbiji rekalsitran, dapat menghasilkan tanaman yang bebas hama dan penyakit sistemik, mempersingkat waktu pemuliaan, sewaktu-waktu dapat diperbanyak dengan cepat, tidak tergantung pada musim dan genetik lingkungan serta mempermudah pertukaran plasma nutfah antar negara sehingga sangat berguna bagi pemuliaan tanaman.

Di Balai Penelitian Tanaman Buah Solok, planlet harus disubkultur ke media baru setiap bulan. Cara ini menimbulkan efek sampingan yaitu terjadinya perubahan genetik, penambahan kebutuhan tenaga kerja dan biaya, dan memberi peluang terjadinya kontaminasi (Sunarlim, Komiatin, Mariska, Hadiatmi, Tambunan, Rahayu, 2000). Zat pengatur

(2)

penyimpanan in vitro tunas nilam menggunakan paclobutrazol 5 mg/l planlet dapat disimpan sampai 12 minggu. Di Filipina, penggunaan 2 % manitol atau 1 mg/l asam absisat ubi kayu dapat disimpan tanpa kehilangan daya tumbuh setelah penyimpanan 6.5 bulan (Acedo, 1995).

Tujuan percobaan adalah untuk mendapatkan konsentrasi asam absisat dan paclobutrazol yang terbaik pada upaya penyimpanan planlet pisang buai secara in vitro.

BAHAN DAN METODE

Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang. Percobaan berbentuk Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 9 perlakuan 3 ulangan. Perlakuan dalam percobaan adalah sebagai berikut:

A = Tanpa perlakuan zat pengatur tumbuh B = Asam absisat 10 mg/Liter media C = Asam absisat 20 mg/Liter media D = Asam absisat 30 mg/Liter media E = Asam absisat 40 mg/Liter media F = Asam absisat 50 mg/Liter media G = Paklobutrazol 2.0 mg/Liter media H = Paklobutrazol 4.0 mg/Liter media I = Paklobutrazol 6.0 mg/Liter media

Data pengamatan dianalisis secara statistik dengan uji F dan dilanjutkan dengan uji BNJ pada taraf 5%.

Sterilisasi Alat. Sebelum memulai penanaman terlebih dahulu dilakukan sterilisasi ruang laminar air flow cabinet (LAFC) dengan menyemprotkan formalin atau alkohol 70% selanjutnya diberikan cahaya ultra violet paling kurang selama satu jam. Sterilisasi untuk alat-alat transfer seperti gunting, pisau, jarum, petridis sebelum digunakan juga dilakukan sterilisasi basah, sama seperti pensterilan botol kultur, dengan merebus botol dalam autoclave

Pembuatan media dilakukan dengan mengencerkan larutan stok nutrisi dan vitamin sesuai dengan ketentuan masing-masing media. Kemudian diupayakan pencapaian pH masing-masing media adalah 5.8 yang ditetapkan dengan cara penambahan NaOH 1N jika pH terlalu rendah atau menambahkan HCl 1N jika pH terlalu tinggi sambil diaduk dengan pengaduk magnetic stirrer. Kemudian ditambahkan agar sebanyak 7 gram diaduk dan dimasak sampai mendidih, setelah itu masukkan media kedalam botol kultur sebanyak 10 ml. Media selanjutnya disterilkan dalam autoclave pada dengan suhu 121 0C

dengan tekanan 15 psi selama 30 menit. Sebelum digunakan, media diinkubasi selama 1 minggu .

Inokulasi/Penanaman. Setiap botol yang berisi media dengan kandungan nutrisi sesuai perlakuan ditanam masing-masing dengan satu planlet. Botol-botol yang telah ditanam dengan planlet ditempatkan pada rak-rak dalam ruang pemeliharaan. Suhu dan kelembaban ruang kultur selalu diamati untuk menghindari terjadinya pengembunan dalam botol kultur.

Pengamatan. Pengamatan dilakuan terhadap peubah: persentase planlet yang hidup, tinggi planlet, jumlah daun, jumlah tunas, dan luas daun.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persentase Planlet Hidup

Hasil pengamatan terhadap persentase planlet yang hidup setelah penyimpanan selama 16 minggu pada berbagai konsentrasi asam absisat dan Paclobutrazol menunjukkan bahwa seluruh planlet yang ditanam mampu bertahan hidup dalam kondisi yang baik (Gambar 1).

(3)

Gambar 1. Planlet Pisang Buai setelah penyimpanan selama 16 minggu: A. Tanpa zat pengatur tumbuh; B. 40 mg/l asam absisat, C. 6 mg/l paclobutrazole

Tinggi Planlet

Hasil pengamatan terhadap tinggi planlet pisang Buai setelah penyimpanan 16 minggu menunjukkan bahwa zat pengatur tumbuh asam absisat dan Paclobutrazole tidak mempengaruhi tinggi tanaman planlet pisang buai (Tabel 1).

Tabel 1 Tinggi Planlet Pisang Buai Setelah Penyimpanan 16 Minggu (Data ditransformasi dengan

x

0

,

5

)

Perlakuan (mg/l) Tinggi Planlet (cm) Tanpa zat pengatur tumbuh 9.60 10 mg/l asam absiat 6.00 20 mg/l asam absiat 4.00 30 mg/l asam absiat 5.66 40 mg/l asam absiat 7.50 50 mg/l asam absiat 4.66 2 mg/l paclobutrazol 3.66 4 mg/l paclobutrazol 2.33 6 mg/l paclobutrazol 2.66

Angka-angka pada tabel diatas tidak berbeda nyata menurut tabel F pada taraf nyata 5%

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa eksplan Pisang Buai diberi asam absisat dan paclobutrazol tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap upaya mereduksi laju pertumbuhan planlet Pisang Buai. Artinya pertumbuhan planlet Pisang Buai tidak menunjukkan perbedaan tinggi dengan perlakuan berbagai konsentrasi asam absisat dan paclobutrazol dan tanpa zat pengatur tumbuh pada masa simpan selama 16 minggu. Gambar 2 menampilkan perbedaan morfologi antara planlet Pisang Buai yang diberi perlakuan asam absisat, paclobutrazol, dan tanpa zat penghambat tumbuh. Secara visual dapat dilihat bahwa ketebalan batang dengan perlakuan asam absisat dan paclobutrazol menunjukkan perbedaan morfologi. Batang dengan perlakuan paclobutrazol terlihat lebih kokoh jika dibandingkan dengan perlakuan asam absisat. Selanjutnya Wattimena (1988) menjelaskan bahwa pemendekan batang karena pemberian zat penghambat tumbuh sering kali diikuti oleh peningkatan ketebalan batang.

Gambar 2. Planlet Pisang Buai menunjukkan perbedaan morfologi antar perlakuan: A. Tanpa zat pengatur tumbuh; B. 50 mg/l asam absisat, C. 6 mg/l paclobutrazole

A

B

C

(4)

jumlah daun pada penyimpanan planlet Pisang Buai secara in vitro disajikan pada Tabel 3. Tabel 2. Jumlah daun Planlet Pisang Buai

Setelah Penyimpanan 16 Minggu (Data ditransformasi dengan

5

,

0

x

)

Perlakuan (mg/l) Jumlah daun 40 mg/l asam absisat 1.40 a 20 mg/l asam absisat 4.51 a b 50 mg/l asam absisat 5.55 a b 10 mg/l asam absisat 6.52 a b 30 mg/l asam absisat 6.68 b 2 mg/l paclobutrazol 7.62 b 6 mg/l paclobutrazol 8.92 b Tanpa zat pengatur tumbuh 9.29 b 4 mg/l paclobutrazol 9.99 b

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh hu-ruf kecil yang sama, berbeda tidak nyata menurut BNJ 5 %

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa perlakuan berbagai konsentrasi asam absisat dan paclobutrazol memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun yang terbentuk pada planlet Pisang Buai. Dari Tabel 3 tersebut terlihat adanya perbedaan yang nyata antara pemberian 40 mg/l asam absisat dengan pem-berian 30 mg/l asam absisat, konsentrasi paclo-butrazol (2,6 dan 4 mg/l) dan tanpa zat peng-hambat tumbuh. Tidak adanya terlihat perbe-daan jumlah daun antara perlakuan konsentrasi asam absisat (40, 20, 50 dan 10 mg/l). Demikian pula tidak ada perbedaan jumlah daun antara konsentrasi asam absisat (20, 50, 10, 30 mg/l), konsentrasi paclobutrazol (2,6 dan 4 mg/l) dan tanpa zat pengatur tumbuh. Hal ini menunjukkan asam absisat dan paclobutrazol yang diberikan pada konsentrasi yang berbeda mempengaruhi pertambahan jumlah daun pada planlet pisang. Konsentrasi asam absisat 40 mg/l lebih efektif mereduksi pembentukan daun planlet Pisang Buai, daun yang terbentuk tipis, lemah dan berjumlah 1.4 helai.

Secara umum planlet pisang pada media tanpa zat penghambat tumbuh berwarna hijau, batangnya tumbuh tinggi, daun panjang bahkan ada beberapa tunas planlet Pisang Buai

tidak dapat menghambat pembelahan sel planlet Pisang Buai tidak tepat dalam usaha konservasi Pisang Buai.

Gambar 3 menampilkan bahwa pada perlakuan asam absisat terlihat bahwa daun yang dihasilkan berwarna hijau muda dan terjadi pengurangan jumlah daun Konsentrasi asam absisat 40 mg/l efektif mereduksi jumlah daun planlet Pisang Buai. Hal ini diduga bahwa pemberian asam absisat dan paclobutrazol menyebabkan ketidakseimbang-an proses fisiologi eksplketidakseimbang-an tunas pisketidakseimbang-ang yketidakseimbang-ang menyebabkan penekanan dan akhirnya menghentikan jumlah daun yang terbentuk.

Gambar 3 juga menampilkan bentuk daun yang berbeda antara planlet tanpa zat penghambat tumbuh, perlakuan asam absisat dan paclobutrazol. Daun dengan perlakuan paclobutrazol terlihat lebih lebar dan pendek jika dibandingkan dengan bentuk daun dengan perlakuan asam absisat.

Proses perkembangan sel-sel pada pusat titik tumbuh planlet Pisang Buai dipengaruhi oleh keseimbangan hormon pertumbuhan en-dogen dan eksogen. Pada percobaan ini diberi asam absisat dan paclobutrazol secara eksogen diduga mampu mempengaruhi keseimbangan hormon endogen planlet Pisang Buai sehingga semakin tinggi konsentrasi maka jumlah daun yang dihasilkan semakin berkurang.

Pada percobaan media penyimpanan Pisang Buai menggunakan zat pengatur tumbuh paclobutrazol memperlihatkan bahwa makin tinggi konsentrasi paclobutrazol maka daun makin kecil berwarna hijau tua. Warna daun yang semakin hijau pada perlakuan paclobutrazol karena retardan tersebut dapat meningkatkan kandungan klorofil (Wattimena, 1988). Pada penyimpanan planlet Pisang Buai konsentrasi 2 mg/l paclobutrazol daun seperti roset. Paclobutrazol menghambat sintesis gibberellin, sehingga ruas batang memendek tetapi bukunya bertambah. Hal yang sama ditemukan pada penelitian Sunarlim et al.,

(2000) pada tanaman ubi kayu dengan media penyimpanan selama 5 bulan.

(5)

Gambar 3. Daun planlet Pisang Buai menunjukkan penurunan jumlah dengan pemberian asam absisat dan paclobutrazol: A. Tanpa zat pengatur tumbuh; B. 40 mg/l asam absisat, C. 2 mg/l paclobutrazole

Asam absisat yang ditranslokasikan dari akar merupakan peringatan bagi daun bahwa akar dalam keadaan kekurangan air, kemudian daun akan melakukan penutupan stomata sebagai respon awal. Sebagai respon selanjutnya akan terjadi penuaan premature daun dan absisi daun (Davies, 1987). Penuaan daun disertai dan ditandai dengan terlalu cepatnya terjadi kehilangan dan kerusakan kloroplas, RNA, dan protein (Gardner, 1991). Respon selanjutnya jumlah daun yang terbentuk akan semakin berkurang.

Asam absisat menyebabkan stomata menutup dengan cara menghambat pompa proton yang kerjanya tergantung pada ATP di membran plasma penjaga. Pompa ini biasanya mengangkut proton keluar dari sel penjaga, sehingga menyebabkan terjadinya aliran masuk cepat dan penimbunan K kemudian terjadi penyerapan air secara osmotik serta pembukaan stomata (Salisburry and Ross, 1992). Selanjutnya penutupan stomata akan menyebabkan terhambatnya pembentukan hasil fotosintesis.

Paclobutrazol dalam pembentukan planlet Pisang Buai dapat menghambat reaksi oksidasi antara kauren dan asam kaurenoat selanjutnya akan menghambat sintesis giberellin dalam tanaman yang berperan dalam merangsang perpanjangan tunas, pembelahan sel dan menghilangkan dormansi pada tunas. Terhambatnya sintesis gibberellin maka tunas menjadi dorman dan pembelahan sel serta pemanjangan sel menjadi terhambat selanjutnya akan mereduksi jumlah daun yang terbentuk. Dampak selanjutnya adalah terham-batnya pembentukan daun. Selanjutnya Wattimena (1988) menyatakan peran fisiologis

asam absisat adalah mendorong dormansi tunas dan biji, penutupan stomata, transport fotosintat ke biji, pembentukan protein cadangan dan mendorong absisi daun, bunga, dan buah.

Asam absisat akan menstimulus penutupan stomata karena tekanan potensial pada vakuola sel penjaga rendah. Dari penelitian ini terlihat bahwa pemberian asam absisat umumnya menghasilkan daun dan batang berwarna hijau muda, karena asam absisat merangsang penutupan stomata. Peningkatan konsentrasi asam absisat menyebabkan pertumbuhan planlet kurang baik dan persentase daun hijau menurun. Hal ini diduga karena pengaruh stres osmotik akibat perlakuan yang diberikan. Menurut Levitt (1972) gejala visual tanaman yang

mengalami stres osmotik berupa

penghambatan pertumbuhan ukuran daun dan didalam jaringan tanaman yang mengalami stres osmotik dapat menyebabkan warna hijau daun menjadi gelap.

Panjang Akar

Hasil analisis ragam panjang akar planlet Pisang Buai secara in vitro pada berbagai konsentrasi asam absisat dan paclobutrazol menunjukkan bahwa pemberian asam absisat dan paclobutrazol menghambat pembentukan akar. Pengaruh asam absisat dan paclobutrazol dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut.

Pada Tabel 3. terlihat bahwa pemberian asam absisat dan paclobutrazol memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan eksplan yang membentuk akar. Dari Tabel 3. tersebut terlihat adanya perbedaan yang nyata antara perlakuan 40 mg/l asam absisat dengan

(6)

dengan

x

0

.

5

)

Perlakuan (mg/l) Panjang akar (cm) 40 mg/l asam absisat 0.89 a 20 mg/l asam absisat 2.09 a b 6 mg/l paclobutrazol 2.12 a b 4 mg/l paclobutrazol 2.45 a b 30 mg/l asam absisat 2.59 a b 50 mg/l asam absisat 3.38 a b 2 mg/l paclobutrazol 4.88 a b 10 mg/l asam absisat 7.56 b c Tanpa zat pengattur tumbuh 8.56 c

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama bersbeda nyata menurut uji BNJ pada taraf 5 %

harus dilakukan subkultur, sehingga akan mengeluarkan biaya, tenaga dan terjadinya perubahan genetik. Menurut Meldia et al.,

(1996) sifat dari eksplan pisang adalah mudah berakar sehingga tidak dibutuhkan media khusus perakaran. Pola percabangan dan jumlah akar yang tinggi akan menyebabkan tingginya laju penyerapan hara pada media pada media, dan dengan cepatnya laju penyerapan hara mengakibatkan hara pada media tidak tersedia lagi untuk tanaman, sehingga eksplan yang di konservasi pertumbuhannya akan berhenti dan bahkan mati. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 3. Pertumbuhan akar planlet Pisang Buai setelah penyimpanan selam 16 minggu: A. Tanpa zat pengatur tumbuh; B. 40 mg/l asam absisat, C. 4 mg/l paclobutrazole

Pertumbuhan akar yang ekstensif ini mengakibatkan tanaman semakin cepat kehi-langan nutrisi karena akar terus menyerap unsur hara, akibatnya tanaman bertambah ting-gi dan karena botol yang digunakan berukuran kecil maka daun merunduk dan membengkok

Peningkatan jumlah konsentrasi asam absisat dan paclobutrazol menyebabkan panjang akar yang semakin pendek. Hal ini dapat dilihat pemberian asam absisat 40 mg/l mamapu menekan pertumbuhan akar dengan panjang yang didapatkan 0.89 cm. Akar yang pendek menyebabkan tanaman tidak mampu

menyerap unsur hara dari media dengan sempurna yang menyebabkan tanaman hanya memanfaatkan cadangan makanan dari dalam sel, dengan demikian lama kelamaan tanaman akan menjadi mati. Dari percobaan membukti-kan bahwa keadaan tempat tumbuh mempe-ngaruhi pertumbuhan planlet. Faktor pertum-buhan tanaman salah satunya adalah ling-kungan yang kondusif bagi tanaman, jika kon-disi lingkungan optimum maka pertumbuhan tanaman juga optimum (Hakim et al., 1988)

Akar berfungsi menyerap unsur hara yang akan digunakan untuk proses metabolisme

(7)

dalam tubuh tumbuhan. Selanjutnya Davies (1987) menjelaskan bahwa proses perkecam-bahan sangat dipengaruhi oleh aktivitas hormon endogen, baik bersifat sebagai regu-lator (auksin, sitokinin dan giberellin) maupun sebagai inhibitor (asam absisat). Pada proses pematangan embrio kandungan inhibitor en-dogen akan semakin meningkat sehingga akan semakin mendukung terjadinya dormansi pada biji. Menurut Grossman (1988) bahwa penam-bahan inhibitor eksogen akan mempengaruhi nisbah hormon endogen. Pemberian hormon eksogen (asam absisat) akan disirkulasikan dari xylem ke jaringan phloem, jika kondisi inhibitor asam absisat yang semakin meningkat pada media, maka akan menurunkan jumlah hormon auksin endogen, sehingga keluarnya akar Pisang Buai akan terhambat.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan pada planlet tanaman Pisang Buai dengan berbagai konsentrasi asam absisat dan paclobutrazol selama 16 minggu dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Planlet Pisang Buai mampu bertahan hidup hingga minggu ke-16 pada media MS dengan berbagai konsentrasi asam absisat dan paclobutrazol

2. Penggunaan asam absisat 40 mg/l, efektif dalam mereduksi jumlah daun dan panjang akar planlet Pisang Buai selama masa penyimpanan16 minggu.

3. Penggunaan paclobutrazol 2 mg/l, efektif dalam mereduksi jumlah daun planlet Pisang Buai selama masa penyimpanan16 minggu.

.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A. 1991. Kegunaan Kultur Jaringan Dalam Pelestarian Plasma Nutfah. Buletin Penelitian Tanaman Industri. No.2: 35-39.

Acedo, V.Z. 1995. Meristem culture and in vitro

maintenance of Philippines cassava. In

The Cassava Biotechnology Network. Proccedings of the Second International Scientific Meeting. Bogor, Indonesia 22-26 August 1994.

Davies, P.J. 1987. Plant hormones and their role in plant groeth and development. Martinus Nijhoff.

Gardner, T.P., R.B. Pearce., and R.L. Mitchell. 1985. Physiology of Crop Plant. The IOWA State University Press.

Gati, E., I. Mariska, S. Harran, dan R. Megia. 1999. Penyimpanan in vitro tunas nilam

dengan cara menghambat

pertumbuhan. Buletin Plasma Nutfah Vol 7 No 2. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Depertemen Pertanian.

Grossmann, K. 1990. Plant growth retardants as tools in physiological research. Physiol Plant.

Gunawan, L. W. 1987. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. PAU Bioteknologi IPB. Bogor. 304 hal.

Hakim, N., Nyapka, M.Y. Lubis, S.G. Nugroho, R. Saul, A. Diha, B.B Hong, dan H.H. Bailey. 1988. Dasar-dasar ilmu tanah. Unila. Lampung.

Leni. 2000. Pertumbuhan planlet beberapa varietas pisang buai (Musa paradisiaca L.) pada berbagai konsentrasi sukrosa untuj penyimpanan secara in vitro. Tesis Program Pasca Sarjana UNAND. Padang.

Levitt, J. 1972. Responses of plants to enviromental stresses. Academic Press. Meldia, Y., A. Sutanto., Sukmayadi dan S.

Purnomo. 1996. Pengaruh macam sumber karbon dan kandungan unsur hara terhadap penyimpanan plasma nutfah pisang. Balai Penelitian Tanaman Buah Solok.

Salisburry, F.B. and C.W. Ross. 1992. Plant Physiology. 4th edition. Wadsworth

Publishing.

Suliansyah, I. 2002. Kultur Jaringan. Fak. Pertanian UNAND. Padang.

Sunarlim, N., M. Kosmiatin, I. Mariska, Hadiatmi, I.R. Tambunan, dan S. Rahayu. 2000. Penyimpanan tanaman ubi-ubian dengan metode pertumbuhan minimal dan kriopreservasi. Akses Tgl.

21 Juli 2005. Tersedia

(8)

Gambar

Gambar 1.  Planlet Pisang Buai setelah penyimpanan selama 16 minggu:   A. Tanpa zat pengatur tumbuh;  B
Tabel  2.  Jumlah  daun  Planlet  Pisang  Buai  Setelah    Penyimpanan  16  Minggu   (Data  ditransformasi  dengan
Gambar  3.  Daun  planlet  Pisang  Buai  menunjukkan  penurunan  jumlah  dengan      pemberian  asam  absisat  dan  paclobutrazol:   A
Gambar  3.   Pertumbuhan akar planlet Pisang Buai setelah penyimpanan selam 16 minggu:  A

Referensi

Dokumen terkait

Hasil ini memperlihatkan bahwa sub variabel keseragaman berita dan kesesuaian dengan opini publik (X3) sebagai bagian dari variabel pemberitaan kasus Bank Century

Dengan memohon Ridho dan Rahmat Allah SWT yang maha Pemurah dan Bijaksana, Tuhan semesta alam, tiada kekuatan selain Allah hanya kepada-Nya lah kami memanjatkan rasa

menghadapi tantangan atau memanfaatkan kesempatan yang diciptakan perubahan-perubahan yang terjadi. Peningkatan kompleksitas Organisasi. Semakin besar organisasi semakin

Pemimpin juga memainkan peranan kritis dalam membantu kelompok, organisasi atau masyarakat untuk mencapai tujuan perusahaan dan kebutuhan karyawan, dan adanya motivasi yang

Kajian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Lanskap Hutan Tanaman Pinus (Studi kasus : Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu).. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan

(i) Secara keseluruhannya, pengaruh impak limpahan pembandaran masih berasaskan kepada faktor jarak petempatan dari sempadan bandar terutama bagi aspek sosioekonomi dan sosiobudaya

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dengan memperhatikan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, sebagaimana yang tertuang dalam Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat

Beberapa kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil penelitian sebagai berikut: 1) Penguasaan landasan kependidikan yang dimiliki oleh dosen sudah bagus, hal ini