• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KARAKTERISITIK TAFSIR TAJ AL-MUSLIMIN MIN KALAMI ROBBI AL-ALAMIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III KARAKTERISITIK TAFSIR TAJ AL-MUSLIMIN MIN KALAMI ROBBI AL-ALAMIN"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

36 BAB III

KARAKTERISITIK TAFSIR TAJ AL-MUSLIMIN MIN KALAMI

ROBBI AL-ALAMIN

A. Riwayat Hidup KH. Misbah bin Zainal Musthafa

KH. Misbah adalah seorang pengasuh Pondok Pesantren al-Balagh, Bangilan, Tuban, Jatim. Ia dilahirkan di pesisir utara Jawa Tengah, tepatnya di kampung Sawahan, Gang Palem, Rembang tahun 1916 dengan nama Masruh. Ia lahir dari pasangan keluarga H. Zaenal Musthafa dan Khadijah. Ayahnya dikenal masyarakat sebagai orang yang taat beragama, di samping sebagai pedagang yang sukses dalam usaha menjual batik-batik yang berkualitas. Oleh karena itu, keluarga Masruh dikenal sebagai keluarga yang cukup berada secara ekonomi untuk ukuran saat itu, di saat ekonomi Indonesia umumnya sangat memperihatinkan sebagai dampak adanya imperialisme politik dan ekonomi pihak penjajah. Keberangkatan Masruh bersama orangtua dan seluruh anggota keluarga menunaikan ibadah haji merupakan Indikator yang menunjukkan kemampuan ekonomi orangtuanya. Sepulangnya dari menunaikan ibadah haji tersebut, Masruh kemudian mengganti namanya dengan Misbah Musthafa.

Misbah memiliki 4 saudara, yaitu Zuhdi, Maskanah, Bisri dan terakhir Misbah sendiri. Zuhdi dan Maskanah adalah putra dari istri H. Zaenal yang pertama bernama Dakilah. Dengan kata lain Ibu Misbah yang bernama Khadidjah adalah istri kedua dari H.Zaenal.

Saat ayahnya meninggal, usia Misbah terhitung masih remaja. Misbah bersama saudara-saudaranya yang lain kemudian diasuh oleh kakak tirinya yang bernama Zuhdi. Oleh karena itu, meskipun orangtua Misbah “berada” tetapi Misbah sudah mengalami hidup yang memprihatinkan sejak ditinggal ayahnya.

(2)

Inilah salah satu motivasi Misbah untuk selalu menulis dan menerjemahkan kitab-kitab kuning bahkan sejak dia masih berada di Pondok Pesantren. Hasil karangan dan terjemahannya kemudian ia jual untuk memenuhi kebutuhan atau biaya hidup selama belajar di Pondok Pesantren. Tradisi inilah kemudian ia kembangkan hingga wafatnya. Tidak ada waktu luang bagi Misbah kecuali ia manfaatkan untuk menulis dari tangannya kemudian lahir karya-karya tulisan dan terjemahan kitab klasik yang sangat banyak. Tradisi menulis ini yang dikembangkan oleh kakak kandungannya bernama Bisri yang lebih dikenal dengan nama lengkap Bisri Musthafa pengarang Kitab Tafsir Ibriz li Ma’rifati Qur'an al-Aziz.

Meskipun Misbah dan Bisri dilahirkan di daerah yang sama namun setelah menikah mereka berpisah dan bertempat tinggal di daerah yang berbeda. Misbah pindah ke daerah Bangilan, Tuban, Jatim. Setelah menikah pada usia 31 tahun dengan Masruhah Putri dari KH. Ridhwan, seorang pengasuh Pondok Pesantren al-Balagh.

Dari hasil pernikahannya Misbah di karuniai 5 orang anak, yaitu

Syamsiah, Hamnah, Abdullah Badik, Muhammad Nafis, dan

Ahmad Rofiq. Sementara itu Bisri pindah ke Rembang setelah

menikah dengan Marfu’ah putri dari KH. Kholil Harun. Baik

Misbah maupun Bisri kemudian diberi kepercayaan yang mengelola Pondok Pesantren milik mertuanya karena kecerdasan dan kemampuan yang ia miliki. Sebagai menantu dari seorang pengasuh Pondok Pesantren, Misbah mula-mula hanya ikut membantu mengajar murid-murid di Pondok Pesantern itu, khususnya mengajar kitab kuning dalam bidang kaedah bahasa Arab, tafsir hadits, fiqh dan bidang-bidang yang lain. Namun setelah KH. Ridhwan meninggal semua kegiatan Pondok Pesantren diserahkan kepada Misbah.

(3)

Selain kegiatan mengajar, menulis dan menerjemah kitab kuning Misbah juga aktif dalam kegiatan politik, motivasi Misbah dalam berpolitik adalah untuk berdakwah melalui partai atau ormas. Pertama Misbah aktif di Partai NU yang saat itu masih aktif dalam kegiatan politik. Namun karena perbedaan persepsi tentang suatu masalah keagamaan atau bukan masalah politik akhirnya Misbah keluar. Masalah tersebut terletak pada perbedaan pandangan mengenai boleh tidaknya mendirikan BPR (Bank Perkreditan Rakyat). Misbah menganggap BPR sebagai lembaga ekonomi yang mempraktekkan institusi riba, sehingga Misbah menganggapnya haram. Sementara NU menganggap bunga bank bukan sebagai riba sehingga tidak masalah seandainya NU mendirikannya. Perbedaan pandangan ini merupakan salah satu pemicu keluarnya Misbah dari Partai NU. (Misbah Musthafa, BPR NU dalam Tinjauan Al-Qur'an ,Tuban: t.p., 1990, hlm. 12).

Setelah keluar dari Partai NU Misbah kemudian masuk lagi di Partai Masyumi, meskipun tidak lama. Ia kemudian keluar dan masuk Partai PII (Partai Persatuan Indonesia). Keikutsertaan Misbah di Partai PII juga tidak berlangsung lama karena Misbah kemudian masuk Partai Golkar. Sebagaimana sebelumnya, partisipasi Misbah di partai itu pun tidak berlangsung lama. Kemudian ia keluar dan berhenti dari kegiatan berpolitik. Masuknya Misbah ke dalam beberapa partai bertujuan untuk berdakwah. Oleh karena itu, Misbah sering berdiskusi dengan teman-teman dalam partainya terutama masalah yang sedang tren di masyarakat. Masuknya Misbah dari satu partai ke partai lain karena Misbah merasa bahwa pendapatnya tidak sesuai dengan pendapat yang dianut oleh orang-orang yang duduk di masing-masing partai. Sebagai seorang yang kuat pendiriannya dalam menghadapi perbedaan pendapat, lebih baik Misbah keluar dari satu partai dan memilih mempertahankan pendapatnya itu.

(4)

Setelah pensiun dari parpol, Misbah kemudian banyak menghabiskan untuk mengarang dan menerjemahkan kitab-kitab ulama salaf karena menurutnya bahwa dakwah yang paling efektif dan bersih dari pamrih dan kepentingan apapun adalah dengan menulis, mengarang, dan menerjemah kitab.

Latar belakang intelektual Misbah dimulai ketika ia mengikuti pendidikan sekolah dasar yang saat itu diberi nama SR (Sekolah Rakyat) pada usianya yang baru menginjak 6 tahun. Setelah menyelesaikan studinya Misbah kemudian melanjutkan pendidikan di PonPes Kasingan Rembang pimpinan KH. Khalil bin Harun pada tahun 1928 M. Orientasi pendidikan Misbah difokuskan untuk mempelajari ilmu gramatika bahasa Arab yang lebih dikenal dengan nama nahwu sharaf, buku-buku yang cukup familier bagi Misbah antara lain; Kitab al-Jurumiyah. Al-Imriti dan alfiyah. Bahkan pada usianya yang muda Misbah berhasil mengkhatamkan alfiyah sebanyak 17 kali. Hal ini menunjukkan keseriusan dan ketekunan Misbah dalam mempelajari nahwu sharaf. Setelah merasa paham dan matang Misbah kemudian mengkaji “Kitab Kuning” dalam berbagai disiplin ilmu-ilmu keagamaan, seperti fiqih, ilmu kalam, hadits, tafsir, dan lain-lain. Selain menimba ilmu pada KH Kholil, ia juga mengkaji ilmu-ilmu agama kepada KH. Hasyim Asy’ari untuk mempelajari kitab kuning. Kemudian pada tahun 1948, Misbah menikah dengan Masruhah dan pindah ke Bangilan Tuban, sekaligus membantu mengajar di Ponpes yang dipimpin mertuanya itu.

Sudah menjadi sebuah tradisi saat itu, ketika santri (siswa PonPes) yang cukup menonjol secara intelektual akan “diperebutkan” untuk dinikahkan dengan putri kyai pengasuh PonPes. Motivasi ini pula yang melatarbelakangi keinginan KH. Ridhwan untuk menikahkan anaknya dengan Misbah. KH. Ridhwan telah melihat potensi Misbah dalam bidang akademik

(5)

selain kecerdasan yang dimilikinya. Oleh karena itu, setiap ilmu yang diajarkan dengan cepat ia serap. Karena potensinya itu, KH. Ridhwan mengharapkan Misbah untuk mengurus PonPes “al-Balagh” yang ia pimpin manakala ia belum meninggal dunia. Pada awalnya Misbah merasa keberatan atas tawaran yang diberikan KH. Ridhwan untuk mengelola PonPes al-Balagh, namun karena keyakinan akan kemampuan yang dimilikinya, Misbah akhirnya terpacu untuk mempelajari kitab kuning sendiri dengan bekal yang diperoleh ketika belajar di PonPes Kasingan bersama KH. Kholil maupun PonPes Jombang bersama KH. Hasyim Asy’ari.

Semua materi pelajaran yang diterima Misbah, dipelajari dengan sungguh-sungguh sampai memahaminya. Motivasi Misbah dalam mempelajari ilmu-ilmu keagamaan berdasarkan pemahamannya terhadap salah satu ayat al-Qur'an yang mengatakan bahwa setiap orang yang menginginkan sesuatu di dunia, maka Allah akan memberikannya dan begitu pula apabila orang menginginkan akhirat pasti Allah akan memberinya. Dengan semangat tersebut Misbah merasa yakin bahwa dengan mempelajari ilmu dunia secara sunggun-sungguh maka Allah akan memberi kemudahan kepadanya.

Setelah mempelajari aneka ragam disiplin ilmu-ilmu keagamaan melalui sumber-sumber yang terdapat dalam kitab kuning, Misbah pun kemudian bermaksud mempelajari ilmu-ilmu agama melalui penelaahan langsung terhadap sumber primer yang berupa al-Qur'an. Dengan memahami langsung ayat-ayat al-Qur'an Misbah semakin yakin terhadap pengetahuan yang dimilikinya. Kemudian pengetahuan tentang berbagai aspek ajaran Islam ini mendorongnya untuk hidup sesuai dengan ajaran tersebut. Dari situ kemudian Misbah sering berdakwah dalam satu kampung ke kampung lain untuk menyebarluaskan ajaran Islam. Dengan kata lain Misbah adalah seorang mubaligh yang cukup populer saat itu.

(6)

Bukan hanya itu, Misbah juga seorang qori yang pandai dalam melagukan bacaan al-Qur'an. Sebelum Misbah tampil untuk berdakwah dan berceramah seringkali Misbah tampil sebagai qori, dengan kata lain dalam satu acara tertentu seringkali Misbah tampil sebagai qori sekaligus sebagai mubaligh.

Dari hasil pengamatan dan perjalanannya dari kampung ke kampung, Misbah melihat banyak sekali perilaku masyarakat yang menyimpang dari ajaran-ajaran al-Qur'an dan hadits. Hal ini mendorong Misbah untuk memberikan bimbingan kepada masyarakat tentang pemahaman ayat-ayat al-Qur'an agar mereka mengerti ajaran al-Qur'an sehingga perilaku mereka tidak menyimpang. Latar belakang ini kemudian memotivasi Misbah untuk menafsirkan al-Qur'an dalam sebuah kitab yang kemudian diberi nama Taj al-Muslim dalam kitab tafsir ini kita dapat melihat

bahwa Misbah memiliki kepribadian yang sangat kuat dalam memegang sebuah pendapat berdasarkan pemahamannya terhadap al-Qur'an. Meskipun pendapat yang ia kemukakan tidak sejalan dengan pandangan umum, ia tetap berpegang pada pendiriannya karena ia berkeyakinan bahwa pendapat yang ia kemukakan sesuai dengan al-Qur'an dan hadits.1

B. Karya-karya KH. Misbah bin Zaenal Musthafa

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa Misbah Musthafa memiliki kualitas keilmuan yang sangat meonjol karena ingatannya yang cukup tajam, ditunjang dengan keseriusan dalam mempelajari kitab-kitab klasik serta memahami dan menghafal al-Qur'an dan hadits. Dari hasil kajiannya Misbah memperoleh landasan intelektual untuk menyelesaikan masalah berdasarkan sumber yang ia peroleh dari al-Qur'an, hadits, dan pendapat ulama

1 Wawancara dengan Putra ke-4 KH. Misbah tanggal 11 Mei 2006 di Bangilan Tuban.

(7)

salaf. Bagaimanapun kesimpulannya Misbah tidak memperdulikan apakah orang-orang akan mendukung atau menolaknya.

Keseriusan Misbah dalam mempelajari ilmu-ilmu keagamaan kemudian diwujudkan dengan banyak menerjemahkan kitab-kitab klasik atau kitab-kitab keagamaan. Sekitar puluhan atau bahkan ratusan yang ditulisnya, baik dalam bidang tafsir, hadits, fiqh, akhlak, balaghah, kaidah bahasa Arab, dan lain-lain antara lain:

1. Dalam bidang fiqh

a. Al-Muhadzab terjemahan dalam bahasa Indonesia dengan

penerbit Karunia Surabaya.

b. Minhajul Abidin terjemahan dalam bahasa Jawa dengan

penerbit Balai Buku Surabaya,

c. Masail al-Faraid dalam bahasa Jawa dengan penerbit Balai

Buku Surabaya.

d. Minah al-Saniyyah terjemahan dalam bahasa Jawa dengan

penerbit Balai Buku Surabaya.

e. Ubdat al-Faraid dalam bahasa Jawa dengan penerbit Balai

Buku Surabaya.

f. Minah al-Saniyyah terjemahan dalam bahasa Indonesia

dengan penerbit al-Ihsan Surabaya.

g. Nur al-Mubin fi Adab al-Mushallin penerbit Majlis Ta’lif

wa al-Khatath, Bangilan, Tuban.

h. Jawahir al-Lammaah terjemahan bahasa Jawa penerbit

Majlis Ta’lif wa al-Khatath, Bangilan, Tuban.

i. Kifayat al-Akhyar terjemahan dalam bahasa Jawa Juz I

dengan penerbit Majlis Ta’lif wa al-Khatath, Bangilan, Tuban.

j. Manasik Haji dalam bahasa Jawa dengan penerbit Majlis

(8)

k. Manasik Haji dalam bahasa Indonesia dengan penerbit

Majlis Ta’lif wa al-Khatath, Bangilan, Tuban.

l. Masail al-Janaiz dalam bahasa Jawa dengan penerbit

Majlis Ta’lif wa al-Khatath, Bangilan, Tuban.

m. Minhaj al-Abidin terjemahan dalam bahasa Jawa dengan

penerbit Balai Buku Surabaya.

n. Masail al-Nisa dalam bahasa Jawa dengan penerbit Balai

Buku Surabaya.

o. Abi Jamrah terjemahan dalam bahasa Indonesia dengan

penerbit Balai Buku Surabaya.

p. Safinat an Naja terjemahan dalam bahasa Jawa dengan

penerbit Balai Buku Surabaya.

q. Bahjat al-Masail terjemahan dalam bahasa Jawa dengan

penerbit al-Ihsan Surabaya.

r. Sulam al-Taufiq terjemahan dalam bahasa Jawa dengan

penerbit Balai Buku Surabaya.

s. Pegangan Modin dalam bahasa Indonesia dengan penerbit

Kiblat Surabaya.

t. Al-Bajuri terjemahan dalam bahasa Jawa dengan penerbit

Kiblat Surabaya.

u. Masail al-Janaiz dalam bahasa Jawa dengan penerbit

Kiblat Surabaya.

v. Fashalatan dalam bahasa Indonesia dengan penerbit

Progresif Surabaya.

w. Fashalatan dalam bahasa Jawa dengan penerbit Sumber

Surabaya.

x. Matan Tahrir terjemahan dalam bahasa Jawa dengan

penerbit al-Ihsan Surabaya.

y. Matan Taqrib terjemahan dalam bahasa Jawa dengan

(9)

z. Fath al-Muin terjemahan dalam bahasa Jawa dengan

penerbit Asco Surabaya.

aa. Bidayat al-Hidayah terjemahan dalam bahasa Jawa dengan

penerbit Utsman Surabaya.

bb.Minhaj al-Qawim terjemahan dalam bahasa Jawa dengan

penerbit al-Ihsan Surabaya.

2. Dalam bidang kaidah bahasa Arab (Nahwu, Sharaf, dan Balaghah)

a. Alfiyah Kubra dalam bahasa Jawa dengan penerbit Balai

Buku Surabaya.

b. Nadham Maksud dalam bahasa Jawa dengan penerbit Balai

Buku Surabaya.

c. Nadham Imrithi dalam bahasa Jawa dengan penerbit Balai

Buku Surabaya.

d. Assharf al-Wadih penerbit Majlis Ta’lif wa al-Khatath,

Bangilan, Tuban.

e. Jurumiyah terjemahan dalam bahasa Jawa dengan penerbit

Majlis Ta’lif wa al-Khatath, Bangilan, Tuban.

f. Udud al-Juman Juz I terjemahan dalam bahasa Jawa

dengan penerbit Majlis Ta’lif wa al-Khatath, Bangilan, Tuban.

g. Sulam al-Nahwi terjemahan dalam bahasa Jawa dengan

penerbit Asegaf Surabaya.

h. Jauhar al-Maknun terjemahan dalam bahasa Indonesia

dengan penerbit Menara Kudus.

i. Jauhar al-Maknun terjemahan dalam bahasa Jawa dengan

penerbit Karunia Surabaya.

j. Alfiyah Sughra terjemahan dalam bahasa Jawa dengan

(10)

3. Dalam bidang tafsir

a. Taj al-Muslimin Juz I, II, III dan IV penerbit Majlis Ta’lif

wa al-Khatath, Bangilan, Tuban.

b. Tafsir Jalalain terjemahan bahasa Indonesia penerbit

Assegaf Surabaya.

c. Tafsir Jalalain terjemahan bahasa Jawa penerbit Assegaf

Surabaya.

d. Tafsir al-Iklil fi Ma’ani al-Tanzil dalam bahasa Jawa

dengan penerbit al Ihsan Surabaya.

e. Tafsir surat Yasin yang ditulis dengan bahasa Jawa.

f. Al-Itqan terjemahan karya al-Suyuthi ke dalam bahasa

Jawa.

4. Dalam bidang hadits

a. Al-Jami al-Saghir terjemahan dalam bahasa Indonesia

dengan penerbit Karunia Surabaya.

b. Al-Jami al-Saghir terjemahan dalam bahasa Jawa dengan

penerbit Assegaf Surabaya.

c. Tiga Ratus Hadits dalam bahasa Jawa dengan penerbit Bina

Ilmu Surabaya.

d. Hadits Mimiyyah dalam bahasa Jawa dengan penerbit

Assegaf Surabaya.

e. Riyadh al-Shalihin terjemahan bahasa Jawa dengan

penerbit Assegaf Surabaya.

f. Durrot al-Nasihin terjemahan bahasa Jawa dengan penerbit

Asco Pekalongan.

g. Durrot al-Nasihin terjemahan bahasa Indonesia dengan

penerbit Menara Kudus.

h. Riyadh al-Shalihin terjemahan bahasa Indonesia dengan

penerbit Karunia Surabaya.

i. 633 Hadits Nabi dalam bahasa Jawa dengan penerbit

(11)

j. Bukhari terjemahan dalam bahasa Jawa dan penerbit Asco

Surabaya.

k. Bulughul Maram terjemahan dalam bahasa Jawa dengan

penerbit al-Ihsan Surabaya.

l. Adzkar al-Nawawi terjemahan dalam bahasa Jawa dengan

penerbit al-Ma’arif Bandung.

m. Bukhari terjemahan dalam bahasa Indonesia dengan

penerbit Assegaf Surabaya.

n. Jami al-Shaghir terjemahan dalam bahasa Jawa dengan

penerbit al-Ihsan Surabaya. 5. Dalam bidang akhlak-tasawuf

a. Al-Hikam terjemahan bahasa Jawa dengan penerbit Assegaf

Surabaya.

b. Adzkiya dalam bahasa Jawa dengan penerbit Assegaf

Surabaya.

c. Adzkiya dalam bahasa Indonesia dengan penerbit Assegaf Surabaya.

d. Sihr al-Khutaba dalam bahasa Jawa dengan penerbit

Assegaf Surabaya.

e. Syams al-Ma’arif terjemahan bahasa Jawa dengan penerbit

Assegaf Surabaya.

f. Hasyiyat Asma dalam bahasa Jawa dengan penerbit

Assegaf Surabaya.

g. Dalail terjemahan bahasa Jawa dengan penerbit Assegaf

Surabaya.

h. Al-Syifa terjemahan bahasa Indonesia dengan penerbit

Karunia Surabaya.

i. Idhat al-Nasiin terjemahan dalam bahasa Jawa dengan

penerbit Karunia Surabaya dan Raja Murah Pekalongan.

j. Hidayat al-Shibyan dalam bahasa Jawa dengan penerbit

(12)

k. Asma’ al-Husna terjemahan dalm bahasa Jawa dengan

penerbit al-Ihsan Surabaya.

l. Idhat al-Nasiin terjemahan dalam bahasa Jawa dengan

penerbit Raja Murah Pekalongan.

m. Ihya Ulumuddin terjemahan bahasa Jawa dengan penerbit

Raja Murah Pekalongan.

n. Lukluah terjemahan bahasa Jawa dengan penerbit Kiblat

Surabaya.

o. Taklim terjemahan bahasa Jawa dengan penerbit Imam

Surabaya.

p. Washaya terjemahan bahasa Jawa dengan penerbit Utsman

Surabaya.

q. Aurad al-Balighah dalam bahasa Jawa dengan penerbit

Kiblat Surabaya.

6. Dalam bidang kalam (Teologi)

a. Tijan al-Darori terjemahan dalam bahasa Jawa dengan

penerbit Balai Buku Surabaya.

b. Syu’b al-Imam dalam bahasa Jawa dengan penerbit al-Ihsan

Surabaya.

7. Dalam bidang yang lain

a. Nur al-Yaqin terjemahan dalam bahasa Indonesia dengan

penerbit Karunia Surabaya.

b. Minhat al-Rahman dalam bahasa Jawa dengan penerbit

Menara Kudus.

c. Khutbah Jumat dalam bahasa Jawa dengan penerbit Karya

Abadi Surabaya.

d. Al-Rahbaniyyah dalam bahasa Indonesia dengan penerbit

Balai Buku Surabaya.

e. Syi’ir Qiyamat dalam bahasa Jawa dengan penerbit Assegaf

(13)

f. Dibak Makna dalam bahasa Jawa dengan penerbit Balai

Buku Surabaya.

g. Fushul al-Arbainiyyah dengan penerbit Balai Buku

Surabaya.

h. Qurrat al-‘Uyun terjemahan dalam bahasa Jawa dengan

penerbit Majlis Ta’lif wa al-Khatath, Bangilan, Tuban. i. Manaib Walisongo penerbit Majlis Ta’lif wa al-Khatath,

Bangilan, Tuban.

j. Dalail terjemahan bahasa Jawa dengan penerbit Majlis

Ta’lif wa al-Khatath, Bangilan, Tuban.

k. Aurad al-Balighoh (wirid Jawa) dengan penerbit Majlis

Ta’lif wa al-Khatath, Bangilan, Tuban.

l. Attadzkirat al-Haniyyah (khutbah) penerbit Majlis Ta’lif

wa al-Khatath, Bangilan, Tuban.

m. Misbah al-Dawji (barjanji) terjemahan bahasa Jawa dengan

penerbit Majlis Ta’lif wa al-Khatath, Bangilan, Tuban. n. Hijib Nashar dalam bahasa Jawa dengan penerbit Majlis

Ta’lif wa al-Khatath, Bangilan, Tuban.

o. Wirid Ampuh penerbit Majlis Ta’lif wa al-Khatath,

Bangilan, Tuban.

p. Khutbah Jum’ah dalam bahasa Jawa dengan penerbit

al-Ihsan Surabaya.

q. Nadham Burdah terjemahan dalam bahasa Jawa dengan

penerbit Assegaf Surabaya.

r. Beberapa Hizb dalam bahasa Jawa dengan penerbit

Assegaf Surabaya.

s. 300 Doa dalam bahasa Indonesia dengan penerbit

(14)

t. Dakwat al-Ashhab dalam bahasa Jawa dengan penerbit

Kiblat Surabaya.2

C. Sketsa Tafsir Taj al-Muslimin Min Kalami Robbi al-Alamin 1. Latar Belakang Penulisan Tafsir Taj al-Muslimin

Sebagaimana diterangkan di atas, bahwa karya KH. Misbah banyak sekali, tidak hanya di bidang tafsir tetapi bidang-bidang yang lain seperti fiqh, kaidah bahasa Arab, hadits, akhlak, tasawuf, kalam, dan bidang-bidang yang lain, baik karya sendiri maupun dalam bentuk terjemah bahasa Indonesia dan Jawa. Melalui karya-karyanya beliau menuangkan ide-idenya.

KH. Misbah dikenal sebagai seorang kyai yang produktif, keras dan tanpa kompromi dalam mengambil keputusan-keputusan hukum. Pendapat dan fatwa-fatwanya acapkali berbeda dengan pendapat umum. Sebagai contoh, ia pernah bersinggungan dan “dibidik” rezin Orde Baru ketika ia dengan terang-terangan mengharamkan program Keluarga Berencana dan Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) yang pada saat itu sedang digalakkan.3

Pendapat-pendapat beliau dilatarbelakangi oleh keprihatinan beliau di mana orang-orang Islam mengaku bahwa al-Qur'an sebagai kitab petunjuk, tetapi mereka malas mendalami isi daripada al-Qur'an itu sendiri. Para santri dan anak sekolah, segera melupakan apa yang telah didapat dari pondok dan sekolahnya. Sehingga dalam kehidupannya sehari-hari tindakan-tindakan mereka kurang bermanfaat bagi dirinya sendiri karena tidak sesuai dengan tuntunan al-Qur'an.

2

Ibid. Karya-karya K.H. Misbah banyak yang belum diterbitkan dan sekarang berada di tangan Gus Nafis, putra ke empat beliau.

3 KH. Misbah Musthafa,

Shalat dan Tata Krama, Cet. I, al Misbah, Tuban,

(15)

Akibatnya, banyak orang Islam dalam menjelaskan perintah agamanya sekedar ikut-ikutan.4

Lanjut beliau, orang Islam dalam menjalani kehidupannya di dunia ini tidak ubahnya seperti seorang bocah

sekolah. Jika ia tidak pernah naik kelas, tentu saja sang ayah akan marah. Paling tidak sang ayah akan berusaha bagaimana supaya anaknya itu bisa naik kelas. Oleh karena itu, masyarakat hendaknya rajin sowan (menemui) para kyai,

pemimpin Islam, dan ‘alim ‘ulama, kemudian meminta kesediaan mereka untuk membimbing dirinya agar menjadi seorang muslim yang mampu menjalankan ibadahnya dengan baik, sehingga mampu meningkatkan keimanan, berakhlak yang baik, dan menjauhi perbuatan keji dan mungkar.5

Kiranya keprihatinan KH. Misbah terhadap orang-orang Islam yang semakin jauh meninggalkan al-Qur'an inilah yang mendorong beliau untuk menulis Tafsir Taj al-Muslimin Min Kalami Robbi al-Alamin. Di mana tafsir ini banyak sekali

menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan ibadah kepada Allah Swt.

2. Sistematika Penulisan Tafsir Taj al-Muslimin Min Kalami Robbi al-Alamin

Setiap tafsir yang ditulis oleh mufasir memiliki sistematika yang berbeda dengan kitab lainnya. Perbedaan tersebut sangat tergantung pada kecenderungan, keahlian, minat, dan sudut pandang penulis yang dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan dan pengalaman serta tujuan yang ingin dicapai penulisnya. Yang dimaksud sistematika penafsiran al-Qur'an di sini adalah aturan penyusunan atau tata cara dalam menafsirkan al-Qur'an, misalnya yang berkaitan dengan teknik

4 KH. Misbah Musthafa,

Tafsir Taj al-Muslimin Min Kalami Robbi al

Alamin, Jilid I, Cet. II, Majlis Ta’lif wa al Khatath, 1990, h. 3.

5 KH. Misbah Musthafa,

(16)

penyusunan atau penulisan sebuah tafsir. Jadi, sistematika penafsiran lebih menekankan pada prosedur penafsiran yang dilalui atau pada urut-urutan ayat al-Qur'an.6

KH. Misbah memulai pembahasannya dalam Tafsir Taj al-Muslimin ini tidak panjang lebar dan bertele-tele,7 yaitu

menyebutkan identitas surat (Makiyah atau Madaniyah), jumlah ayat, jumlah kalimat (kata), dan jumlah huruf.

Surat Fatihah iki temurun ana ing Mekah. Ayate ana 7-kalimahe ana 27 hurufe ana 140.8

Pada mukadimah surat al-Fatihah memang sangat simple, agak

berbeda dengan mukadimah surat al-Baqarah, di mana selain disebutkan identitas surat, jumlah ayat, jumlah kata, dan jumlah huruf, juga disebutkan hadits yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa.

Surat Baqarah iki ayate ana 287- kalimate ana 6121- hurufe ana 25.500.

Diriwayatke saking Muslim saking Ali Umamah r.a. Panjenengane dawuh: Sira kabeh supaya ngajegake maca qur’an, krana qur’an iku besu’ ana ing dina kiamat bakal nyafaati wong kang maca – sira kabeh supaya maca surat Zahra’ loro yaiku surat Baqarah lan surat Ali Imran – krana surat loro iki besu’ ana ing dina kiamat bakal teka kaya-kaya mendung loro kang ngaub-ngaubi utawa kaya rong pontho manu’ kang mbeber suwiwine, arep mebelani wong kang maca yen wus ngadep ing ngersane Alloh ta’ala – sira kabeh supaya maca surat Baqarah – krana ngalap surat Baqarah iku nggawa berkah lan ninggalake

6 M. Yunan Yusuf,

Perkembangan Metodologi Tafsir di Indonesia, Jurnal

Pesantren, No. 2/ Vol. III/ 1991, h.

7 Bisa kita bandingkan dengan tafsir al Misbah karya M. Quraish Shihab. Dalam memulai pembahasannya dengan menguraikan keterangan tentang identitas surah yang meliputi sejarah turunnya sebuah surah. Kemudian dilanjutkan dengan penjelasan tentang nama surah serta tema tujuan surah, dan jumlah ayat-ayatnya (pada beberapa surah yang lain, M. Qurais Shihab menyebutkan masa turunnya berikut penjelasannya yang lebih lengkap tentang makna dan nama surah). Lihat. M. Quraih Shihab, Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur'an, Lentera hati, Jakarta, 2001,

8 KH. Misbah Musthafa,

(17)

surat Baqarah iku bakal nggawa nelangsa – wong kang seneng nganggur ora bisa maca surat Baqarah.9

Dalam Tafsir Taj al-Muslimin ini, pertama-tama

dituliskan ayatnya kemudian diberi makna gandul. Untuk memudahkan pembaca, rupanya KH. Misbah memberikan terjemahan dengan bahasa yang lebih mudah untuk dipahami, selanjutnya menafsirkan ayat per ayat. Contoh pada surat al-Baqarah ayat 1-3:

)

1

(

)

2

(

)

3

(

1. Alif lam mim

2. Kitab kang digawa deneng Nabi Muhammad Saw,

yaiku al-Qur'an, iku ora bisa dimamangi yen kitab iku saking ngersane Alloh ta’ala, tur dadi pituduh marang laku bener nuju marang kabejan abadi kanggo wong kang nduweni rasa wedi marang Alloh.

9

(18)

3. Wong kang ati-ati yaiku wong kang pada iman tegese percaya anane kahanan kang samar lan pada njenengake sholat lan gelem mewehake sebagian saking rizki kang ingsun paringake marang dewe’ne.

ﻢﻟا

p

ara ulama tafsir pada sulaya dawuhe gandeng karo kalimat iki, semono ugo kalimat singkatan kang ana ing al-Qur'an, kaya ﺮﻟا ; ﺮﻤﻟا ; ﺺﻌﻴﻬآ ; ﻪﻃ ; ﺲﻳ ; ن ; ﻢﺣ , lan liya-liyane. Kang dimantepi deneng penulis iki, yaiku apa kang didawuhake deneng quthbu al-zaman Abdul Aziz al-Dabbagh kang diceritaake deneng muride kang asmane Ibnu al-Mubarak, yen kalimat singkatan iku isyarat marang siji acara tertentu kang terkandung ana ing surat Baqarah iki lan liya-liyane ora beda karo nomer lan tanda-tanda surat pemerintah lan liya-liyane. Imam Sufyan Tsauri dawuh: ﻢﻟا iki rahasiane Alloh ana ing al-Qur'an. Dadi ﻢﻟا iki setengah saking dawuh kang mutasyabih (ngandung rahasia). Ana ing surat Ali Imran bakal kadawuhake yen ayat-ayate al-Qur'an iki ana kang muhkam (jelas) lan ana kang mutasyabih (samar).

, apa bener yen kitab kang

digawa deneng Nabi Muhammad Saw iku

ora bisa dimamangi? Mengkoburi ana ayat kang nerangake yaiku:

ِﺐْﻳَر

ﻰِﻓ

ْﻢُﺘْﻨُآ

ْنِا

َو

َﻦْﻴِﻘﱠﺘُﻤْﻠِﻟ

ىًﺪُه

, iki ayat ngandung arti yen wong kang ora nduweni rasa wedi marang Alloh, ora bisa manfaatake al-Qur'an.

ﺐﻴﻐﻟﺎﺑ

نﻮﻨﻣﺆﻳ

ﻦﻳﺬّﻟا

, kang aran iman yaiku: percaya kang mantep, tur dibarengi rasa tunduk ing ati. Rasul Saw dawuh:

ِﻻْا

َﺲْﻴَﻟ

ْﻳ

ْﻟا

ﻰِﻓ

َﺮَﻗَو

ﺎَﻣ

َﻮُه

ْﻦِﻜَﻟَو

ﻰﱢﻠَﺤﱠﺘﻟا

ﺎِﺑ

َﻻَو

ﻲﱢﻨَﻤﱠﺘﻟﺎِﺑ

ُنﺎَﻤ

ِﺐْﻠَﻘ

ُﻞَﻤَﻌْﻟا

ُﺔَﻗﱠﺪَﺻَو

Artine: iman iku ora kanti ngarep-arep utawa maes-maesi awa’. Nanging iman iku nur kang ana ing jerone ati lan dibenerake deneng amal. Jelase, iman iku kudu ana bukti, yen iman marang Alloh. Apa buktine yen iman marang kitab qur'an. Apa buktine yen iman marang

(19)

dina akhir, lan sa’ teruse. Iman kang mengekene iki melaku ana ini jaman kuna, luwih-luwih ana ing jamane sahabat

Kang aran ghaib yaiku apa kang ora ketingal ing mripat kita ing dunya iki, kang dimaksud yaiku alam akhirat lan kabeh kahanan kang mesti bakal wujud ana ing akhirat kaya anane suwarga, neraka, pemeriksaan amal, lan liya-liyane.

ةﻼﺼﻟا

نﻮﻤﻴﻘﻳو , artine

njumenengake, nglakoni sholat kanti syarat rukune lan tata kramane. Tata kramane sholat yaiku kang disebut sunnate sholat ana ing kitab-kitan fiqih. Tata krama kang lahir, kaya yen takbir kudu angkat tangan nganceri kuping, lan liya-liyane. Tata krama batin, kaya rasa ngagungake Alloh lan ndelilekake ati sarana madep ing ngarsane Alloh kaya wong kang picek ing ngarepe presiden upamane.

Sholat kang mengkene iki kang bakal bisa ngilangake akhlak kang ala lan nimbulke akhlak kang bagus-bagus, sholat kang mengkene iki perlu banget kanggo wong kang nduweni kedudukan ana ing masyarakat, kaya kyai, pemimpin, mubaligh-mubaligh, lain guru agama. Nyantoni marang masyarakat kanti pengalaman lan ngersaake labete sholate.

نﻮﻘﻔﻨﻳ

ﻢه

ﺎﻨﻗزر

ﺎﻤﻣو ,

kang aran rizki miturut ahli sunnah yaiku apa bae kang bisa dimanfaatake senajan barang haram. Yen miturut ulama Mu’tazilah rizki iku khusus ana ing barang khalal, yen barang haram dudu rizki, artine dudu rizkine wong kang manfaat.

Kang aran infaq yaiku ngetoake utawa nanjaake. Kang dikarepake infaq iki ngetoake arto kanggo kepentingan umumil muslimin, luwih-luwih zakat. Infaq fi sabilillah iki setengah saking tandane iman bil ghaib.10

Selain bentuk penafsiran di atas, KH. Misbah juga menambahkan masalah (

ﺔﻠﺌﺴﻣ

) dan tanbih (

ﻪﻴﺒﻨﺗ

) pada

penafsirannya. Sebagaimana terlihat pada penafsiran surat al-Baqarah ayat 10, yaitu:

(Masalah) para ulama tafsir iku pada dawuh yen Nabi Muhammad Saw iku pirsa siji wong munafiq, pirsa yen atine kafir. Apa sebabe ora nindaake hukume kang dadi hukume wong kafir? Krana dawuhe Rasulullah Saw:

10

(20)

ﺎﻫ ﻮﹸﻟﺎﹶﻗ ﹶﺫِﺎﹶﻓ ُﷲﺍ ﱠﻻِﺍ ﻪﻟِﺍ ﹶﻻ ﺍﻮﹸﻟﻮﹸﻘﻳ ﻰﺘﺣ ﺱﺎﻨﻟﺍ ﹶﻞِﺗﺎﹶﻗﹸﺍ ﹾﻥﹶﺍ ﺕﺮِﻣﹸﺍ

ِﷲﺍ ﻰﹶﻠﻋ ﻢﻬﺑﺎﺴِﺣﻭ ﺎﻬﱢﻘﺤِﺑ ﱠﻻِﺍ ﻢﻬﹶﻟﺍﻮﻣﹶﺍﻭ ﻢﻫ َﺀﺎﻣِﺩ ﻰﻨِﻣ ﺍﻮﻤﺼﻋ

Artine: ingsun iku diperintah merangi menungsa hingga gelem ngucap la ilaha illallah, yen gelem ngucap la ilaha illallah, wong iku bisa ngreksa getihe lan artane kejaba yen ana hak dipateni lan hak dirampas artane, perkara hisab iku terserah marang Alloh. Wallahu a’lam.

(Tanbih) kelakuane wong munafik ana ing iki ayat yaiku mbuju’i Allah lan mbuju’i wong mu’min, dadi sopo-sopo wong kang ambujui Allah utowo ambujui wong mukmin iku nandaake yen wong iku nduweni kelakuan kaya kelakuane wong munafik lan bisa disebut munafik amali.11

Surat al-Baqarah ayat 10 ini menjelaskan tentang penyakit yang ada dalam hati orang-orang kafir, di mana penyakit ini bertambah dan terus bertambah dikarenakan kedustaan mereka terhadap al-Qur'an. Menurut KH. Misbah bahwa Nabi Saw mengetahui apa yang ada dalam hati orang-orang kafir, tetapi mengapa Nabi tidak memerangi mereka, sesuai dengan tugas Nabi sebagaimana yang dikemukakan dalam hadits Nabi tersebut. Inilah yang disebut masalah.

Sedangkan tanbih adalah penekanan terhadap

penjelasan yang perlu diperhatikan. Perlu dicatat, bahwa

masalah dan tanbih tidak selalu ada dalam penafsiran beliau

dari masing-masing ayatnya. Selain masalah dan tanbih,

terkadang beliau juga menyertakan faidah ( ةﺪﺋﺎﻓ ) dan mufradat

( تادﺮﻔﻣ ). Contoh faedah yang ditulis KH. Misbah dalam surat al-Baqarah ayat 21, yaitu:

Faidah, iki ayat aweh petunjuk carane dadi wong kang muttaqin kang bisa ngalap manfaat pituduhe al-Qur'an, yaiku kudu ibadah kelawan rasa ngegung-ngegungake kang timbul saking angen-angen gegawane Alloh.12

11

Ibid,. h. 55-56. 12

(21)

Contoh mufrodat dalam surat al-Baqarah ayat 28, yaitu menafsirkan kata amwatan ( ﺎﺗاﻮﻣا ), adalah:

Kang dikarepake amwatan (ﺎﺗاﻮﻣا ) iki ﺎًﻔْﻄُﻧَو

ﺎًﺑاَﺮُﺗ

ْﻢُﺘْﻨُآَو,

artine sira iku butir-butir lemah lan mani (qalahu al-Razi/

ىزاﺮﻟا

ﻪﻟﺎﻗ ) nanging dudu lemah biasa iki, balik

butir-butir lemah kang kanggo gawe Nabi Adam a.s., nalika Nabi Adam kapundut. Butir-butir lemah iki wis metukabeh liwat mani nuli ana kang dadi anak lan kabehe metu ana ing bumi, ana kang katut banyu segara, ana kang katerak angin, lan macem-macem perpindahan, nuli ana kang katut panganan utawa banyu, nuli mlebu ana ing awak menusa nuli katut mani nuli mlebu ana ing telana’ane wong wadon nuli ana kang dadi anak lan kabehe metu maneh, kaya mengkono sa teruse hingga entek butir-butir lemah iku marek-mareki ajure bumi. Mengko ana ing surat al-Hajj ana dawuh:

ﺱﺎﻨﻟﺍ ﺎﻬﻳﺍﺎﻳ

ﻦِﻣ ﻢﹸﻛ ﺎﻨﹾﻘﹶﻠﺧ ﺎﻧِﺎﹶﻓ ِﺚﻌﺒﹾﻟﺍ ﻦِﻣ ٍﺐﻳﺭ ﻰِﻓ ﻢﺘﻨﹸﻛ ﹾﻥِﺍ

ﺮﻴﹶﻏﻭ ٍﺔﹶﻘﱠﻠﺨﻣ ٍﺔﻐﻀﻣ ﻦِﻣ ﻢﹸﺛ ﹰﺔﹶﻘﹶﻠﻋ ﻦِﻣ ﻢﹸﺛ ٍﺔﹶﻔﹾﻄﻧ ﻦِﻣ ﻢﹸﺛ ٍﺏﺍﺮﺗ

ﻢﹸﻜﹶﻟ ﻦﻴﺒﻨِﻟ

...

ﺔﻳﻻﺍ

Artine: Hai para menusa yen sira kabeh pada mamang saking uripe menusa sa wise mati, sira ngertia ingsun iku gawe sira kabeh saking butir-butir lemah nuli saking mani nuli saking getih kempel nuli saking daging kempel kang diwujudake ing bumi lan ana kang ora diwujudake ingsun perlu nerangake marang sira kedadeane awal sira.13

3. Contoh Penafsiran KH. Misbah bin Zaenal Musthafa dalam Tafsir Taj al-Muslimin.

Untuk mengetahui sejauh mana metode dan corak penafsiran Tafsir Taj al-Muslimin, penulis akan

mengemukakan contoh penafsiran KH. Misbah dalam surat al-Baqarah ayat 43.14

13 Ibid,. h. 100-101. 14 KH. Misbah,

(22)

)

ﺓﺮﻘﺒﻟﺍ

43

(

43.Lakune iku sholat kelawan sarat rukun lan

adab-adabe, serahake iku arto zakat marang wong-wong kang anduweni hak nompo, lakune iku solat bareng-bareng sartone wong kang podo sholat, tegese sholat jamaah. Kerono fadhilahe jamaah iku tikel pitulikur katimbang sholat ijen, koyo kang kadawohake deneng kanjeng Nabi Muhammad saw riwayat Muslim sangking Ibni Umar. Syeh al-Qurtubi dawuh: sak gerombolan sangkeng ulama’ ahli tafsir dawuh: ing kawitan, perintah sholat iku ora ngandung arti jamaah. Nanging sebab kalimah ﻥﻴﻌﻜﺍﺭﻟﺍ ﻊﻤﺍﻭﻌﻜﺭﺍﻭ , Allah merintahake jama’ah. Imam Syafi’i dawuh : Aku ora iso aweh kelonggaran wong-wong kang biso nindaake jama’ah ono ing perkoro ninggalake jama’ah kejobo wog kang anduweni udzur. Diceritaake deneng Syeh Samman ono ing tafsire : yen ono ing sifir awal sangkeng kitab Taurot diterangake mengkene : Allah Ta’ala iku pareng wahyu marang Nabi Ibrahim Kholilullah ‘Alaihissalam : He Ibrohim doa iro kang ngenani Ismail wus dikabuli deneng Allah. Ingsun bakal nganaake utusan sangkang turunan Ismail. Utusan iku bakal ingsun barokahi, bakal ingson dadiake utusan kang agung banget, temenan, temenan bakal ingsun utus kanggo umat kang banget gedene. Utusan iki ora ono maneh kejobo Kanjeng Nabi Muhammad. Kerono Nabi-nabi sak wuse Nabi Ibrohim ora ono kang turunan sangking Ismail kejobo Nabi Muhammad. Kabeh Nabi-nabi sak wuse Nabi Ibrohim turunan sangkeng Nabi Ya’kub yoiku kang disebut Bani Isroil. Ono ing Taurot diterangake yen sifate Nabi akhir zaman yoiku lahir ono ing mekah, jumenenge ono ing madinah, kekuasaane ono ing Syam, umate iku Nabi ahli muji-muji marang Allah Ta’ala. (Al-Rozi)

(23)

( Tanbih ) koyo mengkene perintahe Allah marang wong yahudi supoyo dadi wong islam lan sholat jama’ah. Upamane ono wong dikandani : siro iku yen dodolan ing omah, untungmu namung satus rupiah. Yen dodolan ing pasar biso untung rong ewu pitung atus rupiah, tentu budal ing pasar. Nangeng yen didawuhi Kanjeng Nabi : yen Sholat ing omah ganjaran satus yen jama’ah ing masjid utowo langgar oleh ganjaran rong ewu pitung atus, ora gelem budal jama’ah. Opo sebabe? Sebab songko ringkihe

kepercayaan marang Kanjeng Nabi Muhammad Saw.

Mugo-mugo poro umat podo kerso dakwah sholat jama’ah.

Miturut Mazhabe Imam Dawud, Ato’ bin Abi Robah, Ahmad bin Hanbal, Abu Sur lan liya-liyane, sholat jama’ah iku fardu ‘Ain podo karo jum’ah.

Kerono dawuhe Kanjeng Nabi Muhammad Saw. ةﻼﺻﻻ

ﺪﺠﺴﻤﻟاﻰﻓﻻاﺪﺠﺴﻤﻟارﺎﺠﻟ

.

دوادﻮﺑاﻪﺟﺮﺧا

Artine : wong kang tetanggan masjid utowo langgar ora sah sholate kejobo yen ono ing masjid.

رﺪﻨﻤﻟا ﻦﺑا لﺎﻗ : ﺎﻨﻳور ﺪﻘﻟ ﻦﻣ ﺪﺣاو ﺮﻴﻏ ﻦﻋ اﻮﻟﺎﻗﻢﻬﻧامصﻲﺒﻨﻟابﺎﺤﺻا : ﺪﻨﻟاﺢﺤﺻﻦﻣ ﺐﺠﻳﻢﻠﻓءا ﻪﻟةﻼﺻﻼﻓرﺬﻋﺮﻴﻏﻦﻣ

Artine : aku nompo riwayat ora sangking wongkang namun siji sangking shohabate kanjeng nabi, kabeh podo dawuh : sopo-sopo wongkang ngerungu pangundang sholat, nuli ora gelem nembadani tanpo ono udzur, mongko ora sah sholate wong iku.

Miturut jumhur ulama ( akeh-akehe ulama ahli fiqih) sholat jamaah iku fardlu kifayah, tegese fardlu kang ditugasake marang masyarakat umum wong islam. Yen wis ono kang ngelakoni, liyane bebas, yen kabeh ora ngelakoni sehinggo ora ono jamaah, kabeh podo duso. Dene hadits loro ngarep mau, deneng jumhurul ulama’ diartekake ora sampurno sholate, dadi ora nganggo arti ora sah sholate. Iki kabeh kanggo sholat fardlu liyane jum’ah. Yen jum’ah, jamaahe fardlu ‘ain ora fardlu kifayah. Yen sholat sunnah jamaahe ora fardlu kifayah. Balik ono kang di sunnahake jamaahe, ono kang ora disunahake jamaahe.

(24)

☺⌧

) 275 ( 275. wong-wong kang podo mangan riba tegese wongkang serawung gawe kanti riba besok ono ing dino qiyamat ora biso ngadek kejobo ngadeke wongkang dimontang

mantingake deneng syetan kerono edan- kang mengkene

iku sebab wong-wong iku podo ngucap, podoneqotake yen riba iku podo karo dodol- allah ngalalake dodol lan ngaramake riba- sopo-sopo wongkang nompo pitutur sangking pengerane nuli gelem mareni sangking olehe serawung gawe kanti riba, opo kang wus lumaku keno dimelei- lan sopo-sopo wongkang bali ngelakoake riba, wong-wong iki bakal dadi penduduk neroko sarano langgeng. Ngalap manfaat utowo mangan hasil riba suwijine perkoro kang diharamake deneng agomo

(25)

kelawam dalil al-Qur’an, ugo dalil Sunnah (Hadits) lan Ijma’-sopo-sopo wongkang ngalalake riba, wong iku terang wong kafir- pirang-pirang hadits kang dimaido wongkang mangan utowo ngalaf manfaat riba koyo dawuhe rasulullah

ﻩﺪﻬﺷوﻪﺒﺗﺎآوﻪﻠآﺆﻣوﺎﺑﺮﻟاﻞآاﷲاﻦﻌﻟ

-Artine : Mugo-mugo Allah paring laknat marang wongkang mangan riba, lan wongkang mewehi panganan riba, lan wongkang nulis riba, lan wongkang dadi saksi urusan riba. Diceritaake sangking Abu Said al-Khudlry sangking Rasulullah, ono ing cerito isro’ Rasulullah dawuh: Nuli ingsun diajak Jibril nuju marang wong pirang-pirang sijine wetenge gedeni podo karo omah kang gede, wong iku podo ditumpuk siji lan sijine ono ing dalane kaume Fir’aun, sedeng Fir’aun sak kaume esok sore terus menerus diduduhake Neroko. Rasulullah dawuh: Iku kaume Fir’aun nuli teko grudug-grudug koyo Unto kang banget lesune ngerokoti watu-watu lan wit-witan ora biso ngerungu , lan ora anduweni akal. Kapan wong-wong kang wetenge gedi-gedi sak omah-omah mahu keroso bakal ono kaume Fir’aun, nuli podo tangi ngadeg arep melayu, nanging songko abote lan gedene wetenge nuli podo rubuh nuli tangi maneh nuli rubuh maneh dadi ora biso nyingkrih sangking panggonane, hinggo kaume Fir’aun teko nuli ngubrak-ngabrik wong-wong kang wetenge gede mahu ditendang rona-rene, yoiku sikso alam barzah antarane dunyo lan Akherat. Rasulullah dawuh

kaume Fir’aun mau podo ngucap : !ﷲاﺎﻳ-اﺪﺑاﺔﻋﺎﺴﻟاﻢﻘﺗﻻﻢﻬﻠﻟا

Mugi-mugi ampun ngantos ngawontenake dinten kiyamat salami laminipun- kanjeng Nabi dawuh : besok dino Qiyamah- Allah bakal dawuh:-باﺬﻌﻟاﺪﺷا نﻮﻋﺮﻓلاااﻮﻠﺧدا he malaikat ! Fir’aun lan kabeh kaume, supoyo siro leboake ono ing sikso kang banget nemene- Rasulullah dawuh : He Jibril ! iku sopo wongkang mengkono ? Jibril mangsuli : Wongkang mengkono iku, yoiku wongkang podo mangan riba deweke ora biso podo tangi ngadek kejobo koyo wongkang di banting deneng syaitan kerono edan ( al-Khazin).

(Tanbih) perkoro harame riba iku amru taabudi

tegese perkoro kang ora keno digayuh deneng akal menungso, nanging melulu supoyo tunduk marang Allah taala lan utusane Allah ta’ala-podo karo perintah-perintah kang ono ing perkoro ibadah haji-opo sebabe yen Haji di perintah Thawaf, Sa’i, haji-opo masalahe, umpomo ora Thawaf utowo ora Sa’i- opo kerugiane, semono ugo sholat-opo sebabe shubuh

(26)

naming rong rokaat-semono ugo harame riba-opo sebabe riba diharamake, ing mengkono ono ing riba iku ono perkoro kang nguntungake wongkang nganggo arto, iki kabeh ora keno di tekoake podo karo sholat, haji lan liya-liyane- sawenehe ulama dawuh: sebabe ribo diharamake kerono ojo nganti tulung tinulung antarane masyarakat iku ilang. Sebab yen dihalalake bakal kedadeyan utang satus bayar satus seket rupiyah. Kenyataane wong ing zaman saiki kang podo ngelakoake ngutangi nganggo anakan angel ngelakoni kebagusan kang anggunaake arto koyo shodaqah, bantuan marang fakir miskin, abot ora gelem zakat-upomo gelem ngetoake arto tentu ono pamrehe, liyane

Referensi

Dokumen terkait

beberapa alasan yang telah diuraikan serta pentingnya meningkatkan perkembangan emotional literacy bagi peserta didik sekolah menengah pertama, maka peneliti merasa tertarik

A 85.01-100 Merupakan perolehan mahasiswa superior, yaitu mereka yang mengikuti perkuliahan dengan sangat baik, memahami materi dengan sangat baik bahkan tertantang untuk

Kalimat  DHARMA pernah diartikan pada Abad 16 M di daerah kawasan Cirebon,yaitu Untuk tempat yang bergelimangan Air, lalu itu di Imflementasikan oleh seorang Ulama dari

Dari penjelasan yang telah dikemukakan sebelumnya, diketahui bahwa Masjid Al Irsyad merupakan seb uah ban gunan modern di Indonesia dengan desain bangunan yang unik

Det skiljer sig mellan länder hur mycket antibiotika som används till djur, och därmed också resistensläget för såväl djuren som människorna.. Alla antibiotika som säljs

Berdasarkan kerangka pemikiran seperti pada Gambar 1, penelitian mengkaji variabel motivasi kerja (x1), kepuasan kerja (x2), dan sikap kerja (x3) serta pengaruhnya terhadap kinerja

Itikad baik juga dibuktikan dengan cara mengesampingkan penyelesaian sengketa dalam bentuk pranata lain maupun penyelesaian sengketa di pengadilan negeri dan mengutamakan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap model pembelajaran yang memiliki karakteristik sama dengan model IKRAR yaitu pada tahap awal siswa difasilitasi untuk menggali