• Tidak ada hasil yang ditemukan

DI SEKITAR GIGI MOLAR KETIGA BERDASARKAN STATUS HORMONAL WANITA USIA TAHUN PADA MAHASISWA KEPERAWATAN GIGI POLTEKKES KEMENKES TASIKMALAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DI SEKITAR GIGI MOLAR KETIGA BERDASARKAN STATUS HORMONAL WANITA USIA TAHUN PADA MAHASISWA KEPERAWATAN GIGI POLTEKKES KEMENKES TASIKMALAYA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN GINGIVA DI SEKITAR GIGI MOLAR KETIGA BERDASARKAN STATUS HORMONAL WANITA USIA 19-25 TAHUN

PADA MAHASISWA KEPERAWATAN GIGI POLTEKKES KEMENKES TASIKMALAYA

Hadiyat miko1, Cahyo Nugroho2

1Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya Email address: Hadiyatmiko@yahoo.com

Abstrak

Tubuh manusia banyak didapati hormon yang mengatur metabolisme tubuh, diantaranya adalah estrogen dan androgen yang dikenal sebagai hormon seks dimorfisma, yang juga sebagai pengatur homeostatis tulang. Estrogen dan androgen berhubungan dengan beberapa kondisi yaitu seperti masa pubertas. Gangguan yang terjadi pada kedua hormon tersebut merupakan efek dari tidak adanya keseimbangan hormon tersebut. Hormon estrogen dan androgen menunjukkan gangguan klinis meliputi gingivitis, pembesaran gingiva dan kerusakan tulang alveolar.

Wanita memiliki keseimbangan hormon tersebut terlibat sebagai faktor modifikasi dalam patogenesis penyakit periodontal. Oleh karena itu, maka terdapat hubungan antara perubahan level hormon seks dan variasi dalam derajat peradangan gingiva. Beberapa kasus menunjukkan peningkatan peradangan gingiva pada anak di masa pubertas tanpa ada perubahan pada level plak. Gejala yang ditunjukkan yaitu peradangan, perubahan warna merah kebiruan, edema serta hasil pembesaran gingiva dari faktor lokal yang biasanya akan memperoleh respon gingiva yang relatif ringan (Purwanto, 2011).

Tujuan penelitian untuk mengetahui bagaimanakah gambaran gingiva di sekitar gigi molar ketiga berdasarkan status hormonal wanita usia 19-25 tahun pada mahasiswa Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya.

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif sederhana dengan pendekatan observasi serta pengumpulan data sekaligus pada suatu kurun waktu yang bersamaan (Notoatmodjo 2002). Populasi dalam penelitian ini adalah wanita usia 19-25 tahun yang berada pada asrama putri keperawatan gigi Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya yang berjumlah sebanyak 94 wanita. Sampel pada penelitian ini adalah mahasiswi keperawatan gigi dengan kriteria inklusi : 1) Wanita sedang dan sudah erupsi gigi molar ketiga 2) Wanita usia 19-25 tahun mahasiswa Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya 3)Wanita sedang dalam post menstruasi.

Hasil penelitian atas menunjukkan bahwa peradangan pada gingiva pada fase H+24 paling banyak mengalami peradangan (56,3%), pada H+24 merupakan masa puncak produksi hormon progesteron dan pada waktu tersebut wanita banyak mengalami ketidakstabilan pada emosinya dan sering mengalami gingiva terasa bengkak. Kemudian peradangan paling banyak kedua dialami pada H Menstruasi (28,1%) merupakan masa peluruhan dinding rahim yang biasanya wanita banyak mengeluh merasakan gusi terasa tidak nyaman.

Kesimpulan Peradangan gingiva molar ketiga pada responden penelitian menunjukkan sebagian besar mengalami inflamasi. Inflamasi ini selain faktor hormonal (estrogen dan progesteron) ditunjang pula oleh faktor sikap mengenai menjaga kebersihan dan kesehatan gigi dan mulut. Gambaran peradangan gingiva di sekitar gigi molar ketiga terjadi pada sebagian (35,5%) perempuan. Peradangan lebih banyak dirasakan oleh perempuan pada saat siklus berada pada hari H pertama peluruhan dinding rahim, yaitu ketika hormon estrogen berada dalam puncak produksi. Peradangan paling banyak dirasakan perempuan pada siklus hormonal H+24 ketika produksi hormon progesteron berada pada puncak produksinya.

Kata Kunci: gingival, gigi molar, Hormonal

(2)

PENDAHULUAN

Wanita biasanya akan mengalami masa menopause pada usia diatas 40 tahun. Masa ini merupakan akhir proses biologis dari siklus menstruasi yang terjadi karena penurunan produksi hormon estrogen. Setelah penurunan hormon estrogen pada usia diatas 40 tahun, wanita akan mengalami masa berhentinya hormon estrogen pada usia antara 55-56 tahun yang disebut ooporopause (Foltasova 2015).

Purwanto (2011) mengatakan bahwa dalam tubuh manusia banyak didapati hormon yang mengatur metabolisme tubuh, diantaranya adalah estrogen dan androgen yang dikenal sebagai hormon seks dimorfisma, yang juga sebagai pengatur homeostatis tulang. Estrogen dan androgen berhubungan dengan beberapa kondisi yaitu seperti masa pubertas. Gangguan yang terjadi pada kedua hormon tersebut merupakan efek dari tidak adanya keseimbangan hormon tersebut. Hormon estrogen dan androgen menunjukkan gangguan klinis meliputi gingivitis, pembesaran gingiva dan kerusakan tulang alveolar.

Wanita memiliki keseimbangan hormon tersebut terlibat sebagai faktor modifikasi dalam patogenesis penyakit periodontal. Oleh karena itu, maka terdapat hubungan antara perubahan level hormon seks dan variasi dalam derajat peradangan gingiva. Beberapa kasus menunjukkan peningkatan peradangan gingiva pada anak di masa pubertas tanpa ada perubahan pada level plak. Gejala yang ditunjukkan yaitu peradangan, perubahan warna merah kebiruan, edema serta hasil pembesaran gingiva dari faktor lokal yang biasanya akan memperoleh respon gingiva yang relatif ringan (Purwanto, 2011).

Aditya dan Wibisono (2010) mengatakan bahwa masa remaja adalah suatu fase kehidupan manusia dari kanak-kanak menuju dewasa. Pada masa remaja terjadi perubahan lebih lanjut pada rongga mulut, yaitu tumbuhnya gigi molar ketiga. Telah tumbuhnya gigi molar ketiga menandakan bahwa seseorang telah dewasa. Tumbuhnya gigi molar ketiga dapat menyempurnakan proses oklusi. Namun pada masa sekarang banyak gigi molar ketiga yang tidak tumbuh ataupun tumbuh dengan tidak sempurna dan justru menyebabkan gangguan. Gangguan erupsi molar ketiga merupakan gangguan umum yang terjadi di negara-negara dengan standar kehidupan yang tinggi. Indonesia yang merupakan negara berkembang tidak luput dari masalah gangguan erupsi gigi molar ketiga. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya angka kejadian impaksi dan perikoronitis sebagai akibat dari gangguan pertumbuhan gigi molar ketiga.

Penulis mengalami pertumbuhan molar ketiga normal namun baru sebagian mahkota. Penulis beberapa kali merasakan sakit dan gingiva di sekitar molar ketiga terasa bengkak dan berwarna merah.

Rasa sakit pertama kali mucul pada saat awal pertumbuhan molar ketiga. Bahkan rasa sakit mengganggu ketika membuka mulut dan mengunyah makanan selama beberapa hari. Kemudian penulis tidak lagi merasakan sakit di tempat yang sama. Namun pada beberapa waktu kemudian rasa sakit dan terasa bengkak muncul kembali di tempat yang sama padahal tidak ditemukan adanya kerusakan gigi pada gigi molar ketiga.

Penulis merasakan sakit pada sekitar gigi molar ketiga pada waktu-waktu tertentu. Namun sakit terasa tidak secara terus-menerus. Gingiva di sekitar molar ketiga juga kerap berwarna merah menyala seperti tanda gingiva tidak sehat. Ketika menggosok gigi, gingiva di bagian paling belakang terasa sakit bila tertekan sikat gigi. Penulis juga mendapatkan informasi dari beberapa dokter gigi yang menyatakan bahwa dalam pengalamannya selama menjadi dokter gigi telah menemukan hampir semua pasien yang mengeluh sakit pada daerah molar ketiga adalah pasien wanita, dan belum pernah menemukan keluhan yang sama dari pasien laki-laki.

Setelah melakukan survey awal pada 10 responden wanita usia antara 19-25 tahun, penulis menemukan 10 wanita tersebut mengalami sakit pada saat awal erupsi gigi molar ketiga. Responden merasakan nyeri pada gingiva dan jaringan di sekitar gigi molar ketiga. Responden juga menyebutkan bahwa rasa sakit timbul bukan hanya ketika awal erupsi saja, melainkan setelah erupsi pun masih sering menimbulkan rasa sakit dan pembengkakan. Survey juga dilakukan pada 10 laki-laki yang menyatakan nyeri hanya dirasakan ketika masa pertumbuhan molar ketiga saja. Rasa sakit ini juga sebagian dirasakan oleh pria, namun pada pria biasanya rasa sakit hanya muncul ketika awal erupsi saja. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis bermaksud untuk menemukan jawaban tentang hubungan hormonal wanita usia 19-25 tahun terhadap status gingiva di sekitar gigi molar ketiga.

BAHAN DAN METODE

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif sederhana dengan pendekatan observasi serta pengumpulan data sekaligus pada suatu kurun waktu yang bersamaan (Notoatmodjo 2002).

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswi usia 19-25 tahun keperawatan gigi Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya yang berjumlah sebanyak 94 wanita. Sampel pada penelitian ini adalah mahasiswi keperawatan gigi dengan kriteria inklusi : 1) Wanita sedang dan sudah erupsi gigi molar ketiga 2) Wanita usia 19-25 tahun mahasiswa Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya 3)Wanita sedang dalam post menstruasi.

Alat yang dipakai dalam penelitian adalah sebagai berikut:diagnostic set (sonde, eksavator,

(3)

pinset, kaca mulut), Nier beiken, gelas kumur, lembar status, alat tulis, ember.

Bahan yang dipakai dalam penelitian ini adalah kapas, cotton roll dan alcohol.

Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada hari ke 14 setelah fase menstruasi, hari ke 24 setelah fase menstruasi, dan ketika fase menstruasi. Penelitian ini dilakukan tiga kali pada setiap sampel dengan pemeriksaan gambaran gingiva dengan menggunakan checklist terhadap pemeriksaan peradangan

Analisa data adalah suatu proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan dipahami, yaitu berupa informasi mengenai gambaran gingiva di sekitar gigi molar ketiga berdasarkan status hormonal wanita usia 19-25 tahun pada mahasiswa Keperawatan Ggi Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya dengan menggunakan tabel Distribusi Frekuensi.

HASIL

Tabel 1. Subjek Penelitian berdasarkan umur No Golongan Umur (Tahun) Frekuensi Presentase (%) 1 19 2 6,7 % 2 20 7 23,3 % 3 21 14 46,7 % 4 22 4 13,3 % 5 23 1 3,3 % 6 24 1 3,3 % 7 25 1 3,3 % Jumlah 30 100 %

Berdasarkan tabel 1 di atas menunjukan bahwa sebagain besar mahasiswi keperawatan gigi berusia 21 tahun (46,7%) yang sudah atau sedang mengalami erupsi gigi molar ketiga dan sedang dalam masa kesuburan.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Sampel Penelitian Berdasarkan Keadaan Gingiva

No Keadaan Gingiva Jumlah Persentase (%) 1 Peradangan 32 35,5% 2 Tidak ada Peradangan 58 64,5% Jumlah 90 100%

Berdasarkan tabel 2 3 menunjukan bahwa keadaan gingiva di sekitar gigi molar ketiga berdasarkan status hormonal pada mahasiswi Keperawatan Gigi

Tasikmalaya sebagian (35,5%) mengalami peradangan, dan sebagian besar (64,5%) tidak mengalami peradangan.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Sampel Penelitian Keadaan Gingiva di Sekitar Gigi Molar Ketiga Berdasarkan Status Hormonal Wanita

NO

Fase Menstruas

i

Kondisi Gingiva di sekitar gigi molar ketiga

Peradanga n % Tidak ada peradanga n % 1 H 9 28,1 % 21 36,2 2 H+14 5 15,6 % 25 43,1% 3 H+24 18 56,3 % 12 20,7% Jumla h 32 100% 58 100%

Berdasarkan tabel 3 di atas menunjukkan bahwa peradangan pada gingiva pada fase H+24 paling banyak mengalami peradangan (56,3%), pada H+24 merupakan masa puncak produksi hormon progesteron dan pada waktu tersebut wanita banyak mengalami ketidakstabilan pada emosinya dan sering mengalami gingiva terasa bengkak. Kemudian peradangan paling banyak kedua dialami pada H Menstruasi (28,1%) merupakan masa peluruhan dinding rahim yang biasanya wanita banyak mengeluh merasakan gusi terasa tidak nyaman

.

PEMBAHASAN

Penelitian dilakukan pada mahasiswi Keperawatan Gigi Poltekkes Tasikmalaya dengan sasaran berjumlah 30 orang wanita. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 4 Maret 2016 hingga 20 Mei 2016 dengan dibantu 3 orang mahasiswa tingkat III Jurusan Keperawatan Gigi Politeknik Kesehatan Tasikmalaya yang sebelumnya dilakukan kalibrasi. Standar internasional mengansumsikan bahwa wanita berada pada tahun reproduksi ketika berusia antara 15-44 tahun. Puncak kesuburan wanita terletak pada usia 20-27 tahun, karena pada usia tersebut hormon berada pada puncak kestabilan. Siklus menstruasi juga menjadi lebih teratur. Saat fase ovulasi, tubuh wanita akan memproduksi hormon-hormon dengan jumlah yang meningkat, terutama hormon estrogen. Pendapat Foltasova (2015) ini sesuai dengan hasil penelitian ini dimana sebagian besar mahasiswi di keperawatan gigi berusia 20-27 tahun. Peneliti berpendapat bahwa penelitian ini dapat dilakukan di lingkungan kampus keperawatan gigi karena sebagian besar terdiri dari mahasiswi yang berada pada usia yang merupakan sedang dalam puncak kesuburan. Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata masa subur wanita berada pada rentang usia 19-25 tahun yang juga merupakan masa erupsi gigi molar ketiga yang tidak

(4)

sedikit ditemukan disertai dengan masalah peradangan pada operkulum dan perikoronanya.

Masa remaja adalah suatu fase kehidupan manusia dari kanak-kanak menuju dewasa, pada masa remaja terjadi perubahan lebih lanjut pada rongga mulut, yaitu tumbuhnya gigi molar ketiga. Telah tumbuhnya gigi molar ketiga menandakan bahwa seseorang telah dewasa. Tumbuhnya gigi molar ketiga dapat menyempurnakan proses oklusi. Namun pada masa sekarang banyak gigi molar ketiga yang tidak tumbuh ataupun tumbuh dengan tidak sempurna dan justru menyebabkan gangguan. Gangguan erupsi molar ketiga merupakan gangguan umum yang terjadi di negara-negara dengan standar kehidupan yang tinggi. Indonesia yang merupakan negara berkembang tidak luput dari masalah gangguan erupsi gigi molar ketiga. Erupsi molar yang tidak sesuai tempat terbukti dengan banyaknya angka kejadian impaksi dan perikoronitis sebagai akibat dari gangguan pertumbuhan gigi molar ketiga. Jurnal penelitian yang dibuat oleh Aditya dan Wibisono (2010) tersebut sesuai dengan hasil yang ditemukan, yaitu ditemukannya hampir seluruh mahasiswi mengalami peradangan pada awal erupsi gigi molar ketiga dan beberapa diantaranya masih mengalami peradangan ketika siklus hormonal berada pada puncak produksi hormon estrogen dan progesteron.

Tubuh manusia banyak menghasilkan hormon yang mengatur metabolisme tubuh, diantaranya adalah estrogen dan androgen yang dikenal sebagai hormon seks dimorfisma, yang juga sebagai pengatur homeostatis tulang. Estrogen dan androgen berhubungan dengan beberapa kondisi yaitu seperti masa pubertas. Gangguan yang terjadi pada kedua hormon tersebut merupakan efek dari tidak adanya keseimbangan hormon tersebut. Hormon estrogen dan androgen menunjukkan gangguan klinis meliputi gingivitis, pembesaran gingiva dan kerusakan tulang alveolar.

Wanita memiliki keseimbangan hormon tersebut terlibat sebagai faktor modifikasi dalam patogenesis penyakit periodontal. Oleh karena itu, maka terdapat hubungan antara perubahan level hormon seks dan variasi dalam derajat peradangan gingiva. Beberapa kasus menunjukkan peningkatan peradangan gingiva pada anak di masa pubertas tanpa ada perubahan pada level plak. Nield-Gehrig & Willman (2008) mengatakan peningkatan kadar hormon endokrin selama usia pubertas dapat menyebabkan vasodilatasi sehingga meningkatnya sirkulasi darah pada jaringan gingiva dan kepekaan terhadap iritasi lokal, seperti biofilm plak bakteri yang mengakibatkan gingivitis pubertas. Arina (2008) mengatakan hormon seksual mempunyai peran penting pada fisiologi jaringan periodontal. Hormon seksual juga berpengaruh pada jaringan periodontal, perkembangan penyakit periodontal dan penyembuhan luka. Efek biologis estrogen diperantarai oleh reseptor estrogen. Beberapa

penelitian telah dapat menunjukkan adanya reseptor estrogen pada jaringan rongga mulut. Jurnal penelitian yang dibuat Guncu mengatakan estrogen dan progesteron memiliki efek biologik signifikan yang dapat mempengaruhi sistem organ lain termasuk rongga mulut. Reseptor untuk estrogen dan progesteron telah dibuktikan ada dalam gingiva. Reseptor estrogen juga ditemukan pada fibroblast periosteal, tersebar fibroblas dari lamina propria dan juga fibroblas ligamen periodontal, serta osteoblas. Pendapat Purwanto (2011) dan para ahli tersebut ternyata sesuai dengan hasil penelitian yang menemukan bahwa perempuan lebih banyak mengalami peradangan gingiva dibandingkan dengan laki-laki khususnya di sekitar gigi molar ketiga pada saat yang berbeda-beda atau pada saat tertentu, yaitu pada berbagai siklus hormonalnya masing-masing.

Hasil penelitian yang dilaksanakan pada mahasiswi Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya menunjukan adanya pengaruh antara hormonal wanita dengan terjadinya peradangan pada gingiva. Peneliti menentukan tempat penelitian di kampus tersebut karena keadaan kampus yang sesuai, yaitu kampus keperawatan gigi memiliki jumlah mahasiswi yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan mahasiswa laki-laki sehingga mudah untuk menemukan subyek penelitian yang sesuai dengan ketentuan penelitian yang diperlukan, yaitu perempuan yang sedang dalam usia kesuburuan dan sudah atau sedang erupsi gigi molar ketiga.

Peneliti tinggal di lingkungan mahasiswi keperawatan gigi yang sudah memiliki pengetahuan cukup baik mengenai kesehatan gigi dan mulut. Peneliti sering menemukan keluhan dari teman-teman perempuan yang sedang mengalami peradangan pada saat erupsi gigi bungsu. Pasien merasakan peradangan terjadi beberapa saat ketika erupsi sudah berlalu. Peneliti berpendapat dengan tingkat pengetahuan mahasiswi keperawatan gigi yang sudah cukup baik maka peradangan yang dirasakan bisa disebabkan oleh faktor lain selain dari tingkat kebersihan gigi dan mulut, yaitu bisa disebabkan oleh faktor hormonal wanita yang dijelaskan oleh beberapa para ahli. Peradangan terjadi dapat pula disebabkan oleh lupanya menggosok gigi sebelum tidur. Pengetahuan yang baik saja tidak cukup untuk mencegah terjadinya peradangan, harus pula dibarengi dengan sikap kesadaran mengenai cara menggosok gigi dan waktu menggosok gigi yang tepat. Peneliti berpendapat kita perlu menjaga dan memperhatikan kebersihan gigi dan mulut untuk mengurangi peradangan dan mencegah peradangan lebih lanjut. Pengetahuan yang cukup mengenai keadaan posisi gigi yang sedang erupsi juga harus diperhatikan untuk mengetahui solusi menangani peradangan yang terjadi.

(5)

KESIMPULAN

Peradangan gingiva molar ketiga pada responden penelitian menunjukkan sebagian besar mengalami inflamasi. Inflamasi ini selain faktor hormonal (estrogen dan progesteron) ditunjang pula oleh faktor sikap mengenai menjaga kebersihan dan kesehatan gigi dan mulut. Gambaran peradangan gingiva di sekitar gigi molar ketiga terjadi pada sebagian (35,5%) perempuan. Peradangan lebih banyak dirasakan oleh perempuan pada saat siklus berada pada hari H pertama peluruhan dinding rahim, yaitu ketika hormon estrogen berada dalam puncak produksi. Peradangan paling banyak dirasakan perempuan pada siklus hormonal H+24 ketika produksi hormon progesteron berada pada puncak produksinya.

DAFTAR PUSTAKA

Adispati, 2009, Komplikasi Post Odontektomi Gigi Molar Ketiga Rahang Bawah Imaksi, Jurnal PDGI, 58 (2): 20-4.

Aditya, Wibisono, 2010, Perbedaan Status Erupsi Gigi Molar Ketiga Mandibula pada Penduduk Desa dan Kota, Skripsi FKG UNDIP, Semarang.

Arina, 2008, Immunoekspresi Reseptor Estrogen α pada Poket Periodontal Lebih Banyak daripada Reseptor Estrogen β, Indonesian Journal of Dentistry FKG Universitas Jambi, Jember.

Blakey, 2002, Periodontal Pathology Associatedd with Asymptomatic Third Molars, Journal of Oral and Maxillofacial Surgery, Vol.60. Corgel, 2006, Periodontal Therapy in the Female Patient,Carranza’s Clinical Periodontology 10th Ed, Philadelphia.

Dwipayanti, dkk., 2009, Komplikasi Post Odontektomi Gigi Molar Ketiga Rahang Bawah Impaksi, Jurnal PDGI, Vol.08, no.2, hal 20-24.

Firdaus, dkk., 2013, Gigi Molar Tiga sebagai Indikator Prakiraan Usia Kronologis pada Usia 14-22 Tahun, Jurnal PDGI FKG UI, Jakarta.

Foltasova, 2015, Third Molar as Age Marker in Adolescents Large Sample Sized Restrospective Study, Palacky University, Czech Republic.

Giglio, dkk., 1994, Removing Third Molars on Plaque and Gingival Index and Gingival Bleeding Index, Journal of Oral and Maxillofacial Surgery, 52:584-587. Guncu, 2005, Effect of Endogenous Sex Hormones

on the Periodontium Review of

Interactive, Australian Dental Journal.

Gursoy, 2012, Pregnancy and Periodontium, Medica-Odontologya, Finlandia.

Harty & Ogston, 1995, Kamus Kedokteran Gigi, EGC, jakarta.

Indryawati, 2007, Pengaruh Hormon Seksual terhadap Wanita, Universitas Guna Darma, Jakarta.

Kesrepro, 2008, Kesehatan Reproduksi Indonesia, http://kesepro.org.

Kristiani, dkk., 2008, Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut, Forum Komunikasi JKG Poltekkes se-Indonesia, Tasikmalaya.

Notoatmojo, 2002, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta. Pedersen, 1996, Buku Ajar Praktis Bedah Mulut

(Oral Surgery) Fd ke-1, EGC, Jakarta. Purwanto, 2011, Cermati Peran Estrogen dan

Androgen pada Rongga Mulut,

http://www.edisicetak.joglosemar.co. Putri, dkk., 2010, Ilmu Pencegahan Penyakit

Jaringan Keras dan Jaringan Pendukung Gigi, EGC, Jakarta.

Rahayu, Odontektomi, Tatalaksana Gigi Bungsu Impaksi, Departemen Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut FK Universitas Kristen

Indonesia.

Rai, dkk., 2013, Pregnancy Gingivitis, Periodontitis and Its Systemic effect. RD Online Dental education, http://www.prodentalcpd.com. Sabilillah, 2010, Pengaruh Perubahan Hormonal

pada Masa Pubertas terhadap Terjadinya Gingivitis, KTI, JKG Tasikmalaya. Sariningsih, 2014, Gigi Busuk dan

Poket Periodontal Sebagai Fokus Infeksi, Elex Media Komputindo, Jakarta.

Saryono, 2009, Biokimia Hormon, Nuha Medika, Yogyakarta.

---, 2008, Biokimia

Reproduksi, Mitra Cendikia, Yogyakarta.

Trisnayanti, 2014, Status Penyakit Periodontal pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Rappang Kabupaten Sidrang, Skripsi FKG UH, Tasikmalaya.

White, dkk., 2006, Cronic Oral Inflammation and the Progression of Periodontal Pathology in the Third Molar Region, Journal of Oral and Maxillofacial Surgery 64:880. Wikipedia, 2010, Hormon,

http://en.wikipedia.org/wiki/Hormone. Willmann, & Nield-Gehrig, 2008, Foundation of

Periodontic for the Dental Hygienist, Lippicont Williams & Wilkins,

Philadelphia.

Winangun, 2011, Pengamatan Perikoronitis pada Molar 3 Bawah Impaksi Sebagian dengan

(6)

Ada atau Tidaknya Trauma Gigi

Gambar

Tabel 1. Subjek Penelitian berdasarkan umur   No   Golongan  Umur   (Tahun)   Frekuensi   Presentase (%)   1   19   2   6,7 %   2   20   7   23,3 %   3   21   14   46,7 %   4   22   4   13,3 %   5   23   1   3,3 %   6   24   1   3,3 %   7   25   1   3,3 %

Referensi

Dokumen terkait

Tahap pertama sebagai pretes dilaksanakan pada tanggal 8 Maret 2008 pada kelompok eksperimen dan kontrol. Kelompok kontrol tidak mendapatkan perlakukan apapun. Mereka

Dan tujuan akhir dari pengabdian ini diharapkan dapat meningkatkan diversifikasi dan diferensiasiproduk yang dijual dengan kuantitas yag lebih banyak serta kualitas yang

“tujuan utama guru memberikan pekerjaan rumah pada mata pelajaran PPKn adalah untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah disampaikan kepada siswa agar lebih

Pada penelitian ini penghitungan k - efektif dilakukan untuk mengetahui karakteristik neutron di dalam teras reaktor sehingga teras reaktor dapat beroperasi dengan

Dan apabila lmam salam sebelum menyempurnakan shalatnya dan ada sebagaian makmum yang tertinggal sebagian shalat dan berdiri untuk menyelesaikan bagian shalat

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Analisis Perilaku Dugem Mahasiswa/i di Kota Medan dengan Teori Tindakan Sosial Talcott Parsons

Komposisi dari lagu ini dapat dikatakan unik karena menggunakan sebuah media suara yang bukan berasal dari manusia, melainkan dari suara digital yang dihasilkan

Selain itu sisi lain yang dilihat adalah dengan metode maudhu’i, mufassir berusaha berdialog aktif dengan al-Qur’an untuk menjawab tema yang dikehendaki secara utuh,