• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRAK ABSTRACT. Sueno Winduhutomo 1, Eko Puswanto 1, Kristiawan Widiyanto 1, dan Puguh D Raharjo 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ABSTRAK ABSTRACT. Sueno Winduhutomo 1, Eko Puswanto 1, Kristiawan Widiyanto 1, dan Puguh D Raharjo 1"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KONDISI GEOLOGI DAN MORFOLOGI

SERTA GERAKAN TANAH, AKIBAT PENGARUH INTENSITAS

CURAH HUJAN (STUDI KASUS : LONGSORAN

DI KAWASAN CAGAR ALAM GEOLOGI KARANGSAMBUNG)

Sueno Winduhutomo1, Eko Puswanto1, Kristiawan Widiyanto1, dan Puguh D Raharjo1

1UPT Balai Informasi Konservasi Kebumian Karangsambung LIPI Email: sueno.winduhutomo@lipi.go.id

ABSTRAK

Wilayah Cagar Alam Geologi Karangsambung yang terletak di sebelah utara Kabupaten Kebumen merupakan salah satu daerah dengan catatan nilai tertinggi sering terjadi bencana gerakan tanah. Hujan merupakan salah satu faktor yang menjadi karakteristik terjadinya bencana ini. Tujuan penulisan ini adalah untuk menyajikan hasil kajian faktor – faktor pengontrol gerakan tanah di kawasan karangsambung yang dapat digunakan dalam upaya mitigasi bencananya. Metode yang digunakan adalah dengan melakukan kajian data sekunder seperti survei lapangan dan analisis data lapangan. Berdasarkan hasil tinjauan di lapangan, gerakan tanah terjadi pada tanah residual dengan ketebalan 2 – 5 meter dan pada umumnya terjadi pada daerah morfologi perbukitan dengan kemiringan lereng > 150. Pada tanah residual hasil pelapukan batuan yang berumur Pra-Tersier terjadi gerakan tanah dengan tipe luncuran dan nendatan. Karakteristik geologi teknik dari hasil uji laboratoprium tanah residual di daerah ini merupakan jenis lempung pasiran (CL) dan lanau pasiran (ML). Sedangkan tipe gerakan tanah runtuhan dan luncuran juga terjadi pada tanah residual hasil pelapukan batuan yang berumur Tersier, dengan karakteristik geologi teknik dari hasil uji laboratoprium merupakan jenis lempung plastisitas tinggi (CH). Berdasarkan pengolahan data curah hujan tahun 2013, didapatkan jumlah hari hujan adalah 186 hari dengan jumlah curah hujan 3463,5 mm, hujan terbesar terjadi pada bulan Januari dan Desember. Curah hujan yang tinggi menyebabkan tanah residual menjadi jenuh air sehingga bobot tanah bertambah dan tahanan geser menjadi menurun, akibatnya lereng menjadi labil dan terjadi pergerakan tanah. Tidak melakukan alih fungsi lahan pada daerah lereng curam atau terjal dan segera dilakukan penanganan pada lahan kritis dengan penanaman tanaman keras dan berakar dalam merupakan salah satu tindakan dala m mitigasi bencana.

Kata kunci : Gerakan tanah, curah hujan, faktor pengontrol, mitigasi bencana.

ABSTRACT

Karangsambung Geological Nature Reserve area is located in the north part of Kebumen, which is the one of the most disaster-prone areas with the highest value of the mass movement. Rainfall intensity is one of the factor that characterize this disaster. The objectives of this research are to present the results of controlling factors of mass movement in the Karangsambung area that could be used for reducing disaster risks and a disaster mitigation efforts. The research methods were used involved : collecting and analyzing of secondary data, field survey and field data analysis. Based on the results of the review on the ground, showed that the ground mo vement occurs in the residual soil with a 2-5 meters thick and generally occur in the morphology of the hilly areas with slope > 15o. Most of the residue soil which resulting from the weathering of the Pre-Tertiary rocks are strongly affected by mass movement with types of slide and creep. General engineering geological characteristics of residual soil in this area showed a kind of sandy loam (CL) and sandy silt (ML). While residue soil which resulting from the weathering of the Tertiary rocks are strongly affected by types of rock fall and slide, the geological characteristics of the test results showed of high plasticity clay (CH). Based on rainfall data processing in 2013, showed that the number of

(2)

and December. High rainfall caused residual soil becomes saturated water so that the weight of the soil increases and shearing resistance will decrease, these cause the slope becomes unstable and the movement of soil. Not doing land use conversion on steep slopes and to be concerned with the immediate problems, especially the critical land by planting perennials and rooted are one of the actions in disaster mitigation.

Keywords: mass movement, rainfall, controlling factors, disaster mitigation.

PENDAHULUAN

Kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung atau lebih dikenal sebagai Kampus Geologi LIPI yang mempunyai luas 22.150 hektar ini, terletak di antara 3 (tiga) Kabupaten, diantaranya yaitu ; Kabupaten Kebumen, Banjarnegara dan Wonosobo. Secara geografis terletak pada koordinat 109o37’30” sampai 109o45’00” Bujur Timur dan 07o30’00” sampai 07o37’30” Lintang Selatan. Mempunyai ketinggian rata-rata 450 meter diatas permukaan air laut serta beriklim tropis dengan temperatur 23o-31o C. Sudah banyak penelitian yang dilakukan di kawasan ini khususnya mengenai fisiografi dan petrologi batuan Karangsambung (Harloff, 1933, dalam Suparka, 1988; Tjia, 1966; Asikin, 1974; Suparka, 1988; Asikin dkk., 1992; Wakita dkk., 1994; Harsolumakso, 1996) dan belum banyak yang melakukan penelitian mengenai kebencanaan, salah satunya yaitu gerakan tanah.

Berdasarkan prakiraan potensi gerakan tanah di Jawa Tengah (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2013), kawasan ini termasuk kedalam zona kerentanan menengah hingga tinggi. Pada tahun 2011 - 2013 kawasan ini telah banyak terjadi bencana gerakan tanah di berbagai titik lokasi, terutama pada saat musim hujan. Curah hujan dapat sebagai pemicu gerakan tanah diketahui bahwa hujan yang meresap kedalam tanah dapat menimbulkan peningkatan tekanan air pori kritikal, sehingga terjadi gangguan pada kestabilan lereng (Tohari, dkk, 2005). Banyaknya bencana gerakan tanah yang terus menerus dan berulang di wilayah ini, diperlukan pemahaman atau tinjauan mengenai pendugaan faktor-faktor pengontrol penyebab terjadinya bencana tersebut terutama geologi, morfologi dan iklim. Tinjauan tersebut penting untuk menentukan dalam metode mitigasi yang efektif.

METODOLOGI

Dalam melakukan tinjauan gerakan tanah yang terjadi diwilayah ini, metode yang digunakan adalah dengan melakukan kajian data sekunder seperti survei lapangan dan analisa data lapangan.

1. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan pembelian peta tematik, selain itu dilakukan pengumpulan data angka atau peta dan uraian keadaan wilayah penelitian. Pengumpulan data ini berdasarkan data yang tersedia dari berbagai instansi tingkat pemerintah daerah maupun pusat diantaranya BAPEDA, ESDM dan BIG.

2. Survei lapangan yang dilakukan dituju untuk mendapatkan data primer selama penelitian. Pengamatan yang dilakukan di lapangan diantaranya survei geologi, yaitu ; sebaran litologi dan struktur. Pengamatan morfologi, yaitu ; kemiringan lereng dan bentuk lahan serta pengolahan data curah hujan yang terdapat di Kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung.

(3)

HASIL PENELITIAN

Kondisi Geologi Daerah Penelitian

Secara umum litologi di daerah penelitian merupakan batuan yang berumur Paleosen – Kapur Akhir sampai dengan Mioesen Akhir (Asikin, 1974). Batuan tertua yang tersingkap di daerah ini adalah satuan batuan Pra-Tersier yang dikenal sebagai Komplek Melange Luk Ulo yang terdiri dari campuran tektonik bongkah dan keratan batuan metamorf, batuan beku basa dan ultrabasa, batuan sedimen pelagik dan hemipelagik yang tertanam dalam masadasar batulempung yang tergerus kuat. Secara tidak selaras, ditandai oleh suatu kontak tektonik. Komplek melange ini ditumpangi oleh sedimen Tersier, berurutan dari bawah ke atas, Formasi Karangsambung dan Formasi Totogan umumnya terdiri dari percampuran sedimenter fragmen-fragmen dan blok-blok (olistolit) seperti batupasir, batulanau, konglomerat, batugamping Nummulites dalam masadasar lempung dan diinterpretasikan sebagai endapan olistostrom. Formasi Waturanda yang terdiri dari batupasir dan breksi volkanik. Formasi Penosogan yang terdiri dari perselingan napal dan batupasir gampingan. Secara umum struktur daerah Karangsambung terdiri dari tiga arah struktur utama. Arah struktur yang pertama adalah arah timurlaut-baratdaya, yang ditunjukkan oleh arah umum sumbu panjang struktur boudin, berkembang di kelompok batuan Pra-Tersier, dan struktur yang lain berarah timur-barat, ditunjukkan oleh arah umum struktur lipatan dan sesar naik yang berkembang di batuan Tersier, dan berarah utara-selatan berupa sesar-sesar yang memotong batuan Pra-Tersier dan Tersier. (Gambar 1).

Gambar 1. Peta Geologi dan Stratigrafi Daerah Luk Ulo dan Sekitarnya (modifikasi Asikin dkk., 1992)

Kondisi Morfologi dan Tata Guna Lahan Daerah Penelitian

Berdasarkan pengamatan di lapangan perbukitan yang terbentuk diwilayah ini merupakan perbukitan lipatan yang memiliki 2 (dua) arah, yaitu ; di bagian utara memanjang berarah timurlaut – baratdaya dan dibagian selatan memanjang berarah timur – barat. Morfologi tonjolan terlihat di wilayah ini, yang dibentuk dari hasil batuan terobosan. Dari sisi penggunaan lahan khususnya hutan sekunder milik perhutani lebih banyak tersebar di bagian utara, sedangkan kebun campuran, pertanian dan pemukiman tersebar diberbagai wilayah. Dijumpai pola aliran sungai rectangular dimana sungai-sungai kecil bercabang di daerah penelitian mengalir menuju sungai utama, yaitu

(4)

Sungai Luk Ulo. Sungai ini mengalir kearah selatan melewati Kota Kebumen dan selanjutnya mengalir ke pantai selatan (Samudera Indonesia). (Gambar 2).

Gambar 2. Peta Konservasi Lahan dan Pengolahan Tanaman DAS Lukulo

Kondisi Iklim dan Sifat Keteknikan Tanah

Data curah hujan kampus LIPI Karangsambung tahun 2011 - 2013 menunjukkan bahwa banyaknya jumlah hujan berkisar antara 120 - 180 hari dengan banyaknya hujan yang turun mencapai 2000 - 3400 mm/tahun. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November dan Desember. Banyaknya hujan yang turun berkisar antara 300 – 550 mm/bulan dan temperatur udara berkisar antara 24 - 32o C. (Gambar 3).

Gambar 3. Grafik curah hujan Tahun 2011 - 2013 0 100 200 300 400 500 600 700 800 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Ba ny ak ny a H uj an (m m ) Bulan

Grafik Curah Hujan Bulanan Sta. Karangsambung 2011 - 2013

2011 2012 2013

(5)

Pengujian laboratorium sifat fisik dan kekuatan geser tanah telah dilakukan pada contoh - contoh terganggu dan tak terganggu pada lokasi longsoran. Rangkuman hasil pengujian tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Sifat keteknikan contoh tanah

Kode Lokasi / No Sampel KRS 1 KRS 2 KRS 3 KRS 4 KRS 5 KRS 6

Klasifikasi Tanah Berdasarkan USCS CL CL ML ML CH CH

Kadar Air w % 23.12 18.71 29.52 37.78 46.2 51.04 Porositas n % 43.82 44.75 39.76 40.12 44.75 46.24 Angka Pori e 0.78 0.81 0.66 0.67 0.81 0.86 Derajat Kejenuhan Sr % 42.57 16.43 32.72 33.92 30.79 35.51 Batas Cair LL % 45.12 38.68 41.21 46.11 101.91 87.71 Batas Plastis PL % 20.22 23.43 26.58 27.62 29.98 35.86 Indeks Plastis IP % 24.90 15.25 14.63 18.49 72.93 51.85 Lempung ˂ 0,002 mm % 7.00 3.00 2.00 1.00 59.00 34.00 ˂ 0,005 mm % 10.00 3.00 5.00 5.00 12.00 20.00 Lanau 0,005-0,075 mm % 32.00 23.00 20.00 28.00 16.00 39.00 Pasir Halus 0,075-0,420 mm % 36.00 11.00 10.00 26.00 3.00 7.00 Pasir Sedang 0,420-2,000 mm % 15.00 24.00 20.00 24.00 4.00 0.00 Pasir Kasar 2,000-4,750 mm % 0.00 26.00 23.00 8.00 2.00 0.00 Kerikil > 4,750 mm % 0.00 10.00 20.00 8.00 4.00 0.00 Kohesi C (kg/cm2) 0.051 0.388 0.021 0.214 0.031 0.043 Sudut Geser ɸ (..0) 20.97 10.88 23.12 11.79 23.25 22.89

Pada tanah residual hasil pelapukan batuan yang berumur Pra-Tersier karakteristik geologi teknik dari hasil uji laboratoprium di daerah ini merupakan jenis lempung pasiran (CL) dan lanau pasiran (ML). Sedangkan pada tanah residual hasil pelapukan batuan yang berumur Tersier, dengan karakteristik geologi teknik dari hasil uji laboratoprium merupakan jenis lempung plastisitas tinggi (CH).

Kondisi diatas merupakan faktor pengontrol dan pemicu terjadinya bencana gerakan tanah yang saling mempengaruhi satu sama lainnya dan menentukan besar dan luasnya bencana gerakan tanah. Kepekaan suatu daerah terhadap bencana gerakan tanah pula ditentukan oleh pengaruh dan kaitan faktor ini satu sama lainnya. Di daerah lereng dengan medan yang curam (kemiringan lebih besar dari 400) gerakan menggeser atau melongsor adalah tinggi jika dibandingkan dengan medan yang agak mendatar (kemiringan lebih kecil dari 400). Daerah pegunungan pada umumnya ditutupi oleh lapisan tanah penutup yang lapuk yang berasal dari pelapukan batuan asal dibawahnya. Tebal lapisan tanah penutup ini berkisar dari beberapa centimeter hingga puluhan meter. Lapisan tanah penutup ini umumnya bersifat gembur, lunak dan mudah menghisap air. Makin lunak tanahnya makin mudah pula ia bergerak, terutama didaerah lereng. Tanaman yang tumbuh di atas lahan sangat mempengaruhi kondisi keairan dan batuan terutama tentang tingkat pelapukan dan tingkat kejenuhan tanah. Pembangunan gedung seperti perumahan bertingkat dan pemukiman penduduk

(6)

kemiringan lereng > 20o akan menyebabkan bertambahnya beban pada lereng perbukitan sehingga dapat memicu gerakan tanah. Perlapisan batuan sedimen yang sejajar dengan kemiringan lereng lebih peka terhadap gerakan tanah dari perlapisan yang tidak sejajar. Struktur – struktur gaeologi yang berbahaya adalah jalur – jalur atau zone patahan aktif. Gerakan atau pergeseran yang terjadi di daerah ini dapat memacu gerakantanah.

Air hujan dengan mudah merembes pada tanah yang gembur dan batuan yang berongga atau retak. Air rembesan ini berkumpul antara tanah penutup dan batuan asal segar atau pada lapisan alas yang kedap air. Tempat air rembesan ini berkumpul dapat berfungsi sebagai bidang luncur jika terjadi gerakan tanah. Meningkatnya kadar air dalam lapisan tanah atau batuan, terutama yang terletak pada lereng – lereng bukit. Dengan kata lain keairan dan curah hujan adalah faktor yang penting untuk diperhatikan.

Gerakan Tanah Di Wilayah Cagar Alam Geologi Karangsambung

Gerakan tanah yang terjadi di wilayah pengamatan memiliki tipe ; runtuhan, luncuran dan rayapan. Gerakan tanah tersebut memiliki dimensi yang bervariasi, yang menimbulkan banyak dampak kerusakan sarana infra struktur, lingkungan lahan dan lainnya. (Gambar 4).

Beberapa titik lokasi yang mengalami bencana gerakan tanah di daerah penelitian berada pada morfologi ketinggian antara 120 – 350 meter diatas permukaan air laut, merupakan daerah perbukitan berelief curam sampai terjal (100 - > 400) berarah relatif utara – selatan. Tipe gerakan tanah rayapan tersebar di daerah penelitian dengan morfologi ketinggian < 150 mdpl dengan relief agak curam (00 – 100), banyak terjadi di lahan kebun campuran dan pemukiman. Sedangkan gerakan tanah tipe longsoran dan runtuhan terjadi pada morfologi ketinggian > 150 mdpl dengan relief curam hingga terjal (200 – > 400), banyak terjadi di lahan hutan sekunder. (Gambar 5) (Tabel 2).

(7)

Gambar 5. Peta Kemiringan Lereng

Tabel 2. Distribusi Sebaran Gerakan Tanah Pada Tiap Kemiringan Lereng

JENIS GERAKAN TANAH KEMIRINGAN LERENG (o) 0 - 10 10 - 20 20 - 40 > 40 Runtuhan - - 5 4 Luncuran 2 3 4 29 Rayapan 7 9 16 6

Lokasi bencana gerakan tanah tersebar diberbagai satuan litologi yang mengalami proses penghancuran, kemudian mengalami pelapukan akibat dari proses pensesaran dan pengaruh iklim, dengan ketebalan tanah residu berkisar 2 – 5 meter (Gambar 6). Yang mengalami gerakan tanah tipe runtuhan terdiri atas satuan breksi dan batupasir vulkanik Formasi Waturanda. Sedangkan yang mengalami gerakan tanah tipe rayapan terdiri atas satuan batulempung berseling dengan batupasir dan batulanau Formasi Karangsambung, yang mengalami gerakan tanah dengan tipe luncuran terjadi pada satuan Komplek Melange dan Formasi Penosogan, di sebagian tempat terjadi pada satuan batulempung Formasi Totogan. (Tabel 3).

Gerakan tanah jenis luncuran dan nendatan terjadi pada Formasi Totogan, Karangsambung dan Melange Lukulo. Tanah residual pada formasi ini merupakan tanah plastisitas sedang dengan jenis lempung pasiran (CL) dan lanau pasiran (ML). Jenis tanah longsor tersebut terjadi pada tanggal 7 dan 21 November 2012 dengan karakteristik yang hampir serupa yaitu dengan jumlah curah hujan 105 mm/7 jam dengan intensitas 28 mm/jam dan 116 mm/10 jam dengan intensitas

(8)

Gambar 6. Ketebalan tanah Residu (a) Umur Pra-Tersier, (b) Umur Tersier

Tabel 3. Distribusi gerkan tanah pada tiap-tiap stratigrafi

TANAH PELAPUKAN BATUAN JENIS GERAKAN MASSA JUMLAH KEJADIAN

Formasi Panasogan Luncuran 3

Formasi Waturanda Luncuran dan Runtuhan 17

Formasi Totogan Luncuran 13

Formasi Karangsambung Luncuran dan Nendatan 17

Melange Lukulo Luncuran dan Nendatan 35

Gambar 7. Grafik curah hujan harian dan intensitas hujan pada bulan ; (a) November 2012 (b) Januari 2013 dan (c) Desember 2013

38,5 mm/jam (Gambar 7.a) serta pada bulan Januari 2013 dengan jumlah curah hujan 80 mm/5 jam dengan intensitas 31 mm/jam (Gambar 7.b). Sedangkan gerakan tanah jenis luncuran dan runtuhan

A B

c

(9)

yang terjadi pada Formasi Waturanda dan Penosogan. Tanah residual pada formasi ini merupakan tanah lempung plastisitas tinggi (CH). Jenis tanah longsor ini terjadi pada bulan Desember 2013 dengan karakteristik yaitu jumlah curah hujan sebesar 144 mm/hari intensitas 29.5 mm/jam (Gambar 7.c)

KESIMPULAN

Pendugaan potensi bencana gerakan tanah akibat pengaruh intensitas curah hujan terhadap kondisi geologi dan morfologi di daerah Cagar Alam Geologi Karangsambung telah dilakukan dalam upaya mengetahui metode penanggulangannya. Tingginya curah hujan pada bulan basah di wilayah ini menimbulkan banyak terjadinya bencana gerakan tanah. Berdasarkan hasil pengamatan di daerah ini, diketahui bahwa Wilayah Cagar Alam Geologi Karangsambung bagian utara daerah melange berumur Pra-Tersier dengan tanah residual hasil pelapukan batuan rijang, fillit dan konglomerat yang membentuk sebuah lereng curam – terjal (< 40) merupakan daerah gerakan tanah dengan tipe luncuran dan nendatan. Karakteristik geologi teknik tanah residual di daerah ini merupakan jenis lempung pasiran (CL) dan lanau pasiran (ML) yang memiliki permeabilitas cukup tinggi dan kuat geser yang relatif rendah. Sedangkan dari data curah hujan daerah ini memiliki karakteristik gerakan tanah akibat hujan berkisar < 100 mm yang terjadi hanya dalam waktu beberapa jam dengan intensitas > 30 mm/jam. Gerakan tanah yang terjadi di wilayah ini diakibatkan kaerena curah hujan yang tinggi dan tata guna lahan yang tidak tepat, menyebabkan air langsung meresap kedalam tanah residu sehingga tekanan air pori naik dengan cepat dan melemahkan kekuatan geser tanah. Dalam hal ini diperlukan penanganan penanggulangan bencana dengan mengurangi sudut kemiringan lereng dan membuat sulingan dari pipa paralon ¾” panjang 1 – 2 meter yang disuntikkan secara horizontal untuk pengaturan air tanah bawah permukaan. Vegetasi yang disarankan dengan jenis tanaman sengon dan waru gunung di daerah lereng yang ditanam dengan jarak 2 (dua) meter dapat mengikat tanah sehingga dapat memperkuat kekuatan geser tanah.

Kerawanan gerakan tanah dengan tipe runtuhan dan longsoran terjadi di wilayah bagian selatan daerah penelitian. Berumur Tersier dengan tanah residual hasil pelapukan batuan breksi andesit, napal dan tuff yang membentuk sebuah lereng sangat terjal (> 400). Karakteristik geologi teknik tanah residual di daerah ini merupakan jenis lempung plastisitas tinggi (CH). Sedangkan dari data curah hujan daerah ini memiliki karakteristik gerakan tanah akibat hujan berkisar > 140 mm/hari dengan intensitas > 29 mm/jam. Curah hujan tinggi tersebut menyebabkan air meresap kedalam rekahan batas batuan asal dengan tanah residual, batas tersebut menjadi bidang glincir yang melemahkan kekuatan geser tanah sehingga tanah residual meluncur bebas. Dalam hal ini diperlukan penanganan penanggulangan bencana dengan menutup bagian atas rekahan-rekahan batuan dan memperbaiki saluran air permukaan (SPA).

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih pada Ir. Yugo Kumoro selaku kepala UPT. Balai Informasi dan Konservasi kebumian – LIPI atas dukungan dan pendanaan dalam kegiatan penelitian DIPA tahun 2014.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Asikin, S. (1974) : Evolusi geologi Jawa Tengah dan sekitarnya ditinjau dari segi tektonik dunia yang baru. Laporan tidak dipublikasikan, disertasi, Dept. Teknik Geologi ITB, 103 hal. Asikin, S., Handoyo, A., Hendrobusono, dan Gafoer, S. (1992) : Geologic map of Kebumen quadrangle, Java, scale 1: 100.000, Geological Research and Development Center, Bandung.

Harsolumakso, A.H. (1996) : Status olistostrom di daerah Luk Ulo, Jawa Tengah: suatu tinjauan stratigrafi, umur dan deformasi. Kumpulan makalah seminar Nasional, 1996, “Peran

Sumberdaya Geologi dalam PJP II”, 101-121.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Wilayah Potensi Gerakan Tanah di Provinsi Jawa Tengah, Bulan Maret 2013, http://portal.vsi.esdm.go.id/

Suparka, M.E. (1988) : Studi petrologi dan pola kimia kompleks ofiolit Karangsambung utara Luh Ulo, Jawa Tengah, Evolusi geologi Jawa Tengah, Disertasi Jurusan Teknik Geologi ITB, tidak dipublikasikan, 181 hal.

Tjia, H.D. (1966) : Structural analyses of the Pre-Tertiary of the Lokulo area, Central Java, PhD dissertation, Contribut. From the Dept. of Geol., ITB, No. 63.

Tohari, A., Dwi Sarah, Eko Tri S. 2005, Studi pengaruh curah hujan terhadap gerakan tanah d i Sumedang, Jawa Barat, Laporan Penelitian Puslit Geoteknologi-LIPI, Bandung. Wakita, K., Munasri, dan Bambang, W. (1994) : Cretaceous radiolarians from the Luk-Ulo Melange

Complex in the Karangsambung area, Central Java, Indonesia, Journal SE Asian Sciences, 9, 29-43.

Gambar

Gambar 1. Peta Geologi dan Stratigrafi Daerah Luk Ulo dan Sekitarnya (modifikasi Asikin dkk., 1992)
Gambar 2. Peta Konservasi Lahan dan Pengolahan Tanaman DAS Lukulo
Tabel 1. Sifat keteknikan contoh tanah
Gambar 4. (a) Type Rayapan, (b) Tipe luncuran dan (c) Tipe runtuhan
+3

Referensi

Dokumen terkait

In the title “ The Implication of Indonesia Case-Based Groups (Ina-Cbg) of Cesarean Section Patients in Poor Family Health Payment Assurance in Undata Hospital of Central

&#34;Optimalisasi Kapasitas Produksi Tepung Kelapa dengan Metode Rough-Cut Capacity Planning&#34;, Jurnal Teknologi Pertanian Gorontalo (JTPG),

MAHASISWA PADA MATA KULIAH KAPITA SELEKTA MELALUI PENERAPAN MODEL. PEMBELAJARAN MIND MAPPING (Studi Kuasi Eksperimen terhadap

Salah satu contohnya adalah mandiri, mandiri merupakan sebuah sikap yang terdapat dalam setiap individu, dimana siswa akan lebih percaya diri, memiliki rasa ingin tahu yang

Dikarena lahir dari keturunan bangsawan Lombok maka diberikan tambahan nama diawal yaitu Lalu (wangse), menjadi Lalu Anas. Namun pada KTP dan KK saat ini tertulis

Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Peradilan Agama Di Indonesia&#34;, Jurnal Ilmiah Al-Syir'ah, 2017.. &#34;NILAI BUDAYA PADA LIRIK LAGU BERBAHASA REJANG

Covid-19 can be transmitted through droplets or splashes when someone infected with COVID-19 sneezes, coughs or talks within one meter, the droplets are at risk of contacting

Hasil yang dicapai adalah dengan tersedianya sistem aplikasi mesin mobil ini dapat mempercepat proses pengelolaan sumber daya mesin mobil pada PO.Baturaja Indah ’99 dan