• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. berupa skripsi, jurnal, tesis, artikel dan lain-lain, ditemukan beberapa penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. berupa skripsi, jurnal, tesis, artikel dan lain-lain, ditemukan beberapa penelitian"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI

1.1 Kajian Pustaka

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya yang telah dikumpulkan berupa skripsi, jurnal, tesis, artikel dan lain-lain, ditemukan beberapa penelitian yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini. Penelitian-penelitian yang dimaksud antara lain adalah sebagai berikut.

Pertama adalah tesis yang ditulis oleh Korhonen (2008) dengan judul Translation Strategies for Wordplay in The Simpsons. Penelitian ini dilakukan khusus untuk mengetahui strategi penerjemahan yang digunakan untuk menerjemahkan dajare yang terdapat dalam film The Simpsons ke dalam bahasa Findland. Teori yang digunakan adalah teori penerjemahan dajare yang dikemukakan oleh Delabastita untuk menganalisis data dan sebagai referensi untuk mengklasifikasi jenis-jenis dajare yang terdapat pada film The Simpsons. Hasil dari penelitian ini adalah 42 persen dari data diterjemahkan dari dajare teks sumber (TSu) ke dalam non-dajare pada teks sasaran (TSa). Kemudian 32 persen dari data menunjukkan bahwa dajare TSu diterjemahkan ke dalam dajare pada TSa dengan menggunakan strategi pertama yaitu menerjemahkan dajare ke dalam dajare. Dan 18 persen data menunjukkan bahwa dajare dihilangkan pada TSa menggunakan stategi penerjemahan dajare yang ke empat yaitu penerjemahan dari dajare ke zero atau kosong yang berarti dihilangkan. Dan yang terakhir dan paling minimal adalah dajare dari TSu diterjemahkan ke dalam kalimat yang mirip dengan dajare tapi bukan dajare sebanyak 4 persen data dengan

(2)

menggunakan strategi ke tiga yaitu mengganti dajare dengan kalimat yang mirip, dan sisa 4 persen lagi tidak diterjemahkan dan tetap memakai dajare pada teks sumbernya.

Perbedaan penelitian Korhonen dengan penelitian ini adalah pada analisis prosedur penerjemahan yang digunakan dalam menerjemahkan dajare. Pada penelitian Korhonen tidak dicantumkan prosedur-prosedur penerjemahan yang dilakukan dalam menerjemahkan dajare ke dalam bahasa Findland, sementara pada penelitian kali ini dicari rincian prosedur yang dilakukan untuk menerjemahkan dajare ke dalam bahasa Indonesia. Penerjemahan dajare dan teori penerjemahan dajare dalam penelitian Elina digunakan sebagai referensi untuk penelitian ini, untuk mengetahui bentuk-bentuk penerjemahan dajare dalam bahasa Indonesia.

Kedua, Pedersen (2010) dalam tesisnya yang berjudul The Translation of Puns-An Analysis of The Fate of Puns in Subtittling with Sex and The City as An Empirical Example menganalisis tentang penerjemahan dajare dalam subtitel pada film Sex and The City ke dalam bahasa Spanyol dan ke dalam bentuk yang seperti apakah dajare tersebut diterjemahkan. Penelitian ini juga memfokuskan untuk memeriksa apakah hilangnya unsur humor pada dajare merupakan kecenderungan yang terjadi pada penerjemahan dajare pada subtitel. Dalam analisisnya Pedersen juga menggunakan teori Delabastita untuk mengetahui sifat-sifat dajare dan strategi penerjemahannya. Sedangkan dalam menganalisis karakteristik subtitel digunakan teori yang dikemukakan Gottlieb. Hasilnya adalah

(3)

hanya sepertiga dari data yang mempertahankan makna asli dari teks sumbernya. Ini membuktikan bahwa banyak aspek humor dari TSu tidak diberikan pada TSa.

Penelitian Pedersen memiliki persamaan dengan penelitian ini yaitu pada objek yang diteliti, yaitu dajare. Persamaannya juga terdapat pada teori penerjemahan yang digunakan, yaitu teori penerjemahan dajare. Perbedaannya adalah Pedersen memfokuskan pada penerjemahan subtitel sedangkan penelitian kali ini memfokuskan pada penerjemahan komik. Perbedaan lainnya adalah pada tujuan penelitian, yakni pada penelitian Pedersen difokuskan untuk mengetahui apakah makna asli dari dajare tetap dipertahankan ataukah tidak, sedangkan penelitian kali ini memfokuskan untuk mengetahui bentuk dajare setelah diterjemahkan pada TSa.Cara menganalisis bentuk dajare, serta pemahaman tentang teori penerjemahan dajare dalam penelitian Pedersen, digunakan sebagai acuan untuk memudahkan dalam proses analisis data dalam penelitian ini.

Ketiga, Qafzezi (2013) dalam jurnal ilmiah yang berjudul (Re)Creating the Power of Language: A Comparative Analysis on Pun Translation in „Alice‟s Adventures in Wonderland‟ and Its Variants in Albanian menganalisis tentang penerjemahan dajare dalam cerita Alice in Wonderlandke dalam bahasa Albania dan mengeksplorasi makna tersirat yang terkandung di dalamnya, serta membandingkan efek aslinya dengan efek yang tercipta setelah diterjemahkan. Perbandingan yang dilakukan tidak hanya untuk menentukan perubahan jenis dan komposisi yang terjadi antara dajare TSu dengan terjemahannya, melainkan juga untuk mengetahui apakah efek humor dalam teks aslinya masih terasa pada teks terjemahannya. Dalam penelitian ini digunakan strategi penerjemahan dajare

(4)

milik Delabastita untuk menganalisis data-data yang tersedia. Hasil yang didapat adalah 52 persen dari data diterjemahkan ke dalam kalimat biasa pada TSa, 34 persen data menunjukkan bahwa dajare dalam TSu diterjemahkan menjadi dajare pada TSa, 12 persen data menunjukkan bahwa dajare yang terdapat pada TSu dicantumkan begitu saja pada TSa tanpa diterjemahkan, dan 2 persen dari data menunjukkan bahwa dajare pada TSu dihilangkan dalam TSa.

Penelitian Qafzezi memiliki persamaan dengan penelitian yang dilakukan kali ini yaitu, objek yang diteliti, dajare. Persamaan lainnya adalah sama-sama menggunakan teori penerjemahan dajare milik Delabastita. Perbedaan dari penelitian Qafzezi dengan penelitian yang dilakukan kali ini yaitu terletak pada tujuan penelitian. Penelitian Qafzezi bertujuan untuk membandingan efek humor yang terkandung dalam dajare TSu dengan terjemahannya, sementara penelitian kali ini bertujuan untuk mencari bentuk dajare setelah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Perbedaan lainnya tentu bisa dilihat dari bahasa yang digunakan, yaitu bahasa Inggris-Albania dengan bahasa Jepang-Indonesia. Penelitian Qafzezi digunakan sebagai referensi tentang teori penerjemahan dajare dan menambah pemahaman tentang cara menganalisis dajare dan penerjemahannya.

1.2Konsep

Adapun konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian kali ini, adalah penerjemahan dan dajare.

1.2.1Penerjemahan

Penerjemahan dalam bahasa Jepang disebut 翻 訳 (honyaku), yang didefinisikan sebagai berikut:

(5)

ある国の言葉(文章)を他の国の言葉(文章)に表現しなおすこと。 (Gendai Kokugo Jiten, 1994:1145) Aru kuni no kotoba (bunshō) wo hoka no kuni no kotoba (bunshō) ni hyōgen shi naosu koto.

“Penggantian ekspresi dari bahasa (kalimat) suatu negara ke dalam bahasa (kalimat) negara lainnya”.

Dalam bahasa Inggris, penerjemahan dikenal dengan istilah translation yang berasal dari bahasa Latin, translation yang berarti „sesuatu yang diseberangkan‟. Penerjemahan mengimplikasikan adanya dua bahasa yaitu bahasa sumber (BSu) dan bahasa sasaran (BSa). Bahasa sumber adalah bahasa teks yang diterjemahkan dan bahasa sasaran adalah bahasa teks hasil terjemahan.

Newmark (1988) mendefinisikan penerjemahan sebagai kegiatan menerjemahkan makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai dengan maksud pengarang.

Nida dan Taber (1974:12) mendefinisikan penerjemahan sebagai usaha mereproduksi pesan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan ekuivalensi alami yang paling mendekati, penekanan pertama terletak pada makna dan yang kedua pada gaya bahasanya.

1.2.2Dajare

Dajare adalah permainan kata dalam bahasa Jepang berupa transformasi kata, nomina, atau peribahasa menjadi kata atau serangkaian kata yang hampir serupa dengan maksud bercanda. Arti harfiah dajare adalah lelucon buruk, berasal dari kata 駄(da) yang berarti buruk, ditambah kata 洒 落(share) yang berarti lelucon. Dalam permainan kata atau dajare di Jepang, pembicara biasanya memasangkan dua buah frasa yang mirip atau identik untuk menciptakan sebuah

(6)

ungkapan. Dulunya dajare dianggap sesuatu yang intelektual karena memainkan kata-kata yang memiliki bunyi yang sama, tetapi ditulis dengan huruf yang berbeda. Karena itulah kesan keren (share) muncul. Namun, karena dajare lebih sering dilontarkan oleh orang-orang tua, maka lama-kelamaan kesan keren pada dajare menghilang, dan ditambahkan kata駄(da) yang artinya buruk atau tidak menarik. Karena itu pula dajare sering kali disebut dengan 親父ギャグ (oyaji gags) atau lelucon orang tua oleh kaum remaja di Jepang.

Shinohara dan Kawahara (2009:111) mengungkapkan bahwa kesesuaian antara dua frasa identik dalam dajare bisa menjadi sempurna atau tidak sempurna. Dalam dajare sempurna, bunyi yang identik akan muncul dua kali atau homofon, seperti contohnya pada kata hana yang berarti bunga dan hana yang berarti hidung. Keduanya memiliki pengucapan yang sama, ejaan yang sama tetapi memiliki arti yang berbeda. Di sisi lain, dajare tidak sempurna akan memunculkan bunyi yang mirip, tapi dengan ejaan yang berbeda seperti contohnya kata okosama (anak) dan okosanaide (jangan bangunkan) memiliki bunyi yang mirip, tapi memiliki ejaan yang berbeda. Ada juga dajare yang tidak melibatkan kata-kata yang mirip dalam pengucapannya, tetapi merupakan permainan kata untuk membuat lelucon dari sebuah kalimat yang sudah ada.

Masih selaras dengan pendapat Shinohara dan Kawahara, Otake (2009) juga membagi dajare menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Dajare homofon (homophonic dajare), yaitu dajare sempurna dengan bunyi yang sama, tetapi makna yang berbeda. Contohnya Kono sensu wa sensu ga ii (Kipas lipat ini berkelas). Kata Sensu (扇子) yang berarti kertas lipat memiliki

(7)

kesamaan bunyi dengan Sensu (センス) yang diserap dari bahasa Inggris sense yang berarti selera.

2. Dajare semi homofon (near-homophonic dajare), yang merupakan dajare yang memiliki bunyi yang mirip, tetapi berbeda ejaannya. Contohnya Futon ga futtonda (Kasurnya terbang). Kata futon (布団) memiliki kemiripan bunyi dengan futtonda (吹っ飛んだ) tetapi dengan ejaan yang berbeda.

3. Dajare sematan (embedded dajare), yang merupakan dajare yang dibentuk dengan memasukkan kata-kata yang memiliki perbedaan baik dalam pengucapan maupun ejaan, tetapi menghasilkan keharmonisan bunyi dalam kalimatnya, dan biasanya digunakan untuk membuat lelucon dari sebuah kata atau kalimat yang terkenal. Contohnyaこのバイクはガソリンを倍食う (kono baiku ha gasorin wo bai kuu) „sepeda motor ini mengonsumsi bensin dua kali lipat‟. Kata baiku (motor) dibuat lelucon dengan menambahkan kata bai kuu (mengonsumsi dua kali lipat) pada akhir kalimat.

Otake juga menambahkan bahwa dari ketiga jenis dajare tersebut, dajare sematan dan dajare homofon lah yang paling sering digunakan, karena permainan kata dalam bahasa Jepang tidaklah serumit kata-kata berbahasa Inggris dimana dalam bahasa Jepang kata-kata berhomofon sangat banyak ditemukan dan bisa digunakan dengan bebas dalam dajare.

Dapat disimpulkan bahwa dalam pembentukan dajare hal yang merupakan poin utama adalah pemilihan kata satu dengan yang lain yang harus memiliki kemiripan bunyi dengan arti yang berbeda. Selain itu, pemilihan kata dan perangkaiannya juga harus disesuaikan dengan konteks inti pesan yang

(8)

dikomunikasikan agar pesan lebih efektif dan lebih menarik untuk dipahami oleh lawan bicara. Walaupun pada penggunaannya ada yang menyalahi kaidah kebahasaan yang ada, tetapi hal ini bukan dianggap suatu masalah.Karena bentuk kesenangan dari hasil penciptaan dajare sesuai dengan perpaduan kata yang harmonis memberikan nilai lebih dalam berbahasa.

1.3 Kerangka Teori

Penelitian ini menggunakan strategi penerjemahan pun dari Delabastita untuk menganalisis perubahan bentuk dajare setelah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dan prosedur penerjemahan milik Machali untuk mendapatkan rincian prosedur penelitian yang digunakan dalam menerjemahkan dajare ke dalam bahasa Indonesia.

1.3.1 Strategi Penerjemahan Pun

Strategi penerjemahan yang digunakan dalam menganalisis bentuk dajare setelah diterjemahkan adalah strategi penerjemahan pun yang dikemukakan oleh Delabastita. Delabastita (2004) telah menyajikan berbagai teori penerjemahan untuk menerjemahkan permainan kata. Teori ini memungkinkan untuk permainan kata dari teks sumber untuk mendapatkan kehidupan baru dalam teks sasaran. Berikut adalah strategi penerjemahan pun milik Delabastita yang digunakan dalam penelitian kali ini.

1. Pun to Pun

Strategi ini digunakan dengan mengganti dajare dari TSu menjadi dajare pada TSa, yang mungkin kurang lebih berbeda dari permainan kata dari TSu dilihat dari struktur formal, struktur semantik, atau fungsi leksikal.

(9)

2. Pun to Non-pun

Strategi ini digunakan dengan menerjemahkan dajare TSu ke dalam kalimat biasa yang bukan dajare. Kemungkinan yang terjadi adalah unsur humor pada kedua bahasa terselamatkan, atau hanya salah satu saja yang tersampaikan.

3. Pun to Punoid

Dalam strategi ini, dajare digantikan dengan unsur retoris lain yang masih berhubungan dengan permainan kata (misalnya pengulangan, aliterasi, sajak, ironi, paradoks, dan lain-lain) yang bertujuan untuk menyampaikan kembali efek humor dajare pada TSu.

4. Pun to Zero

Strategi ini memaksa kita untuk menghilangkan unsur dajare beserta kalimatnya, atau dengan kata lain dihilangkan pada TSa.

5. Pun ST = Pun TT

Strategi ini digunakan dengan mereproduksi dajare pada TSu dalam rumusan aslinya, tanpa benar-benar menerjemahkannya pada TSa.

6. Non-pun to Pun

Strategi ini memungkinkan penerjemah untuk memunculkan dajare yang terdapat dalam bahasa sasaran di dalam teks terjemahan, walaupun dalam teks aslinya tidak terdapat dajare. Hal ini dilakukan untuk mengganti dajare yang terpaksa dihilangkan sebelumnya karena tidak ditemukan padanan yang tepat.

7. Zero to Pun

Strategi ini memungkinkan penerjemah untuk menambahkan materi tekstual yang benar-benar baru ke dalam teks, yang berisi dajare dan tidak

(10)

memiliki pembenaran atau panduan yang jelas dalam teks sumber, dan hanya berperan sebagai alat kompensasi.

8. Editorial Technicques

Strategi ini digunakan dengan menggunakan teknik editorial, yakni memberi catatan kaki untuk menjelaskan perbedaan antara TSu dan TSa, dan memberikan solusi yang mungkin dilakukan.

1.3.2 Prosedur Penerjemahan

Menurut Machali (2000:63) ada lima prosedur penerjemahan yang dianggap penting dalam proses penerjemahan. Berikut adalah prosedur penerjemahan menurut Machali.

1. Pergeseran Bentuk (Transposisi)

Transposisi adalah suatu prosedur penerjemahan yang melibatkan pengubahan bentuk gramatikal BSu ke BSa. Empat jenis pergeseran bentuk, adalah sebagai berikut.

a. Pergeseran jenis pertama adalah pergeseran bentuk yang wajib dan otomatis dilakukan karena sistem kaidah bahasa mengharuskannya. Dalam hal ini penerjemah tidak memiliki pilihan lain selain melakukannya. Contohnya adalah perubahan pola gramatikal bahasa Jepang SOP menjadi pola SPO dalam bahasa Indonesia.

b. Pergeseran jenis kedua adalah pergeseran yang dilakukan apabila suatu struktur gramatikal dalam BSu tidak ada dalam BSa. Pergeseran bentuk ini memperlihatkan masih adanya pilihan dalam menerjemahkannya. Contohnya „buku itu harus kita bawa‟ diterjemahkan menjadi „we must

(11)

bring the book‟. Peletakan objek di latar depan dalam bahasa Indonesia tidak ada dalam konsep struktur gramatikal bahasa Inggris, kecuali dalam kalimat pasif atau struktur khusus, sehingga terjadi pergeseran bentuk menjadi struktur kalimat biasa.

c. Pergeseran jenis ketiga adalah pergeseran yang dilakukan karena alasan kewajaran ungkapan, demi menghasilkan terjemahan yang natural dalam bahasa sasaran. Pergeseran ini terjadi bila suatu ungkapan dalam BSu dapat diterjemahkan secara harfiah ke dalam BSa melalui cara gramatikal, tetapi padanannya kaku dalam BSa. Contohnya perubahan dari nomina menjadi verba pada kalimat „I disavow any knowledge of their plot‟ diterjemahkan menjadi „saya menyangkal mengetahui apa pun tentang persekongkolan mereka‟. Nomina „knowledge‟ diterjemahkan menjadi verba „mengetahui‟.

d. Pergeseran jenis keempat adalah pergeseran yang dilakukan untuk mengisi kerumpangan kosakata, kesenjangan leksikal menggunakan suatu struktur gramatikal. Contohnya penerjemahan kata menjadi frase pada kata „deliberate‟ diterjemahkan menjadi frase „dengan sengaja, tenang dan berhati-hati‟.

2. Pergeseran Makna (Modulasi)

Pergeseran makna adalah memberikan padanan yang secara semantis berbeda sudut pandang arti atau cakupan maknanya, tetapi dalam konteks yang bersangkutan memberikan pesan atau maksud yang sama. Machali membagi modulasi menjadi dua jenis, yaitu modulasi wajib dan modulasi bebas.

(12)

a. Modulasi wajib dilakukan apabila suatu kata, frase atau struktur tidak ada padanannya dalam BSa. Contohnya bentuk aktif dalam BSu menjadi pasif dalam BSa dan sebaliknya.

b. Modulasi bebas dilakukan karena alasan nonlinguistic, misalnya untuk memperjelas makna, atau mencari padanan yang terasa alami dalam BSa. Contohnya untuk menyatakan secara tersurat dalam BSa makna tersirat yang terkandung dalam BSu. Konsep ini disebut eksplisitasi, yakni memperjelas apa yang tersirat dalam makna. Akan tetapi bisa juga terjadi sebaliknya, yang disebut dengan implisitasi.

3. Penyesuaian (Adaptasi)

Adaptasi adalah pengupayaan padanan kultural antara dua situasi tertentu. Beberapa ungkapan kultural yang konsepnya tidak sama antara BSu dan BSa memerlukan adaptasi, misalnya salam resmi pembukaan surat “Dengan hormat” dalam bahasa Indonesia, diterjemahkan menjadi haikei dalam bahasa Jepang. 4. Pemadanan Berkonteks

Pemadanan konteks adalah penempatan suatu informasi dalam konteks agar maknanya jelas bagi penerima informasi. Dalam penerjemahan penting juga diperhatikan prinsip komunikasi bahwa semakin kaya konteks suatu berita (yang terwujud dalam kalimat), semakin kecil kemungkinan salah informasi. Contohnya ungkapan “Selamat malam” dalam bahasa Indonesia tidak selalu diterjemahkan menjadi konbanwa dalam bahasa Jepang. Padanannya dalam bahasa Jepang bergantung pada konteks. Apabila diucapkan saat bertemu, maka padanannya adalah konbanwa, tapi jika berpisah padanannya adalah oyasuminasai.

(13)

5. Pemadanan Bercatatan

Apabila semua prosedur penerjemahan itu tidak dapat menghasilkan padanan yang diharapkan, langkah yang dapat dilakukan adalah pemadanan bercatatan. Hal ini berlaku misalnya dalam penerjemahan kata atau ungkapan yang padanan leksikalnya sama sekali tidak ada dalam BSa.

Referensi

Dokumen terkait

Ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhi hasil tangkapan nelayan antara lain; (1) Tenaga kerja, (2) Bahan bakar, (3) Jenis alat tangkap yang digunakan (4) Jenis kapal,

Penelitian dibatasi pada faktor risiko jenis vektor, kepadatan vektor, tempat perindukan vektor seperti: parit/selokan, Tumbuhan air, rawa- rawa, sawah, kolam,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan finansial usaha traktor roda empat pada pengolahan tanah lahan rawa pasang surut di daerah Kecamatan Lalan Kabupaten Musi

Menurut Kementerian Negara Lingkungan Hidup, sekitar 59,91% sampah dibuang ke TPA, sisa sebesar 40,09% dikelola dengan dtimbun (7,54%), dijadikan kompos dan dimanfaatkan

Hasil dari ekstraksi disebut dengan ekstrak yaitu sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut

Sebagai ilustrasi, andaikata kita menggunakan Discrete Fourier Transform untuk mengubah domain penyisipan data, maka arsip suara jelas membutuhkan cost yang cukup

Dengan ini penulis akan mencoba merancang, membuat serta mengimplementasikan sistem pengambilan keputusan ke dalam bentuk yang terkomputerisasi yaitu dalam bentuk

Pada penjadwalan ini job 1 memiliki waktu proses terlama, sehingga job 1 harus ditempatkan pada akhir proses produksi, Berdasarkan hasil sequencing dari AIS,