PSP 02 SPKN :
“Pemeriksa harus mempersiapkan dan memelihara
dokumentasi pemeriksaan dalam bentuk
kertas kerja
pemeriksaan
. Dokumentasi pemeriksaan yang
berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan
pelaporan pemeriksaan dapat menjadi bukti yang
mendukung opini, temuan, simpulan dan rekomendasi
Kertas Kerja Audit :
catatan-catatan yang dibuat atau dikumpulkan dan
disimpan oleh auditor mengenai
prosedur audit yang
ditempuh
,
pengujian yang dilakukan
,
keterangan yang
diperoleh
, dan
kesimpulan
sehubungan dengan audit.
Kertas kerja audit merupakan alat utama untuk
mengendalikan dan mencatat penugasan audit
sehingga mendukung kredibilitas pekerjaan audit.
Kredibilitas suatu pekerjaan audit dapat meningkat
apabila pekerjaan audit dicatat dan dikendalikan
dengan cara yang rasional, teratur dan konsisten.
PSP 02 SPKN :
Dokumentasi pemeriksaan memberikan tiga manfaat,
yaitu:
1.
Memberikan dukungan utama terhadap laporan hasil
pemeriksaan.
2.
Membantu pemeriksa dalam melaksanakan dan
mengawasi pelaksanaan pemeriksaan.
3.
Memungkinkan pemeriksa lain untuk mereviu
kualitas pemeriksaan.
Kertas Kerja Audit disusun dengan tujuan antara lain :
1) Sebagai penyimpan informasi yang diperolehnya dari hasil pengumpulan dan pengujian bukti audit, serta hasil evaluasinya.
2) Mengidentifikasikan dan mendokumentasikan temuan-temuan kelemahan, pemborosan, defisiensi, dan ketidakefektifan.
3) Membantu agar pelaksanaan audit berjalan dengan tertib. Dalam hal ini Kertas Kerja Audit mendokumentasikan apa yang telah/sedang dikerjakan, dan memberikan alasan mengapa suatu pekerjaan belum dilaksanakan.
4) Memberikan dukungan dalam pembicaraan dengan personil operasi. Oleh karena operasi perusahaan bersifat kompleks (rumit), maka kaitan antara sistem dan organisasi sulit untuk diingat di luar kepala. Bila auditor mencatat uraian-uraian dan bagan-bagan dalam Kertas Kerja Audit-nya dan diberi indeks, maka auditor dapat menghubungi orang-orang yang terlibat dalam operasi untuk lebih memahami (pekerjaan) mereka.
5)
Memberikan dukungan dalam penulisan laporan audit
(kertas
kerja
audit
memudahkan
pemindahan
data/informasi ke dalam laporan).
6)
Sebagai alat untuk mempertahankan pendapat. (Kertas
Kerja Audit yang disusun dan direferensikan dengan baik
akan membantu auditor dalam mempertahankan
pendapat dan rekomendasinya.
7)
Sebagai dasar review bagi penyelia/ketua tim mengenai
perkembangan pekerjaan audit (Kertas Kerja Audit
merupakan bukti dari pelaksanaan audit yang otentik).
8)
Sebagai dasar untuk menilai kemampuan teknis, keahlian,
dan ketelitian auditor yang bersangkutan.
9)
Sebagai bahan (data penunjuk) untuk review berikutnya.
(Pengulangan audit pada periode berikutnya dapat lebih
mudah dan ekonomis, serta review berikutnya dapat
dilaksanakan lebih awal (sebab datanya sudah tersedia).
Panduan Manajemen Pemeriksaan BPK :
Karakteristik kertas kerja yang disiapkan oleh auditor
BPK sebagai berikut:
1.
Lengkap dan akurat,
2.
Jelas dan ringkas,
3.
Mudah disiapkan,
4.
Mudah dimengerti dan berurutan,
5.
Relevan,
6.
Terorganisasi dengan baik,
Jenis-jenis kertas kerja audit :
1.
Kertas Kerja Neraca Saldo
, merupakan kertas kerja yang
paling penting di dalam audit karena: (a)
menjadi mata
rantai penghubung antara akun buku besar auditan dan
item-item yang dilaporkan dalam laporan keuangan,
(b)
memberikan dasar untuk pengendalian seluruh kertas kerja
individual,
(c)
mengidentifikasikan kertas kerja spesifik
yang memuat bukti audit bagi setiap item laporan
keuangan.
2.
Kertas Kerja Skedul dan Kertas Kerja Analisis,
merupakan
kertas kerja yang memuat bukti yang mendukung
item-item dalam kertas kerja neraca saldo. Contoh: skedul
piutang dagang, skedul aktiva tetap, dan lain-lain.
3.
Memoranda
Audit
dan
Informasi
Pendukung.
Memoranda audit merujuk pada data tertulis yang disusun
oleh auditor dalam bentuk naratif. Memoranda meliputi
komentar-komentar atas pelaksanaan prosedur-prosedur
audit
seperti: ruang lingkup audit, temuan audit, dan
kesimpulan audit. Selain itu, auditor juga dapat menyusun
memoranda audit untuk
mendokumentasikan informasi
pendukung
sebagai berikut: (a) Salinan risalah rapat, (b)
Representasi tertulis dari manajemen dan para pakar yang
berasal dari luar organisasi, (c) Salinan kontrak penting
4.
Ayat Jurnal Penyesuaian dan Reklasifikasi.
Ayat jurnal
penyesuaian
merupakan koreksi
atas kesalahan auditan
sebagai akibat pengabaian atau salah penerapan standar
akuntansi. Ayat jurnal reklasifikasi berkaitan dengan
penyajian laporan keuangan yang benar dengan saldo
akun yang sesuai.
Dokumentasi yang diselenggarakan dalam proses audit
harus mempertimbangkan hal-hal berikut, yaitu:
1.
Setiap arsip audit harus memiliki informasi
identifikasi seperti nama auditan, periode yang
dicakup, penjelasan ringkas tentang isi, paraf staf
audit yang menyiapkan, tanggal pembuatan, dan kode
indeks.
2.
Dokumentasi audit harus berindeks dan bereferensi
silang untuk memudahkan pengorganisasian dan
pengarsipan.
3.
Dokumentasi audit yang lengkap harus secara jelas
mengindikasikan pekerjaan audit yang dilakukan dengan
menggunakan cara-cara berikut: (a) Pernyataan tertulis
dalam formulir memo (b) Dengan memberikan paraf pada
prosedur audit di dalam program audit, dan ; (c) Dengan
memberikan tanda langsung pada skedul dengan
kode-kode tertentu yang nantinya dijelaskan pada bagian bawah
skedul.
4.
Dokumentasi audit harus mencakup informasi yang cukup
untuk memenuhi tujuan-tujuan perancangannya dan
auditor harus memperhatikan hal ini.
5.
Simpulan yang diperoleh dari setiap prosedur audit yang
dilaksanakan harus dijelaskan dengan cara yang
sederhana.
PSP 02 SPKN :
Dokumentasi
pemeriksaan
juga
harus
memuat
informasi tambahan sebagai berikut:
1.
Tujuan, lingkup, dan metodologi pemeriksaan,
termasuk kriteria pengambilan uji-petik (sampling)
yang digunakan.
2.
Dokumentasi pekerjaan yang dilakukan untuk
mendukung simpulan dan pertimbangan profesional.
3.
Bukti tentang reviu supervisi terhadap pekerjaan yang
dilakukan.
4.
Penjelasan pemeriksa mengenai standar yang tidak
diterapkan beserta alasan dan akibatnya.
Ketua tim dan anggota tim audit memiliki tugas-tugas yang
berbeda berkenaan dengan pengelolaan kertas kerja, yaitu :
1.
Anggota tim bertugas menyusun kertas kerja ketika
melaksanakan
setiap
prosedur
audit
berdasarkan
penugasan yang diberikan oleh ketua tim.
2.
Ketua tim bertanggungjawab memeriksa, menganalisis
dan menilai kertas kerja audit yang disiapkan anggota tim,
serta memberikan petunjuk untuk perbaikan kertas kerja
audit (bila diperlukan)
Catatan :
Tujuan ketua tim menelaah kertas kerja ini adalah untuk
memastikan bahwa semua prosedur audit telah dilaksanakan
sesuai dengan panduan yang ada.
Pengarsipan Kertas Kerja Kertas kerja diarsipkan menurut dua kategori sebagai berikut:
1. File Permanen. File permanen memuat data yang diharapkan tetap bermanfaat bagi auditor dalam banyak perikatan dengan auditan di masa mendatang. Item-item yang dijumpai dalam berkas permanen ialah: (a) Salinan AD/ART auditan ; (b) Bagan akun dan manual/pedoman prosedur ; (c) Struktur organisasi ; (d) lay-out kantor/tempat produksi atau pelayanan, berikut produk/jasa utama yang dihasilkan/diberikan; (e) Regulasi mengenai penyertaan modal, atau penerbitan obligasi; (f) Salinan kontrak jangka panjang, seperti sewa guna usaha, kontrak kerja proyek tahun jamak, dan rencana pensiun, (g) Skedul amortisasi kewajiban jangka panjang serta penyusutan aktiva auditan (bila ada) ; (h) Ikhtisar prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan oleh auditan.
2.File Tahun Berjalan. File tahun berjalan memuat informasi yang berkaitan dengan program audit tahun berjalan, antara lain : skedul kertas kerja, program audit, kertas kerja neraca saldo, memoranda audit, ayat jurnal penyesuaian dan reklasifikasi, dll.
Bukti audit :
semua informasi yang digunakan oleh auditor untuk
menentukan apakah informasi yang diaudit telah disajikan
sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Informasi ini beragam tergantung pada tingkat pengaruhnya
terhadap keputusan auditor mengenai :
Apakah laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum,
Apakah kinerja auditan telah sesuai dengan yang
diharapkan (ekonomis, efisien, dan efektif ), atau ;
Masalah utama pengambilan keputusan atas bukti audit
adalah : penentuan
jenis
dan
jumlah
bukti audit yang
memadai untuk mengambil kesimpulan.
Keputusan auditor dalam pengumpulan bukti audit
dapat dibagi dalam 4 (empat) bagian yaitu:
1.
Menentukan
Prosedur audit
yang akan digunakan.
2.
Menentukan
ukuran sampel
yang akan diuji dengan
prosedur tersebut.
3.
Menentukan
Item yang akan dipilih
sebagai sampel
dari populasinya.
4.
Menentukan
waktu/jadwal
melaksanakan prosedur
audit tersebut.
Akurat
;
Relevan
;
Cukup
;
Tepat Waktu/Bermanfaat
2 (dua) faktor yang menentukan tingkat persuasif bahan
bukti adalah :
1.
Tingkat kompetensi (competency)
. Tingkat kompetensi
atau sering dipertukarkan dengan
reliability of evidence
mencerminkan sejauh mana bukti audit dapat dipercaya.
Karakteristik bukti audit yang kompeten yaitu: (a)
Relevansi
; (b) Tingkat
independensi penyedia informasi
;
(c)
Kualifikasi dari penyedia informasi
; (d) Tingkat
efektifitas pengendalian intern
dari auditan ; (e)
Pengetahuan langsung auditor
atas bukti audit ; (f)
Tingkat
obyektivitas
; (g)
Tepat waktu
.
Konrath (2002)
menjelaskan bahwa bukti audit terdiri
dari
fakta-fakta
dan
penalaran-penalaran
yang
mempengaruhi pemikiran auditor. Bukti audit tersebut
adalah :
1.
Bukti faktual (Factual Evidence)
adalah bukti
langsung dan secara umum dianggap lebih kuat
daripada bukti hasil penalaran. Contoh : Pengamatan
atas persediaan untuk meyakinkan eksistensinya.
2.
Bukti hasil penalaran (Inferential Evidence)
adalah
bukti tidak langsung untuk mendukung penarikan
kesimpulan. Contoh : Pengamatan atas persediaan
yang menumpuk dapat membuat auditor menduga
bahwa persediaan tersebut sudah usang.
Tingkatan bukti Audit :
1)
Bukti Utama (
Primary Evidence
)
, yaitu bukti yang dapat
menghasilkan kepastian yang paling kuat atas fakta.
2)
Bukti Tambahan (
Secondary Evidence
)
, yaitu bukti yang
dapat diterima bila bukti utama ternyata hilang atau
rusak, atau dapat pula diterima bila dapat ditunjukan
bahwa bukti ini merupakan pencerminan yang layak atas
bukti utama.
3)
Bukti Langsung (
Direct Evidence
)
, yaitu bukti yang
menunjukkan fakta tanpa kesimpulan ataupun anggapan.
4)
Bukti Tidak Langsung (
Circumtantial Evidence
)
, yaitu
bukti yang cenderung untuk menetapkan suatu fakta
dengan pembuktian fakta lain yang setaraf dengan fakta
utama.
5)
Bukti Pendukung (
Corraborative Evidence
)
, yaitu
merupakan bukti tambahan dari suatu karakter yang
berbeda tetapi digunakan untuk tujuan yang sama.
Prosedur audit umum yang digunakan untuk memperoleh dan atau memverifikasi bukti audit yang kompeten dan cukup antara lain :
1. Pemeriksaan Fisik/inspeksi (contoh aplikasi pada : aset). 2. Konfirmasi (contoh aplikasi pada : piutang, utang).
3. Dokumentasi (contoh aplikasi pada : dokumen, catatan, laporan milik auditan).
4. Prosedur analitis (contoh aplikasi pada : laporan keuangan, atau laporan kuantitatif lainnya)
5. Interview dengan auditan (contoh aplikasi pada : implementasi pengendalian dan prosedur kerja, dan kebijakan manajemen) 6. Pelaksanaan kembali oleh auditor (contoh aplikasi : rekonsiliasi
bank, neraca saldo, penghitungan kembali penjumlahan/ pengurangan/perkalian/pembagian pada dokumen atau catatan milik auditan)
7. Pengamatan (contoh aplikasi : pengamatan atas fasilitas, kegiatan, proses produksi/pelayanan)
Sawyer dan Dittenhofer (2002)
mengemukakan bahwa fokus
dari bukti audit berbeda dari bukti hukum, yaitu :
1.
Bukti hukum sangat bergantung pada pemberian
kesaksian dengan berbicara (oral testimony) sedangkan
bukti audit lebih mengandalkan bukti dokumentasi.
2.
Bukti hukum memperbolehkan adanya dugaan-dugaan
tertentu bahwa fakta-fakta yang tertera dalam dokumen
perjanjian antara pihak-pihak yang berkaitan adalah
benar, sedangkan auditor tidak terikat pada suatu dugaan
tertentu dan akan selalu menguji semua bukti sampai
auditor tersebut merasa puas mengenai kebenarannya.
Auditor harus memahami bukti hukum (
legal evidance)
yang berguna dalam menghadapi kasus-kasus
kecurangan (
fraud
) selama melakukan audit.
Bukti hukum terdiri atas :
1. Best evidence/primary evidence, adalah bukti yang paling dapat membuktikan suatu fakta dalam investigasi. Bukti ini biasanya terbatas pada bukti dokumentasi dan diterapkan untuk membuktikan isi dari sebuah dokumen. Jika dokumen asli tersedia, maka best evidence rule tidak memperbolehkan pihak-pihak yang terkait untuk membuktikan isi tulisan tersebut dengan kesaksian secara berbicara. Bukti kesaksian dengan berbicara dapat digunakan untuk menjelaskan suatu dokumen apabila dokumen tersebut memiliki lebih dari satu interpretasi. 2. Secondary evidence, adalah bukti yang tingkat keandalannya
berada di bawah best evidence. Secondary evidence mencakup salinan dari suatu dokumen atau kesaksian dengan berbicara atas isi dokumen tersebut. Salinan dari suatu dokumen digunakan apabila dokumen asli telah hilang atau rusak tanpa disengaja oleh pihak yang berlawanan, dokumen tidak dapat disajikan oleh pihak yang mendukung, atau dokumen tersebut disimpan oleh entitas publik.
3. Direct evidence, adalah bukti yang menyediakan sebuah fakta yang tidak perlu menggunakan dugaan atau penalaran lagi untuk pembuktian. Kesaksian dengan berbicara oleh seorang saksi atas sebuah fakta adalah direct evidence.
4. Circumstantial evidence, adalah bukti yang menyediakan sebuah fakta perantara yang mana seseorang dapat menyimpulkan suatu fakta utama yang penting berkaitan dengan hal yang dipertimbangkan. Bukti ini tidak secara langsung membuktikan keberadaan bukti utama, tetapi hanya memberikan penalaran logis bahwa bukti utama tersebut ada. Contoh : Nota Penerimaan barang yang keliru dicap dengan stempel milik auditor oleh bagian penerimaan, yang menunjukkan auditor tersebut lalai dalam melakukan tugasnya.
5. Conclusive evidence, adalah bukti yang tidak dapat diperdebatkan lagi bagaimanapun sifatnya. Bukti ini begitu kuat sehingga mengesampingkan bukti-bukti yang lain. Bukti jenis ini hanya menyediakan satu kesimpulan yang dapat diambil.
yang berbeda mengenai suatu hal yang sama. Bukti ini melengkapi bukti-bukti yang telah ada dan bertujuan untuk menguatkan bukti-bukti tersebut. Contoh : Kesaksian Penyelia audit bahwa Auditor yang memeriksa penerimaan barang memang sedang bertugas pada waktu terjadinya kekurangan penerimaan barang, dan tidak ada orang lain yang memiliki akses atas cap/stempel milik auditor.
7. Opinion evidence, mensyaratkan bahwa saksi hanya perlu mengungkapkan fakta yang benar-benar mereka lihat atau dengar. Auditor harus mengeluarkan unsur opini dari kesaksian tersebut untuk mendapatkan dan mengevaluasi faktanya saja. Meskipun Opinion evidence kurang obyektif, bukti ini dapat berguna dalam menetapkan arah pengumpulan fakta. Terdapat pengecualian atas opinion rule yaitu yang berkaitan dengan opini dari pakar atau ahli. Dalam pengecualian tersebut, seorang ahli dapat memberikan opini terhadap suatu fakta dimana dengan cara tersebut pihak pengadilan dapat memahami fakta dimaksud.
pengadilan sebagai alat pembuktian atas hal-hal yang dikatakan di luar pengadilan. Bukti ini biasanya tidak diterima dalam pengadilan karena cara terbaik untuk mengetahui kebenaran dari suatu pernyataan adalah menempatkan para saksi di bawah sumpah dan melakukan pemeriksaan silang (cross-examine). Dalam mengidentifikasi kecurangan, auditor harus menempatkan dirinya sebagaimana pengadilan memberikan pertanyaan dan memeriksa catatan. Contoh : bila si A berkata kepada auditor, “Saya melihat sendiri bahwa si B menandatangani nota penerimaan barang”, maka ini adalah direct evidence. Bila si A berkata kepada auditor, “Si C mengatakan kepada saya bahwa dia melihat si B menandatangani nota penerimaan barang dimaksud”, ini adalah hearsay evidence. Contoh lain : dokumen berupa faktur penjualan, order pembelian, laporan kekurangan dan dokumen-dokumen usaha lainnya yang dibuat, ditandatangani dan diproses oleh bagian/petugas terkait (dikerjakan tidak dalam pengadilan atau pada saat tidak ada auditor).