• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS GANGGUAN KALSIUM PADA BESI DENGAN KONDISI PH 4,5 MENGGUNAKAN PENGOMPLEKS 1,10- FENANTROLIN SECARA SPEKTROFOTOMETER UV-VIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS GANGGUAN KALSIUM PADA BESI DENGAN KONDISI PH 4,5 MENGGUNAKAN PENGOMPLEKS 1,10- FENANTROLIN SECARA SPEKTROFOTOMETER UV-VIS"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak— Analisa besi ini dilakukan dengan mereduksi besi(III) menggunakan natrium tiosulfat menjadi besi(II) dan dibuat menjadi senyawa kompleks dengan 1,10-fenantrolin pada pH 4,5 dengan cara menambahkan larutan buffer. Kompleks yang dihasilkan yaitu Fe(II)-fenantrolin yang berwarna merah-jingga dan memberikan serapan di daerah sinar tampak pada panjang gelombang maksimum 510 nm. Kestabilan senyawa kompleks diuji dengan menambahkan ion Ca2+ dan hasilnya penambahan ion ini dapat mengganggu menurunkan nilai absorbansi senyawa kompleks Fe(II)-fenantrolin. Ion Ca2+ dapat berkompetisi dengan besi(II) membentuk senyawa kompleks dengan fenantrolin. Sehingga terjadi kompetisi diantara keduanya dan mengakibatkan penurunan nilai absorbansi. Penambahan ion Ca2+ mulai mengganggu pada penambahan 0,075 ppm dengan persen recovery sebesar 94,70%.

Kata Kunci 1,10-Fenantrolin, Besi, Kalsium, Spektrofotometer UV-Vis, Natrium Tiosulfat

I. PENDAHULUAN

esi merupakan unsur bersifat logam berwarna putih abu-abu, besi ini merupakan unsur terbanyak ke-4 penyusun kerak bumi yang mana tergolong transisi utama. Di alam ditemukan dalam beberapa mineral, terutama sebagai hematit, Fe2O3; limonit, FeO(OH).nH2O; dan magnetit, FeO. Logam besi sangat reaktif dan mudah

berkarat terutama dalam kondisi udara lembab atau suhu tinggi. Pada pemanasan bereaksi dengan unsur bukan logam serta dapat membentuk senyawa besi(II) dan senyawa besi(III). Kegunaan logam ini telah dikenal luas dalam kehidupan misalnya dalam bentuk paduan berupa baja digunakan untuk badan mesin, konstruksi bangunan, jembatan, kendaraan, peralatan mekanik dan rumah tangga. Pada tubuh makhluk hidup unsur besi merupakan komponen penting dalam sel (Mulyono 2006). Di Indonesia, bijih-bijih besi ini banyak terdapat di Kalimantan Barat, Sumatra Barat, Sumatra Selatan, Sulawesi Tengah, dan Pulau Jawa. Besi merupakan unsur logam kedua yang melimpah di alam setelah aluminium. Dalam pembuatan logam besi, digunakan bahan -bahan tambahan yang disebut fluks. Fluks adalah senyawa-senyawa yang digunakan untuk mengikat pengotor-pengotor pada bijih besi sehingga memudahkan pemisahannya, contohnya kalsium karbonat (CaCO3)

(Sutresna, 2007).

Penentuan kadar besi dapat dilakukan dengan metode spektrofotometri UV-Vis, dimana besi yang akan dianalisa dikomplekskan terlebih dahulu dengan senyawa

pengompleks, sehingga menghasilkan warna spesifik. Senyawa pengompleks yang dapat digunakan diantaranya molybdenum, selenit, difenilkarbazon, dan fenantrolin. Pada penelitian ini pengompleks yang digunakan adalah 1,10-fenantrolin. Senyawa pengompleks 1,10-fenantrolin ini memeliki beberapa kelebihan, diantaranya tidak membutuhkan pengadsorbsi dan relatif stabil. Besi(II) bereaksi membentuk kompleks merah jingga. Warna ini tahan lama dan stabil pada kisaran pH 2-9. Metode tersebut sangat sensitive untuk penentuan besi (Vogel, 1985).

Penelitian yang telah dilakukan oleh Ayu (2009) yang berjudul “Studi Gangguan Nikel pada Analisa Besi dengan Pengompleks 1,10-Fenantrolin pada pH 4,5 secara Spektrofotometri UV-Vis” dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa ion Ni (II) mulai mengganggu analisa besi pada konsentrasi 0,08 ppm pada pH 4,5 dengan persen recovery sebesar 82,93 %. Untuk penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Pritasari (2009) dengan judul “Studi Gangguan Mn pada Analisa Besi Menggunakan Pengompleks 1,10-Fenantrolin pada pH 4,5 dan 8,0 Secara Spektrofotometri UV-Vis”, Mn mulai mengganggu pada penambahan 0,06 ppm untuk pH 4,5 dan 0,08 ppm pada pH 8,0. Lalu penelitian yang dilakukan oleh Anwar (2009) yang berjudul “Studi Gangguan Co pada Analisa Besi dengan Pengompleks 1,10-Fenantrolin pada pH 4,5 secara Spektrofotometri UV-Vis”, dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa ion Co (II) mulai mengganggu analisa besi pada konsentrasi 0,2 ppm pada pH 4,5 dengan persen recovery sebesar 94,11 %.

Pada saat dilakukan analisis ion Fe2+ pada sampel air

sadah maka umunya terdapat kandungan ion-ion yang salah satunya adalah ion Ca2+ yang kemungkinan dapat

mengganggu pembentukan kompleks Fe(II) dengan 1,10-fenantrolin. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam penelitian ini dilakukan studi gangguan ion Ca2+ dalam

analisa besi dengan pengompleks 1,10-fenantrolin secara spektrofotometri UV-Vis pada pH 4,5. Karena kalsium memiliki bilangan oksidasi yang sama dengan besi, sehingga dikhawatirkan akan terjadi kompetisi antara kalsium (II) dan besi (II) dalam membentuk senyawa kompleks dengan 1,10-fenantrolin.

ANALISIS GANGGUAN KALSIUM

PADA BESI DENGAN

KONDISI PH 4,5 MENGGUNAKAN PENGOMPLEKS

1,10-FENANTROLIN SECARA SPEKTROFOTOMETER UV-VIS

Sofia Valentina Nosita dan R. Djarot Sugiarso K. S. Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

e-mail: djarot@chem.its.ac.id

(2)

II. METODOLOGIPENELITIAN

A. Pembuatan Larutan Stok Besi (III) 100 ppm (Eriko, 2007)

Larutan Besi (III) 100 ppm diperoleh dengan melarutkan FeCl3·6H2O sebanyak 0,0484 gram dengan aqua DM

hingga volumenya 100 ml.

B. Pembuatan Larutan Stok Na2S2O3.5H2O. 1000 ppm

Kristal Na2S2O3·5H2O ditimbang sebanyak 0,1002 gram

dan dilarutkan dengan aqua DM hingga volumenya 1 L sehingga didapatkan larutan kerja Na2S2O3·5H2O 100 ppm

(100mg/L).

C. Pembuatan Larutan Pengompleks 1,10-Fenantrolin 1000 ppm (Eriko, 2007)

Larutan 1,10-Fenantrolin 1000 ppm dibuat dengan melarutkan 1,10-Fenantrolin sebanyak 0,1 gram dengan aqua DM hingga volumenya 100 ml.

D. Pembuatan Larutan Buffer Asetat pH 4,5 (Eriko, 2007)

Larutan buffer asetat pH 4,5 dibuat dengan melarutkan 3,97 gram CH3COONa dengan beberapa ml aqua DM.

Kemudia ditambahkan 5 ml CH3COOH (ka =1,75 x 10-5)

dan diencerkan dengan aqua DM hingga volumenya 50 ml.

E. Pembuatan Larutan Ca(II) 100 ppm

Larutan Ca(II) 100 ppm dibuat dengan melarutkan kristal CaCl3·2H2O sebanyak 0,0368 gram dalam aqua DM

hingga volume 100 mL.

F. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum pada pH 4,5 (Eriko, 2007)

Larutan standar Fe(III) 100 ppm sebanyak 0,5 mL dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian ditambah 1,1 mL larutan Na2S2O3·5H2O 100 ppm sebagai

pereduksi; 1,5 mL larutan fenantrolin 1000 ppm; 1 mL larutan buffer asetat pH 4,5 dan 5 mL aseton, kemudian ditambah aqua DM hingga volumenya mencapai 10 mL. Campuran tersebut dikocok dan didiamkan selama 15 menit, dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 500-600 nm. Dibuat variasi panjang gelombang dengan range 5 nm dan 1 nm. Masing-masing prosedur diulang tiga kali. Panjang gelombang maksimum ditentukan berdasarkan absorbansi maksimum yang diperoleh.

G. Pembuatan Kurva Kalibrasi pada pH 4,5 (Eriko, 2007)

Larutan standar Fe(III) 100 ppm dengan volume masing-masing 0,1 ml; 0,2 ml; 0,3 ml; 0,4 ml dan 0,5 mL dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian ditambah 1,1 mL larutan Na2S2O3·5H2O 100 ppm sebagai

pereduksi; 1,5 mL larutan fenantrolin 1000 ppm; 1 mL larutan buffer asetat pH 4,5 dan 5 mL aseton, kemudian ditambah aqua DM hingga volumenya mencapai 10 mL. Campuran tersebut dikocok dan didiamkan selama 15 menit, dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 510 nm. Masing-masing prosedur diulang tiga kali. Panjang gelombang maksimum ditentukan berdasarkan absorbansi maksimum yang diperoleh.

H. Pengaruh Ca (II) Pada Kondisi pH 4,5

Larutan standar Fe(III) 100 ppm sebayak 0,5 ml dimasukkan ke dalam 6 labu ukur 10 ml, ditambahkan 1,1 mL larutan Na2S2O3·5H2O 100 ppm sebagai pereduksi; 0,6

ml; 0,7 ml; 0,75 ml; 0,8 ml; 0,9 ml dan 1 ml larutan Ca (II) 1 ppm. Selanjutnya ditambahkan 1,5 mL larutan fenantrolin 1000 ppm; 1 mL larutan buffer asetat pH 4,5 dan aseton. Campuran tersebut dikocok dan didiamkan selama 50 jam, dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 500-600 nm.Pengukuran diulang sebanyak 3 kali dan dibuat kurva antara absorbansi dengan konsentrasi larutan Ca (II). Dari kurva tersebut dapat diketahui pada konsentrasi berapa Ca (II) mulai mengganggu analisa besi.

III. HASILDANDISKUSI

A. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Kompleks Besi (II)-fenantrolin

Penentuan λmax ditentukan berdasarkan reaksi besi (II)

dan pengompleks 1,10-fenantrolin menggunakan Besi (III) yang direduksi terlebih dahulu dengan natrium tiosulfat. Setelah diperoleh Besi (II) hasil reduksi dikomplekskan dengan larutan 1,10-fenantrolin. Campuran tersebut ditambahkan buffer asetat pH 4,5. Sebagaimana telah diteliti oleh Liyana (2011) bahwa pemilihan pH 4,5 sebagai pH optimum untuk reaksi pembentukan senyawa kompleks. Kemudian ditambahkan aseton yang berfungsi sebagai pelarut, menjaga kestabilan kompleks dan juga menambah kepolaran pelarut. Campuran didiamkan untuk memberikan waktu bereaksi. Berikut reaksi antara Besi(II) dengan 1,10 Fenantrolin membentuk senyawa kompleks. Larutan kompleks yang sudah jadi kemudian diukur panjang gelombangnya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada rentang 400-600 nm dengan 5 nm. Pemilihan panjang gelombang ini dikarenakan larutan kompleks Besi(II)-Fenantrolin berwarna merah jingga.

Pada pengukuran ini selain menggunakan larutan sampel juga menggunakan larutan blanko yang terdiri dari campuran semua bahan yang digunakan untuk larutan kompleks tanpa ditambahkan larutan Besi (III). Kurva yang dihasilkan dari data absorbansi pada pengukuran menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 400-600 nm dengan interval 5 nm ditunjukkan pada Gambar 1 dan data absorbansi yang diperoleh dapat dilihat pada Lampiran C.1. Dari kurva tersebut dapat dilihat bahwa absorbansi maksimum ditunjukkan pada daerah panjang gelombang 500-515 nm. Untuk mengetahui pada panjang gelombang maksimum berapa absorbansi larutan kompleks Besi (II)-fenantrolin, maka interval panjang gelombang dipersempit menjadi 1 nm. Penggunaan interval 1 nm bertujuan untuk mengetahui pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh dalam penelitian ini agar lebih tepat dan akurat. Maka hasil kurva panjang gelombang maksimum dengan range 1 nm dapat dilihat pada Gambar 2.

(3)

Gambar 1. Kurva Penentuan Panjang Gelombang Maksimum pada λ = 400-600 nm dengan interval 5 nm

Gambar 2 Kurva Penentuan Panjang Gelombang Maksimum pada λ = 500-515 nm dengan interval 1 nm

Berdasarkan Gambar 2, dapat dilihat bahwa panjang gelombang maksimum untuk kompleks Besi (II)-fenantrolin sebesar 510 nm. Dilihat dari absorbansinya yang paling besar yaitu 0,734. Percobaan ini dilakukan dengan tiga kali pengulangan (triplo) agar mendapat hasil dengan akurasi yang baik dan memperkecil kesalahan. Pengukuran selanjutnya dilakukan pada panjang gelombang maksimum karena perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi paling besar terletak pada panjang gelombang maksimum sehingga diperoleh kepekaan analisis yang maksimal.

B. Pembuatan Kurva Kalibrasi Besi (II)-fenantrolin

Sebelum melakukan studi mengenai pengaruh kalsium (II) dalam analisa besi, maka terlebih dahulu diukur serapan larutan kompleks Besi (II)-fenantrolin pada panjang gelombang 510 nm. Penentuan konsentrasi besi secara spektrofotometri UV-Vis didasarkan pada kurva kalibrasi. Kurva kalibrasi dibuat dengan mengukur absorbansi larutan standar besi dengan variasi konsentrasi 0-5 ppm. Kurva kalibrasi merupakan suatu garis yang didapat dari hubungan antar titik yang menyatakan suatu konsentrasi terhadap absorbansi yang diserap setelah dilakukan analisa regresi linear.

Berdasarkan data absorbansi dan konsentrasi yang telah diperoleh maka dapat dibuat kurva kalibrasi dengan memasukan data konsentrasi besi(II)-Fenantrolin sebagai sumbu X dan data absorbansi sebagai sumbu Y. Kurva kalibrasi yang telah dibuat memiliki nilai persamaan garis y = 0,146x + 0,018 dan dari kurva kalibrasi tersebut diperoleh nilai koefisien korelasi (r2) sebesar 0,997. Kurva

kalibrasi ditunjukkan pada Gambar 3. Berdasarkan nilai koefisien korelasinya dapat dikatakan bahwa ada linearitas yang baik antara konsentrasi larutan besi(II)-Fenantrolin

dengan absorbansinya. Karena kisaran nilai r2 berada pada

rentang 0,9 < r2 < 1 dan nilai r sebesar 0,998 menyatakan

semua titik terletak pada garis lurus yang lerengnya bernilai positif karena nilai r berada pada rentang -1 ≤ r ≤ 1.

Uji keberartian (uji-t) digunakan untuk menguji kelayakan kurva kalibrasi dari senyawa kompleks besi(II)-fenantrolin. Uji-t terhadap nilai-nilai koefisien regresi dengan selang kepercayaan 95% dengan n=6, derajat kebebasan= 4 (karena derajat kebebasan diperoleh dari n-2) sehingga diperoleh nilai ttabel sebesar 2,78. Dari

perhitungan yang dilakukan, maka diperoleh bahwa nilai thitung sebesar 36,46. Sehingga diperoleh hasil thitung > ttabel

maka H0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada

hubungan linier yang baik antara konsentrasi larutan Besi(II)-fenantrolin dengan absorbansinya, sehingga kurva kalibrasi ini dapat digunakan sebagai dasar untuk menghitung konsentrasi Fe (II) dalam larutan cuplikan.

Gambar.3 Kurva Kalibrasi Senyawa Kompleks Besi(II) Fenantrolin pada λmax = 510 nm

C. Pengaruh Penambahan Kalsium Sebagai Ion

Pengganggu Terhadap Analisa Besi

Pada proses analisis, sangat memungkinkan adanya kontaminan lain yang terdapat pada campuran. Kontaminan tersebut disebut juga sebagai ion pengganggu. Begitu pula pada proses analisis besi yang kemungkinan adanya gangguan dari ion lain yang mengakibatkan perubahan senyawa kompleks fenantrolin. Menurut Amin dan Gouda (2008) dikatakan bahwa toleransi ion pengganggu didefinisikan sebagai konsentrasi ion asing yang menyebabkan kesalahan lebih kecil dari 3% dalam penentuan analisis. Pada penelitian kali ini ion pengganggu atau kontaminan yang dipilih adalah kalsium (II) karena kalsium dan besi dapat membentuk kompleks dengan 1,10-fenantrolin sehingga memungkinkan terjadinya kompetisi diantara keduanya.

Fe merupakan salah satu logam transisi bernomor massa 26. Dilihat dari nomor massanya dapat diketahui bahwa besi memiliki elektron yang tidak berpasangan dalam bentuk ionnya. Sedangkan o-Phen memiliki

pasangan elektron bebas (PEB) yang terdapat pada N sebanyak dua. Menurut Rivai (1995) yang dimaksud dengan proses pembentukan senyawa kompleks koordinasi adalah pemindahan satu atau lebih pasangan elektron dari ligan ke ion logam.

y=0.0424x-0.003 R2=0.9965

(4)

Gambar 4 Struktur Oktahedral Senyawa Kompleks Besi (II)-fenantrolin (Liu., 1996)

Jadi ligan bertindak sebagai pemberi elektron (basa Lewis) dan ion logam sebagai penerima elektron (asam Lewis) dimana pada penelitian ini ligan yang digunakan adalah o-Phen, dan logam yang digunakan adalah besi dan nantinya

berkompetisi dengan ion kalsium.

Hibridisasi dari senyawa kompleks besi(II)-fenantrolin adalah d2sp3 yang bentuk geografinya adalah octahedral

seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4. Penambahan kalsium pada senyawa kompleks besi (II) fenantrolin mempengaruhi nilai absorbansi. Apabila kompleks kalsium (II) fenantrolin terbentuk dapat mengganggu pembentukan senyawa kompleks besi (II) fenantrolin yang mengakibatkan penurunan nilai absorbansi dan persen

recovery yang ditunjukkan sesuai grafik pada Gambar 5.

Kompetisi ini juga dapat mencegah terjadinya pembentukan kompleks tersebut secara sempurna.

Gambar 5 Kurva Antara Persen (%) recovery dan Konsentrasi Ion Kalsium (II)

Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa ion kalsium (II) mulai mengganggu pada konsentrasi 0,075 ppm dengan nilai persen recovery sebesar 94,70 %, karena nilai persen

recovery yang diperbolehkan untuk cuplikan biologis dan

bahan makanan yaitu 95%< persen recovery < 105% .

IV. KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan bahwa analisa besi dengan menggunakan reagen pengompleks 1,10-fenantrolin dan pereduksi natrium tiosulfat pada pH 4,5 secara spektrofotometer UV-Vis dapat membentuk kompleks berwarna merah jingga yang dapat menyerap sinar pada panjang gelombang maksimum 510 nm. Analisa ini dapat diganggu oleh adanya ion lain yaitu Kalsium (II) ditandai dengan menurunnya absorbansi. Konsentrasi ion Kalsium (II) mulai mengganggu analisa besi adalah 0,075 ppm dengan persen (%) recovery sebesar 94,70%.

V. UCAPANTERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Drs. R. Djarot Sugiarso K. S., M.S. selaku Dosen Pembimbing

2. Bapak Hamzah Fansuri, Ph.D. selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA ITS serta dosen wali

3. Bapak Dr. rer. nat Fredy Kurniawan M.Si. selaku Kepala Laboratorium Instrumentasi dan Metode Analisis Kimia FMIPA ITS

4. Serta semua pihak yang turut membantu terselesaikannya penelitian ini.

DAFTARPUSTAKA

[1] Amin A. S. and Gouda A. A. 2008. Utility of solid-phase spectrophotometry for determination of dissolved iron(II) and iron(III) using 2,3-dichloro-6-(3-carboxy-2-hydroxy-1-naphthylazo)quinoxaline. Talanta 76, 1241–1245

[2] Anwar, Aditya P. 2009. Studi Gangguan Co pada Analisa Besi dengan Pengompleks 1, 10-Fenantrolin pada pH 4,5 Secara Spektrofotometri Uv-Vis. Tugas Akhir Kimia ITS. Surabaya

[3] Ayu, Desi Wulandari. 2009. Studi Gangguan Nikel pada Analisa Besi dengan Pengompleks 1, 10-Fenantrolin pada pH 4,5 Secara Spektrofotometri Uv-Vis. Tugas Akhir Kimia ITS. Surabaya [4] Basset. J, dkk. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif

Anorganik, Penerbit: Buku Kedokteran EGC, jakarta, hal: 809 – 866 [5] Butler, J.M., 2005. Validation Overview, National Institute of

Standards and Technology (NIST)

[6] Chen, Lian dkk. 2007. Determination of Trace Calcium by Solid Substrate-Room Temperature Phosphorimetry. Chinese Chemical Letters, Volume 18, Issue. Pages 195-197

[7] Eriko. 2007. Studi Perbandingan Penambahan Agen Penopeng Tartrat dan EDTA dalam Penentuan Kadar Besi pada pH 4,5 dengan Pengompleks Orto Fenantrolin secara Spektrofotometri UV-VIS. Tugas Akhir, Jurusan Kimia, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS), Surabaya

[8] Hapsoro, Radityo Ari. 2011. Perbandingan Kemampuan Pereduksi Natrium Tiosulfat dan Kalium Oksalat pada Analisa Kadar Total Besi Secara Spektrofotometri UV-VIS. Tugas Akhir, Jurusan Kimia, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS), Surabaya

[9] Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya,Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. I, No.3, Desember 2004, 117 –135

(5)

[10] Harvey David. 2000. Modern Analytical Chemistry. New York: McGraw-Hill Comp

[11] Haryadi W., 1992. Ilmu Kimia Analitik Dasar, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

[12] Kartasasmita RE, Lilis Tuslinah dan Majid Fawaz. 2008. Penentuan Kadar Besi (II) Dalam Sediaan Tablet Besi (II) Sulfat Menggunakan Metode Orto Fenantrolin. Jurnal Kesehatan BTH,Volume 1. STIKes BTH Tasikmalaya

[13] Khopkar SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Saptorahardjo A, penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Basic Concepts Analytical Chemistry

[14] Liu C., Ye X., Zhan R. and Wu Y. 1996. Phenol Hydroxylation by Iron(II)phenanthroline: The Reaction Mechanism. Journal of Molecular Catalysis A: Chemical 112, 15–22

[15] Liyana, Desy Eka. 2011. Optimasi pH Buffer Dan Konsentrasi Larutan Pereduksi Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) Dengan Timah (Ti) Klorida (SnCl2) dalam Penentuan Kadar Besi Secara Spektrofotometri Visible. Tugas Akhir Kimia ITS. Surabaya

[16] Martak, F. 2003. Sintesis dan Karakterisasi Kompleks Besi (II) dengan ligan Di-2-Piridin keton, Majalah IPTEK ITS, Surabaya

[17] Miller J. C. and Miller J. N. 1990. Statistik Untuk Kimia Analitik.

Institut Teknologi Bandung (ITB)-Press. Bandung

[18] Mulja, M. dan Suharman. 1995. Aplikasi Analisis Spektrofotometri UV VIS. Edisi Tahun 1995. Erlangga. Jakarta

[19] Mulya, M. 1998. “Validasi Metode Analisa Instrumental”, Laboratorium Analisa farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Surabaya

[20] Mulyono. 2005. Kamus Kimia. Jakarta : Erlangga.

[21] Nuryono. 1999. Kimia Koordinasi, Jurusan Kimia FMIPA UGM, Yogyakarta

[22] Pritasari, Ardyah Ayu. .2009. Studi Gangguan Mn pada Analisa Besi Menggunakan Pengompleks 1,10-Fenantrolin pada pH 4,5 secara Spektrofotometri UV-Vis. Tugas Akhir Kimia ITS. Surabaya

[23] Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. UI-Press. Jakarta [24] Sastrohamidjojo, H. 2001. Dasar-dasar Spektroskopi. Gadjah Mada

University Press. Yogyakarta

[25] Sutresna, Nana. 2007. Cerdas Belajar Kimia Untuk Kelas IX. Grafindo. Bandung

[26] Trianjaya, Zunaidi. 2009. Penentuan Kadar Besi pada Soft Water secara Spektrofotometri di PT. Cocacola Bottling di Indonesia. Universitas Sumatera Utara. Medan.

[27] Underwood, A.L dan Day, J.R., R.A. 1993. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta

[28] Vogel. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif. Kalman Media Pustaka. Jakarta

[29] Vogel. 1990. Analisis Anorganik Kualitatif Mikro dan semimikro. Bagian I. Setiono dkk (penerjemah). PT. Kalman Media Pustaka. Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

pariwisata berlaku pula untuk setiap orang dalam penyelenggaran usaha kepariwisataan yakni tidak merusak sebagian atau seluruh fisik daya tarik wisata atau

Dalam akad ij ᾱrah ‘alᾱ al-‘amal harus dengan jelas para pihak menyepakati bentuk jasa yang akan dilakukan, termasuk penjelasan spesifikasi pekerjaan bila itu

Pesan politik yang dikomunikasikan melalui game online “Selamatkan Jakarta” pada level Jokowi vs Preman adalah, dalam upaya mewujudkan Jakarta baru tanpa

Pada tahun 1963, FKIP Unair berubah menjadi sebuah lembaga independen yang disebut dengan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang, atau lebih dikenal dengan

RAYA LEMAH ABANG PASIR GOMBONG NO.19A CIKARANG UTARA Kab Bekasi 140 KLINIK JB MEDICAL CENTER BLOK A 18 KAWASAN INDUSTRI JABABEKA I CIKARANG Kab Bekasi 141 KLINIK KASIH ANUGERAH

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk menganalisis kualitas air sumur gali dengan parameter fisika yang meliputi bau, warna, TDS dan parameter kimia yang meliputi pH

Dari hasil karakterisasi untuk daya serap terhadap metilen biru diperoleh arang aktif terbaik adalah arang yang diaktivasi dengan aktivator Na 2 CO 3 5%... JOM FMIPA

Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh penggunaan tempe (tempe kacang kedelai, kacang hijau, dan kacang merah) sebagai bahan dasar pembuatan