• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH RANCANGAN PEREDAM SILAU TERHADAP JARAK PANDANGAN (Studi Kasus Tol CIPULARANG) Ni Luh Shinta Eka Setyarini 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH RANCANGAN PEREDAM SILAU TERHADAP JARAK PANDANGAN (Studi Kasus Tol CIPULARANG) Ni Luh Shinta Eka Setyarini 1"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

KoNTekS 6 T-107 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012

PENGARUH RANCANGAN PEREDAM SILAU

TERHADAP JARAK PANDANGAN

(Studi Kasus Tol CIPULARANG)

Ni Luh Shinta Eka Setyarini

1

1Universitas Tarumanagara, Jl. LetJen S.Parman, Jakarta

ABSTRAK

Tol CIPULARANG merupakan akses utama dari Jakarta ke kota Bandung dan sekitarnya atau sebaliknya ,sehingga sangat perlu diperhatikan faktor keamanan dan kenyamanan bagi pengguna jalan. Salah satu faktor yang dapat menimbulkan kecelakaan lalu lintas adalah terganggu (berkurangnya) jarak pandangan pengemudi akibat silau dari lampu kendaraan arah berlawanan pada malam hari.

Setiap titik pada perencanaan Geometrik jalan harus mengakomodasi jarak pandangan henti sebagai salah satu faktor keamanan.Karena jarak pandangan henti merupakan kemampuan pengemudi untuk melihat halangan yang ada di depannya. Pancaran lampu kendaraan yang berlawanan arah akan menyebabkan silau sehingga mengurangi kemampuanjarak pandangan henti dari pengemudi. Pengaruh silau dapat dikurangi dengan memberi ruang antara pada jalur yang berlawanan arah atau membangun peredam silau. Karena terbatasnya lahan saat ini pembangunan peredam silau lebih sering dipilih sebagai alternatif, termasuk di ruas Tol CIPULARANG.

Pembangunan peredam silau yang efektif dipengaruhi oleh faktor ketinggian dan kerapatan dari peredam, hal lain yang juga mempengaruhi adalah alnyemen vertikal dari Geometrik jalan. Kata kunci : Jarak pandangann, Jarak pandanganan Henti dan Peredam Silau

1. PENDAHULUAN

Tol CIPULARANG merupakan akses utama dari Jakarta ke kota Bandung dan sekitarnya maupun sebaliknya. Karena apabila menggunakan TOL maka waktu tempuh jauh lebih singkat daripada melalui jalan biasa. Kondisi jalan Tolpun sangat nyaman dengan geometrik yang aman dan nyaman dibanding dengan jalan biasa yang kondisi medannya penuh dengan tikungan dan tanjakan yang agak ekstrim. Dengan demikian sebagian besar kendaraan yang menuju kota Bandung dan sekitarnya menggunakan ruas TOL CIPULARANG. Dengan volume lalulintas yang tinggi dan terus meningkat maka kecelakaan lalintas juga sering terjadi, sehingga sangat perlu diperhatikan faktor keamanan dan kenyamanan bagi pengguna jalan. Salah satu faktor yang dapat menimbulkan kecelakaan lalu lintas adalah terganggu (berkurangnya) jarak pandangan pengemudi akibat silau dari lampu kendaraan dari arah berlawanan terutama pada malam hari.

Jarak pandangan sangat penting pada saat merencanakan geometrik suatu ruas jalan, terutama pada perencanaan alinyemen Horisontal dan Vertikal. Jarak pandangan juga mempengaruhi kecepatan rencana suatu ruas jalan. Semakin tinggi kecepatan rencana maka akan diperlukan jarak pandangan yang semakin panjang untuk dapat terhindar dari kecelakaan lalulintas. Jarak pandangan minimum yang harus diakomodir oleh setiap titik pada ruas jalan adalah jarak pandangan henti, yang berarti setiap titik pada perencanaan Geometri harus mengakomodasi jarak pandangan henti sebagai salah satu faktor keamanan. Karena jarak pandangan henti merupakan kemampuan pengemudi melihat halangan didepannya, berpersepsi, kemudian bereaksi menginjak rem sampai dengan kendaraan berhenti tanpa menabrak halangan didepannya. Pancaran lampu kendaraan yang berlawanan arah pada malam hari akan menyebabkan silau sehingga kemampuan jarak pandang pengemudi akan berkurang. Pengaruh silau dapat dikurangi dengan memberi ruang antara pada jalur–jalur yang berlawanan arah. Memperlebar median merupakan salah satu alternative yang sangat baik. Namun mengingat keterbatasan lahan akibat mahalnya harga pembebasan lahan maka membangun dinding pembatas sebagai alat peredam silau sering dipilih sebagai alternatif, termasuk di ruas TOL CIPULARANG.

Pembangunan peredam silau yang efektif sangat dipengaruhi oleh ketinggian konstruksi yaitu harus melebihi tinggi mata pengemudi yang berlawanan arah atau tinggi lampu kendaraan dengan sudut bias 1o untuk kendaraan searah. Kerapatan dan bahan konstruksi juga berpengaruh, dimana semakin masif dan rapat bahan semakin kecil kemungkinan terjadi pembiasan sinar lampu yang dapat menyilaukan pengemudi. bahan yang umum dipergunakan adalah tanaman dengan kerapatan tidak tembus cahaya dan ketinggian tertentu, beton bertulang, pelat baja atau lembaran seng berpenyangga. Hal lain yang juga

(2)

T-108

mempengaruhi adalah Alinyemen Vertikal

tergantung dari gradient lengkung vertikal sebagai awal ketinggian dari tinggi lampu kendaraan. 2. PERMASALAHAN

Salah satu penyebab kecelakaan lalulintas adalah berkurangnya jarak pandangan dari pengaruh silau dari kendaraan yang berlawanan

bangunan peredam silau yang efektif (Studi kasus TOL CIPULARANG CIPULARANG pada tanggal 28 Agustus 2012.

3. LANDASAN TEORI Pengertian Kecelakaan

Kecelakaan lalulintas adalah sua

melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia d kerugian harta benda. (Undang - unda

Angkutan Jalan).

Pengertian Jarak Pandangan

Jarak Pandangan adalah: suatu jarak yang diperlukan oleh pengemudi sedemikian rupa sehingga

pengemudi dapat melakukan antisipasi ketika melihat suat Jarak Pandang Terdiri dari :

- Jarak Pandang Henti - Jarak Pandang Mendahului Jarak Pandangan henti (Jh) :

Jh adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya halangan di depan. Setiap titik di sepanjang jalan harus memenuhi ketentuan Jh

Jarak Pandangan henti terdiri dari dua elemen jara

a. Jarak awal reaksi (Jht) adalah jarak pergerakan kendaraan

yang menyebabkan ia harus berhenti sampai saat pengemudi menginjak rem; dan b. Jarak awal pengereman (Jhr) adalah jarak pergerakan kendaraan

sampai dengan kendaraan tersebut berhenti. Jh = Jht + Jhr

Jh = Dimana:

VR = kecepatan rencana (km/jam) T = waktu tanggap, ditetepkan 2.5 detik g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det² fp = koefisien gesek memanja

ditetapkan 0,28 – semakin tinggi dan Jarak Pandang Mendahului (Jd)/ menyiap

Jd adalah jarak yang memungkinkan untuk suatu kendaraan mendahului kendaraan lain di depannya dengan aman sampai kendaraan tersebut kembali ke jalur semula. (AASHTO,2001)

Jd = d1 + d2 + d3 + d4 dimana:

d1 = jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m)

d2 = jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali ke lajur semula (m) d3 = jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang datang dari

berlawanan setelah d4 = jarak yang ditempuh o

Jarak pandangan mendahului/ menyiap cenderung dipergunakan pada ruas jalan secara selektif, penyebaran lLokasi harus disebar di sepanjang jalan dengan jumlah panjang minimum 30% dari total panjang ruas jalan yang direncanakan

Universitas Trisakti, Jakarta

1-mempengaruhi adalah Alinyemen Vertikal dari Geometrik Jalan karena bidang datar ketinggian lampu tergantung dari gradient lengkung vertikal sebagai awal ketinggian dari tinggi lampu kendaraan.

Salah satu penyebab kecelakaan lalulintas adalah berkurangnya jarak pandangan

dari pengaruh silau dari kendaraan yang berlawanan arah terutama pada malam hari. Sehingga diperlukan an peredam silau yang efektif (Studi kasus TOL CIPULARANG) dengan kondisi TOL

Agustus 2012.

Kecelakaan lalulintas adalah suatu peristiwa dijalan yang tidak diduga dan tidak sengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia d

undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 2009, tentan

suatu jarak yang diperlukan oleh pengemudi sedemikian rupa sehingga pengemudi dapat melakukan antisipasi ketika melihat suatu halangan

Jarak Pandang Mendahului/ menyiap

adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya halangan di depan. Setiap titik di sepanjang jalan harus memenuhi Jarak Pandangan henti terdiri dari dua elemen jarak, yaitu :

(Jht) adalah jarak pergerakan kendaraan sejak pengemudi melihat suatu yang menyebabkan ia harus berhenti sampai saat pengemudi menginjak rem; dan

arak awal pengereman (Jhr) adalah jarak pergerakan kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai dengan kendaraan tersebut berhenti. (AASHTO,2001)

kecepatan rencana (km/jam) waktu tanggap, ditetepkan 2.5 detik percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det²

koefisien gesek memanjang antara ban kendaraan dengan perkerasan jalan aspal, – 0,45 (menurut AASHTO 2001), fp akan semakin kecil

dan sebaliknya / menyiap

memungkinkan untuk suatu kendaraan mendahului kendaraan lain di depannya dengan aman sampai kendaraan tersebut kembali ke jalur semula. (AASHTO,2001)

jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m)

puh selama mendahului sampai dengan kembali ke lajur semula (m) jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang datang dari berlawanan setelah proses mendahului selesai (m)

jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah berlawanan

mendahului/ menyiap cenderung dipergunakan pada ruas jalan secara selektif, enyebaran lLokasi harus disebar di sepanjang jalan dengan jumlah panjang minimum 30% dari total panjang ruas jalan yang direncanakan.

KoNTekS 6 -2 November 2012 dari Geometrik Jalan karena bidang datar ketinggian lampu tergantung dari gradient lengkung vertikal sebagai awal ketinggian dari tinggi lampu kendaraan.

Salah satu penyebab kecelakaan lalulintas adalah berkurangnya jarak pandangan pengemudi akibat terutama pada malam hari. Sehingga diperlukan ) dengan kondisi TOL

dan tidak sengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan atau ng Republik Indonesia No. 22 Tahun 2009, tentang Lalulintas dan

suatu jarak yang diperlukan oleh pengemudi sedemikian rupa sehingga

adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya halangan di depan. Setiap titik di sepanjang jalan harus memenuhi

sejak pengemudi melihat suatu halangan sejak pengemudi menginjak rem

perkerasan jalan aspal, ), fp akan semakin kecil jika kecepatan

memungkinkan untuk suatu kendaraan mendahului kendaraan lain di depannya dengan

puh selama mendahului sampai dengan kembali ke lajur semula (m) jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang datang dari arah

mendahului/ menyiap cenderung dipergunakan pada ruas jalan secara selektif, enyebaran lLokasi harus disebar di sepanjang jalan dengan jumlah panjang minimum 30% dari total

(3)

KoNTekS 6

Universitas Trisakti, Jakarta 1-Asumsi Tinggi Halangan.

Jh diukur berdasarkan asumsi bahwa tingg

dan 180 untuk mobil komersial/niaga tinggi halangan 15 cm. (AASHTO,2001)

Persyaratan desain

Untuk mendesain suatu jalan yang aman dan nyaman d besar dari jarak pandangan henti, agar lebih aman sebaik namun hal ini jarang terjadi karena harga desain jalan akan menj

Tabel 1. Jarak Pandang Design Speed Stopping Sight Distance Km/hr (m) 120 225 100 165 80 115 60 75 50 55 40 40 30 30

(Standard Specification For “Geometric Design OF Rural Roads”, No. 13/1970, Directorate General Of Highways, Indonesia 1970)

4. METODE PENELITIAN

Pengumpulan data berupa survei lapangan dilaksanakan pada k 28 Agustus 2012 jam 09.00, pagi hari sampai dengan jam 20.00 malam hari. peninjauan lokasi dan juga dilakukan

• Pada siang hari untuk

mengukur ketinggian

silau untuk kendaraan yang berlawanan yang dimulai dari km

Padalarang dilakukan dari arah Jakarta

-2 November 2012

Jh diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105cm (untuk kendaraan penumpang) dan 180 untuk mobil komersial/niaga tinggi halangan 15 cm. Ketinggian diukur

mendesain suatu jalan yang aman dan nyaman diusahakan agar jarak pandangan

besar dari jarak pandangan henti, agar lebih aman sebaiknya menggunakan jarak pandangan menyiap, hal ini jarang terjadi karena harga desain jalan akan menjadi kurang ekonomis.

Tabel 1. Jarak Pandang Stopping Distance Passing Sight Distance Minimum Radius Of Curves with Adverse Slopes Min. Radius Of Curves Without

Spirals Pavement Edges

(m) (m) (m) 790 3000 2000 670 2300 1500 520 1600 1100 380 1000 700 220 660 440 140 420 300 80 240 180

(Standard Specification For “Geometric Design OF Rural Roads”, No. 13/1970, Directorate General Of Highways, Indonesia 1970)

Pengumpulan data berupa survei lapangan dilaksanakan pada kondisi tol Cipularang jam 09.00, pagi hari sampai dengan jam 20.00 malam hari. Pada s

dilakukan pengambilan data yang meliputi;

iang hari untuk melihat kondisi jalan dan situasi jalan pada foto 1 dan2 , lokasi (stationing) mengukur ketinggian pembatas jalan yang sekaligus juga berfungsi sebagai konstruksi peredam

ntuk kendaraan yang berlawanan arah di malam hari. Juga di inventarisasi geometrik jalan dari km 79+00 yaitu pintu tol Sadang–Purwakarta sampai dengan km

dilakukan dari arah Jakarta–Bandung dan sebaliknya.

T-109 untuk kendaraan penumpang) Ketinggian diukur dari permukaan jalan.

iusahakan agar jarak pandangan desain harus lebih nya menggunakan jarak pandangan menyiap,

adi kurang ekonomis.

Max. Relative Gradient Of Pavement Edges 1 : 280 1 : 240 1 : 200 1 : 160 1 : 140 1 : 120 1 : 100 (Standard Specification For “Geometric Design OF Rural Roads”, No. 13/1970, Directorate

tol Cipularang tanggal Pada saat dilaksanakan 1 dan2 , lokasi (stationing), berfungsi sebagai konstruksi peredam inventarisasi geometrik jalan i dengan km 121 + 00

(4)

T-110 KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012 Foto 1

Geometrik menanjak dengan konstruksi pembatas dari beton penuh.

Foto 2

Geometrik datar dengan konstruksi pembatas beton ditambah pelat baja.

• Pada malam hari dilaksanakan inventarisasi lokasi - lokasi dimana pengemudi berlawanan arah

mengalami silau dari km 121 Padalarang sampai dengan km 79 Sadang dilaksanakan dari arah sebaliknya yaitu arah Bandung–Jakarta. Dimana surveyor langsung berada pada kendaraan yang dari arah Bandung–Jakarta. Sehingga efek silau dari kendaraan berlawanan arah langsung dirasakan uleh surveyor.

• Pada siang hari juga diinventarisasi jenis konstruksi dari pembatas yang bervariasi antara lain terdiri dari tipe 1. Dinding beton dengan pelat baja diatasnya, tipe 2. Dinding beton dengan tanaman bougenfil rapat dibagian atasnya, tipe 3. Dinding beton dengan pelat baja berjarak diatasnya, dan tipe 4.konstruksi beton menyeluruh yang terdiri dari gabungan pelat.

• Data diambil 1 hari pada hari kerja agar diperoleh jenis kendaraan yang setiap hari secara normal

melalui jalan tersebut. Apabila dilaksanakan pada akhir pekan biasanya akan didominasi oleh mobil penumpang/wisatawan.

(5)

KoNTekS 6 T-111 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari pelaksanaan survei lapangan dengan road inventory, maka diperoleh hasil ketinggian konstruksi pagar pembatas eksisting pada tanggal 28 Agustus 2012, sudah 100% dari ruas jalan Tol CIPULARANG memiliki konstruksi dinding pemisah/peredam silau. Namun ada beberapa bagian dari ruas jalan masih memiliki dinding pemisah yang kurang efektif baik dari fungsi maupun konstruksinya. Adapun jenis/tipe konstruksi dinding pemisah/panahan silau yang terdiri dari 4 jenis. Yaitu :

h total = h1 + h2

h total = tinggi pagar keseluruhan h1 = tinggi beton

h2 = tinggi pelat baja

h total = h1 + h2

h total = tinggi pagar keseluruhan h1 = tinggi beton

h2 = tinggi tanaman

h total = h1 + h2

h total = tinggi pagar keseluruhan h1 = tinggi beton

(6)

T-112 KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012 H = dinding beton

X = lebar masing – masing pelat beton

Setelah pengamatan maka lebih terinci diperoleh penggunaan masing–masing tipe pada lokasi seperti tabel 2 dan 3 berikut :

Tabel 2. Ketinggian dan material pagar pembatas/peredam silau.

No Kilometer Ke. Ketinggian pagar Jenis Material

pagar

Efektifitas peredam Silau 1 79 +000 s/d 79+ 400 110 cm , tanjakan Tipe 4 Sangat efektif dan kedap

cahaya 2 80 + 500 s/d 84 +

400

80cm + 30cm, datar/flat

Tipe2 efektif dan kedap cahaya ketebalan tanaman ± 20 cm 3 85 + 000 s/d 76+500 70 cm + 40 cm,

datar/flat

Tipe 2 efektif dan kedap cahaya ketebalan tanaman ± 20 cm 4 86+500s/d 87+000 70 cm + 40

cm/tanjakan

Tipe 2 efektif dan kedap cahaya ketebalan tanaman ± 20 cm 5 87+000s/d 92+200 70 cm + 40 cm,

datar/flat

Tipe 2 efektif dan kedap cahaya ketebalan tanaman ± 20 cm 6 92+200s/d93+400 115 cm, datar/flat Tipe 1 Sangat efektif dan kedap

cahaya

7 93+400s/d95+600 110 cm, datar/flat Tipe 3 Tidak efektif, pada celah pelat baja menyebabkan silau dan mengganggu pengemudi berlawanan

8 95+600s/d101+400 115 cm ,datar/flat Tipe 1 Sangat efektif dan kedap cahaya

9 101+400s/d103+000 110 ,datar/flat Tipe 3 Tidak efektif, pada celah pelat baja menyebabkan silau dan mengganggu pengemudi berlawanan

10 103+000s/d105+200 115 cm ,datar/flat Tipe 1 Sangat efektif dan kedap cahaya

11 105+200 s/d 110+000

110, datar/flat Tipe 3 Tidak efektif, pada celah pelat baja menyebabkan silau dan mengganggu pengemudi berlawanan

12 110+000s/d112+000 115cm/tanjakan Tipe 4 Sangat efektif dan kedap cahaya 13 112+000s/d121+00 115cm/tanjakan Tipe 4 Sangat efektif dan kedap cahaya catatan :

(7)

KoNTekS 6 T-113 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012

Tabel 3. Efektifitas peredam silau.

No Kilometer Ke. Ketinggian pagar Jenis Material

pagar

Efektifitas peredam Silau

Keterangan 1 79 +000 s/d 79+ 400 110 cm , tanjakan Tipe 4 Sangat efektif

dan kedap cahaya + +(efektif) 2 80 + 500 s/d 84 + 400 80cm + 30cm, datar/flat

Tipe2 efektif dan kedap cahaya ketebalan tanaman ± 20 cm +(efektif) 3 85 + 000 s/d 86+500 70 cm + 40 cm, datar/flat

Tipe 2 efektif dan kedap cahaya ketebalan tanaman ± 20 cm +(efektif) 4 86+500s/d 87+000 70 cm + 40 cm/tanjakan

Tipe 2 efektif dan kedap cahaya ketebalan tanaman ± 20 cm + (efektif) 5 87+000s/d 92+200 70 cm + 40 cm, datar/flat

Tipe 2 efektif dan kedap cahaya ketebalan tanaman ± 20 cm

+ (efektif)

6 92+200s/d93+400 115 cm, datar/flat Tipe 1 Sangat efektif dan kedap cahaya

+(efektif)

7 93+400s/d95+600 110 cm, datar/flat Tipe 3 Tidak efektif, pada celah pelat baja menyebabkan silau dan mengganggu pengemudi berlawanan - (tidak efektif)

8 95+600s/d101+400 115 cm ,datar/flat Tipe 1 Sangat efektif dan kedap cahaya

9 101+400s/d103+000 110 ,datar/flat Tipe 3 Tidak efektif, pada celah pelat baja menyebabkan silau dan mengganggu pengemudi berlawanan - (tidak efektif)

10 103+000s/d105+200 115 cm ,datar/flat Tipe 1 Sangat efektif dan kedap cahaya

11 105+200 s/d 110+000

110, datar/flat Tipe 3 Tidak efektif, pada celah pelat baja menyebabkan silau dan mengganggu pengemudi berlawanan -(tidak efektif)

(8)

T-114 KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012 12 110+000s/d112+000 115cm/tanjakan Tipe 4 Sangat efektif

dan kedap cahaya

++(sangat efektif) 13 112+000s/d121+00 115cm/tanjakan Tipe 4 Sangat efektif

dan kedap cahaya

++(sangat efektif)

Dinding pemisah/peredam silau sepanjang ruas jalan memiliki kriteria yang sangat efektif dan efektif namun dibeberapa tempat yaitu di km 93+400 s/d 95+600, km 101+400 s/d 103+000 dan km 105+200 s/d 110+000 dengan konstruksi tipe 3, pengemudi berlawanan arah masih mengalami silau karena rendahnya tembok beton dan tambahan plat baja yang berjarak yang menimbulkan pembiasan yang sangat menyilaukan. Celah dari pelat baja mengakibatkan berpendarnya cahaya dan sangat mengganggu pandangan pengemudi yang berlawanan arah,

Disamping jenis konstruksi dan tingginya dinding pemisah lajur maka pada bagian tanjakan penyebaran sinar lampu akan mengalami kenaikan sorot lampu akibat dari naiknya gradien dari ruas jalan, sehingga bidang datar dari penyebaran mengikuti gradiennya dan sebaliknya akan mengalami koreksi apabila gradiennya turun/berupa turunan. Hal ini lebih jelas digambarkan pada gambar 1 sampai 3. Pada gambar 2 maka kondisi normal tetapi pada kondisi 1 dan 3 pengaruh gradien (alinemen vertikal ) harus diperhitungkan. Terutama pana kondisi 1 (menanjak /mendaki). Karena dengan kemiringan menanjak maka ketinggian sudut sebar dari sorot lampu akan menjadi bertambah.

Gambar 1. Kondisi mobil dijalan menanjak dengan sudut kemiringan α, sudut penyebaran sinar lampu 1o dari tinggi lampu kendaraan.

Keterangan gambar :

α kemiringan; t ketinggian lampu kendaraan

Gambar 2. Kondisi mobil dijalan mendatar ( flat) dengan sudut penyebaran sinar lampu 1o dari tinggi lampu kendaraan.

(9)

KoNTekS 6 T-115 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012

Gambar 3. Kondisi mobil dijalan menurun dengan dengan sudut kemiringan α dan sudut penyebaran sinar lampu 1o dari tinggi lampu kendaraan.

Dari hasil analisis sebagian besar (hampir 70% dari panjang ruas) dari ruas jalan Tol CIPULARANG sudah memiliki konstruksi dinding pemisah/peredam silau yang sangat efektif (++) dan efektif (+) namun dibeberapa tempat sekitar 30% dari total ruas yaitu di 93+400s/d95+600, di km 101+400s/d103+000 dan km105+200 s/d 110+000 dengan konstruksi tipe 3 yang tidak efektif (-), dimana pengemudi berlawanan arah masih mengalami silau dan mengakibatkan berkurangnya jarak pandangan .

Demikian juga terdapat beberapa bagian dari ruas yang merupakan bagian tanjakan, akibatnya adalah penyebaran sorot lampu akan mengalami kenaikan sesuai naiknya gradien dari ruas jalan. Hal ini sudah di dijelaskan pada gambar 1 sampai 3. Pada gambar 2 maka kondisi normal tetapi pada kondisi 1 dan 3 pengaruh gradien (alinemen vertikal) harus diperhitungkan.

Seharusnya dinding pemisah/peredam silau dibuat bervariasi mengikuti alinemen vertikal jalan. Sedangkan dinding pemisah pada ruas jalan tol cipularang tidak dibuat bervariasi ketinggian dinding pemisah akibat alinemen vertikal dan menanjaknya medan, semuanya mengacu pada kondisi medan datar/flat, dengan variasi konstruksi dan ketinggian seperti pada tipe koonstruksi 1 sampai dengan 4. Hal tersebut juga memberikan kontribusi gangguan silau pada bagian ruas yang menanjak/pendakian. Pada turunan pengaruh silau tidak berpengaruh pada pengemudi yang berlawanan arah karena terjadi penurunan sorot lampu sesuai dengan menurunnya gradien.

6. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan:

1. Peredam silau efektifitasnya sangat tergantung dari ketebakan/kerapatan bahan, kedap cahaya dan ketinggiannya.

2. Pada medan yang tidak rata di km79 +000 s/d 79+ 400, 86+500 s/d 87+000, 110+000 s/d 112+000, dan 112+000 s/d 121+00 ketinggian sorot lampu yang menimbulkan silau sangat tergantung dari gradien atau kemiringan ruas jalan. Sehingga ketinggian tembok penahan harus mengikuti alinemen vertikal jalan.

3. Pada turunan ketinggian sorot lampu akan terkoreksi. Saran:

1. Pada km 93+400 s/d 95+600, di km 101+400 s/d 103+000 dan km 105+200 s/d 110+000 dengan konstruksi tipe 3 yang tidak efektif (-), dimana pengemudi berlawanan arah masih mengalami silau dan mengakibatkan berkurangnya jarak pandangan . disarankan untuk dapat dilakukan peninggian pagar dan merubah konstruksinya menjadi lebih rapat/kedap.

2. Pada km79 +000 s/d 79+ 400, 86+500 s/d 87+000, 110+000 s/d 112+000, dan 112+000 s/d 121+00 medan tanjakkan disarankan agar ketinggian dinding pemisah mengikuti alinemen vertikal jalan dan kondisi medan.

(10)

T-116 KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012 Daftar Pustaka

1. AASHTO, Geometric Road Design Standard ,2001

2. Direktorat Jenderal Bina Marga , Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya No. 13, 1970 3. Direktorat Jenderal Bina Marga, Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan, Maret 1992 4. Direktorat Jenderal Bina Marga, Standar Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, September 1997 5. Undang – Undang Republik Indonesia Tentang Lalulintas Dan Angkutan Jalan No.22, 2009

Gambar

Tabel 1. Jarak Pandang
Tabel 2. Ketinggian dan material pagar pembatas/peredam silau.
Tabel 3. Efektifitas peredam silau.
Gambar 2. Kondisi mobil dijalan mendatar ( flat) dengan sudut penyebaran sinar lampu 1 o  dari tinggi lampu  kendaraan
+2

Referensi

Dokumen terkait

(2) Pemeriksaan Hasil US/M untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, dan PKn yang diujikan pada US/M Program Paket A/Ula diselenggarakan Pemerintah Provinsi

Penelitian dilakukan oleh Anisyah (2013) pada siswa Kelas XI Sekolah Menengah Atas Negeri 6 Bandung, dari hasil penelitian menunjukan adanya hubungan antara motivasi berprestasi

Penelitian ini bertujuan untuk mengoptimalisasikan evaluasi pembelajaran bahasa Arab dengan menggunakan bantuan software Ispring Suite Quizmaker yang dapat

Berdasarkan hasil penelitian, pelaksanaan pembelajaran yang diajarkan oleh guru kepada siswa di kelas VII SMPN 8 Lembah Gumanti Kabupaten Solok sudah terlaksana dengan

Opsi Saham Karyawan (OSK) merupakan salah satu bentuk kompensasi yang dapat diberikan perusahaan pada karyawannya. Opsi ini memberikan hak kepada karyawan untuk

Mitra Tim KKN-PPM UNDIP adalah petani di desa Montongsari, khususnya yang bergabung dengan Kelompok Tani Maju I dan Kelompok Tani Maju II. Kegiatan ini

• Persamaan untuk penentuan biaya variabel per unit dan biaya tetap adalah sebagai berikut: (X1, Y1) adalah titik aktivitas rendah dan (X2, Y2) titik aktivitas tinggi maka

Keterkaitan penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini adalah (1) penelitian terdahulu menggunakan variabel PER, EPS, CSR dan tingkat suku bunga untuk mengetahui