THE EXPERIMENTATION OF CO-OP CO-OP TYPE OF COOPERATIVE LEARNING MODEL, DISCOVERY LEARNING, AND PROBLEM BASED LEARNING VIEWED FROM MATHEMATICS LEARNING CREATIVITY OF THE
8TH GRADERS OF PUBLIC JUNIOR HIGH SCHOOL THROUGHOUT NGAWI REGENCY IN FLAT SIDE SPATIAL STRUCTURE MATERIAL.
Wahyu Kurniawan
STKIP PGRI Ngawi deddycantona@gmail.com
ABSTRACT
The position of Indonesia is still below international standards. As reported on Kemendikbud Research shows that the scores achieved by Indonesia is still below the international average score. Models of creative learning and innovative learning so that the learning process can take place effectively is one way to achieve Functions and Objectives of National Education. Mathematics achievement of students affected by learning model and the creativity of mathematics learning. The data analysis was carried out using a two-way variance analysis with different cells. the following conclusions could be drawn. (1) The mathematics learning achievement of students treated with Co-op Co-Co-op type of coCo-operative learning model was better than that of those treated with DL learning model and those treated with PBL learning model, while that of those treated with PBL learning model was better than that of those treated with DL learning model. (2) The mathematics learning achievement of students with high learning creativity was better than that of those with medium and low ones, while that of those with medium was as good as that of those with low one. (3) There was no interaction between the learning model (Co-op Co-op, DL, and PBL) with the creativity of mathematics learning of the mathematics achievement of students.
Keyword: Experimentation, Cooperative Learning Model, Discovery Learning, Problem Based Learning
PENDAHULUAN
Negara-negara ASEAN sepakat membentuk sebuah pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara pada akhir tahun 2015 yang disebut dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Hal tersebut dilakukan agar daya saing Asean meningkat serta bisa menyaingi Cina dan India untuk menarik investasi asing. Masyarakat Ekonomi Asean tidak hanya membuka arus perdagangan barang atau jasa, tetapi juga pasar tenaga kerja profesional, seperti dokter, pengacara, akuntan, dan lainnya. Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam MEA karena dengan pendidikan yang bermutu dapat menciptakan SDM berkualitas dan berdaya saing.
Pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Bab 2 Pasal 3 Tentang Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional.
Dalam mencapai fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional Pemerintah berusaha merubah sistem pendidikan seperti mengkaji kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Sesuai dengan peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 160 Tahun 2014 tentang pemberlakuan kurikulum 2006 dan kurikulum 2013 dari sini
dapat ditarik kesimpulan pemerintah menerapkan dua kurikulum dalam sistem pendidikan nasional. Kurikulum 2006 yang disebut dengan KTSP terdapat kelebihan dan kelemahan sedangkan kurikulum 2013 yang disebut K13 dengan pendekatan saintifik juga terdapat kelebihan dan kekurangannya. Pemerintah berasumsi bahwa pengembangan kurikulum mutlak diperlukan untuk menjawab tantangan masa depan yang dihadapi bangsa Indonesia. Berikut alasan pengembangan kurikulum menurut Departemen Pendidikan dan kebudayaan.
Tabel Alasan Pengembangan Kurikulum
No Tantangan Masa Depan Kompetensi Masa Depan 1 Globalisasi: WTO, ASEAN
Community, APEC, CAFTA
Kemampuan berkomunikasi
2 Masalah Lingkungan Hidup Kemampuan berpikir jernih dan kritis 3 Kemajuan Teknologi informasi Kemampuan mempertimbangkan segi
moral suatu permasalahan
4 Konvergensi ilmu dan teknologi Kemampuan menjadi warga negara yang bertanggung jawab
5 Ekonomi berbasis pengetahuan Kemampuan untuk mencoba dan mengerti dan toleran terhadap pendangan yang berbeda
6 Kebangkitan industri kreatif dan budaya
Kemampuan hidup dalam masyarakat yang mengglobal
7 Pergeseran kekuatan ekonomi dunia Memiliki minat luas dalam kehidupan 8 Pengaruh dan imbas teknosains Memiliki kesiapan untuk bekerja 9 Mutu, investasi dan transformasi
pada sektor pendidikan
Memiliki kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya
10 Hasil TIMSS dan PISA Memiliki rasa tanggung jawab terhadap lingkungan
Sumber: Kemdikbud, 2013
Penulis membatasi alasan pengembangan kurikulum pada hasil TIMSS khususnya pada mata pelajaran matematika, posisi indonesia masih dibawah standart internasional. Seperti yang dilansir pada Litbang Kemendikbud memperlihatkan bahwa skor yang diraih Indonesia masih di bawah skor rata-rata internasional. Hasil studi TIMSS 2003, Indonesia berada di peringkat ke-35 dari 46 negara peserta dengan skor rata-rata 411, sedangkan skor rata-rata internasional 467. Hasil studi TIMSS 2007, Indonesia berada di peringkat ke-36 dari 49 negara peserta dengan skor rata-rata 397, sedangkan skor rata-rata internasional 500. Hasil studi TIMSS 2011, Indonesia berada di peringkat ke-38 dari 42 negara peserta dengan skor rata-rata 386, sedangkan skor rata-rata internasional 500.
Prestasi belajar matematika menjadi salah satu yang dikhawatirkan diberbagai negara. Salah faktor yang menyebabkan rendahnya prestasi belajar matematika adalah ketakutan siswa pada mata pelajaran matematika. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Peker and Mirasyedioğlu (2008) “Students’ low success level in mathematics has been a worry for a long time in many countries. There are a lot of factors affecting success in mathematics. One of these factors is students’ mathematical anxiety, in other words, their mathematical fear”. Mata pelajaran matematika bagi sebagian besar siswa masih dianggap sulit, membosankan, tidak praktis dan abtraks. Hal ini senada dengan Ignacio et al. (2006) “mathematics is perceived by most pupils and difficult, boring, not very practical, abstract, etc”.
Penalaran matematika bersifat deduktif yaitu proses berpikir yang dimulai dari suatu pernyataan (aturan) yang berlaku secara umum menuju kasus-kasus yang bersifat
khusus. Hal tersebut sesuai dengan apa yang di jelaskan oleh Ibrahim dan Suparni (2012: 2) Matematika disebut ilmu deduktif, sebab dalam matematika tidak menerima generalisasi yang berdasarkan pada observasi, eksperimen, coba-coba (induktif) seperti halnya ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan umumnya.
Model-model pembelajaran yang kreatif dan inovatif sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif merupakan salah satu upaya untuk tercapainya Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional. Hal tersebut sesuai dengan Hosnan (2014: 4) keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada bagaimana proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. Menurut Isjoni (2013: 11) pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. Pendidik yang dimaksud isjoni adalah Guru sehingga Guru merupakan agen yang menciptakan SDM berkualitas dan mempunyai daya saing.
Salah satu model pembelajaran yang kreatif adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif meningkatkan upaya-upaya di kalangan siswa, hubungan interpersonal yang lebih positif, dan meningkatkan kesehatan mental. Hal tersebut senada dengan penjelasan Johnson and Holubec dalam Attle (2007) bahwa “Cooperative learning yields increased efforts among students, more positive interpersonal relationships, and improved mental health when compared to purely individualistic learning”. Sedangkan menurut Slavin (2009: 11) menyatakan bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka saling mendiskusikan masalah itu dengan temannya. Model pembelajaran kooperatif juga bisa diterapkan pada sekolah menengah. hal ini selaras dengan apa yang dikatakan oleh Ajaja and Eravwoke (2010):
It appears that cooperative learning, as described in this study, with strong empirical support for it and the fact that it makes sense for students’ achievement and attitude towards studies, is a very viable option among other instructional methods for teaching science in secondary schools.
Model pembelajaran kooperatif sangat dianjurkan sebagai pedagogi pembelajaran alternatif yang berkaitan dengan tujuan membuat lingkungan belajar yang lebih merangsang bagi siswa. Hal tersebut senada dengan pendapat Tran & Lewis (2012):
cooperative learning highly recommended as an alternative instructional pedagogy in the current wave of education reform in vietnamese schools, especially in relation to the aim of making the learning environment more stimulating for student.
Menurut Zakaria dan Iksan (2007: 35) menyatakan cooperative learning is grounded in the belief that learning is most effective when students are actively involved in sharing ideas and work cooperatively to complete academic tasks. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang sangat efektif, ini bisa dilihat ketika para siswa sedang berdiskusi untuk membicarakan suatu masalah semua anggota kelompok aktif mengemukakan dan membahas ide-ide. Hal ini juga senada dengan apa yang dikemukakan oleh Hamdani (2011: 30) mendefinisikan pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar siswa dalam kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan.
Tabel Sintaks model pembelajaran kooperatif
Fase Indikator Kegiatan Guru
1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi siswa belajar 2 Menyajikan informasi Menyajikan informasi kepada siswa dengan
jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan 3 Mengorganisasikan siswa ke
dalam kelompok-kelompok belajar
Menjelaskan kepada siswa bagaimana cara-nya membentuk kelompok dan membantru kelompok agar melakukan transisi scr efisien 4 Membimbing kelompok Membimbing kelompok-kelompok belajat pa
bekerja dan belajar da saat mereka mengerjakan tugas 5 Evaluasi Mengevaluasi hasil belajar tentang materi
yang telah dipelajari atau masing-masing ke-lompok mempresentasekan hasil kerjanya 6 Memberikan penghargaan Mecari cara untuk mengharga upaya atau ha
sil belajar individu maupun kelompok
Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran op Co-op. Model pembelajaran kooperatif tipe Co-op Co-op merupakan model pembelajaran kooperatif yang berorientasi pada tugas pembelajaran dan siswa mengendalikan apa dan bagaimana mempelajari bahan yang harus ditugaskan kepada mereka. Menurut Slavin (2009: 229) Co-op Co-op memberikan kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil, pertama untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang diri mereka dan dunia, dan selanjutnya memberikan mereka kesempatan untuk saling berbagi pemahaman baru itu dengan teman-teman sekelasnya.
Co-op Co-op berorientasi pada tugas pembelajaran yang “multifase”, kompleks, dan siswa mengendalikan apa dan bagaimana siswa mempelajari bahan yang ditugaskan kepada mereka. Siswa dalam satu tim atau kelompok menyusun proyek yang dapat membantu tim lain. Setiap siswa mempunyai topik mini yang harus diselesaikan, dan setiap tim memberikan kontribusi yang menunjang tercapainya tujuan kelas. Struktur ini memerlukan cara dan nalar yang cukup tinggi, termasuk menganalisa dan melakukan sintesis bahan yang dipelajari (Kagan dalam Krismanto, 2003: 15).
Model pembelajaran yang akan diteliti selanjutnya adalah model pembelajaran Discovery Learning (DL). Model pembelajaran DL mengajarkan siswa untuk menemukan gagasan, berpikir kritis, bertanya, dan keterampilan pemecahan masalah. Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Balım (2009):
Teaching students with the notion of discovering, critical thinking, questioning, and problem solving skills is one of the main principles of science and technology teaching. Thus, science and technology teaching curriculum should accordingly be developed to educate science-literate students who are able to inquire and solve problems they face. Today, it is believed that methods in accordance with the constructivist approach in which the students learn more effectively by constructing their own knowledge, should be used. One of these methods is discovery learning.
Menurut Hosnan (2014: 282) pembelajaran DL adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa. Dengan belajar penemuan anak juga bisa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri problem yang dihadapi. Sedangkan menurut Bruner dalam Prince dan Felder (2006):
Discovery Learning is an inquiry-based approach in which students are given a question to answer, a problem to solve, or a set of observations to explain, and then work in a largely self-directed manner to complete their assigned tasks and draw appropriate inferences from the outcomes, “discovering” the desired factual and conceptual knowledge in the process.
Dari uraian diatas dapat dijelaskan DL adalah satu pendekatan yang berbasis pemeriksaan dimana para siswa diberi suatu pertanyaan untuk menjawab, suatu masalah untuk dipecahkan, atau pengamatan-pengamatan untuk menjelaskan, dan mengarahkan dirinya sendiri untuk melengkapi tugas-tugas mereka yang ditugaskan dan menarik kesimpulan-kesimpulan yang sesuai dari hasil-hasil, "menemukan" pengetahuan konseptual dan berdasar fakta yang diinginkan di dalam proses.
Menurut Arends (2009: 66), model PBL adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun
pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inquiry, memandirikan siswa dan meningkatkan kepercayaan diri. Sedangkan menurut Hosnan (2013), PBL adalah pembelajaran yang menggunakan masalah nyata (autentik) yang tidak terstruktur dan bersifat terbuka sebagai konteks bagi peserta didik untuk mengembangkan keterampilan menyelesaikan masalah dan berpikir kritis serta sekaligus membangun pengetahuan baru. Tujuan PBL adalah bantuan siswa untuk berpikir, memecahkan masalah dan untuk meningkatkan kemampuan berpikir mereka dengan
membangun situasi nyata atau menyerupai berkaitan konsep yang harus dipelajari. hal ini
seperti yang katakan oleh Bilgin et al. (2008) the aim of PBL is help student to think, to solve problems and to enhance their thinking skills by constructing real or resembling situation pertaining the concepts to be learned.
Tabel Sintaks Model PBL
Tahap Aktivitas Guru dan Peserta didik
Tahap 1
Mengorientasikan peserta didik terhadap masalah.
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan sarana atau logistik yang dibutuhkan. Guru memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah nyata yang dipilih atau ditentukan.
Tahap 2
Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar.
Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang sudah diorientasikan pada tahap sebelumnya.
Tahap 3
Membimbing
penyelidikan individual maupun kelompok.
Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan kejelasan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah.
Tahap 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu peserta didik untuk membagi tugas dan merencanakan atau menyiapkan karya yang sesuai sebagai hasil pemecahan masalah dalam bentuk laporan, video, atau model.
Tahap 5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses pemecahan masalah yang dilakukan.
Menurut Slameto (2013: 145) pengertian kreatif berhubungan dengan penemuan sesuatu, mengenai hal yang menghasilkan sesuatu yang baru dengan menggunakan sesuatu yang telah ada. Ini sesuai dengan perumusan kreativitas secara tradisional. Secara tradisional kreativitas dibatasi sebagai mewujudkan sesuatu yang baru dalam kenyataan. Sesuatu yang baru itu mungkin berupa perbuatan atau tingkah laku. Sedangkan menurut Gracious and Annaraja (2011) Creativity is a mental and social process involving the discovery of new ideas or concepts, or new associations of the creative mind between existing ideas or concepts. Dari pernyataan tersebut dapat dijelaskan kreativitas adalah proses mental dan sosial yang melibatkan penemuan ide-ide baru atau konsep, atau asosiasi baru dari pikiran kreatif antara ide-ide atau konsep yang ada. Menurut Gehani (2011) Creativity is the capability to create something novel, unique, and value-adding. Dapat diartikan bahwa Kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yangbaru,unik, dan nilaitambah.
Permasalahan dalam penelitian ini yaitu rendahnya prestasi belajar matematika siswa, kemungkinan disebabkan oleh model pembelajaran yang kurang kreatif dan inovatif dan disebabkan oleh kreativitas belajar matematika siswa.dari uraian di atas
penulis mengambil judul “Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Co-Op
Belajar Matematika Siswa Kelas Viii Smp Negeri Se-Kabupaten Ngawi Pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar”.
Dari uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) Manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik, siswa yang diberi perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe Co-op Co-op, DL atau PBL, (2) Manakah yang mempunyai prestasi belajar yang lebih baik siswa yang memiliki kreativitas belajar matematika tinggi, kreativitas belajar matematika sedang, atau kreativitas belajar matematika rendah, (3) Apakah terjadi interaksi antara model pembelajaran kooperatif tipe Co-op Co-op, model pembelajaran DL, dan model pembelajaran PBL) dengan kreativitas belajar matematika siswa (kreativitas belajar matematika siswa tinggi, sedang, dan rendah).
Adapun tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui Manakah yang
mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik, siswa yang diberi perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe Co-op Co-op, DL atau PBL, (2) Untuk mengetahui Manakah yang mempunyai prestasi belajar yang lebih baik siswa yang memiliki kreativitas belajar matematika tinggi, kreativitas belajar matematika sedang, atau kreativitas belajar matematika rendah, (3) Untuk mengetahui Apakah terjadi interaksi antara model pembelajaran kooperatif tipe Co-op Co-op, model pembelajaran DL, dan model pembelajaran PBL) dengan kreativitas belajar matematika siswa (kreativitas belajar matematika siswa tinggi, sedang, dan rendah).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu dengan desain faktorial 3×3. Populasi penelitian adalah siswa kelas VIII SMP Negeri se-Kabupaten Ngawi. Penelitian dilakukan di SMPN 1 Jogorogo, SMPN 2 Widodaren, dan SMPN 3 Ngawi dengan sampel 249 siswa. Dari masing-masing sekolah diambil tiga kelas secara acak sebagai kelas eksperimen I, kelas eksperimen II dan kelas eksperimen III. Uji homogenitas menggunakan uji Bartlett, uji normalitas menggunakan Lilliefors dan uji keseimbangan menggunakan uji anava satu jalan sel tak sama.
Dalam penelitian ini terdapat variabel terikat dan variabel bebas. Variabel terikat adalah prestasi belajar matematika pada materi bangun ruang sisi datar, sedangkan variabel bebasnya model pembelajaran dan kreativitas belajar siswa. Uji coba instrumen dilakukan di SMPN 1 Paron dengan responden 62 siswa. Berdasarkan hasil uji validitas isi, daya beda ( 0,3), tingkat kesulitan ( ) dan ≥ 0,7, dari 35 butir soal yang diujicobakan didapat 25 butir soal yang baik untuk instrumen tes prestasi belajar. Berdasarkan hasil uji validitas isi, reliabilitas Alpha Cronbach ( ≥ 0,7) dan
konsistensi internal ( 0,3), dari 35 butir pernyataan yang diujicobakan didapat 25
butir pernyataan yang dapat digunakan sebagai alat pengambil data kreativitas belajar siswa. Uji prasyarat analisis yaitu uji normalitas dengan Lilliefors dan uji homogenitas dengan uji Bartlett. Diperoleh prasyarat normalitas dan homogenitas data telah terpenuhi, sehingga dapat dilakukan analisis data menggunakan anava dua jalan sel tak sama.
Metode mengumpulkan data adalah: (1) metode dokumentasi, (2) metode angket, dan (3) metode tes. Instrumen penelitian terdiri atas: (1) tes penilaian hasil belajar matematika dan (2) kuisioner angket kreativitas belajar siswa. Analisis data dilakukan dengan Anava dua jalan sel tak sama.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan uji keseimbangan dengan uji anava satu jalan sel tak sama, diperoleh kemampuan awal masing-masing kelompok populasi adalah sama, selanjutnya dilakukan uji hipotesis penelitian. Komputasi analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama disajikan dalam Tabel.
Tabel Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Dengan Sel Tak Sama
Sumber JK dk RK Fobs Fα Keputusan
Model (A) 4041,134 2 2020, 567 14, 205 3, 032 H0A Ditolak
Kreativitas (B) 8175, 890 2 4087, 945 28, 740 3, 032 H0B Ditolak
Interaksi (AB) 1234, 706 4 308, 6766 2,170 2, 370 H0AB Diterima
Galat 34137, 729 240 142, 2405 - - -
Total 47589, 459 248 - - - -
Berdasarkan Tabel diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (1) H0A ditolak, karena
Fa = 14,205 > 3,032 dengan DK = { | } sehingga Fa DK, artinya ada perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang dikenai model pembelajaran Co-op Co-Co-op, DL dan PBL pada materi bangun ruang sisi datar, (2) H0B ditolak, karena Fb =
28,740 > 3,032 dengan DK = { | } sehingga Fb DK, artinya ada perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang mempunyai kreativitas belajar tinggi, sedang dan rendah pada materi bangun ruang sisi datar, dan (3) H0AB diterima, karena Fab
= 2,170 < 2,370 dengan DK = { | } sehingga Fab DK, artinya tidak ada interaksi antara model pembelajaran dengan kreativitas belajar siswa pada materi bangun ruang sisi datar.
Rerata prestasi belajar menurut model pembelajaran dan kategori kreativitas belajar siswa dapat dilihat pada Tabel.
Tabel Rataan Marginal
Model Kreativitas Belajar Rerata Marginal
Tinggi (B1) Sedang (B2) Rendah (B3)
Co-op Co-op (A1) 82,782 76,741 75,871 78,123
DL (A2) 80,160 65,250 60,143 67,953
PBL (A3) 81,905 72,414 67,879 73,012
Rataan Marginal 81,565 71,136 68,217 -
Berdasarkan uji anava dua jalan dengan sel tak sama H0A dan H0B ditolak maka
perlu dilakukan uji komparasi ganda antar baris disajikan dalam Tabel Rangkuman Uji Komparasi Ganda Antar Baris, uji komparasi ganda antar kolom dalam Tabel Rangkuman Uji Komparasi Ganda Antar Kolom.
Tabel Rangkuman Uji Komparasi Ganda Antar Baris
H0 FObs 2F0,05;2;240 Keputusan Uji
μ1. = μ2. 30,162 6,0653 H0 Ditolak
μ1. = μ3. 7,530 6,0653 H0 Ditolak
μ2. = μ3. 7,556 6,0653 H0 Ditolak
Dari Tabel di atas diperoleh kesimpulan sebagai berikut. (1) Pada uji hipotesis μ1.=μ2., H0 ditolak. Dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara prestasi
belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran Co-op Co-op dan model pembelajaran DL. Berdasarkan Tabel rataan marginal untuk model Co-op Co-op adalah 78,123 dan model DL adalah 67,953, sehingga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Co-op Co-op memberikan prestasi belajar matematika lebih baik daripada model pembelajaran DL pada materi bangun ruang sisi datar. (2) Pada uji hipotesis μ1.=
μ3., H0 ditolak. Dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar
matematika siswa yang dikenai model pembelajaran Co-op Co-op dan DL. Berdasarkan Tabel rataan marginal untuk model Co-op Co-op adalah 78,123 dan model PBL adalah 73,012, sehingga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Co-op Co-op memberikan prestasi belajar lebih baik daripada model pembelajaran PBL pada materi bangun ruang sisi datar. (3) Pada uji hipotesis μ2. = μ3., H0 ditolak. Dapat disimpulkan ada
perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran DL dan PBL, Berdasarkan Tabel rataan marginal untuk model DL adalah
67,953 dan model PBL adalah 73,012, sehingga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran PBL memberikan prestasi belajar lebih baik daripada model pembelajaran DL pada materi bangun ruang sisi datar.
Tabel Rangkuman Uji Komparasi Ganda Antar Kolom
H0 FObs 2F0,05;2;240 Keputusan Uji
29,572 6,0653 H0 Ditolak
49,386 6,0653 H0 Ditolak
2,694 6,0653 H0 Diterima
Berdasarkan Tabel di atas dapat disimpulkan sebagai berikut. (1) Pada uji hipotesis μ.1=μ.2, H0 ditolak. Dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara
prestasi belajar matematika siswa dengan kreativitas belajar tinggi dan siswa dengan kreativitas belajar sedang. Berdasarkan Tabel rataan marginal untuk kreativitas belajar tinggi adalah 81,565 dan kreativitas belajar sedang adalah 71,136, sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa dengan kreativitas belajar tinggi mempunyai prestasi belajar lebih baik daripada kreativitas belajar sedang pada materi bangun ruang sisi datar. (2) Pada uji hipotesis μ.1 = μ.3, H0 ditolak. Dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan
antara prestasi belajar matematika siswa dengan kreativitas belajar tinggi dan prestasi belajar matematika siswa dengan kreativitas belajar rendah. Berdasarkan Tabel rataan marginal untuk kreativitas belajar tinggi adalah 81,565 dan kreativitas belajar rendah adalah 68,217, sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa dengan kreativitas belajar tinggi mempunyai prestasi belajar matematika lebih baik daripada kreativitas belajar rendah pada materi bangun ruang sisi datar. (3) Pada uji hipotesis μ.2 = μ.3, H0 diterima. Dapat
disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar matematika siswa dengan kreativitas belajar sedang dan siswa dengan kreativitas belajar rendah.
Berdasarkan uji komparasi rerata antar baris dengan melihat Tabel rataan marginal, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika pada materi bangun ruang sisi datar dengan model pembelajaran Co-op Co-op memberikan prestasi belajar matematika lebih baik daripada model pembelajaran DL dan PBL, serta model pembelajaran PBL memberikan prestasi belajar yang lebih baik dari pada model pembelajaran DL pada materi bangun ruang sisi datar. Siswa yang dikenai model pembelajaran Co-op Co-op dituntut aktif dalam berdiskusi dan memahami materi yang didapatnya. Dalam melakukan diskusi siswa dapat mengkomunikasikan kesulitan yang dialaminya dan mencari penyelesaian bersama. Hal tersebut sesuai dengan Penelitian yang dilakukan oleh Ubayu Wahyuning Awi Gangga (2014), persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan model pembelajaran kooperatif dan model pembelajaran PBL. Perbedaannya adalah pada penelitian tersebut menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe GI sedangkan pada penelitian ini menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Co-op Co-op, pada penelitian tersebut ditinjau dari sikap percaya diri siswa sedangkan sedangkan pada penelitian ini ditinjau dari kreativitas siswa.
Penelitian tersebut menyimpulkan model pembelajaran kooperatif tipe GI memberikan prestasi belajar matematika lebih baik dibandingkan model pembelajaran PBL dan konvensional, model pembelajaran PBL menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional dan penelitian yang dilakukan oleh Hafid Wicaksana (2014), persamaan dengan penelitian ini adalah menggunakan model pembelajaran DL dan model pembelajaran PBL. Perbedaannya adalah pada penelitian tersebut menggunakan model pembelajaran klasikal sedangkan pada penelitian ini menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Co-op Co-op, pada penelitian tersebut ditinjau dari Adversity Quotient siswa sedangkan sedangkan pada penelitian ini ditinjau dari kreativitas siswa, pada penelitian tersebut menggunakan pendektan saintifik sedangkan penelitian ini tidak menggunakan pendekatan saintifik. Penelitian tersebut menyimpulkan model pembelajaran PBL dengan pendekatan saintifik memberikan prestasi belajar matematika lebih baik dibandingkan
model pembelajaran DL dengan pendekatan saintifik dan klasikal dengan pendekatan saintifik, model pembelajaran DL dengan pendekatan saintifik menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran klasikal dengan pendekatan saintifik.
Berdasarkan uji komparasi rerata antar kolom dengan melihat Tabel rataan marginal, dapat disimpulkan bahwa siswa dengan kreativitas belajar tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa dengan kreativitas belajar sedang maupun rendah, dan siswa dengan kreativitas belajar sedang mempunyai prestasi belajar yang sama baiknya dengan siswa dengan kreativitas belajar rendah. Siswa dengan kreativitas belajar tinggi mempunyai ciri-ciri dorongan ingin tahu besar, sering mengajukan pertanyaan yang baik, memberikan banyak gagasan dan usul terhadap suatu masalah, bebas dalam menyatakan pendapat, mempunyai rasa keindahan, menonjol dalam satu bidang seni, mempunyai pendapat sendiri dan dapat mengungkapkannya, tidak mudah terpengaruh orang lain, rasa humor tinggi, daya imajinasi yang kuat, keaslian/orisinalitas tinggi (dalam memecahkan masalah menggunakan cara-cara orisinil), dapat bekerja sendiri, senang mencoba hal-hal baru, kemampuan mengembangkan atau merinci suatu gagasan (kemampuan elaborasi). Dengan ciri-ciri tersebut maka siswa dengan kreativitas belajat tinggi mampu memahami materi pelajaran tentang bangun ruang sisi datar secara optimal dibandingkan siswa dengan kreativitas belajar sedang dan rendah.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan analisa data yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Model pembelajaran Co-op Co-op memberikan prestasi belajar matematika lebih baik daripada model pembelajaran DL dan PBL, serta model pembelajaran PBL memberikan prestasi belajar yang lebih baik daripada model pembelajaran DL pada materi bangun ruang sisi datar, (2) Siswa dengan kreativitas belajar tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa dengan kreativitas belajar sedang maupun rendah, dan siswa dengan kreativitas belajar sedang mempunyai prestasi belajar yang sama baiknya dengan siswa dengan kreativitas belajar rendah, (3) Tidak ada interaksi antara model pembelajaran (Co-op Co-op, DL, dan PBL) dengan kreativitas belajar matematika siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Ajaja, O.P., and Eravwoke, O.U., 2010. Effect of Cooperative Learning Strategy on Junior Secondary School Students Achievement in Integrated Science. Electronic Journal of Science Education, Vol. 14, No. 1 (2010).
Al Krismanto. 2003. Beberapa Teknik, Model, dan Strategi Dalam Pembelajaran Matematika . Yogyakarta: DEPDIKNAS
Arends, R. 2004. Learning to Teach. New York: Mc Graw Hill Companis.
Attle, S., and Baker, B., 2007. Cooperative Learning in a Competitive Environment: Classroom Applications. International Journal of Teaching and Learning in Higher Education. 19(1): 77-83.
Balım, A., G. 2009. The Effects of Discovery Learning on Students’ Success and Inquiry Learning Skills. Egitim Arastirmalari-Eurasian Journal of Educational Research, 35, 1-20.
Bilgin, I., Senocak, E., and Sozbilir, M. 2008. The Effects of Problem-Based Learning Instruction on University Students Performance of Conceptual and Quantitative Problem in Gas Concepts. Eurasian Journal of Mathematics, science & Technology Education. 5(2), 153-164.
Budiyono. 2013. Statistika Untuk Penelitian. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Budiyono. 2015. Pengantar Penilaian Hasil Belajar. Surakarta: Sebelas Maret University
Press
Effandi Zakaria and Zanaton Iksan. 2007. “Promoting Cooperative Learning in Science and Mathematics Education: A Malaysian Perspective”.
Gehani R. R., 2011. Individual Creativity and the Influence of Mindful Leaders on Enterprise Innovation. Journal of Technology Management & Innovation. ISSN: 0718-2724. (http://www.jotmi.org).
Gracious A. F. L., & Annaraja P., 2011.Creativity and Teaching Competency Of Prospective B.Ed Teachers. Turkish Online Journal of Distance Education. Volume: 12 Number: 1, ISSN 1302-6488.
Hafid Wicaksana. 2014. Eksperimentasi Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan Discovery Learning (DL) Dengan Pendekatan Saintifik Pada Materi Himpunan Ditinjau Dari Adversity Quotient (AQ) Siswa. Surakarta: Program Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana Universitas Sebelas maret Surakarta. Tesis.
Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: pustaka setia
Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik dan Konstekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia.
Ibrahim dan Suparni. 2012. Pembelajaran Matematika Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: SUKA-Press UIN Sunan Kalijaga
Ignacio, N. G., Blanco Nieto, L. J. & Barona, E. G. 2006. The Affective Domain in Mathematics Learning. International Electronic of Mathematics Education.Vol. 1 No. 1: 16-32
Isjoni. 2007. Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok. Bandung: Alfabeta.
Markaban. 2008, Model Penemuan Terbimbing pada pembelajaran matematika SMK, Paket Fasilitasi Pemberdayaan KKG/MGMP Matematika, Yogyakarta, P4TK Matematika.
Peker, M., and Mirasyedioğlu, S. 2008. Pre-Service Elementary school Teachers’ Learning Styles and Attitude towards Mathematics. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 4(1), 21-26.
Prince, M. J. and Felder, R. M. 2006. “Inductive Teaching and Learning Methods: Definitions, Comparisons, and Research Bases”. Journal of Engineering Education. 95 (2). 123.
Slameto. 2013. Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta. Slavin, R. E. 2009. Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Pratik. Terjemahan Narulita
Yusron. Bandung: Nusa Media.
Sugiono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Tran, V.D., and Lewis, R., 2012. Effects of Cooperative learning on Students at An Giang
university in Vietnam. International Education Studies, Vol 5, No. 1; February 2012.
Ubayu Wahyuning Awi Gangga. 2014. Eksperimentasi Model Problem Based Learning (PBL) dan Group Investigation (GI) Dalam Pembelajaran Matemtika Materi Bangun Ruang Sisi Datar Ditinjau Dari Sikap Percaya Diri Siswa Kelas VIII SMP Se-Kabupaten Madiun Tahun Pelajaran 2013/2014. Surakarta: Program Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana Universitas Sebelas maret Surakarta. Tesis.