• Tidak ada hasil yang ditemukan

Vol. 4 No. 1 Oktober 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Vol. 4 No. 1 Oktober 2015"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

Diterbitkan oleh:

Program Studi Magister Fakultas Teknik http://cantilever.unsri.ac.id -6000 -4500 -3000 -1500 0 1500 3000 4500 6000 0 10 20 30 P e r c e p a t a n ( m m / d e t ik 2 ) Waktu (detik) LANTAI 5

ISSN: 1907-4247 (Print), ISSN: 2477

Diterbitkan oleh:

Program Studi Magister dan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

cantilever.unsri.ac.id

40 50 60

BASE ISOLATION TANPA BASE ISOLATION

2477-4863 (Online)

dan Jurusan Teknik Sipil

Vol. 4

No. 1

Oktober

2015

(2)

i

Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 – ISSN: 1907-4247 (Print), ISSN: 2477-4863 (Online) Terbit dua kali setahun pada bulan April dan Oktober

Pembina: Rektor UNSRI

Dekan Fakultas Teknik UNSRI Penanggung Jawab:

Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil UNSRI Ketua Jurusan Teknik Sipil UNSRI

Dewan Redaksi:

M. Baitullah Al Amin, ST, M.Eng. Ir. Sarino, MSCE

Ir. Yakni Idris, M.Sc., MSCE Dr. Saloma, ST, MT Bimo Brata Adhitya, ST, MT Yulindasari Sutejo, ST, M.Eng.

Mirka Pataras, ST, MT Penyunting Ahli:

Prof. Dr. Ir. Anis Saggaff, MSCE (Universitas Sriwijaya) Prof. Dr. Ir. Erika Buchari, M.Sc. (Universitas Sriwijaya) Prof. Dr. Ir. R. Anwar Yamin, MT (Pusjatan Kementerian PU) Dr. Ir. Gunawan Tanzil, M.Eng. (Universitas Sriwijaya) Dr. Ir. Maulid M. Iqbal, MS. (Universitas Sriwijaya) Dr. Ir. Dinar D. A. Puteranto, MSPJ (Universitas Sriwijaya) Heni Fitriani, ST, MT, Ph.D. (Universitas Sriwijaya)

Redaksi Pelaksana: Reni Yuniarti, SE

Agustini Alamat Redaksi:

Program Studi Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl. Padang Selasa No. 524, Palembang, Sumatera Selatan (30139)

Telepon/Fax: (0711) 354222 ext. 113

Email: [email protected]; [email protected] Alamat Website: http://cantilever.unsri.ac.id

Cantilever merupakan jurnal penelitian dan kajian teknik sipil yang menyajikan hasil-hasil penelitian di bidang struktur, transportasi, pengembangan sumberdaya air, geoteknik, manajemen infrastruktur, dan rekayasa lingkungan. Pertama kali diterbitkan pada tahun 2006. Redaksi mengundang para pakar, civitas akademika, pemerhati, dan praktisi untuk mengirimkan makalahnya berupa naskah ilmiah yang belum pernah dipublikasikan atau tidak sedang dalam proses publikasi di media cetak lain. Metode pengiriman naskah ilmiah dan petunjuk penulisan bagi penulis dapat dibaca pada bagian dalam sampul belakang. Naskah yang masuk akan direview oleh penyunting ahli dan selanjutnya diproses oleh dewan redaksi untuk diterbitkan. Redaksi berhak mengedit redaksional naskah tanpa mengubah maksud dan artinya, serta isi tulisan bukan tanggung jawab redaksi.

(3)

ii

Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 – ISSN : 1907-4247 (Print), ISSN : 2477-4863 (Online) Terbit dua kali setahun pada bulan April dan Oktober

DAFTAR ISI

Hal. ANALISIS DINAMIS SISTEM STRUKTUR DENGAN SKEMA MASSA KONSISTEN

(Binsar Hariandja)

1 – 6

STUDI PERILAKU BALOK KASTELA BENTANG PENDEK DENGAN VARIASI DIMENSI LUBANG HEKSAGONAL MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA (Ahmad Muhtarom)

7 – 13

ANALISIS PENGARUH CAMPURAN PUPUK UREA TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG LUNAK DENGAN UJI TRIAXIAL

(Yulindasari Sutejo, Ratna Dewi, Dwi Haryadi,dan Reffanda Kurniawan)

14 – 19

ANALISIS STRUKTUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BASE ISOLATION

DENGAN TIME HISTORY ANALYSIS (Saloma)

20 – 26

STUDI IMBANGAN AIR PADA DAERAH IRIGASI PITAP (Ulfa Fitriati, Novitasari, Achmad Rusdiansyah, dan Andi Rahman)

27 – 33

KAJIAN TEKNIS DAN EKONOMI PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) DI SUNGAI LEMATANG KOTA PAGAR ALAM (Handy Wibowo, Arifin Daud, dan M. Baitullah Al Amin)

(4)

Vol. 4, No. 1, Oktober 2015, Halaman: 1 - 6, ISSN: 1907-4247 (Print), ISSN: 2477-4863 (Online) Alamat Website: http://cantilever.unsri.ac.id

ANALISIS DINAMIS SISTEM STRUKTUR DENGAN

SKEMA MASSA KONSISTEN

Binsar Hariandja

Program Studi Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung (Jalan Ganesha 10, Bandung)

E-mail: [email protected]

Abstract

The paper deals with frequency analysis of irreguler framed structures. The analysis used finite element method cast in matrix formulation. Apart from frequency analysis of framed structures that assumed to be of frame with relative rigid floor system, and the mass of structure is lumped at each floor, the analysis adopted consistent mass formulation. To reduce structural degrees of freedom, static condensation and multi-point constraint algorithms where used. The natural frequency resulted out of proposed analysis was then compared to that obtained by assuming rigid floor. The difference was due to the different schemes used in the consideration of inertial mass forces.

Key Words: dynamic analysis, finite element method, multi-point constraints, static condensation, natural frequency.

1. PENDAHULUAN

Dalam konteks penerapan metoda numerik, lazimnya analisis dilakukan dengan menggunakan model diskrit sebagai representasi struktur yang sebenarnya. Model diskrit disusun dengan mengambil beberapa asumsi yang menyederhanakan kerumitan geometri sistem struktur. Agar asumsi yang diambil tidak menimbulkan deviasi yang tidak bisa diterima dari pada solusi, model diskrit yang digunakan diambil lebih halus. Sayangnya, penghalusan model diskrit menimbulkan jumlah derajat kebebasan yang semakin besar. Untuk mengatasi hal ini, diambil beberapa teknik reduksi jumlah derajat kebebasan, misalnya dengan mengasumsikan suatu hubungan antar komponen derajat kebebasan. Teknik ini lazim dinamakan sebagai proses kondensasi.

Cara lain adalah dengan mengambil asumsi dari pada medan perpindahan sistem struktur. Dalam analisis sistem struktur berdinding geser terhadap

gaya lateral (misalnya gempa), lantai per lantai dianggap sebagai sub-sistem diafragma yang kaku, sehingga perpindahan sistem struktur hanya merupakan simpangan horizontal dari tiap lantai. Lihat Gambar 1 sebagai penjelasan. Untuk contoh portal bidang ini, ada 6 x 3 = 18 derajat kebebasan aktif pada titik simpul (nodes) 2, 3, 5, 6, 8 dan 9. Jika dianggap bahwa lantai merupakan sub-sistem kaku, maka hanya ada 2 derajat kebebasan berupa simpangan (sway) lantai 1 dan lantai 2. Dengan pengambilan asumsi ini, jumlah derajat kebebasan direduksi dari 18 menjadi 2. Model inilah yang lazim digunakan dalam analisis sistem struktur portal terhadap gaya lateral, yang untuk sistem portal yang reguler, solusi masih memberikan hasil yang cukup baik.

Sekarang, tinjaulah sistem struktur dalam Gambar 2 yang pada hakekatnya merupakan sistem struktur Gambar 1, tetapi dengan kolom tengah bawah 45 yang dihilangkan. Terhadap gaya lateral,

(5)

Hariandja, B. / Analisis Dinamis Sistem Struktur dengan Skema Massa Konsisten / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (1 – 6) maka selain mengalami perpindahan horizontal,

sistem struktur juga akan mengalami perpindahan vertikal di titik simpul 5 dan dengan demikian juga perpindahan vertikal titik simpul 6. Perpindahan ini lazim dinamakan efek Vierendel. Kalau dalam model struktur Gambar 1, keseimbangan cukup diterapkan di arah kedua perpindahan horisontal, maka dalam model struktur Gambar 2, keseimbangan juga harus ditinjau di arah perpindaha vertikal dan juga di arah rotasi titik-titik simpul. Pengandaian bahwa lantai per lantai merupakan sub-sistem yang kaku, tidak lagi akan memberikan hasil yang cukup teliti.

Maksud dan tujuan tulisan ini adalah menyusun suatu analisis sistem struktur yang merupakan sistem portal yang ireguler, atau sistem struktur yang tidak merupakan sistem portal sama sekali, dengan menggunakan model diskrit serta medan perpindahan dan massa yang konsisten. Dalam hal ini, derajat kebebasan yang aktif semua disertakan dalam analisis dengan konsekuensi jumlah derajat kebebasan yang besar. Jumlah derajat kebebasan kemudian diredusir dengan menerapkan kondensasi statis (statical condensation) atas beberapa derajat kebebasan.

Gambar 1. Struktur Reguler, Lantai per Lantai Kaku

Gambar 2. Struktur Ireguler, Lantai per Lantai Tidak Kaku

2. ANALISIS SISTEM STRUKTUR

PORTAL REGULER

Dalam pasal ini dilakukan pembahasan analisis sistem struktur reguler terhadap gaya eksitasi gempa, dengan mengambil asumsi bahwa lantai per lantai merupakan sub-sistem yang kaku. Struktur dalam Gambar 1 ditampilkan kembali dalam Gambar 3 dengan menuliskan gaya-gaya beserta konsiderasi keseimbangan gaya horizontal.

Keseimbangan gaya-gaya horizontal pada level tingkat 1 dan tingkat 2 memberikan sistem persamaan simultan yang dalam notasi matriks dituliskan dalam bentuk

(1) 0 0 36 36 36 72 2 1 2 1 2 1 2 1 3 3 3 3 t U M M U U M M U U L EI L EI L EI L EI & & & & & &       − =             +                   − −

Gambar 3. Derajat Kebebasan Struktur Ireguler

dalam mana {

U

1,

U

2} adalah perpindahan horisontal lantai 1 dan lantai 2, {

M

1,

M

2} massa lantai 1 dan lantai 2, {U&&1,U&&2} percepatan lantai 1 dan 2,

U

&

&

t percepatan tanah,

EI

kekakuan lentur kolom dan

L

panjang kolom. Untuk struktur dalam Gambar 2 diperoleh persamaan

(2) 0 0 36 36 36 60 2 1 2 1 2 1 2 1 3 3 3 3 t U M M U U M M U U L EI L EI L EI L EI & & & & & &       − =             +                   − −

Dengan menggunakan prosedur yang standard, dari Pers. (1) dapat dihitung frekuensi alami dengan ragam yang koresponden.

8 7 1 4 2 9 6 3 5 7 3 1 17 14 20 10 9 8 12 11 19 4 2 6 5 16 18 13 15 1

P

2

P

2 U U2 U2 1 U U1 U1

3

2 1 4

5

6

7

8

9

(6)

3. ANALISIS SISTEM STRUKTUR DENGAN MODEL MASSA KONSISTEN

Dalam model massa yang konsisten seperti ini, semua derajat kebebasan dianggap aktif dan disertakan dalam persamaan keseimbangan struktur seperti dalam Gambar 4. Untuk dapat memper-hitungkan gaya-gaya akibat akselerasi tanah, perletakan 1 dan 7 diberi derajat kebebasan horisontal. Dengan demikian ada 20 derajat kebebasan. Derajat kebebasan diatur sedemikian hingga

U

1 dan

U

2 merupakan derajat kebebasan dasar (master degrees of freedom), U3 hingga U18 merupakan derajat kebebasan terkondens (slave degrees of freedom), semua ini merupakan derajat kebebasan yang bebas (free degrees of freedom), sedangkan U19 dan U20 merupakan derajat kebebasan terkekang (restrained degrees of freedom). Dengan demikian, vektor perpindahan

}

{U didekomposir atas vektor perpindahan dasar }

{Um , vektor perpindahan terkondensir {Us}, dan vektor perpindahan terkekang

{

U

r

}

. Vektor perpindahan dasar {Um}dan vektor perpindahan terkondens {Us} membentuk vektor perpindahan bebas

{

U

f

}

. Dengan demikian, keseimbangan dalam Pers. (1) didekomposir dalam bentuk

Gambar 4. Keseimbangan Gaya-gaya Pada Lantai ) 3 ( } { } { } { } { } { } { ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [           =                     r s m r s m rr rs rm sr ss sm mr ms mm P P P U U U K K K K K K K K K atau (4) } { } { } { } { ] [ ] [ ] [ ] [       =             r f r f rr rf fr ff P P U U K K K K

yang secara konsisten dapat digunakan untuk menyusun gaya-gaya inersia akibat percepatan tanah dan keseimbangan sistem struktur.

Pertama, untuk mendapatkan vektor gaya dalam struktur akibat akselerasi gaya gempa, disusun persamaan-persamaan sebagai berikut. Karena medan percepatan merupakan turunan dari pada medan perpindahan terhadap waktu, maka percepatan tanah juga mengikuti pola medan perpindahan yang secara kinematis dimungkinkan (kinematically admissible) maka dapat dituliskan

(5)

}

0

{

}

0

{

}

{

}

{

]

[

]

[

]

[

]

[

=

r f rr rf fr ff

U

U

K

K

K

K

&

&

&

&

Percepatan gempa mengakibatkan akselerasi pondasi struktur sebesar

{ }

{ }

(6)

20 19 t r t r

U

P

U

P

P

U

&

&

&

&

=

&

&

=

yang dengan Pers. (5) memberikan

{ }

U

&

&

f

=

{

[ ] [ ]

K

ff −1

K

fr

{ }

P

r

}

U

&

&

t

=

{ }

P

f

U

&

&

t

(7)

sehingga percepatan struktur menjadi

{ } { }

{ }

[ ] [ ]

[ ]

{ }

(8) 1 r fs ff t r f U I K K U P P

U&& && &&

        =       = −

Perpindahan ini kemudian digunakan untuk menyusun gaya inersia pada elemen sebagai berikut. Pertama, percepatan ujung elemen dihitung dengan

{ }

U&&e =

[ ]

Te

{ }

U&& (9)

pada tata sumbu global, dan

{ }

u

&

&

e

=

[ ]

R

e

{ }

U

&

&

e

(

10

)

pada tata sumbu lokal. Percepatan titik bermateri elemen menjadi

{ }

(11) ) ( ) ( 0 ) ( ) ( 0 0 0 ) ( 0 0 ) ( ) ( ) ( 6 5 3 2 4 1 e u x N x N x N x N x N x N x w x u & &       =       2 1

(7)

Hariandja, B. / Analisis Dinamis Sistem Struktur dengan Skema Massa Konsisten / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (1 – 6) dalam mana [3] ] ) / ( ) / ( 2 [ ) ( ) / ( 2 ) / ( 3 ) ( / ) ( ] ) / ( ) / ( 2 ) / [( ) ( ) / ( 2 ) / ( 3 1 ) ( / 1 ) ( 3 2 6 3 2 5 4 3 2 3 3 2 2 1 L x L x L x N L x L x x N L x x N L x L x L x L x N L x L x x N L x x N + − = − = = + − = + − = − = (12) (12)

Kerja luar yang dilakukan oleh gaya inersia di arah perpindahan {

u

,

w

} menjadi

{ }

[ ]

∫∫

{ }

[ ]

(13)

+ = u Nmdx u Nmda W

δ

T

δ

T

δ

yang jika perpindahan maya juga diinterpolasikan serupa dengan Pers. (11), akan menghasilkan matriks massa elemen dalam bentuk

[ ] { } (14) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 6 5 6 3 6 2 6 6 5 5 5 3 5 2 5 4 4 1 4 6 3 5 3 3 3 2 3 6 2 5 2 3 2 2 2 4 1 1 1 0 mAdx u N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N m e l e &&                     =

dengan hasil

[ ]

(15) 105 / 3 210 / 2 11 0 140 / 3 210 / 2 11 0 210 / 2 11 35 / 13 0 420 / 2 3 70 / 9 0 0 0 3 / 0 0 6 / 140 / 3 420 / 2 13 0 105 / 3 210 / 2 11 0 210 / 2 11 70 / 9 0 210 / 2 11 35 / 13 0 0 0 6 / 0 0 3 /                 = L L L L L L L L L m L L L L L L L L L L mA e m

dalam mana

m

adalah massa balok per meter kubik,

A

luas penampang dan

L

panjang balok. Terlihat bahwa matriks massa bersifat simetri dan dapat dirakitkan ke dalam matriks massa struktur dengan melakukan transformasi dari tata sumbu lokal ke tata sumbu global

{ }

me =

[ ]

Re

{ }

Me (16) dan merakitkannya ke dalam matriks massa struktur dengan menggunakan matriks tujuan

[ ]

[ ] [ ] [ ][ ][ ]

(17) 1 i i i T i n i T i R m R T T M

= =

yang identik dengan perakitan matriks kekakuan global. Matriks kekakuan, matriks massa dan vektor

gaya inersia struktur digabungkan dalam sistem persamaan keseimbangan dinamis dalam bentuk

(18) } 0 { } 0 { } 0 { } { } { } { ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ } { } { } { ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [           =                     +                     r s m rr rs rm sr ss sm mr ms mm r s m rr rs rm sr ss sm mr ms mm U U U M M M M M M M M M U U U K K K K K K K K K & & & & & &

dalam mana sub-sub matriks yang berkaitan dengan matriks massa dalam Pers. (18) disusun berdasarkan komputasi beban inersia ekivalen dalam Pers. (8). Bentuk persamaan keseimbangan juga dapat dipartisi dalam bentuk

[ ] [ ]

[ ] [ ]

{ }

{ }

[

[ ] [ ]

] [ ]

{ }

{ }

{ }

{ }

0 (19) 0       =             +             s m ss sm ms mm s m ss sm ms mm U U M M M M U U K K K K & & & &

Solusi dari pada Pers. (18) adalah dengan terlebih dahulu melakukan proses kondensasi yang merupakan penyelesaian sebagian dari pada sub-matriks yang berkaitan dengan perpindahan terkekang. Solusi antara untuk perpindahan terkekang memberikan

{ }

Us =−

[ ] [ ]

Kss−1

{

Ksm

{ }

Um+

[ ]

Msm

{ }

U&&m+

[ ]

Mss

{ }

U&&s

}

(20)

dan kemudian digunakan untuk mendapatkan persamaan

[ ]

Kmm'

{ }

Um +

[

Mmm'

]

{ }

U&&m =

{ }

0 (21) dalam mana

[ ]

[

] [

][ ] [

]

[ ]

mm

[

mm

] [

ms

][ ] [

ss sm

]

sm ss ms mm mm M K M M M K K K K K 1 ' 1 ' − − − = − = (22)

Solusi dari pada Pers. (21) untuk

{ }

Um kemudian dimasukkan ke dalam Pers. (20) untuk mendapatkan

{ }

Us dalam melengkapi solusi. Dengan demikian, didapatkan orde yang lebih rendah dalam menentukan frekuensi alami dari pada sistem struktur.

Yang menjadi pertanyaan adalah, bagai mana memilih derajat kebebasan yang akan dikondensir dalam

{ }

Us dan derajat kebebasan yang akan dipertahankan dalam

{ }

Um . Umumnya, derajat kebebasan paling luar yang merupakan batas-batas sistem struktur perlu dipertahankan. Kemudian, dapat dilakukan proses sensitivitas untuk mengenali derajat kebebasan yang dominan serta yang perlu ikut dipertahankan. Ini dilakukan dalam proses pemrograman dalam bab berikut ini.

(8)

4. PENYUSUNAN PROGRAM KOMPUTER

Suatu program paket komputer untuk analisis dinamis sistem struktur yang telah dipaparkan dalam Bab III, telah disusun dengan menggunakan bahasa tinggi Fortran. Program tersebut disusun mampu melakukan perhitungan-perhitungan analisis, termasuk proses kondensasi statis [1] dan proses kekangan multi titik [3] sebagai mana telah diuraikan dalam Bab III tersebut.

Pertama, diatur urutan derajat kebebasan menurut pola dalam Pers. (18) untuk mendapatkan susunan dalam urutan

{ }

Um ,

{ }

Us dan

{ }

Ur . Dengan demikian, derajat kebebasan dasar, terkondensir dan terkekang tersusun berkelompok seperti dalam Pers. (3) atau (18). Sayangnya, proses ini akan memperbesar lebar pita (bandwidth) dari pada matriks kekakuan struktur.

Cara kedua adalah dengan tidak perlu menyusun derajat kebebasan

{ }

Um ,

{ }

Us dan

{ }

Ur secara berurutan. Kemungkinan derajat kebebasan terkondens berada di antara derajat kebebasan dasar. Dengan demikian, penyelesaian antara seperti dalam Pers. (19) dan solusi dalam Pers. (21) tidak dapat diterapkan karena persamaan keseimbangan tidak terpartisi seperti dalam Pers. (18). Untuk pola proses seperti ini, pelaksanaan proses kondensasi dapat dilakukan secara baris per baris (row wise) ketimbang secara partisi matriks (matrix wise) [2].

Program yang sudah tersusun kemudian diterapkan terhadap kasus struktur portal reguler dalam Gambar 1 dan portal irreguler dalam Gambar 2. Proses studi kasus ini dipaparkan dalam bab berikut ini.

5. STUDI KASUS

Studi kasus dalam hal ini dilakukan dengan menggunakan program paket komputer yang telah disusun terhadap sistem struktur dalam Gambar 1. Analisis dilakukan dalam dua pola. Pertama, analisis dilakukan dengan mengikuti asumsi bahwa lantai per lantai adalah kaku. Kedua, analisis digunakan terhadap struktur ireguler dalam Gambar 2. Dalam model ini, dilakukan dua jenis analisis, yaitu dengan

memisalkan bahwa lantai per lantai adalah kaku, dan bahwa sistem struktur ireguler dianalisis secara matriks konsisten, namun dengan meninggalkan derajat kebebasan yang sama dengan analisis yang pertama, yaitu simpangan horisontal lantai 1 dan lantai 2. Lihat Tabel 1 sebagai penjelasan.

Tabel 1. Pembagian Pola Analisis

Analisis Keterangan

I portal 2 tingkat, reguler, lantai kaku II

1 portal 2 tingkat, ireguler, lantai kaku 2 portal 2 tingkat, ireguler, model

konsisten

Berdasarkan hasil dari pada ketiga ragam analisis dalam Tabel 1, didapatkan kaji banding hasil keluaran sebagai berikut. Pertama, untuk dua ragam, didapatkan hasil frekuensi alami seperti dalam Tabel 2. Terlihat bahwa frequensi alami Ragam II.1 identik dengan frequensi alami Ragam I karena didasarkan atas asumsi yang sama. Namun, frequensi alami Ragam II.2 berbeda dengan frequensi alami kedua ragam yang pertama, karena didasarkan atas massa yang konsisten. Jika pada analisis kedua ragam yang pertama, massa dipusatkan (lumbed) pada level perpindahan 1 dan 2, maka massa pada analisis yang ketiga tersebar seturut dengan lokasi titik bermateri komponen batang.

Tabel 2. Perbandingan Frekuensi Alami Analisis Frekuensi Alami (rad/det)

ragam 1 ragam 2

I 1.684 0.202

II.1 1.684 0.202

II.2 1.197 0.5366

Dengan demikian, analisis ragam yang ketiga akan lebih mendekati kenyataan dibandingkan dengan analisis ragam yang memisalkan tingkat kaku dibandingkan dengan kolom, dan massa dipusatkan pada level tingkat. Kesalahan yang diakibatkan oleh asumsi ini relatif kecil untuk portal reguler, namun kesalahan akan semakin besar untuk portal yang semakin ireguler. Untuk portal ireguler atau struktur yang paling umum, analisis lebih tepat jika menggunakan massa yang konsisten.

(9)

Hariandja, B. / Analisis Dinamis Sistem Struktur dengan Skema Massa Konsisten / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (1 – 6) 6. KESIMPULAN

Dari kaji banding hasil analisis yang dilakukan dalam Bab 5, disimpulkan bahwa penyederhanaan sistem struktur yang lazim diambil dalam analisis dinamis sistem struktur portal, yang mengasumsikan bahwa lantai per lantai adalah kaku, menghasilkan ketelitian hasil analisis yang tergantung kepada reguler tidaknya sistem struktur.

Untuk sistem struktur portal yang reguler, pengandaian tersebut masih memberikan hasil yang cukup baik. Namun, untuk struktur yang ireguler, selain perpindahan yang bersifat simpangan ke samping (side sway), muncul pula pola perpindahan yang vertikal serta perpindahan rotasi titik-titk simpul. Untuk kasus yang demikian ini, sebaiknya digunakan model diskrit dan analisis yang konsisten, sebagai mana telah dibahas dalam tulisan ini.

Program yang telah disusun khusus untuk analisis frekuensi dalam tulisan ini, siap dikembangkan untuk digunakan dalam analisis dinamis sistem struktur yang reguler maupun yang tidak. Program tersebut telah dilengkapi dengan algoritma kondensasi statis untuk mengurangi derajat kebebasan sistem diskrit struktur, dan dilengkapi pula dengan algoritma kekangan multi titik untuk dapat memproses persamaan yang mengkaitkan hubungan antar komponen perpindahan struktur.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyusunan program komputer yang dituliskan dalam bahasa Fortran serta khusus diperuntukkan bagi penelitian ini dibantu oleh Jeply Murdiaman, pengetikan naskah serta penggambaran yang teliti dilakukan oleh Setriwaldi. Untuk itu, penulis menghaturkan banyak terima kasih.

REFERENSI

1) Paz, M., 1987, Dinamika Struktur: Teori dan Perhitungan, alih bahasa oleh Manu, A.P., Penerbit Erlangga, Jakarta. 2) Hariandja, B., 1997, Analisis Struktur Berbentuk Rangka

Dalam Formulasi Matriks, Penerbit Aksara Hutasada, Bandung.

3) Hariandja, B., 2015, Metoda Elemen Hingga, Penerbit Teknik Sipil, Universitas Pancasila, Jakarta.

(10)

Vol. 4, No. 1, Oktober 2015, Halaman:

STUDI PERILAKU BALOK KASTELA

DENGAN VARIASI

MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

(Jl. Raya Prabumulih KM.32 Inderalaya, Sumatera Selatan)

Modification technology of castellated beams of Wide Flange beam (I WF) are now varied, starting from addition high beam variation so that moment of inertia larger than origin beam, until the hole dimension variation for the aesthetic and mechanical-electrical installations. In the castellated beams design should be noted weakening effect shear forces and buckling due to the hole modified. This study was to determine the behavior of castellated beam with hexagonal holes dimensional variations using the fini

numerical model of the castellated beam 225x75x7x5 mm span of 1 meter with a hexagonal hole openings using the finite element method are verified first by the results of an experimental model. G

loading both models are the same. After the numerical model results closer to experimental model results, then made 9 other castellated beam numerical models with variations in the dimensions of the hexagonal holes. The res

that the higher and the wider hole so the larger tensile stress and compressive stress. Deflection is proportional to tensile stress and compressive stress.The smaller the ratio of the hole and holes number so the smaller the shear stress

Key Words: castellated beam, finite element method

1. PENDAHULUAN

Teknologi konstruksi menggunakan balok kastela saat ini berkembang pesat,

menggunakan balok kastela dibandingkan balok baja profil I wide flange (WF) adalah momen inersia nya menjadi lebih besar dikarenakan penambahan tinggi balok tanpa menambah berat sendiri balok sehingga kekakuan lenturnya menjadi lebih tinggi. Kelebihan kedua adalah sisi estetika dar

heksagonal hasil dari modifikasi, selain itu lubang tersebut bisa dimanfaatkan sebagai

mekanikal-elektrikal. Selain memiliki kelebihan balok kastela juga memiliki kelemahan, yaitu terhadap gaya geser dan tekuk akibat lubang hasil modifikasi tersebut.Untuk mereduksi kelemahan tersebut diperlukan batasan

memodifikasi balok kastela terutama

kastela akibat variasi dimensi lubang heksagona hasil modifikasi.

Sistem pembuatan balok kastela adalah pemotongan pada bagian badan balok baja I biasa

, No. 1, Oktober 2015, Halaman: 7 - 13, ISSN: 1907-4247 (Print), ISSN: 2477 Alamat Website: http://cantilever.unsri.ac.id

STUDI PERILAKU BALOK KASTELA BENTANG PENDEK

DENGAN VARIASI DIMENSI LUBANG HEKSAGONAL

MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

Ahmad Muhtarom

Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sriwijaya (Jl. Raya Prabumulih KM.32 Inderalaya, Sumatera Selatan)

Email : [email protected]

Abstract

Modification technology of castellated beams of Wide Flange beam (I WF) are now varied, starting from addition high beam variation so that moment of inertia larger than origin beam, until the hole dimension variation for the ical installations. In the castellated beams design should be noted weakening effect shear forces and buckling due to the hole modified. This study was to determine the behavior of castellated beam with hexagonal holes dimensional variations using the finite element method. The method in this research is to create a numerical model of the castellated beam 225x75x7x5 mm span of 1 meter with a hexagonal hole openings using the finite element method are verified first by the results of an experimental model. Geometry, material properties and loading both models are the same. After the numerical model results closer to experimental model results, then made 9 other castellated beam numerical models with variations in the dimensions of the hexagonal holes. The res

that the higher and the wider hole so the larger tensile stress and compressive stress. Deflection is proportional to tensile The smaller the ratio of the hole and holes number so the smaller the shear stress

castellated beam, finite element method

konstruksi menggunakan balok berkembang pesat, kelebihan menggunakan balok kastela dibandingkan balok

adalah momen inersia nya menjadi lebih besar dikarenakan penambahan tinggi balok tanpa menambah berat sendiri balok sehingga kekakuan lenturnya menjadi lebih tinggi. elebihan kedua adalah sisi estetika dari lubang heksagonal hasil dari modifikasi, selain itu lubang tersebut bisa dimanfaatkan sebagai tempat instalasi Selain memiliki kelebihan balok kastela juga memiliki kelemahan, yaitu aya geser dan tekuk akibat lubang hasil Untuk mereduksi kelemahan diperlukan batasan-batasan dalam memodifikasi balok kastela terutama perilaku balok dimensi lubang heksagonal pembuatan balok kastela adalah pemotongan pada bagian badan balok baja I biasa

dengan pola zigzag, kemudian kedua potongan tersebut diangkat dan disatukan dengan pengelasan. Modifikasi ini membuat tinggi balok lebih tinggi dari tinggi awal. Sistem

dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Pola potongan dan penggabungan balok kastela (Boyer, 1964)

Dengan adanya bukaan

perilaku balok kastela akan berbeda dengan balok tanpa adanya bukaan. Kerdal dan Nethercott (1984)

2477-4863 (Online)

BENTANG PENDEK

LUBANG HEKSAGONAL

MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

Modification technology of castellated beams of Wide Flange beam (I WF) are now varied, starting from addition high beam variation so that moment of inertia larger than origin beam, until the hole dimension variation for the ical installations. In the castellated beams design should be noted weakening effect shear forces and buckling due to the hole modified. This study was to determine the behavior of castellated beam with te element method. The method in this research is to create a numerical model of the castellated beam 225x75x7x5 mm span of 1 meter with a hexagonal hole openings using the eometry, material properties and loading both models are the same. After the numerical model results closer to experimental model results, then made 9 other castellated beam numerical models with variations in the dimensions of the hexagonal holes. The results showed that the higher and the wider hole so the larger tensile stress and compressive stress. Deflection is proportional to tensile

The smaller the ratio of the hole and holes number so the smaller the shear stress.

, kemudian kedua potongan tersebut diangkat dan disatukan dengan pengelasan. Modifikasi ini membuat tinggi balok lebih tinggi dari tinggi awal. Sistem pembuatan balok kastela dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Pola potongan dan penggabungan balok kastela (Boyer, 1964)

Dengan adanya bukaan lubang pada badan, perilaku balok kastela akan berbeda dengan balok tanpa adanya bukaan. Kerdal dan Nethercott (1984)

(11)

Muhtarom, A. / Studi Perilaku Balok Kastela Bentang Pendek / Cantilever, Vol.

menentukan bahwa terdapat tujuh mode kegagalan dari balok kastela :

1. Formasi dari mekanisme Vierendeel 2. Tekuk Lateral-Torsi dari Web Post

3. Buckling Lateral-Torsi dari keseluruhan bentang 4. Buckling Web Post

5. Buckling pada Lower Tee atau Upper Tee 6. Kegagalan pada sambungan Las

7. Formasi dari mekanisme lentur

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana mengetahui perilaku balok kastela bentang 1 meter dengan berbagai variasi dimensi lubang heksagonal yang sesuai standar di pasaran dengan menggunakan metode elemen hingga.

Tujuan penelitian adalah mengetahui perilaku balok kastela dengan berbagai variasi dimensi lubang heksagonal menggunakan metode

hingga sehingga bisa didapatkan batasan dalam merancang balok kastela tersebut

kelemahan dan kelebihan akibat modifikasi balok tersebut.

2. TINJAUAN PUSTAKA

(1) Balok Kastela

Menurut Boyer (1964) bahwa balok kastela berperilaku seperti Vierendeel Truss,

daerah tepi lubang heksagonal tersebut terjadi gaya tarik dan ditepi lain terjadi gaya tekan, sehingga deformasi yang terjadi seperti apa yang terjadi pada truss. Analogi Vierendeel Truss tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini :

Gambar 2. Analogi Vierendeel Truss

balok kastela (Boyer, 1964)

Menurut Boyer (1964) tegangan pada serat longitudinal dipengaruhi oleh momen lentur dan gaya geser balok. Diagram tegangan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini :

Muhtarom, A. / Studi Perilaku Balok Kastela Bentang Pendek / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (7

menentukan bahwa terdapat tujuh mode kegagalan

Torsi dari keseluruhan bentang Buckling pada Lower Tee atau Upper Tee

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah mengetahui perilaku balok kastela meter dengan berbagai variasi dimensi lubang heksagonal yang sesuai standar di pasaran dengan menggunakan metode elemen hingga.

adalah mengetahui perilaku variasi dimensi lubang heksagonal menggunakan metode elemen hingga sehingga bisa didapatkan batasan-batasan rancang balok kastela tersebut ditinjau dari kelemahan dan kelebihan akibat modifikasi balok

bahwa balok kastela , dimana pada daerah tepi lubang heksagonal tersebut terjadi gaya tarik dan ditepi lain terjadi gaya tekan, sehingga deformasi yang terjadi seperti apa yang terjadi pada tersebut dapat

Vierendeel Truss pada balok kastela (Boyer, 1964)

Menurut Boyer (1964) tegangan pada serat longitudinal dipengaruhi oleh momen lentur dan gaya geser balok. Diagram tegangan tersebut dapat

Gambar 3.Tegangan yang terjadi pada daerah lubang balok (Boyer,

(2) Metode Elemen Hingga

Dalam analisis struktur metode elemen hingga, elemen sangat mempengaruhi perhitungan, dalam penelitian ini balok kastela di idealisasikan sebagai elemen 3 dimensional solid dikarenakan mempunyai sayap yang lebar dan terbuat dari material solid baja.

Menurut Suhendro (2002), jenis elemen pada 3-dimensional solid yang paling banyak digunakan adalah 3 macam yaitu :

a. Element Rectangular Solid (RS elemen ini adalah sepertti bata (

mempunyai titik nodal minimal 8 buah. Elemen ini digunakan untuk menganalisis bentuk struktur yang beraturan saja karena be

menyerupai kubus.

b. Elemen Hexahedron Solid (H

adalah pengembangan dari elemen Rectangular Solid (RS-8), mempunyai 6 sisi (

side) tapi bentuknya tidak berbemtuk kubus sempurna. Elemen ini digunakan untuk menganalisis bentuk struktur yang agak beraturan saja.

c. Elemen Tetrahedron Solid (T mempunyai 4 sisi (Tetrahedron side

cocok digunakan untuk menganalisis bentuk struktur yang tidak beraturan. Dalam peneltian ini elemen ini yang dipakai untuk meng idealisasikan struktur balok kastela dengan bukaan atau lubang heksagonal yang bentuknya tidak beraturan. Gambar elemen 3

solid dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4. Elemen 3 dimensional solid (Suhendro, 2002) , No. 1, Oktober 2015 (7 – 13)

Gambar 3.Tegangan yang terjadi pada daerah lubang balok (Boyer, 1964)

Dalam analisis struktur metode elemen hingga, elemen sangat mempengaruhi perhitungan, dalam di idealisasikan sebagai dimensional solid dikarenakan mempunyai terbuat dari material solid baja. Menurut Suhendro (2002), jenis elemen pada dimensional solid yang paling banyak digunakan Element Rectangular Solid (RS-8), bentuk elemen ini adalah sepertti bata (brick) yang al minimal 8 buah. Elemen ini digunakan untuk menganalisis bentuk struktur yang beraturan saja karena bentuk nya yang Elemen Hexahedron Solid (H-8), elemen ini adalah pengembangan dari elemen Rectangular 8), mempunyai 6 sisi (hexahedron ) tapi bentuknya tidak berbemtuk kubus sempurna. Elemen ini digunakan untuk menganalisis bentuk struktur yang agak Elemen Tetrahedron Solid (T-4), elemen ini Tetrahedron side), elemen ini k menganalisis bentuk struktur yang tidak beraturan. Dalam peneltian ini elemen ini yang dipakai untuk meng idealisasikan struktur balok kastela dengan bukaan atau lubang heksagonal yang bentuknya Gambar elemen 3 dimensional ilihat pada Gambar 4 di bawah ini :

(12)

3. METODOLOGI

Secara umum metode penelitian ini dibagi tiga tahap, yaitu :

1. Membuat satu model numeris balok kastela dengan bukaan lubang heksagonal menggunakan metode elemen hingga dengan bantuan perangkat lunak ANSYS V.10. Hasil analisis model tersebut berupa tegangan-tegangan, defleksi dan beban ultimit yang terlebih dahulu diverifikasi dengan hasil model eksperimen dengan geometri, properties material dan setting pengujian yang sama.

2. Setelah hasil keduanya konvergen kemudian dibuat 9 model numeris lain dengan penampang, bentang, propertis material dan setting pembebanan yang sama menggunakan berbagai variasi dimensi lubang heksagonal sesuai standar dari produsen baja yang ada di pasaran.

3. Menganalisis perilaku hasil pemodelan berupa tegangan tarik maksimum, tegangan tekan maksimum, tegangan geser maksimum dan defleksi maksimum.

(1) Metode Eksperimental

Benda uji

a. Dimensi balok kastela yang digunakan adalah 225x75x7x5 mm dengan dimensi balok sebelum dimodifikasi 150x75x7x5 mm, menggunakan standar dimensi lubang heksagonal produsen baja di Indonesia. Alasan digunakannya dimensi tersebut adalah faktor literatur yang digunakan, persediaan di pasaran dan faktor ekonomis. b. Bentang balok kastela yang digunakan adalah

sekitar 1 meter atau untuk bentang pendek. c. Perletakan yang digunakan adalah sendi dan rol

dan di bagian badan balok yang berada di atas perletakan dipasang pengaku atau stiffener. d. Idealisasi sambungan las web post pada

pemodelan numeris adalah sempurna sedangkan pada model eksperimen sesuai di lapangan Alat dan Setting Up benda uji eksperimen :

a. Untuk mengetahui regangan dan menghitung tegangan yang terjadi pada balok kastela dipasang Strain Gauges dan Rectangular Rosette pada 4 titik. Titik A pada sayap atas bagian tengah, titik B pada bagian Web Post, titik C pada bagian Upper Tee atau Stem, dan titik D pada sayap bawah bagian tengah.

b. Untuk pembebanan pada balok kastela dipasang 2 titik dengan Hydraulic jack, untuk mengukur beban yang akurat dari Hydraulic jack digunakan

Load Cell, dan beban tersebut direkam dan dibaca oleh Data Logger.

c. Untuk mengetahui lendutan yang t terjadi pada balok kastela dipasang LVDT (Linear Variable Differential Transformer) pada 5 titik. Titik 1 dipasang pada sayap bawah bagian tengah, titik 2 dan 3 pada sayap bawah tepat di bawah pembebanan dan titik 4 dan 5 pada Web Post tepat di bawah pembebanan.

d. Pembebanan yang dilakukan pada dua titik dan diletakkan di atas badan balok yang tidak ada lubangnya karena paling efektif (Blodgett, 1982). e. Bukaan lubang yang berada di dekat perletakan ditutup kembali dengan baja supaya tidak terjadi kegagalan awal pada perletakan.

(2) Metode Numeris

Pemodelan numeris yang dibuat untuk studi parameter dimensi lubang heksagonal dibuat sama dengan benda uji eksperimen yaitu balok baja dengan ukuran 225x75x7x5 mm yang menggunakan standar dimensi lubang produsen baja. Variasi parameter input yang digunakan adalah tinggi lubang (Ds), tinggi stem (Dt), dan lebar lubang (c dan a). Parameter input tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 5. Gambar dan poto Setting pengujian balok kastela eksperimen (Muhtarom, 2012; Pradipta, 2012)

(13)

Muhtarom, A. / Studi Perilaku Balok Kastela Bentang Pendek / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (7 – 13)

Gambar 6. Parameter variasi dimensi lubang heksagonal Tabel 1. Parameter variasi dimensi lubang heksagonal

No. Variasi ds dt c a s L (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) 1* 154.00 35.50 38.50 44.66 166.32 1036.42 2 105.00 60.00 26.25 30.45 113.40 1046.85 3 105.00 60.00 31.50 36.75 136.50 987.00 4 105.00 60.00 42.00 42.00 168.00 1050.00 5 150.00 37.50 37.50 43.50 162.00 1009.50 6 150.00 37.50 45.00 52.50 195.00 1020.00 7 150.00 37.50 60.00 60.00 240.00 1020.00 8 195.00 15.00 48.75 56.55 210.60 1101.75 9 195.00 15.00 58.50 68.50 254.00 1074.50 10 195.00 15.00 78.00 78.00 312.00 1014.00

Ket : * untuk verifikasi dengan hasil eksperimen

Perhitungan variasi tinggi lubang : Syarat : Ds = 0.7 h s/d 1.3 h h = 150 mm hc = 225 mm dan hc = Ds + 2Dt 1. Untuk Ds = 0.7 h Ds = 0.7 x h = 0.7 x 150 = 105 mm Dt = ½ x (hc – Ds) = ½ (225-105) = 60 mm 2. Untuk Ds = 1 h Ds = 1 x h = 1 x 150 = 150 mm Dt = ½ x (hc – Ds) = ½ (225-150) = 37.5 mm 3. Untuk Ds = 1.3 h Ds = 1.3 x h = 1.3 x 150 = 195 mm Dt = ½ x (hc – Ds) = ½ (225-195) = 15 mm Perhitungan variasi lebar lubang :

Syarat : S = 1.08 Ds s/d 1.6 Ds 1. Untuk S = 1.08 Ds S = 2A + 2C, A = 0.29 Ds, dan C = 0,25 DS 2. Untuk S = 1.3 Ds S = 2A + 2C, A = 0.35 Ds, dan C = 0,30 DS 3. Untuk S = 1.6 Ds S = 2A + 2C, A = 0.40 Ds, dan C = 0,40 DS Variasi 1 Variasi 2 Variasi 3 Variasi 4 Variasi 5 Variasi 6

(14)

Variasi 7

Variasi 8

Variasi 9

Variasi 10

Gambar 7. Sepuluh variasi dimensi lubang heksagonal model numeris balok kastela

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

(1) Perbandingan Hasil Satu Model Numerik dengan Hasil Model Eksperimen

Hasil analisis pemodelan numeris menggunakan metode elemen hingga dengan bantuan perangkat lunak ANSYS V.10 dan hasil eksperimen balok kastela dengan dimensi 225x75x7x5 mm dan bentang 1 meter dapat dilihat pada Gambar 8, Gambar 9, dan Tabel 2 di bawah ini :

Tabel 2. Perbandingan hasil model eksperimen dengan hasil model numeris

Model Tegangan max. Defleksi Beban Ultimit

(MPa) (mm) (kN)

Eksperimen 397.00 1.84 140.50

Numeris 423.00 2.44 145.00

selisih (%) 6.55 32.61 3.20

Gambar 8. Foto hasil pengujian balok kastela (Muhtarom, 2012; Pradipta, 2012)

Gambar 9.Output analisis model numeris balok kastela menggunakan perangkat lunak ANSYS V.10

Pembahasan:

Dari perbandingan hasil model eksperimen dengan model numeris diatas dapat dilihat bahwa beban ultimit yang didapat dari kedua model sudah mendekati yaitu, sebesar 140.5 kN dan 145 kN dengan persentase selisih 3.20%. Begitu juga dengan tegangan maksimum yang didapat yaitu, sebesar 397 MPa dan 423 MPa dengan persentase selisih 6.55%. Sedangkan pada defleksi yang terjadi hasil yang didapatkan agak berbeda yaitu, 1.84 mm pada model eksperimen dan 2.44 mm pada model numeris dengan persentase selisih diatas 10% yaitu 32.61%. Perbedaan tersebut disebabkan oleh terjadinya tekuk pada badan balok terlebih dahulu (web buckling) karena perlemahan las yang tidak sempurna pada sambungan web post sewaktu modifikasi pembuatan balok kastela di awal. Pada model numeris sambungan web post tersebut di idealisasikan sebagai las sempurna sehingga tidak terjadinya web buckling terlebih dahulu dan defleksi yang terjadi lebih besar dari model eksperimen.

Dari hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa model numeris yang dibuat sudah mendekati (konvergen) hasil model eksperimen. Dengan demikian model numeris tersebut dapat digunakan

(15)

Muhtarom, A. / Studi Perilaku Balok Kastela Bentang Pendek / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (7 – 13)

sebagai dasar untuk membuat 9 variasi dimensi lubang heksagonal balok kastela lainnya.

(2) Hasil Model Numeris dengan Variasi Dimensi Lubang Heksagonal

Hasil analisis pemodelan numeris balok kastela dengan variasi dimensi lubang heksagonal menggunakan metode elemen hingga dengan bantuan perangkat lunak ANSYS V.10 dapat silihat pada Tabel 3 di bawah ini :

Tabel 3. Rekapitulasi hasil analisis variasi dimensi lubang heksagonal menggunakan metode elemen hingga

Variasi

σ tarik σ tekan σ geser Defleksi Rasio

Lubang

Jumlah lubang

(MPa) (MPa) (MPa) (mm) (%) (buah)

1* 381 423 340 2.44 25.89 4 2 478 459 451 3.89 18.86 7 3 379 403 329 2.61 17.21 5 4 478 486 327 3.63 15.92 4 5 524 529 334 3.51 22.82 4 6 577 583 338 4.00 20.39 3 7 356 358 192 2.53 16.73 2 8 704 724 436 5.09 26.50 3 9 446 449 190 2.85 21.85 2 10 567 550 196 3.27 14.22 1

Ket : * untuk verifikasi dengan hasil eksperimen

Pembahasan :

1. Semakin tinggi lubang maka semakin besar tegangan tarik dan tekan yang terjadi. Ini bisa terlihat pada variasi 5,6,8 dan 10.

2. Semakin lebar lubang maka semakin besar tegangan tarik dan tekan yang terjadi. Ini bisa terlihat pada variasi 5,6,8 dan 10.

3. Semakin dekat jarak antar 2 titik pembebanan tehadap tengah bentang maka semakin besar tegangan yang terjadi. Ini bisa terlihat pada variasi 5,6,8, dan 10.

4. Semakin jauh jarak antar 2 titik pembebanan terhadap bentang tengah maka defleksi yang terjadi semakin kecil. Ini bisa terlihat pada variasi 1,3,7 dan 9.

5. Defleksi yang terjadi berbanding lurus dengan nilai tegangan tarik dan tegangan tekan yang terjadi. Ini bisa terlihat pada variasi 2,4,5,6,8 dan 10.

6. Semakin kecil rasio lubang dan semakin sedikit jumlah lubang yang dibuat maka semakin kecil tegangan geser yang terjadi. Ini bisa terlihat pada variasi 7,9 dan 10.

5. KESIMPULAN

(1) Kesimpulan

Bedasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Model numerik hasil analisis metode elemen hingga lebih kaku dibandingkan dengan model eksperimen. Hal ini disebabkan pengelasan pada model numeris di idealisasikan lebih sempurna dibandingkan model eksperimen.

2. Bedasarkan studi variasi dimensi lubang heksagonal didapatkan hasil bahwa semakin tinggi lubang dan lebar lubang maka semakin besar tegangan tarik dan tekan yang terjadi dan nilai defleksi yang terjadi berbanding lurus dengan nilai tegangan tarik dan tegangan tekan tersebut.

3. Bedasarkan studi variasi dimensi lubang heksagonal didapatkan hasil bahwa Semakin kecil rasio lubang dan semakin sedikit jumlah lubang yang dibuat maka semakin kecil tegangan geser yang terjadi.

(2) Rekomendasi

Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya adalah kualitas pengelasan dalam modifikasi pembuatan balok kastela untuk model eksperimen harus bermutu baik agar didapatkan hasil verifikasi dengan model numeris menggunakan metode elemen hingga lebih konvergen.

REFERENSI

1) Apriyatno, Henry, 2000, Pengaruh Rasio Tinggi dan Tebal Badan Balok Castella Pada Kapasitas Lentur, Master Thesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

2) Blodgett. O.W., 1982., Design of Welded Structures, The - James F. Lincoln Arc Welding Foundation, Vol. 14, Cleveland, Ohio.

3) Boyer J.P., 1964, Castellated Beams-New Developments,

AISC National Engineering Conference, Omaha.

4) Dervinis, B., Kvedaras, A.K., 2008, Investigasi of Rational Depth of Castellated Steel I-Beam, Journal of Civil Engineering and Management, vol. 14. No. 3 pp 163-168. 5) Kerdal. D., Nethercott. D.A., 1984, Failure Modes of

Castellated Beams, Journal of Construction Steel Research

4, pp. 295-315.

6) Moaveni, Saeed., 2003, Finite Element Analysis : Theory And Application With ANSYS, Pearson Education Inc., New Jersey.

7) Muhtarom, A., 2012, Optimasi Dimensi Lubang Heksagonal Balok Kastela Bentang Pendek Dengan Metode Artificial Neural Network, Master Thesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

8) Nakasone, Y., Yoshimoto, S., Stolarski T. A., 2006,

Engineering Analysis With ANSYS Software, Elsevier Butterworth-Heinemann, Vol. 1, Burlington, UK.

9) Pirmoz, A., Daryan, A.S., 2008, Nonlinear Behavior of Castellated Beams Subjected to Moment Gradient Loading, Special Report, Civil Engineering Dept., Toosi University of Technology.

(16)

10)Pradipta, D.A., 2012, Perilaku Geser Balok Komposit

Castellated Bukaan Heksagonal Dengan Selimut Mortar

Master Thesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 11)Salmon, C.G., 1996, Struktur Baja Desain dan Perilaku,

Gramedia, Jakarta.

12)Showkati H., 2008, Lateral-Torsional Bucklingof Castellated Beam, Iranian Journal of Science & Technology, vol. 32, No. B2, pp 153-156.

13)Showkati H., Kohnehpooshi O., 2009, Numerical Modeling and Struktur Behavior of Elastic Castellated Section,

European Journals of Scientific Research, Vol. 31. No. 2, pp. 306-318.

14)Suhendro, Bambang, 2000, Metode Elemen Hingga dan Aplikasinya, UGM, Yogyakarta.

15)Castellated Beam <http://www.macsteel.co.za > (March, 5, 2015).

16)Castellated Shape Honey Comb <http://www.grdsteel.com> (March, 12, 2015).

(17)

Vol. 4, No. 1, Oktober 2015, Halaman: 14 - 19, ISSN: 1907-4247 (Print), ISSN: 2477-4863 (Online) Alamat Website: http://cantilever.unsri.ac.id

ANALISIS PENGARUH CAMPURAN PUPUK UREA TERHADAP

KUAT GESER TANAH LEMPUNG LUNAK DENGAN UJI

TRIAXIAL

Yulindasari Sutejo1, Ratna Dewi2, Dwi Haryadi3,dan Reffanda Kurniawan4

1

Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sriwijaya (Jl. Raya Prabumulih KM 32 Indralaya, Sumatera Selatan)

E-mail: [email protected]

2

Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sriwijaya (Jl. Raya Prabumulih KM 32 Indralaya, Sumatera Selatan)

E-mail: [email protected]

3

Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sriwijaya (Jl. Raya Prabumulih KM 32 Indralaya, Sumatera Selatan)

E-mail: [email protected]

4

Jurusan Teknik Sipil, Universitas PGRI (Jl. A.Yani Lr. Gotong Royong 9-10 Ulu, Sumatera Selatan)

E-mail: [email protected]

Abstract

The soil plays an important role in a construction site. One type is the soft clay soil that has a value compressibility and high water levels so low soil shear strength that reduce the bearing capacity of the soil. In this study conducted by the method of soil improvement, soil stabilization using a mixture of urea fertilizer with percentage of 5 %, 10 %, and 15 % with a treatment period of 3 , 7, and 14 days with Triaxial test. Soft clay soil samples taken in the area around UNSRI, Inderalaya, OI, South Sumatra. The test results of soil properties, ω 35.20 %; 2.53 Gs; PL 21.14 %; LL 42 % and IP 20.86 %. According to the USCS, the soil categorized CL, while according to AASHTO, the soil is categorized class A-7-6. Results of Triaxial testing , the value of cohesion (c) 5 % maximum on the addition of urea fertilizer (14 days) is 1.138 kg /cm2 . While the value of shear angle (φ) and shear strength (τ) maximum on the addition of 15 % urea fertilizer (3 days) of 26,42o and 3.93 kg /cm2 .

Key Words : Urea Fertilizer, Shear Strength, Triaxial, Soft Clay

1. PENDAHULUAN

Seperti yang diketahui, tanah berperan penting pada suatu lokasi pekerjaan konstruksi sipil. Tanah adalah pondasi pendukung suatu bangunan, atau bahan konstruksi dari bangunan itu sendiri seperti tanggul atau bendungan, atau sebagai penyebab gaya luar pada bangunan, seperti tembok/dinding penahan tanah. Jadi tanah selalu berperan pada setiap pekerjaan teknik sipil (Suyono, S. & Kazuto, N., 1983).

Tanah mempunyai sifat untuk meningkatkan kepadatan dan kekuatan gesernya apabila mendapat tekanan. Apabila beban yang bekerja pada tanah pondasi telah melampaui daya dukung batasnya, tegangan geser yang ditimbulkan di dalam tanah

pondasi melampaui ketahan geser tanah pondasi maka akan berakibat keruntuhan geser dari tanah pondasi.

Tanah lempung lunak merupakan suatu tanah yang mempunyai kandungan mineral-mineral lempung dan nilai kadar air yang tinggi sehingga kuat geser tanahnya rendah. Selain itu, tanah lempung lunak juga mempunyai nilai kompressibilitas tanah yang tinggi menyebabkan daya dukung tanahnya menjadi rendah.

Stabilisasi tanah merupakan rekayasa terhadap pondasi atau tanah dasar dengan atau tanpa bahan campuran, untuk menaikkan kemampuan menahan beban dan daya tahan terhadap tegangan fisik atau kimiawi akibat cuaca atau lingkungan, selama masa guna fasilitas keteknikan (engineered facility). Dari

(18)

sifat teknisnya, stabilisasi dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu stabilisasi fisik, stabilisasi mekanis, dan stabilisasi kimiawi (Ingel dan Metcalf, 1977). Sifat dasar tanah seperti: kekuatan, kekakuan, mampumampat, sensitifitas, potensi mengembang, daya tembus air, dan perubahan volume, dengan sifat beragam tersebut, sehingga kecenderungannya memerlukan variasi perbaikan tanah yang berbeda. Stabilitas tanah yang efektif adalah dengan menambahkan bahan kimia tertentu, dengan penambahan bahan kimia tersebut dapat mempengaruhi karakteristik tanah lempung lunak.

Adapun tujuan dari perbaikan tanah adalah sebagai berikut : Menaikkan daya dukung dan kuat geser; Mengurangi kompressibilitas; Mengontrol stabilitas volume (shringking dan swelling); Memperbaiki kualitas material untuk bahan konstruksi; dan Memperkecil pengaruh lingkungan.

Dalam penelitian ini akan dilakukan perbaikan tanah dengan pengujian terhadap pengaruh campuran pupuk urea pada tanah lempung lunak dalam skala laboratorium. Sampel tanah lempung lunak yang digunakan untuk penelitian diambil pada daerah sekitar Universitas Sriwijaya Inderalaya. Penggunaan pupuk urea sebagai bahan campuran diharapkan dapat meningkatkan daya dukung tanah lempung lunak dengan parameter kuat geser tanah (pengujian Triaxial).

2. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam ilmu mekanika tanah yang disebut “tanah” adalah semua endapan alam yang berhubungan dengan teknik sipil, kecuali batuan tetap (G. Djatmiko S., & S.J. Edy P., 1993).

Pada berbagai macam pekerjaan teknik sipil, tanah berguna sebagai bahan bangunan. Jadi seorang ahli teknik sipil harus juga mempelajari sifat-sifat dasar dari tanah, seperti asal usulnya, penyebaran ukuran butiran, kemampuan mengalirkan air, sifat pemampatan bila dibebani (compressibility), kekuatan geser, kapasitas daya dukung terhadap beban, dan lain-lain.

Beberapa sifat-sifat penting dari tanah dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Permeabilitas (permeability) Sifat ini untuk mengukur/menentukan kemampuan tanah dilewati air melalui pori-porinya. Sifat ini penting dalam konstruksi bendung tanah urugan (earth dam) dan persoalan drainase.

b. Konsolidasi (consolidation) Pada konsolidasi dihitung dari perubahan isi pori tanah akibat beban. Sifat ini dipergunakan untuk menghitung penurunan (settlement) bangunan.

c. Tegangan Geser (shear strength) Untuk

menentukan kemampuan tanah menahan tekanan-tekanan tanpa mengalami keruntuhan. Sifat ini dibutuhkan dalam perhitungan stabilitas pondasi/dasar yang dibebani, stabilitas tanah isian/timbunan di belakang bangunan penahan tanah dan stabilitas timbunan tanah.

d. Pemadatan Tanah (compaction)

Tingkat kepadatan tanah dasar dapat mempengaruhi daya dukungnya. Tanah dengan tingkat kepadatan yang tinggi mengalami perubahan volume yang kecil jika terjadi perubahan kadar air dan mempunyai daya dukung yang lebih besar dibandingkan dengan tanah yang sejenis tetapi mempunyai tingkat kepadatan yang lebih rendah.

Tanah lempung lunak adalah jenis tanah yang memiliki daya dukung batas yang rendah dan daya mampat yang tinggi. Sifat-sifat yang dimiliki lempung adalah sebagai berikut: Ukuran butirannya halus (0,005 mm); Permeabilitas rendah; Kenaikan air kapiler tinggi; Kembang susutnya tinggi; Bersifat sangat kohesif, dan Proses konsolidasi lambat.

Tanah dapat dibedakan berdasarkan ukuran butiran dan konsistensi. Ukuran partikel tanah bervariasi dari 100 mm sampai kurang dari 0.001 mm. Berdasarkan ukuran partikel tanah dapat dikelompokkan sebagai tanah butir kasar (coarse grained soil) dan tanah butir halus (fine grained soil).

Ada empat macam klasifikasi tanah yaitu British Standard (BS), American Standard Testing Manual (ASTM) yang pada dasarnya samamdengan Sistem Klasifikasi Unified (USCS: Unified Soil Classification System) dan AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Officials).

Sistem klasifikasi AASHTO membagi tanah ke dalam tujuh kelompok besar, yaitu 1 sampai A-7. Tanah berbutir diklasifikasikan ke dalam kelompok A-1 sampai A-3, dimana kurang dari 35% dari jumlah butir tanah tersebut lolos saringan no. 200. Tanah lempung dan lanau sebagian besar di kelompokkan ke dalam kelompok A-4 sampai A-7, dimana 35% atau lebih dari jumlah butiran tersebut lolos saringan No. 200.

Secara garis besar Sistem Klasifikasi Unified

membagi tanah dalam dua kelompok besar, yaitu : tanah berbutir halus (fine grained soil), yaitu tanah dimana lebih besar dari 50% berat total dari contoh tanah lolos saringan No.200 dan tanah berbutir kasar (coarse grained soil), yaitu kerikil dan pasir dimana kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos saringan No. 200.

(19)

Sutejo, Y., dkk. / Analisis Pengaruh Campuran Pupuk Urea / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (14 – 19)

Daya dukung tanah adalah kemampuan tanah untuk menahan tekanan atau beban bangunan pada tanah dengan aman tanpa menimbulkan keruntuhan geser dan penurunan berlebihan menurut Najoan, T. F. (2002).

Kekuatan geser tanah merupakan parameter yang paling tinggi untuk menilai kestabilan struktur yang mengandung berbagai mineral. Parameter kuat geser dapat diuji dengan melakukan pengujian laboratorium atau di lapangan untuk menyelidiki kegagalan struktur.

Nilai dari kuat geser tanah ini antara lain diperlukan untuk menghitung daya dukung tanah karena kekuatan geser tercapai apabila butir-butir tanah tergeser satu sama lain.

Pengujian-pengujian yang dilakukan untuk menentukan kekuatan geser tanah antara lain: pengujian kuat tekan bebas (Unconfined Compression Test), pengujian Triaxial (Triaxial test) dan pengujian geser langsung (Direct Shear Test). Pengujian Triaxial dapat dilakukan dalam beberapa kondisi yaitu Unconsolidated Undrained

(UU), Consolidated Undrained (CU), dan

Consolidated Drained (CD).

Pada pengujian UU contoh tanah mengalami tekanan sel tertentu. Penjelasan masing-masing keadaan diberikan pada bagian kekuatan geser tanah. Keadaan ini pada percobaan triaxial dapat dibedakan dengan cara membuka dan menutup saluran-saluran yang ada (Gambar 1). Harga c dan

φ yang didapat tergantung dengan derajat kejenuhan contoh tanah. Sebaiknya dilakukan pada tanah lempung dengan derajat kejenuhan mendekati 100 %.

Gambar 1. Lingkaran Mohr untuk Hasil Pengujian Triaxial

Analisis perhitungan daya dukung tanah lempung yang dikembangkan para ahli mengasumsikan tanah lempung dalam keadaan

undrained. Teori ini dikembangkan dari persamaan Mohr-Coulomb :

τ = c +σ tanφ (1)

Pada penelitian ini, pupuk urea digunakan sebagai campuran pada tanah lempung lunak untuk pengujian di laboratorium. Pengujian yang dilakukan adalah uji kuat geser tanah (Triaxial

test). Dari hasil pengujian tersebut didapatkan

apakah campuran pupuk urea dengan tanah lempung lunak dapat meningkatkan daya dukung tanah.

Pupuk urea adalah pupuk kimia mengandung Nitrogen (N) berkadar tinggi. Unsur Nitrogen merupakan zat hara yang sangat diperlukan tanaman. Pupuk urea berbentuk butir-butir kristal berwarna putih. Pupuk urea dengan rumus kimia NH2 CONH2 merupakan pupuk yang mudah larut dalam air dan sifatnya sangat mudah menghisap air (higroskopis), karena itu sebaiknya disimpan di tempat yang kering dan tertutup rapat. Pupuk urea mengandung unsur hara N sebesar 46% dengan pengertian setiap 100 kg mengandung 46 Kg Nitrogen, Moisture 0,5 %, Kadar Biuret 1 %, ukuran 1 3,35MM 90 % Min serta berbentuk Prill. Standar pupuk urea SNI-02-2801-1998.

3. METODOLOGI

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengujian di Laboratorium Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya, Inderalaya. Pengambilan sampel tanah lunak adalah pengambilan contoh tanah terganggu (disturbed sample). Jenis tanah yang diambil yaitu jenis tanah lempung lunak di daerah sekitar Kampus Universitas Sriwijaya Inderalaya, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan.

Pengujian soil properties yang dilakukan adalah Pengujian Kadar Air (standar ASTM D-2216-90); Pengujian Berat Jenis (Gs) Butiran Tanah (ASTM D-854); Pengujian Atterberg Limit (ASTM D 423-66 dan ASTM D 424-74); serta Pengujian Analisis Saringan (ASTM D 421 dan ASTM D 422).

Pengujian pemadatan tanah dilakukan sebelumn pengujian uji kuat geser Triaxial UU (Unconsolidated Undrained). Sebelum dilakukan pemadatan tanah, terlebih dahulu tanah dicampur air dengan persentase kadar air yang berbeda-beda dari jumlah tanah yang akan diuji. Pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan kadar air optimum sebelum dilakukan pengujian Triaxial UU. Sistem pemadatan yang digunakan adalah standar proctor.

Pengujian dilakukan pada tiap variasi persentase campuran pupuk urea (5 %, 10 %, dan 15 %) pada tanah lempung lunak. Pada setiap variasi persentase campuran pupuk urea terdapat 9 benda uji sehingga jumlah benda uji sebanyak 27.

Setelah benda uji siap, benda uji selanjutnya ditutup dengan plastik dan disimpan dalam desikator sesuai waktu yang telah ditentukan yaitu 3 hari, 7 hari, dan 14 hari. Setelah 3 hari maka tanah tersebut dapat diuji dengan pengujian Triaxial UU

(20)

Setelah masa perawatan, kemudian dilakukan uji

Triaxial UU kondisi Unsoaked dengan tekanan sel 1 kg/cm2 , 1,5 kg/cm2 , dan 2 kg/cm2. Tujuan dari pengujian Triaxial tanah campuran ini adalah untuk mengetahui parameter kuat geser tanah yaitu c (kohesi) dan ϕ (sudut geser dalam) setelah tanah dicampur dengan pupuk urea dan menjalani masa perawatan. Hasil dari pengujian Triaxial tanah campuran akan dibandingkan dengan hasil dari pengujian Triaxial tanah asli, kemudian dianalisis untuk mengetahui pengaruh dari penambahan pupuk urea terhadap parameter kuat geser tanah lempung lunak yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun gambar alat pengujian Triaxial UU terlihat pada gambar 2.

Gambar 2. Alat Pengujian Triaxial 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemeriksaan sifat fisis tanah meliputi pengujian kadar air asli, analisis saringan, pengujian berat jenis dan pengujian Atterberg Limit. Pemeriksaan ini mengacu pada standar ASTM. Rekapitulasi hasil pengujian sifat fisis dan klasifikasi tanah lempung lunak dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Karakteristik Tanah Asli

Hasil dari pengujian pemadatan tanah asli di sekitar Kampus Universitas Sriwijaya, Inderalaya, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan didapatkan

kadar air optimum (ωopt) 19,40 % dengan berat isi

kering maksimum (γd maks) 1,62 gr/cm 3

.

Parameter yang dicari dari pengujian Triaxial UU adalah untuk mengetahui perubahan nilai parameter kohesi (C), sudut geser (φ) dan nilai kuat geser tanah (τ) setelah penambahan pupuk urea dengan persentase 5 %, 10 %, dan 15 %.

Adapun perbandingan nilai kohesi untuk masing-masing persentase penambahan pupuk urea pada setiap masa perawatan dapat dilihat pada gambar 3.

Nilai kohesi maksimum terjadi pada persentase penambahan 5 % pupuk urea dengan masa perawatan 14 hari yaitu 1,138 kg/cm2 dengan persentase kenaikan 169,35 %. Hal ini menunjukkan kekuatan ikatan antar partikel tanah akan menjadi lebih kuat dan maksimum pada persentase 5 %. Pada saat pencampuran nilai kohesi terendah adalah 0,329 kg/cm2 untuk kadar campuran 15 % urea dengan masa perawatan 3 hari.

Gambar 3. Diagram Nilai Kohesi Tanah Lempung Lunak

Perbandingan nilai sudut geser untuk masing-masing persentase penambahan pupuk urea pada setiap masa perawatan dapat dilihat pada gambar 4 dibawah ini.

Pada diagram batang dibawah ini, nilai sudut geser tanah maksimum pada persentase penambahan 15 % pupuk urea dengan masa perawatan 3 hari yaitu 26,42o dengan persentase kenaikan 76,84 %. Dan nilai sudut geser tanah minimum pada persentase penambahan 5 % pupuk urea dengan masa perawatan 7 hari yaitu 13,71o. Sudut geser tanah merupakan salah satu parameter dalam menentukan kestabilan tanah sehingga semakin tinggi sudut geser suatu tanah maka kondisi tanah tersebut semakin stabil.

Pemeriksaan Laboratorium Hasil

Kadar Air Asli (w, %) 35,20

Tanah Lolos Saringan No.40 (%) 84,90

Tanah Lolos Saringan No.200 (%) 72,65

Batas Cair (LL, %) 42,00

Batas Plastis (PL, %) 21,14

Indeks Plastis (IP, %) 20,86

Berat Jenis (Gs) 2,53

Klasifikasi Tanah (AASHTO) A-7-6

Gambar

Gambar 4. Elemen 3 dimensional solid (Suhendro, 2002), No. 1, Oktober 2015 (7 – 13)
Gambar 5. Gambar dan poto Setting pengujian balok kastela  eksperimen (Muhtarom, 2012; Pradipta, 2012)
Gambar 6. Parameter variasi dimensi lubang heksagonal Tabel 1. Parameter variasi dimensi lubang heksagonal
Gambar 8. Foto hasil pengujian balok kastela   (Muhtarom, 2012; Pradipta, 2012)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Debit aliran sungai pada musim k emarau umumnya menurun sesuai dengan distribusi curah hujan yang rendah (bulan k ering). Sebalik nya, debit aliran sungai

Data sekunder yang digunakan adalah: data curah hujan harian dari stasiun hujan yang mempengaruhi lokasi penelitian dan datakebutuhanair keseluruhan di kawasanperumahan.. Data

Dalam analisis debit banjir rencana menggunakan metode rasional diperlukan data intensitas hujan dalam durasi dan periode ulang tertentu yang dapat diperoleh dari

Data curah hujan yang digunakan untuk perhitungan debit banjir adalah hujan yang terjadi pada daerah aliran sungai pada waktu yang sama.. Curah hujan yang

Untuk mendapatkan akurasi yang tinggi diperlukan variabel prediktor yang secara fisis terkait erat dengan curah hujan dan dapat menangkap pola anomali curah hujan

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder seperti data I curah I hujan 10 tahun terakhir yang terdapat di dalam DAS Asam-asam, peta jenis

Analisa Curah Hujan Rencana Pengambilan data curah hujan dilakukan pada stasiun penangkar hujan yang terdekat, yaitu stasiun penangkar hujan Batang Kasang, Ulakan

Perencanaan jaringan air tanah ini dimulai dengan merencanakan luasan daerah yang diairi berdasarkan pola tata tanam, menganalisis curah hujan efektif, menghitung debit