Journal homepage: https://jtresda.ub.ac.id/
*Penulis korespendensi: bernardinusyoga@gmail.com
Studi Evaluasi Kebutuhan Air Irigasi dan Penyusunan Jadwal Pembagian Air pada Daerah Irigasi Kedungrejo Kabupaten Madiun
Bernardinus Yoga Winanto1*, Rini Wahyu Sayekti1, M. Janu Ismoyo1
1Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 167, Malang, 65145, Indonesia
*Korespondensi Email: bernardinusyoga@gmail.com
Abstract: Kedungrejo Irrigation Area in Madiun Regency has a total area 1.538 hectares. Kedungrejo Irrigation Area has some problems, namely the Global Planting Plan made by the Water Department that is not implemented properly in the field, maximum river discharge during the rainy season and minimum river flow during the dry season. This study aims to evaluate existing water needs using the Water Balance method and then plan the planting patterns to increase planting intensity when the discharge is maximum and plan a rotation schedule for water distribution using the K factor. From this study, the results of the calculation of the 80%
dependable discharge maximum is 4.533,50 lt/sec and a minimum is 0,00 lt/sec, then the results of the evaluation of existing water needs with a water surplus happens for 18 times (50%) and a water deficit happens for 18 times (50%) where the planting intensity of the existing conditions in 2014-2019 reached 284,32%. For water needs with a planned planting pattern, the condition of the surplus is 32 times (89%) and the water deficit is 4 times (11%) where the planned planting intensity is 155,27%. Then the rotation of the division of water with a factor of K occurs 4 times.
Keywords: evaluation, irrigation, madiun, water balance, water needs Abstrak: Daerah Irigasi (DI) Kedungrejo Kabupaten Madiun memiliki luas baku sawah 1.538 ha. Daerah Irigasi Kedungrejo memiliki beberapa problematika yaitu Rencana Tata Tanam Global (RTTG) yang dibuat oleh Dinas Pengairan tidak terlaksana dengan baik di lapangan, debit sungai berlebih ketika musim hujan dan debit sungai minim ketika musim kemarau. Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi kebutuhan air eksisting menggunakan metode Water Balance kemudian merencanakan pola tata tanam rencana untuk meningkatkan intensitas tanam ketika debit berlebih dan merencanakan jadwal rotasi pembagian air dengan menggunakan
15 faktor K. Dari studi ini didapat hasil perhitungan debit andalan 80%
maksimum sebesar 4.533,50 lt/dt dan minimum sebesar 0,00 lt/dt, lalu hasil evaluasi kebutuhan air eksisting dengan kondisi surplus air sebanyak 18 kali (50%) dan defisit air sebanyak 18 kali (50%) di mana intensitas tanam kondisi eksisting tahun 2014-2019 mencapai 284,32%. Untuk kebutuhan air dengan pola tata tanam rencana kondisi surplus air sebanyak 32 kali (89%) dan defisit air sebanyak 4 kali (11%) di mana intensitas tanam rencana dibuat sebesar 155,27%. Lalu rotasi pembagian air dengan faktor K terjadi sebanyak 4 kali.
Kata kunci: evaluasi, irigasi, kebutuhan air, madiun, neraca air
1. Pendahuluan
Kebutuhan pangan di Indonesia terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduknya, maka untuk memenuhi produksi bahan makanan pokok berupa padi, sangat diperlukan jaringan irigasi. Menurut Peraturan Pemerintah nomor 23 ayat 2 tahun 1982, maksud irigasi adalah untuk dapat memenuhi air bagi usaha pertanian dalam jumlah dan waktu yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan bagi semua tanaman menurut aturan yang telah ditetapkan [1]. Manusia membutuhkan air hampir dim semua sisi kehidupan, baik itu untuk menanaman tanaman, minum, memasak, mencuci dan lain sebagainya, dengan berkembangannya kebutuhan air memerlukan perhitungan hidrologi untuk mengetahui ketersediaan air dan pemanfaatan air. DAS merupakan salah satu pemanfaatan air, yang dapat mensuplai air yang dibutuhkan oleh kepentingan manusia. [2]
Usaha peningkatan produksi pangan harus didukung oleh pengelolaan sumber daya air yang baik, yaitu dengan mengelola tata air yang secara efektif dan efisien. Kebutuhan air irigasi dapat tercukupi dengan baik apabila operasi jaringan irigasi juga dilaksanakan dengan baik. Bagi daerah yang mendapatkan pengairan secara alami (hujan) secara baik, maka dengan adanya irigasi produktivitas dapat ditingkatkan. Nyata sekali bahwa sumbangan irigasi terhadap keperluan daerah pertanian sangat besar, dimana daerah yang mulanya kurang produktif akan menjadi potensial. [3]
Perencanaan operasi jaringan irigasi didasarkan atas rencana tata tanam. Rencana tata tanam merupakan perpaduan antara permintaan luas tanam dari petani dengan ketersediaan air berkaitan dengan musim selarna setahun maka terbentuklah rencana tata tanam yang dinamakan Rencana Tata Tanam Global (RTTG). Faktor yang menjadi acuan dalam penyusunan pola tata tanam diantaranya adalah kebutuhan air. Untuk itu perlu adanya evaluasi kebutuhan air irigasi sebagai rencana sistem pembagian air irigasi. Dan pada evaluasi kebutuhan air irigasi ini akan menggunakan Metode Water Balance karena sudah sering dipakai dalam perhitungan kebutuhan air irigasi.
2. Bahan dan Metode 2.1 Bahan
A. Wilayah Studi
Secara geografis Kabupaten Madiun terletak diantara 111˚ 25’ 45” hingga 111˚ 51’
16
Bujur Timur (BT) dan 07˚ 12’ sampai 07˚ 48’ 30” Lintang Selatan (LS). Daerah Irigasi Kedungrejo merupakan Daerah Irigasi kewenangan Provinsi sehingga ada pada Dinas Pengairan Provinsi Jawa Timur. DI Kedungrejo memiliki luas 1.538 ha. Sumber air yang dipakai untuk mengairi areal irigasi ini berasal dari Sungai Kedungrejo yang bangunan pengambilannya berupa bendung tetap yaitu Bendung Kedungrejo.
Gambar 1: Peta DAS Kedungrejo B. Data penelitian yang dibutuhkan
• Data debit sungai (Tahun 2010-2019) yang didapat dari UPTD Pilang Kenceng Kabupaten Madiun
• Data curah hujan 3 pos staiun (Tahun 2010-2019) yang didapat dari UPTD Pilang Kenceng Kabupaten Madiun
• Data klimatologi (Tahun 2008-2018) yang didapat dari Stasiun Klimatologi Sawahan Kabupaten Nganjuk
• Data intensitas tanam eksisting dan RTTG serta Skema Jaringan Irigasi yang didapat dari UPTD Pilang Kenceng Kabupaten Madiun
2.2 Metode
Data yang diperlukan dalam studi ini adalah data pola tata tanam eksisting, data debit sungai, data klimatologi, data curah hujan, dan skema jaringan irigasi. Pada mulanya, data curah hujan diolah dengan analisa kualitas data yaitu uji konsistensi. Pada Daerah Irigasi Kedungrejo, terdapat 3 stasiun hujan yang berpengaruh yaitu Stasiun Hujan Kedungrejo, Stasiun Hujan Kuwu, dan Stasiun Hujan Sogo yang kemudian dihitung curah hujan reratanya menggunakan Metode Aritmatik. Curah hujan rerata tersebut nantinya akan digunakan untuk mencari curah hujan efektif. Setelah mendapatkan curah hujan efektif dan data klimatologi sudah tersedia, maka bisa digunakan untuk menghitung kebutuhan air.
Untuk data debit sungai akan dianalisis menggunakan debit andalan Metode Tahun Dasar Perencanaan (Basic Year). Neraca air dapat dibuat setelah kebutuhan air dan debit andalan sebagai debit tersedia sudah dihitung. Dari neraca air, dapat dilihat berapa kali debit air
17 mengalami surplus maupun defisit. Pola tata tanam rencana dibuat setelah diketahui hasil neraca air eksisting. Karena sudah ada pola tata tanam rencana, maka kebutuhan air dapat dihitung sehingga mendapatkan neraca air rencana.
3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Debit Andalan
Perhitungan debit andalan pada studi ini menggunakan data debit sungai yang didapat dari UPTD Pilang Kenceng Kabupaten Madiun. Data yang digunakan adalah 10 tahun (2010-2019) kemudian dianalisa menggunakan Metode Tahun Dasar Perencanaan (Basic Year). Metode ini biasanya digunakan dalam perencanaan atau pengelolaan irigasi [3].
Besarnya debit andalan menggunakan Q80 untuk MT I memiliki nilai rerata sebesar 1.754,73 lt/dt. MT II memiliki nilai rerata sebesar 1.216,23 lt/dt. MT III memiliki nilai rerata sebesar 224,48 lt/dt.
3.2 Analisa Curah Hujan 3.2.1 Uji Konsistensi Data
Sebelum menggunakan data curah hujan, dilakukan uji konsistensi data untuk memperoleh data hujan tiap pos hujan konsisten atau tidak [4]. Berdasarkan hasil pengujian, besaran koefisien determinasi pada ketiga pos hujan mendekati angka 1 yang berarti data hujan bersifat konsisten. Hasil dari uji ini menunjukkan bahwa data dari ketiga stasiun hujan adalah konsisten dan dapat digunakan sebagai dasar perhitungan.
3.2.3 Perhitungan Curah Hujan Efektif
Curah hujan efektif adalah curah hujan yang menjadi aliran permukaan. Dalam pengertian irigasi, curah hujan efektif adalah curah hujan yang meresap ke dalam tanah untuk memenuhi kebutuhan air pada tanaman [5]. Dasar perhitungan untuk menentukan curah hujan efektif yaitu menggunakan curah hujan rerata daerah yang didapatkan dari perhitungan curah hujan rerata daerah metode aritmatik dari 3 stasiun hujan [6]. Setelah dianalisis nantinya didapatkan curah hujan andalan 80% dan akan dilanjutkan dengan perhitungan curah hujan efektif untuk tanaman padi, palawija, dan tebu.
3.3 Perhitungan Evaporasi Potensial
Perhitungan Evaporasi Potensial menggunakan metode Penman Modifikasi sesuai yang ditetapkan oleh Standar Kriteria Perencanaan Irigasi (KP-01) dan Food and Agriculture Organization (FAO). Metode ini mempunyai parameter lebih banyak sehingga dianggap paling efektif. Dalam perhitungan evaporasi potensial membutuhkan data klimatologi seperti kelembapan udara, kecepatan angin, lama penyinaran matahari dan temperatur udara [7].
Data yang digunakan adalah data klimatologi 10 tahun mulai tahun 2008-2017. Data ini diperoleh dari Stasiun Klimatologi Sawahan Kabupaten Nganjuk. Dari hasil perhitungan didapat nilai evaporasi potensial terbesar ada pada bulan September yaitu sebesar 6,33 mm/hr.
3.4 Intensitas Tanam Eksisting
Intensitas tanam eksisting didapatkan dari data intensitas tanam tahun 2014-2019.
Berikut adalah hasil rerata selama 5 tahun.
18
1. Musim Tanam I (Awal mulai tanam pada November periode II)
• Padi = 98,64%
• Palawija = 0,00%
• Tebu = 0,77%
2. Musim Tanam II (Awal mulai tanam pada Maret periode II)
• Padi = 93,11%
• Palawija = 0,06%
• Tebu = 0,77%
3. Musim Tanam III (Awal mulai tanam pada Juli periode II)
• Padi = 2,08%
• Palawija = 88,10%
• Tebu = 0,77%
3.5 Perhitungan Kebutuhan Air Eksisting
Dalam mencari besarnya kebutuhan air irigasi rencana untuk tanaman, dilakukan analisa kebutuhan air yang dipengaruhi oleh faktor penyiapan lahan, penggunaan air konsumtif, perkolasi, pergantian lapisan air dan curah hujan efektif [8]. Perhitungan kebutuhan air ini menggunakan metode Water Balance. Dari hasil perhitungan, didapatkan kebutuhan air eksisting terbesar ada pada MT III dengan rata-rata kebutuhan air sebesar 489,71 lt/dt.
3.6 Neraca Air Eksisting
Analisa neraca air dilakukan dengan membandingkan kebutuhan air dengan debit yang tersedia. Debit yang tersedia menggunakan Q80% sedangkan kebutuhan air irigasi menggunakan perhitungan Metode Water Balance. Dari neraca air ini bisa dilihat apakah Daerah Irigasi tersebut mengalami surplus air atau defisit air.
Tabel 1: Tabel Neraca Air Eksisting
Bulan Q Tersedia
(lt/dt)
Rerata Q Keb. Irigasi
(lt/dt)
Lebih (+)
Keterangan Kurang(-)
Nov III 984,80 0,00 984,80 Surplus
Des
I 1.216,50 0,00 1.216,50 Surplus
II 2.655,00 0,00 2.655,00 Surplus
III 620,45 110,74 509,72 Surplus
Jan
I 428,00 229,15 198,85 Surplus
II 1.352,30 0,00 1.352,30 Surplus
III 2.665,55 17,39 2.648,16 Surplus
Feb
I 2.440,40 0,00 2.440,40 Surplus
II 2.239,10 0,00 2.239,10 Surplus
III 747,00 0,00 747,00 Surplus
Mar
I 4.533,50 0,00 4.533,50 Surplus
II 1.174,20 0,00 1.174,20 Surplus
III 3.364,27 0,00 3.364,27 Surplus
Apr I 1.758,00 0,00 1.758,00 Surplus
II 1.429,00 0,00 1.429,00 Surplus
19 Tabel 1: Tabel Neraca Air Eksisting
Bulan Q Tersedia
(lt/dt)
Rerata Q Keb. Irigasi
(lt/dt)
Lebih (+)
Keterangan Kurang(-)
III 422,50 552,73 -130,23 Defisit
Mei
I 2.587,40 687,68 1.899,72 Surplus
II 3.656,60 589,87 3.066,73 Surplus
III 402,00 539,86 -137,86 Defisit
Jun
I 402,00 575,41 -173,41 Defisit
II 283,00 613,81 -330,81 Defisit
III 102,00 630,78 -528,78 Defisit
Jul
I 125,00 608,87 -483,87 Defisit
II 63,00 443,67 -380,67 Defisit
III 50,00 68,17 -18,17 Defisit
Ags
I 50,00 122,97 -72,97 Defisit
II 0,00 201,25 -201,25 Defisit
III 0,00 239,09 -239,09 Defisit
Sep
I 0,00 387,58 -387,58 Defisit
II 0,00 449,10 -449,10 Defisit
III 0,00 530,75 -530,75 Defisit
Okt
I 0,00 527,36 -527,36 Defisit
II 0,00 538,05 -538,05 Defisit
III 0,00 533,34 -533,34 Defisit
Nov I 0,00 347,77 -347,77 Defisit
II 2.593,80 213,14 2.380,66 Surplus
Gambar 2: Grafik Rekapitulasi Neraca Air Eksisting
Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa kejadian surplus air terjadi sebanyak 18 kali periode tanam dan defisit air sebanyak 18 kali periode tanam. Defisit terbanyak
20
terjadi pada MT III yaitu pada bulan Juli periode III hingga bulan November periode II.
Hal ini terjadi dikarenakan intensitas tanam yang besar sehingga kebutuhan air juga besar, sedangkan debit yang tersedia kecil. Sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan air tanaman.
3.7 Pola Tata Tanam Rencana
Pola tanam yang direncanakan adalah dengan merubah intensitas tanam eksisting.
Untuk pola tata tanam juga berubah yang semula padi-palawija-tebu menjadi padi- palawija. Di pola tanam rencana ini terdapat pembagian blok golongan menjadi 3 golongan.
Pembagian blok golongan berdasarkan kondisi topografi dan bangunan bagi agar memudahkan pembagian air irigasi. Pada kasus ini, Daerah Irigasi Kedungrejo menggunakan golongan vertikal karena pembagiannya sesuai mulai dari hulu, tengah, lalu hilir. Golongan vertikal ini memberikan keuntungan berupa pembagian batas golongan yang lebih jelas. [9]
Tabel 2: Tabel Pola Tata Tanam Rencana
Janis Tanaman
Intensitas Tanam
Jumlah
MT I MT II MT III
(%) (ha) (%) (ha) (%) (ha) (%) (ha)
Padi 100,00 1.538 0,00 0 0,00 0 100,00 1.538
Palawija 0,00 0 55,27 850 0,00 0 55,27 850
Total 100,00 1.538 55,27 850 0,00 0 155,27 2.388
Tabel 3: Tabel Pembagian Blok Golongan Musim
Tanam Jenis Tanaman Luasan (ha) Total
(ha) Gol. 1 Gol. 2 Gol. 3
Luas Baku Sawah = 1.538 ha 477 525 536 1.538
MT I Padi 100,00 % 477 525 536 1.538
Palawija 0,00 % 0 0 0 0
MT II Padi 0,00 % 0 0 0 0
Palawija 55,27 % 264 290 296 850
MT III Padi 0,00 % 0 0 0 0
Palawija 0,00 % 0 0 0 0
3.8 Perhitungan Kebutuhan Air Rencana
Perhitungan kebutuhan air rencana menggunakan metode Water Balance yang sama dengan perhitungan kebutuhan air eksisting. Letak perbedaannya ada pada intensitas tanam. Karena intensitas tanam eksisting dan rencana berbeda, maka kebutuhan airnya pun akan berbeda. Dari hasil perhitungan, didapatkan kebutuhan air rencana terbesar ada pada MT II dengan rata-rata kebutuhan air sebesar 156,00 lt/dt
3.9 Neraca Air Rencana
Analisis neraca air rencana ini hampir sama dengan neraca air eksisting. Letak perbedaannya pada kebutuhan air irigasinya. Untuk kebutuhan air eksisting menggunakan
21 intensitas tanam eksisting yang bisa dilihat pada Sub Bab 3.4. Lalu untuk kebutuhan air rencana menggunakan intensitas tanam yang sudah direncanakan dalam studi ini yang bisa dilihat pada Tabel 2.
Tabel 4. Tabel Neraca Air Rencana
Bulan
Keb. Air Irigasi (lt/dt) Total Keb. Air
Irigasi (lt/dt)
Q Tersedia
(lt/dt)
Lebih (+)
Keterangan
Gol. I Gol. II Gol. III Kurang (-)
Nov III 0,00 0,00 0,00 0,00 984,80 984,80 Surplus
Des
I 0,00 0,00 0,00 0,00 1.216,50 1216,50 Surplus
II 0,00 0,00 0,00 0,00 2.655,00 2655,00 Surplus
III 186,55 205,32 209,62 601,49 620,45 18,96 Surplus Jan
I 196,36 216,12 220,65 633,12 428,00 -205,12 Defisit
II 0,00 0,00 0,00 0,00 1.352,30 1352,30 Surplus
III 114,17 125,66 128,29 368,12 2.665,55 2297,42 Surplus Feb
I 0,00 0,00 0,00 0,00 2.440,40 2440,40 Surplus
II 7,26 7,99 8,16 23,41 2.239,10 2215,69 Surplus
III 0,00 0,00 0,00 0,00 747,00 747,00 Surplus
Mar
I 0,00 0,00 0,00 0,00 4.533,50 4533,50 Surplus
II 0,00 0,00 0,00 0,00 1.174,20 1174,20 Surplus
III 0,00 0,00 0,00 0,00 3.364,27 3364,27 Surplus Apr
I 0,00 0,00 0,00 0,00 1.758,00 1758,00 Surplus
II 0,00 0,00 0,00 0,00 1.429,00 1429,00 Surplus
III 2,23 2,45 2,50 7,18 422,50 415,32 Surplus
Mei
I 53,60 59,00 60,23 172,83 2.587,40 2414,57 Surplus II 62,87 69,20 70,65 202,72 3.656,60 3453,88 Surplus III 74,39 81,88 83,59 239,87 402,00 162,13 Surplus Jun
I 74,72 82,24 83,96 240,91 402,00 161,09 Surplus II 76,18 83,85 85,61 245,64 283,00 37,36 Surplus III 75,45 83,04 84,78 243,27 102,00 -141,27 Defisit Jul
I 81,52 89,73 91,61 262,86 125,00 -137,86 Defisit II 79,62 87,63 89,46 256,71 63,00 -193,71 Defisit
III 0,00 0,00 0,00 0,00 50,00 50,00 Surplus
Ags
I 0,00 0,00 0,00 0,00 50,00 50,00 Surplus
II 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Surplus
III 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Surplus
Sep
I 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Surplus
II 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Surplus
III 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Surplus
Okt
I 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Surplus
II 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Surplus
III 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Surplus
Nov I 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Surplus
II 0,00 0,00 0,00 0,00 2.593,80 2593,80 Surplus
22
Gambar 3: Grafik Neraca Air Rencana
Berdasarkan Gambar 3, dapat dilihat bahwa kejadian surplus air terjadi sebanyak 32 kali periode tanam dan defisit air sebanyak 4 kali periode tanam. Defisit terbanyak terjadi pada MT II yaitu pada bulan Maret periode III hingga bulan Juli periode II. Hal ini terjadi dikarenakan intensitas tanam yang besar sehingga kebutuhan air juga besar, sedangkan debit yang tersedia kecil. Sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan air tanaman.
3.10. Penyusunan Jadwal Rotasi
Jadwal rotasi dibuat berdasarkan hasil neraca air rencana. Jadwal rotasi bertujuan untuk mengatur jatah waktu rotasi pada tiap blok golongan yang sudah ditentukan [10].
Perhitungan waktu rotasi / jatah hari gilir dicontohkan Januari Periode I seperti berikut:
Kebutuhan Air Irigasi Gol 1 : 196,36 lt/dt Kebutuhan Air Irigasi Gol 2 : 216,12 lt/dt Kebutuhan Air Irigasi Gol 3 : 220,65 lt/dt Total Kebutuhan Air Irigasi : 633,12 lt/dt
Lama Waktu Pemberian Air : 24 jam dalam 1 hari dengan periode gilir 1 harian Faktor K : 0,68 → Rotasi
Lama Gilir (jam) :
Periode I = (Keb. Gol. 1+ Keb. Gol. 2)
Total kebutuhan air x Periode pemberian air (jam) Jumlah golongan yang akan diairi
= (196,36.+ 216,12) 633,12 x 24
2
= 8 jam
Periode II = (Keb. Gol. 1+ Keb. Gol. 3)
Total kebutuhan air x Periode pemberian air (jam) Jumlah golongan yang akan diairi
= (196,36.+ 220,65) 633,12 x 24
2
= 8 jam
Periode III = (Keb. Gol. 2 + Keb. Gol. 3)
Total kebutuhan air x Periode pemberian air (jam) Jumlah golongan yang akan diairi
= (216,12.+ 220,65) 633,12 x 24
2
= 8 jam
23 Untuk perhitungan jadwal selanjutnya dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5: Tabel Jadwal Rotasi
Bulan Periode Evaluasi Pembagian Air Lama Gilir (jam)
Faktor K Keterangan Periode 1 Periode 2 Periode 3
Nov III - Terus menerus
Des
I - Terus menerus
II - Terus menerus
III - Terus menerus
Jan
I 0,68 Rotasi 8 8 8
II - Terus menerus
III - Terus menerus
Feb
I - Terus menerus
II - Terus menerus
III - Terus menerus
Mar
I - Terus menerus
II - Terus menerus
III - Terus menerus
Apr
I - Terus menerus
II - Terus menerus
III - Terus menerus
Mei
I - Terus menerus
II - Terus menerus
III - Terus menerus
Jun
I - Terus menerus
II - Terus menerus
III 0,42 Rotasi 7 8 9
Jul
I 0,48 Rotasi 7 8 9
II 0,25 Rotasi 7 8 9
III - Terus menerus
Ags
I - Terus menerus
II - Terus menerus
III - Terus menerus
Sep
I - Terus menerus
II - Terus menerus
III - Terus menerus
Okt
I - Terus menerus
II - Terus menerus
III - Terus menerus
Nov I - Terus menerus
II - Terus menerus
24
3.11 Rekapitulasi
Hasil rekapitulasi intesitas tanam eksisting dan rencana disajikan pada Tabel 6 berikut:
Tabel 6: Tabel Rekapitulasi Intensitas Tanam Eksisting dan Rencana Intensitas Tanaman
(%)
Jenis Tanaman
Total
Padi Palawija Tebu
MT I
Eksisting 98,64 0,00 0,77 99,41
Rencana 100,00 0,00 0,00 100,00
MT II
Eksisting 93,11 0,06 0,77 93,95
Rencana 0,00 55,27 0,00 55,27
MT III
Eksisting 2,08 88,10 0,77 90,96
Rencana 0,00 0,00 0,00 0,00
Jumlah
Eksisting 193,83 88,16 2,32 284,32
Rencana 100,00 55,27 0,00 155,27
Hasil rekapitulasi intensitas tanam dalam grafik disajikan pada Gambar 4 berikut:
Gambar 4: Grafik Intensitas Tanam Eksisting dan Rencana
Berdasarkan hasil rekapitulasi intensitas tanam eksisting dan rencana di atas dapat kita ketahui bahwa intensitas tanam rencana lebih kecil daripada intensitas tanam eksisting karena debit tersedia yang kecil, sehingga faktor K nilainya kecil. Oleh karena itu intensitas rencana dibuat lebih kecil agar faktor K menjadi layak untuk digunakan.
25 Tabel 7: Tabel Rekapitulasi Kebutuhan Air Eksisting dan Rencana
Bulan
Q Tersedia
(lt/dt)
Q Kebutuhan (lt/dt)
Eksisting Ket. Rencana Ket.
Nov III 984,80 0,00 Surplus 0,00 Surplus
Des
I 1.216,50 0,00 Surplus 0,00 Surplus
II 2.655,00 0,00 Surplus 0,00 Surplus
III 620,45 110,74 Surplus 601,49 Surplus
Jan
I 428,00 229,15 Surplus 633,12 Defisit
II 1.352,30 0,00 Surplus 0,00 Surplus
III 2.665,55 17,39 Surplus 368,12 Surplus
Feb
I 2.440,40 0,00 Surplus 0,00 Surplus
II 2.239,10 0,00 Surplus 23,41 Surplus
III 747,00 0,00 Surplus 0,00 Surplus
Mar
I 4.533,50 0,00 Surplus 0,00 Surplus
II 1.174,20 0,00 Surplus 0,00 Surplus
III 3.364,27 0,00 Surplus 0,00 Surplus
Apr
I 1.758,00 0,00 Surplus 0,00 Surplus
II 1.429,00 0,00 Surplus 0,00 Surplus
III 422,50 554,16 Defisit 7,18 Surplus
Mei
I 2.587,40 689,10 Surplus 172,83 Surplus
II 3.656,60 591,29 Surplus 202,72 Surplus
III 402,00 541,28 Defisit 239,87 Surplus
Jun
I 402,00 576,83 Defisit 240,91 Surplus
II 283,00 615,23 Defisit 245,64 Surplus
III 102,00 632,20 Defisit 243,27 Defisit
Jul
I 125,00 610,29 Defisit 262,86 Defisit
II 63,00 445,10 Defisit 256,71 Defisit
III 50,00 96,60 Defisit 0,00 Surplus
Ags
I 50,00 205,38 Defisit 0,00 Surplus
II 0,00 337,66 Defisit 0,00 Surplus
III 0,00 402,50 Defisit 0,00 Surplus
Sep
I 0,00 550,99 Defisit 0,00 Surplus
II 0,00 612,52 Defisit 0,00 Surplus
III 0,00 694,16 Defisit 0,00 Surplus
Okt
I 0,00 690,78 Defisit 0,00 Surplus
II 0,00 701,47 Defisit 0,00 Surplus
III 0,00 696,75 Defisit 0,00 Surplus
Nov I 0,00 511,19 Defisit 0,00 Surplus
II 2.593,80 376,56 Surplus 0,00 Surplus
Banyak Kejadian Defisit 18 4
Banyak Kejadian Surplus 18 32
26
Gambar 5: Grafik Neraca Air Eksisting dan Rencana
Berdasarkan hasil rekapitulasi kebutuhan air eksisting dan rencana di atas dapat kita ketahui bahwa rata-rata kebutuhan air rencana lebih kecil daripada intensitas tanam eksisting. Hal ini dikarenakan luas intensitas tanam rencana lebih kecil dibanding dengan luas intensitas tanam eksisting.
4. Kesimpulan
Dalam studi ini, dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu besarnya debit andalan, luas intensitas tanam, kebutuhan air, neraca air, dan banyaknya kejadian rotasi.
Besarnya debit andalan menggunakan Q80 untuk MT I memiliki nilai minimum sebesar 428,00 lt/dt dan nilai maksimum sebesar 4.533,50 lt/dt. MT II memiliki nilai minimum sebesar 63,00 lt/dt dan nilai maksimum sebesar 3.656,60 lt/dt. MT III memiliki nilai minimum sebesar 0,00 lt/dt dan nilai maksimum sebesar 2.593,80 lt/dt.
Luas intensitas tanam eksisting pada Daerah Irigasi Kedungrejo adalah sebesar 284,32% dengan luas intensitas tanam padi sebesar 193,83%; palawija 88,16%; dan tebu 2,32%. Sedangkan intensitas tanam rencana sebesar 155,27% dengan luas intensitas tanam padi sebesar 100%; palawija 55,27%; dan tebu 0,00%. Dalam hal ini, intensitas tanam rencana diturunkan lebih kecil dari intensitas tanam eksisting untuk mengurangi kebutuhan air rencana, sehingga defisit kebutuhan air pada PTT rencana dapat dikurangi.
Besarnya kebutuhan air eksisting untuk MT I memiliki nilai minimum sebesar 0,00 lt/dt dan nilai maksimum sebesar 229,15 lt/dt. MT II memiliki nilai minimum sebesar 0,00 lt/dt dan nilai maksimum sebesar 689,10 lt/dt. MT III memiliki nilai minimum sebesar 96,60 lt/dt dan nilai maksimum sebesar 701,47 lt/dt. Besarnya kebutuhan air rencana untuk MT I memiliki nilai minimum sebesar 0,00 lt/dt dan nilai maksimum sebesar 633,12 lt/dt.
MT II memiliki nilai minimum sebesar 0,00 lt/dt dan nilai maksimum sebesar 262,86 lt/dt.
MT III memiliki nilai minimum sebesar 0,00 lt/dt dan nilai maksimum sebesar 0,00 lt/dt.
Kebutuhan air irigasi rencana lebih kecil dibanding eksisting karena luas intensitas tanam berkurang. Untuk neraca air eksisting, dari 36 kali periode tanam terjadi defisit air sebanyak 18 kali (50%) dan surplus air sebanyak 18 kali (50%). Sedangkan untuk neraca air rencana, dari 36 kali periode tanam terjadi defisit air sebanyak 4 kali (11%) dan surplus air sebanyak 32 kali (89%).
27 Kejadian rotasi dengan faktor K (0,50 > K > 0,25) terjadi sebanyak 3 kali dengan lama gilir Golongan 1 selama 7 jam, Golongan 2 selama 8 jam dan Golongan 3 selama 9 jam.
Kejadian rotasi dengan faktor K (0,75 > K > 0,50) terjadi sebanyak 1 kali rotasi dengan lama gilir Golongan 1 selama 8 jam, Golongan 2 selama 8 jam, dan Golongan 3 selama 8 jam. Untuk pemberian air terus-menerus dengan faktor K (K > 0,75) terjadi sebanyak 32 kali.
Daftar Pustaka
[1] Peraturan.go.id, 2021. [Online]. Available: https://peraturan.go.id/common/
dokumen/ln/1982/pp23-1982.pdf. [Accessed: 25- Jul- 2021].
[2] L. M. Limantara, Hidrologi Teknik Sumber Daya Air. Malang: Penerbit Citra, 2010.
[3] C. Hazael, R. Sayekti dan T. Prayogo, “Studi Optimasi Pemanfaatan Air Irigasi Pada Daerah irigasi Kedungputri Kecamatan Paron Kabupaten Ngawi”, Jurnal Teknik Pengairan, Vol. 4, No. 1, 2020.
[4] L. M. Limantara, Hidrologi Praktis. Bandung: Penerbit Lubuk Agung, 2010.
[5] C.D. Soemarto, Hidrologi Teknik. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional, 1987.
[6] Dirjen SDA, Kementrian PUPR, Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi (KP-01). Jakarta: Penerbit Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, 2013.
[7] S. Sosrodarsono, Bendungan Type Urugan. Jakarta: Penerbit PT. Pradnya Paramita, 1976.
[8] Suhardjono, Kebutuhan Air Tanaman. Malang: Penerbit Institut Teknologi Nasional, 1994.
[9] Pusdik SDA, Kementrian PUPR, Modul Pelaksanaan Operasi Jaringan Irigasi.
Jakarta: Penerbit Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air, 2017.
[10] Kunaifi, A.A, Pola Penyediaan Air di Daerah Irigasi (DI) Tibunangka dengan Sumur Renteng pada Sistem Suplesi Renggung. Tesis. Tidak dipublikasikan.
Malang: Universitas Brawijaya, 2010.