• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya JTRESDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya JTRESDA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Journal homepage: https://jtresda.ub.ac.id/

*Penulis korespendensi: Iqbal.maulana1@gmail.com

Studi Erosi Dan Sedimentasi Tambang

Batubara Pada Pit Pinang South Pt. Kaltim

Prima Coal Menggunakan Geographic

Information System (ArcGIS)

Iqbal Maulana Muhtasar

1*

, Moh. Sholichin

1

, Runi Asmaranto

1

1 Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya,

Jalan MT. Haryono No. 167, Malang, 65145, INDONESIA

*Korespondensi Email: Iqbal.maulana1@gmail.com

Abstract:

Land-Coal mining by PT. Kaltim Prima Coal (KPC) is open-pit mining, which can cause loss of earth's surface shape, leaving large holes, erosion, sedimentation, and decreased soil productivity. Therefore, reclamation and rehabilitation of ex-mining land is needed. In the post-mining reclamation process, special specifications are needed so the reclamation results are as expected. Erosion factors that meet the USLE equation can be processed easily using Geographic Information System. From analysis result, the erosion rate was 32.62 (tons/ha/year), the area that experienced very light erosion was 27.26 ha (35.12%), mild erosion was 27.89 ha (35.94%), moderate erosion covered an area of 20.60 ha (26.54%), heavy erosion covered an area of 1.62 ha (2.08%), and very heavy erosion covered an area of 0.21 ha (0.27%). Based on the SDR calculation, the results obtained are 1440,8 tons/year, while the actual estimate for the sediment calculation is 2223.6 tons/year. So the yield of SDR (931.3 tons/year) < actual yield (2223.6 tons/year). Because the results of SDR calculation use erosion values from USLE, which is an erosion rate estimation, while the actual sedimentation calculation is based on direct calculations and laboratory results of PT. KPC

.

Keywords: Coal Mining, Erosion Rate, Geographic Information System,

USLE

Abstrak: Penambangan batubara oleh PT.Kaltim Prima Coal (KPC)

merupakan penambangan terbuka, sehingga dapat menimbulkan hilangnya bentuk permukaan bumi, meninggalkan lubang-lubang besar di permukaan bumi, erosi, sedimentasi, maupun penurunan produktivitas tanah. Oleh karena itu diperlukan reklamasi dan rehabilitasi lahan bekas tambang. Dalam proses reklamasi pasca tambang dibutuhkan spesifikasi khusus agar hasil dari reklamasi sesuai dengan yang diharapkan. Faktor-faktor erosi yang memenuhi persamaan USLE dapat diolah dengan mudah

(2)

219 menggunakan bantuan Sistem Informasi Geografis. Dari hasil perhitungan pada Pit Pinang South PT.KPC, didapatkan laju erosi 32,62 (ton/ha/tahun), daerah yang mengalami erosi sangat ringan seluas 27,26 ha (35,12%), erosi ringan seluas 27,89 ha (35,94%), erosi sedang seluas 20,60 ha (26,54%), erosi berat seluas 1,62 ha (2,08%), dan erosi sangat berat seluas 0,21 ha (0,27%). Berdasarkan perhitungan SDR, didapatkan hasil sebesar 1440,8 ton/tahun, sedangkan perkiraan besar perhitungan sedimen secara aktual didapatkan nilai sebesar 2223,6 ton/tahun. Maka didapati hasil SDR (931,3 ton/tahun) < hasil aktual (2223,6 ton/tahun). Hal tersebut dikarenakan hasil perhitungan SDR menggunakan nilai erosi yang diperoleh dari metode USLE yang merupakan pendugaan laju erosi sedangkan dalam perhitungan sedimentasi aktual berdasarkan dari perhitungan secara langsung dan hasil laboratorium PT. Kaltim Prima Coal.

Kata kunci: Laju Erosi, Penambangan Batubara, Sistem Informasi

Geografis, USLE

1. Pendahuluan

Proses penambangan batu bara di Indonesia umunya dilakukan secara tambang terbuka

(open pit). Sistem tambang terbuka dilakukan dengan penebangan atau pembukaan hutan

yang diikuti dengan mengangkat atau membuang lapisan atas tanah (top soil) [1]. Penambangan batubara secara terbuka dapat berdampak negative terhadap lingkungan seperti berubahnya bentuk permukaan bumi, erosi, sedimentasi, serta penurunan produktivitas tanah di sekitar tambang [2]. Oleh sebab itu diperlukan penanganan yang sesuai agar lahan bekas tambang dapat dimanfaatkan kembali.

Reklamasi tambang merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki atau menata lahan yang rusak akibat proses penambangan , agar dapat kembali berfungsi dan berdaya guna sesuai dengan peruntukannya. Oleh karena itu, reklamasi perlu dilakukan untuk mencegah rusaknya lingkungan akibat kegiatan pasca tambang [3]. Tujuan akhir dari kegiatan reklamasi adalah mempebaiki lahan pasca tambang agar tidak mudah erosi dan dapat dimanfaatkan kembali.

PT. Kaltim Prima Coal (KPC) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan batu bara dan merupakan perusahaan tambang terbesar se Asia Tenggara dengan nilai produksi sebesar 60 juta ton per tahun. Perusahaan ini beroperasi di wilayah pit Pinang South dimana lokasi ini berada di zona beriklim basah dengan tanah bertipe pedosolik merah kuning. Warna tanah tersebut merupakan akibat proses dari oksidasi antara besi dengan aluminium yang dilakukan selama proses penambangan. Sejak perusahaan ini beroperasi, PT. KPC sudah melakukan reklamasi permanen secara kumulatif sebesar 407 hektar. Namun, tidak menutup kemungkinan erosi tetap terjadi pada lahan pasca tambang yang telah direklamasi karena lahan pasca tambang tersebut tetap terbuka. Keberhasilan reklamasi dapat dilihat dari besaran erosi yang dihasilkan dalam suatu daerah reklamasi. Ada banyak cara dalam menghitung atau menganalisa besaran erosi. Perhitungan erosi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengukuran langsung dan pengukuran secara tidak langsung. Pengukuran secara tidak langsung akan lebih efisien

(3)

220

karena tidak membutuhkan waktu dan biaya yang banyak. Salah satu cara penghitungan tidak langsung adalah dengan menghitung pendugaan erosi adalah dengan metode USLE (Universal Soil Loss Equation). USLE berpotensi untuk menyusun rencana yang memprediksikan laju rata-rata erosi di sebuah wilayah dalam suatu kecuraman lereng dengan pola hujan tertentu guna tiap varian penanaman serta aktivitas untuk mengelola tanah (konservasi tanah) dimana bisa dijalankan atau tengah dijalankan.

Faktor-faktor erosi yang memenuhi persamaan USLE dapat diolah dengan mudah dan cepat menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG), yang kemudian akan menghasilkan peta erosi. Sistem Informasi Geografi adalah sistem pengolahan peta yang dapat digunakan sebagai alat pemetaan erosi karena SIG mempunyai kemampuan untuk memasukkan, mengelola, memanipulasi dan melakukan analisis data spasial seperti curah hujan, tanah, topografi, dan tata guna lahan [4], [5]. Aplikasi SIG diharapkan dapat bermanfaat untuk memetakan penyaberan kelas erosi dan memberikan gambaran terkait kondisi lahan reklamasi pasca tambang sehingga kemudian akan membantu dalam pengklasifikasian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) yang terjadi.

2. Bahan dan Metode

2.1 Bahan

2.1.1. Lokasi Studi

Studi ini berlokasi di Pit Pinang South PT. Kaltim Prima Coal Kecamatan Sangatta Utara, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Utara. Secara administrasi daerah penelitian terletak pada 1.03769°N 117.83112°E. Wilayah pit Pinang South merupakan lahan yang didominasi dengan struktur tanah berbukit, dengan sebagian besar wilayah merupakan dataran tinggi, berbukit-berbukit dengan tekstur tanah berupak lempung pasiran. Dapat dilihat pada Gambar 1 memperlihatkan lokasi studi.

(4)

221 2.1.2. Data yang Diperlukan

Studi ini memerlukan data sekunder berupa data peta topografi, peta tata guna lahan, peta solum tanah, peta lokasi stasiun hujan, peta jenis tanah, data curah hujan selama 17 tahun (2004-2020), data sampling berupa data kandungan konsentrasi sedimen dan debit air.

2.2 Metode

Studi ini menggunakan metode survei dengan pendeketan spasial (spatial). Teknik yang digunakan dalam mengkaji bahaya erosi dan arahan penggunaan lahan adalah dengan unit lahan (land unit), lalu selanjutkan akan digunakan sebagai satuan analisis. Unit lahan didapatkan dari hasil tumpang tindih (overlay) melalui ektensi geoprocessing terhadap peta hujan, peta tanah, peta topografi, dan penggunaan lahan dengan bantuan teknologi SIG. Hasil dari overlay peta-peta tersebut kemudian akan menjadi peta erosi. Model spasial arahan penggunaan lahan dirumuskan berdasarkan tingkat bahaya erosi. Setiap unit lahan dilakukan pengamatan dan pengukuran lapangan terhadap indeks erosivitas, indek erodibilitas, indeks kelerengan, indeks vegetasi dan indeks praktek konservasi untuk memperkirakan besarnya kehilangan tanah per tahun dihitung dengan metode USLE yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1978).

Agar studi ini dapat memberikan hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian, maka ditentukan tahapan penelitian ini yaitu:

1. Mengumpulkan data sekunder.

2. Melakukan analisis hidrologi terhadap data hujan, yaitu dengan uji konsistensi menggunakan uji RAPS dan uji stasioner menggunakan uji F dan T.

3. Perhitungan curah hujan rerata daerah dengan metode Polygon Thiessen.

4. Melakukan konversi peta-peta untuk mendapatkan value yang dibutuhkan untuk rumus USLE.

5. Membuat peta nilai A (pada persamaan USLE) menggunakan Tools Raster Calculator. 6. Memasukkan klasifikasi TBE pada peta hasil sebelumnya dengan klasifikasi TBE. 7. Selesai.

2.3 Persamaan

2.3.1. Erosi

Erosi merupakan peristiwa perpindahan atau terbawanya tanah dari satu tempat ke tempat lainnya yang di sebabkan oleh air atau angin. Erosi dapat mengakibatkan hilangnya lapisan tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman, serta hilangnya fungsi tanah untuk menyerap dan menahan air [6]. Pada daerah dengan iklim basah seperti Indonesia erosi air berperan cukup penting.

2.3.2. Uji Konsistensi

Uji konsistensi dijalankan dalam data curah hujan di tiap tahunnya dimana tujuannya ialah guna mendapatkan infrmasi terkait apakah terdapat penyimpangan data hujan, yang mana bisa ditarik simpulan apakah data tersebut layak untuk digunakan untuk menghitung hidrologi ataupun sebaliknya. Dalam studi ini anlisis uji konsistensi digunakan metode RAPS sebagai berikut [7]:

(5)

222 𝑆𝑘∗= ∑𝑘𝑖=1(𝑌𝑖 − 𝑌)̅̅̅ Pers. 1 𝑆𝑘∗∗= 𝑆𝑘∗ 𝐷𝑦 Pers. 2 𝐷𝑦2= ∑𝑘𝑖=1(𝑌𝑖− 𝑌)̅̅̅ 𝑛 Pers. 3 𝑄 = 𝑚𝑎𝑘𝑠 │𝑆𝑘 ∗∗ │ 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 0 ≤ 𝑘 ≤ 𝑛 Pers. 4 𝑅 = 𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑆𝑘 ∗∗ – 𝑚𝑖𝑛 𝑆𝑘 ∗∗ 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 0 ≤ 𝑘 ≤ 𝑛 Pers. 5 Dengan : Q = nilai statistik Q R = nilai statistik (range)

Sk* = simpangan mutlak, data hujan (Y) – data hujan rata-rata (𝑌)̅̅̅ Dy2 = nilai kuadrat dari Sk* dibagi dengan jumlah data

Dy = simpangan rata-rata, hasil dari akar kuadrat nilai Dy2 Sk** = nilai konsistensi data, nilai Sk* dibagi Dy

n = jumlah data

Dengan melihat nilai statistik, maka dapat dicari nilai Q/(n0,5) dan R/(n0,5). Hasil yang

diperoleh akan dilakukan perbandingan dengan nilai Q/(n0,5) tabel dan R/(n0,5) tabel.

Apabila nilai Q/(n0,5) dari hasil perhtungan kurang dari R/(n0,5) sehingga data tetap dalam

batas konsisten dan dapat diterima

2.3.3. Uji Stasioner

Deret berkala dikenal sebagai stasioner apabila nilai dari parameter statistik yang dihasilkannya (rata-rata serta jenis) cenderung tidak mengalami perubahan dari tiap komponen ke komponen lainnya pada sederet data yang runtut waktu tersebut, akan tetapi jika suatu parameter statistik yang dimilikinya mengalami perubahan di tiap komponen sederet data tersebut, sehingga deret berkala tersebut dinilai tidak stasioner. Deret berkala tidak stasioner memperlihatkan bahwasanya data yang dimilikinya tidak homogen atau berbeda jenis [8]. Dalam studi ini digunakan 2 metode pengujian data, yaitu:

1. Uji Kestabilan Varian (Uji-F) H0 = varian data stabil

H1 = varian data tidak stabil

𝐹 =𝑁1𝑆12(𝑁2−1)

𝑁2𝑆22(𝑁1−1) Pers. 6

dengan:

F = nilai hitung uji F N1 = jumlah data kelompok 1

N2 = jumlah data kelompok 2

S1 = standar deviasi data kelompok 1

S2 = standar deviasi data kelompok 2

Dengan derajat bebas (df)

(6)

223 Menentukan F kritis yang diperoleh dari tabel uji F dengan derajat kebebasan:

𝐷𝑓 = 𝑁1 + 𝑁2 – 2 Pers. 9

Pengambilan keputusan:

- F hitung < F kritis maka H0 diterima

- F hitung > F kritis maka H0 ditolak

2. Uji Kestabilan Rata-rata (Uji-t) H0 = rata-rata data stabil

H1 = rata-rata data tidak stabil

𝜎 = (𝑁1𝑆12+𝑁2𝑆22 𝑁1+𝑁2−2 ) 0,5 Pers. 10 𝑡 = 𝑋̅̅̅̅−𝑋1 ̅̅̅̅2 𝜎(1 𝑁1+ 1 𝑁2) 0,5 Pers. 11 dengan:

t = nilai hitung uji t

N1 = jumlah data kelompok 1

N2 = jumlah data kelompok 2

X1 = nilai rata-rata data kelompok 1

X2 = nilai rata-rata data kelompok 2

S1 = standar deviasi data kelompok 1

S2 = standar deviasi data kelompok 2

Penentuan nilai t kritis yang diperoleh dari tabel uji t dengan derajat kebebasan sebagai berikut:

𝑑𝑓 = 𝑁1 + 𝑁2 – 2 Pers. 12

Pengambilan keputusan:

- t hitung < t kritis maka H0 diterima

- t hitung > t kritis maka H0 ditolak

2.3.4. Metode USLE (Universal Soil Equation)

Metode USLE merupakan metode yang paling umum digunakan dalam berbagai penelitian terkait erosi.Persamaan USLE diberikan pada persamaan berikut.

𝐴 = 𝑅 × 𝐾 × 𝐿𝑆 × 𝐶 × 𝑃 Pers. 13

1. Faktor Erositivitas Tanah (R)

Erosivitas ialah kemampuan yang dimiliki hujan dalam mengakibatkan erosi. Indeks erosivitas yang diterapkan ialah El30. Erosivitas hujan beberapa timbul dikarenakan

pengaruh jatuhnya hujan secara langsung mengenai permukaan tanah. Kemampuan yang terdapat di dalam air hujan dimana menyebabkan berlangsungnya erosi ialah berasal dari laju dan distribusi tetesan air hujan, yang mana keduanya sangatlah memberikan pengaruh terhadap besarnya energi kinetik air hujan. Persamaan yang digunakan dalam analisis erosivitas tanah sebagai berikut [8], [9].

(7)

224

𝐸𝑙

30

= 6.119𝑅

1.21

× 𝐷

−0.47

× 𝑀

0.53

Pers. 14

𝑅

12

= ∑(𝐸𝑙

30

) Pers. 15

dengan:

𝐸𝑙30 = Erosivitas curah hujan bulanan rata-rata

𝑅12 = Jumlah 𝐸𝑙30 selama 12 bulan

R = Curah hujan bulanan (cm) D = Jumlah hari hujan

M = Hujan maksimum pada bulan tersebut (cm)

2. Faktor Erodibilitas Tanah (K)

Faktor erodibilitas tanah menunjukkan kemampuan dari partikel tanah terhadap proses terkelupasnya tanah dan pergeseran tanah dari sejumlah partikel tanah terhadap terdapatnya energi kinetic dari air hujan. Penentuan atas besaran erodibitas dapat ditentukan dengan melihat beberapa ciri yang dimiliki tanah contohnya tekstur tanah, stabilitas agregat tanah, kapasitas infiltrasi, dan kandungan bahan organik dan juga bahan kimia dari tanah [9].

3. Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)

Faktor lereng (LS) adalah perbandingan antara tanah yang hilang dalam sebuah wilayah dengan panjang dan curam lereng tertentu dengan petak baku (tanah gundul, curam lereng 9%, panjang 22 meter, serta tidak adanya upaya untuk mencegah erosi) dimana memiliki nilai LS = 1.

4. Faktor Vegetasi Penutup Tanah (C)

Faktor pengolahan tanaman adalah perbandingan antara tanah yang mengalami erosi pada satu jenis aktivitas dalam mengelola tumbuhan terhadap tanah yang mengalami erosi terhadap kondisi permukaan lahan yang serupa namun tidak adanya tindakan untuk mengelola tumbuhan atau dengan sengaja tidak ditanami tumbuhan. Di tanah yang gundul ini (dengan sengaja tidak ditanami tumbuhan/petak baku) nilai C = 1,0. agar memperoleh nilai C tahunan harus ditinjau setiap perubahan dari pemanfaatan tanah di tiap tahunnya.

5. Faktor Konservasi Tanah (P)

Faktor praktik konsevasi tanah meruakan perbandingan antara tanah yang hilang jika dijalankannya konservasi (teras, tumbuhan, serta lainnya) dimana tidak diterapkannya konservasi tanah. Tidak dilakukannya konservasi tanah. Konservasi tanah bukanlah sekadar aktivitas untuk menkonservasi secara mekanis maupun fisik, melainkan menjadi usaha dimana tujuannya ialah menekan potensi terjadinya erosi tanah [10]. Dalam memilih ataupun menentukan nilai faktor P seharusnya dilaksanakan dengan penuh kehati-hatian dimana dikarenakan adanya sejulah kondisi lahan serta beragam teknik dalam mengkonservasi lahan yang bisa dijumpai di lapangan.

6. Tingkat Bahaya Erosi (TBE)

Pertimbangan dalam memperkirakan erosi dan kedalaman tanah dilakukan guna memperkirakan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) di tiap satuan lahan. Pemberian kelas TBE di setiap satuan lahan dengan matriks yang menerapkan informasi solum tanah serta prediksi

(8)

225 erosi sesuai dengan rumus USLE. Dapat dilihat pada Tabel 3 memperlihatkan klasifikasi jensi tingkat bahaya erosi.

2.3.5. Sedimentasi

Sedimen adalah terangkutnya partikel-partikel tanah hasil dari proses erosi. Partikel-partikel tanah ini terangkut melalui air yang mengalir yang selanjutnya diendapkan dan menjadi partikel padat di badan air seperti reservoir dan sungai [2]. tanah beserta dengan komponen tanah yang terbawa oleh air dari satu wilayah diakibatkan erosi di satu wilayah aliran sungai (DAS) serta terperangkap ke dalam badan air dikenal sebagai sedimen [1]. terperangkapnya sedimen ke dalam sungai hanyalah salah satu tanah hasil erosi saja, sebagian lagi akan membentuk suatu endapat di satu wilayah di lahan dimana terletak di dasar wilayah erosi pada DAS tersebut.

1. Perhitungan Sediment Delivery Ratio (SDR)

Secara tidak langsung, perhitungan sedimentasi bisa dilaksanakan melalui pendekatan dari perkiraan hasil pada nilai erosi yang berlangsung dalam DAS. Sesudah erosi pada DAS didapati bahwa ketika memperhitungkannya haruslah didasarkan pada model erosi atau metode lainnya, selanjutnya perhitungan hasil sedimen (Y) bisa dilakukan dengan menerapkan rumus SDR sebagai berikut:

𝑌 = 𝐸 (𝑆𝐷𝑅) 𝑊𝑠 Pers. 16

Dengan :

Y = Hasil sedimen per tahun (ton/tahun) E = Besaran erosi tanah (ton/ha/tahun) Ws = Luas Daerah Aliran Sungai (ha)

SDR = Sediment Delivery Ratio (nisbah pelepasan sedimen) (%)

2. Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis ialah suatu sistem informasi yang berfungsi dalam menginput, mengarsipkan, memanggil kembali, menjalankan pengolahan, menganalisi, serta membentuk data yang memiliki referensi geografis atau data geospasial, guna memperkuat keputusan yang diambil dala menyusun rencana serta mengelola pemanfaatan lahan, sumber daya alam, lingkungan transportasi, fasilitas kota, serta layanan umum lain.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Analisis Hidrologi

3.1.1 Uji Konsistensi Curah Hujan

Uji konsistensi data curah hujan dengan metode RAPS dilakukan pada 3 stasiun hujan di pit Pinang South. Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa curah hujan di pit Pinang

South konsisten sehingga dapat digunakan untuk perhitungan selanjutnya.

3.1.2 Luas Pengaruh Stasiun Hujan

Dapat dilihat pada Gambar 2 memperlihatkan hasil analisis penentuan luas wilayah pengaruh stasiun hujan menggunakan metode Polygon Thiessen.

(9)

226

Gambar 2: Peta Polygon Thiessen

Dapat dilihat pada Tabel 1, memperlihatkan hasil analisis polygon thiessen menggunakan bantuan software ArcGIS diperoleh luas pengaruh stasiun hujan

Tabel 1: Data Curah Hujan Tahunan Pada Pit Pinang South

No Stasiun Hujan Luas (km2)

1 Sta.AB 28,00

2 Sta. PIT J 48,00

3 Sta. ARS 52,00

Jumlah 128,00

3.1.3 Uji Stasioner

1. Uji F dan Uji T

Hasil Uji F dan Uji T pada 3 stasiun hujan di pit Pinang South dengan derajat kepercayaan 5% semuanya diterima atau dapat dikatakan stasioner, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa data hujan di pit Pinang South bersifat homogen atau populasi sama dan tidak ada perubahan yang signifikan

3.2 Penentuan Nilai Erodibiltas Tanah

Nilai erodibilitas tanah pada studi ini didapatkan melalui peta jenis tanah pada Pit Pinang South, lalu nilai erodibilitas tanah (K) ditentukan berdasarkan tabel nilai erodibilitas. Dapat dilihat pada Tabel 2, memperlihatkan sebaran nilai erodibiltas tanah (K) pada daerah studi.

(10)

227 Tabel 2: Sebaran Nilai K Daerah Studi

No Jenis Tanah Nilai K Luas (ha) Presentase (%)

1 Tanah alluvial coklat keabu-abuan 0,315 77,60 100%

3.3 Penentuan Nilai Kemiringan Lereng (LS)

Kemiringan lereng memiliki dampak pada erosi, dimana erosi akan bertambah seiring dengan meningkatnya kemiringan dan panjang lereng sebagai efek dari meningkatnya kecepatan dan volume dari aliran permukaan. Dapat dilihat pada Tabel 3, memperlihatkan sebaran nilai LS pada daerah studi.

Tabel 3: Tabel Sebaran Nilai LS daerah studi

No Kemiringan Nilai LS Luas (ha) Presentase (%)

1 0 - 8 0,4 24,36 31,39 2 8 -15 1,4 24,26 31,26 3 15 - 25 3,1 16,17 20,83 4 25 - 45 6,8 12,21 15,73 5 > 45 9,5 0,60 0,78 Total 77,60 100

Gambar 3: Peta Nilai Kemiringan Lereng Pit Pinang South PT.KPC 3.4 Penentuan Nilai CP

Faktor vegetasi penutup tanah (C) pada dasarnya adalah besarnya perlindungan terhadap erosivitas hujan. Sedangakan, faktor praktek konservasi tanah (P) adalah perbandingan antara besarnya erosi dengan suatu tindakan konservasi tanah tertentu terhadap besarnya erosi pada tanah yang diolah menurut arah lereng. Dapat dilihat pada Tabel 12, memperlihatkan analisis penetuan nilai CP dimana daerah studi memiliki faktor CP bervariasi berupa rehabilitasi dan hutan.

(11)

228

Tabel 4: Sebaran Nilai CP Pada Daerah Studi

No Klasifikasi Nilai C Nilai P Indeks CP Luas Presentase

1 Hutan 0,001 1,0 0,001 10,26 13,21

2 Rehabilitas I 0,200 0,2 0,040 31,42 40,48

3 Rehabilitas II 0,100 0,2 0,020 13,00 16,76

4 Rehabilitas III 0,500 0,2 0,100 22,93 29,54

Total 77,60 100,00

Gambar 4: Peta Nilai Tutupan Lahan Daerah Studi 3.5 Perhitungan Nilai Erosi

Perhitungan nilai erosi dilakukan dengan metode overlay tiap peta faktor yang dihasilkan (R, K, LS, dan CP) untuk selanjutnya dilakukan perhitungan sesuai persamaan

A = 𝑅 𝑥 𝐾 𝑥 𝐿𝑆 𝑥 𝐶𝑃. Dapat dilihat pada Tabel 5 memperlihatkan hasil perhitungan nilai erosi yang diklasifikasikan sesuai dengan pembagian kelas erosi sehingga didapatkan peta tingkat bahaya erosi untuk wilayah Pit Pinang South.

Tabel 5: Rekapitulasi Sebaran Tingkat Bahaya Erosi (TBE)

No Laju Erosi KBE TBE Luas (ha) Presentase (%)

1 <15 I Sangat Ringan 27,26 35,12 2 15 - 60 II Ringan 27,89 35,94 3 60 - 180 III Sedang 20,60 26,54 4 180 - 480 IV Berat 1,62 2,08 5 >480 V Sangat Berat 0,21 0,27 Total 77,60 100

(12)

229 Gambar 5: Peta Sebaran Tingkat Bahaya Erosi

3.6 Perhitungan Sedimentasi

1. Perhitungan SDR

Nilai perhitungan SDR dilakukan dengan pendekatan hasil estimasi nilai erosi yang terjadi pada DAS. Setelah mendapatkan hasil erosi dalam DAS, hasil sedimen (Y) dapat dihitungan dengan persamaan (SDR) sebagai berikut:

Diketahui: E = 32,62 ton/ha/tahun SDR = 36,79 % = 0,3679 Ws = 77,60 ha Maka, Y = 𝐸 (𝑆𝐷𝑅) 𝑊𝑠 Y = 32,62 × 0,3679 × 77,60 = 931,3 ton/tahun 2. Perhitungan Eksisting

Pengambilan sampel melayang ini dibutuhkan dalam analisis sedimentasi. Tujuan daripada penelitian ini maka akan didapati kecepatan rata-rata (Qw) saluran Pit Pinang South dan konsentrasi sedimentasi (Cs) saluran Pit Pinang South. Dapat dilihat pada Tabel 14, memperlihatkan hasil perhitungan nilai sedimen eksisting di lokasi studi.

Tabel 6: Rekapitulasi Perhitungan Sedimentasi

No Perhitungan Sedimentasi Hasil (ton/tahun)

1 Sediment Delivery Ratio 931,30

(13)

230

4. Kesimpulan

Berdasarkan penghitungan dan analisis data yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Sebaran rata-rata laju erosi dilokasi studi yaitu sebesar 32,62 ton/ha/tahun

2. Daerah yang mengalami erosi sangat ringan seluas 27,26 ha (35,12%), erosi ringan seluas 27,89 ha (35,94%), erosi sedang seluas 20,60 ha ( 26,54%), erosi berat seluas 1,62 ha (2,08%), dan erosi sangat berat seluas 0,21 ha (0,27%).

3. Berdasarkan perhitungan Sediment Delivery Ratio (SDR), didapatkan hasil sebesar 931,3 ton/tahun tanah yang tererosi menjadi sedimen di sungai, sedangkan perkiraan besar sedimen eksisting didapatkan nilai sebesar 2223,6 ton/ yang tererosi menjadi sedimen di sungai.

Berdasarkan perhitungan didapatkan hasil bahwa sediment delivery ratio (SDR) (931,3 ton/tahun) lebih kecil dibandingkan dengan perhitungan sedimentasi eksisting (2223,6 ton/tahun). Hal tersebut dikarenakan hasil perhitungan sediment delivery ratio (SDR) menggunakan nilai erosi yang diperoleh dari metode USLE yang merupakan pendugaan laju erosi sedangkan dalam perhitungan sedimentasi eksisting berdasarkan dari perhitungan secara langsung dan hasil laboratorium PT.Kaltim Prima Coal.

Daftar Pustaka

[1] S. Arsyad, Konservasi Tanah dan Air, Bogor: IPB Press, 2012.

[2] C. N. Ezugwu, "Sediment Deposition in Nigeria Reservoirs: Impacts and Control Measures," Innovative Systems Design and Engineering, pp. 54-62, 2013.

[3] I. Made Kamiana, Teknik perhitungan debit rencana bangunan air (Pertama), Graha Ilmu, 2011.

[4] R. Lal, Soil Quality and Soil Erosion, Washington D C: CRC PRESS, 1999.

[5] Novitasari, “Analisis Erosi Lahan pada Lahan Revegetasi Pasca Tambang,” Info Teknik, pp. 67-71, 2006.

[6] I. M. Purwaamijaya, "Teknik Survey dan Pemetaan Jilid 1,2,3,,” Depdiknas, Jakarta, 2008.

[7] A. E. Suoth and E. Nazir, "Penataan Perusahaan Tambang Batubara di Kalimantan Timur Terhadap Peraturan Air Limbah Pertambangan,” Ecolab, pp. 58-96, 2014.

[8] Soewarno, Hidrologi Aplikasi Metode Statistik Untuk Analisa Data, Bandung: Nova, 1995.

[9] A. Yamani, ” Studi Besarnya Erosi pada Areal Reklamasi Tambang Batubara di Pt Arutmin Indonesia Kabupaten Kotabaru,” Jurnal Hutan Tropis, pp. 46-54, 2012.

[10] D. Marganingrum and R. Noviardi, ”Pencemaran Air dan Tanah di Kawasan Pertambangan Batubara di PT. Berau Coal, Kalimantan Timur,” Riset Geologi dan Pertambangan, Kalimantan Timur, vol. 20, no. 1, pp. 11-20, 2019.

Gambar

Gambar 1: Lokasi Studi
Gambar 2: Peta Polygon Thiessen
Tabel 3: Tabel Sebaran Nilai LS daerah studi
Tabel 4: Sebaran Nilai CP Pada Daerah Studi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Intake kiri merupakan intake eksisting yang tidak mengalami perubahan desain apapun dari yang sebelumnya. Sehingga untuk pemodelan kantong lumpur intake kiri hanya

Pada studi ini, diperlukan analisis debit banjir rancangan kala ulang 25 tahun (Q 25 ) untuk menganalisis tinggi muka air banjir existing dengan aplikasi HEC-RAS

Hasil analisis ekonomi teknik pada pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) memiliki tujuan untuk mendapatkan alternatif yang tepat untuk digunakan dalam

Urutan skala prioritas untuk alternatif pada peringkat pertama adalah DI Sumber Gogosan dan selanjutnya adalah DI Selokambang, sedangkan untuk kriteria pada peringkat

Alternatif penanggulangan genangan dilakukan dengan penambahan kedalaman boezem sebesar 3 m dengan luas bangunan 8,36,9 m 2 dan perencanaan bangunan pelengkap yaitu perencanaan pintu

Studi ini ditujukan untuk membuat optimasi penentuan waktu dan biaya dalam manajemen konstruksi dengan menggunakan dua alternatif yaitu alternatif penambahan

Abstrak: Berdasarkan data dari beberapa sumber, pengolahan limbah domestik di kabupaten Jombang belum memenuhi syarat bahkan ada yang belum memiliki sistem pengolahan limbah

Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6, diperoleh model prediksi dari alternatif variabel terbaik berasal dari alternatif variabel 2, yaitu prediksi laju