Prediksi Hujan Ekstrem Menggunakan
Multi-Physics
Ensemble
Pada
Parameterisasi WRF-ARW Di Stasiun Meteorologi Klas II Pattimura
Ambon
Rindita Charolydya*), Furqon Alfahmi**)
*Program Sarjana Terapan Meteorologi Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, **Jurusan
Geofisika dan Meteorologi, Fakultas MIPA, Institut Pertanian Bogor, Gedung FMIPA Kampus IPB Darmaga
Wing 19 Level 4, Bogor, 16680
E-mail: *rcharolydya@gmail.com, **furqonalfahmi@gmail.com
Abstrak
Pengembangan sistem prediksi cuaca numerik sudah banyak dilakukan untuk mendekati keadaan cuaca yang sebenarnya, salah satunya dengan melakukan parameterisasi WRF-ARW. Hasilnya pun terdapat beberapa yang sudah dapat mensimulasikan dan memprediksi beberapa unsur cuaca. Akan tetapi dari hasil verifikasi terdapat beberapa unsur cuaca yang masih rendah tingkat keakurasiannya. Karena masih rendahnya tingkat keakurasian pada beberapa unsur cuaca maka penulis tertarik untuk melakukan metode post-processing dalam melakukan prediksi cuaca pada kejadian cuaca ekstrem di Pulau Ambon pada tanggal 1 Agustus 2012.
Dalam penelitian ini akan menggunakan metode multi-physics ensemble dengan mengkombinasikan 20 skema parameterisasi WRF-ARW, yang akan diolah ensemble mean,
ensemble spread, dan basic probability untuk mendapatkan nilai uncertainty dari setiap unsur cuaca. Dan dilakukan proses verifikasi menggunakan spread and skill dan kurva ROC.
Dari hasil peneletian menujukkan bahwa metode ini mampu memprediksikan hujan ekstrem dengan basic probabilisic. Spread korelasi dan RMSE menunjukkan bahwa tekanan udara permukaan (QFE) dan suhu udara permukaan memiliki korelasi terbesar dan error terendah. Di mana produk ensemble memiliki skill yang lebih baik dibanding forecast control.
Kata kunci: ensemble, parameterisasi WRF-ARW, ROC, spread and skill
Abstract
The development of numerical weather prediction system have done a lot to approach the actual conditions, one of them by parameterization WRF-ARW. The result was there have been able to simulate and predict some weather parameters. However, from the results of the verification there are some weather parameters have low accuracy. Because of the low accuracy on some parameters of the weather, the authors are interested in performing post-processing methods in predicting the weather in extreme weather events on the island of Ambon on August 1, 2012.
In this study will use multi-physics ensemble by combining 20 WRF-ARW parameterization scheme, which will be calculated the ensemble mean, ensemble spread, and basic probability to get the value of uncertainty from each parameter of the weather. And verification process using spreads and skill and ROC curves.
From the results of this research showed that this method is able to predict extreme rainfall with basic probabilisic. Spread correlation and RMSE indicate that surface air pressure (QFE) and the surface air temperature has the greatest correlation and the lowest error. In which the product ensemble has a better skill than the forecast control.
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Terjadi bencana banjir dan tanah longsor di Kota Ambon pada tanggal 1 Agustus 2012 yang terjadi sekitar pukul 04.00WIT yang melanda kecamatan Nusaniwe, Sirimau, Teluk Ambon, dan Baguala, di mana dalam bencana saat itu mengakibatkan korban jiwa dan kerugian materiil yang terjadi 38 titik banjir (http://geospasial.bnpb.go.id/).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Warjo (2013) tentang akurasi TAFOR di Stasiun Meteorologi Klas II Pattimura Ambon bulan April dan Juni 2012 bahwa tingkat akurasi dari tiap unsur cuaca penyusun TAFOR sudah cukup memenuhi standar verifikasi yang
ditetapkan dalam Intruksi
Met/No.009/Verifikasi Prakiraan/1/88,
akan tetapi terdapat dua unsur cuaca yang masih di bawah standar yaitu arah angin dan keadaan cuaca. Kesulitan dalam kedua unsur inilah yang masih menjadi kendala bagi para prakirawan Stasiun Meteorologi Klas II Pattimura Ambon.
Dalam pemenuhan kebutuhan prediksi
cuaca untuk publik banyak model
prakiraan cuaca telah dikembangkan oleh
para ahli dengan berbagai macam
pendekatan, salah satunya dengan model
cuaca numerik Weather Research and
Forecasting (WRF) (Gustari dkk, 2012). Di mana model ini diharapkan dapat memberikan prediksi keadaan cuaca dengan baik. Karena model ini sensitif terhadap initial conditions, maka dengan
memperhitungkan initial conditions
dengan baik diharapkan pula mendapatkan hasil prediksi yang baik pula. Akan tetapi hal tersebut tidak berjalan linear, hal tersebut dikarenakan atmosfer Bumi itu bersifat chaos atau tidak beraturan seperti yang dikemukakan oleh Edward Lorenz pada tahun 1960an. Dengan proses asimilasi data observasi yang dapat memperbaiki initial conditions belum tentu memberikan prediksi cuaca yang baik. (COMET,2004)
Rendahnya tingkat akurasi dalam
memprediksi hujan ekstrem dengan
menggunakan prediksi tunggal atau
deterministik, maka perlu dikembangkan metode yang memberikan informasi peluang atau nilai probabilistik suatu
kejadian, salah satunya dengan
mengembangkan ensemble prediction
system (Wilks, 1995).
Model prediksi ensemble untuk
pertama kali diperkenalkan pada tahun 1992 oleh European Center for
Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF) di
wilayah Eropa, sedangkan di wilayah Amerika Serikat diperkenalkan oleh
National Centers for Environmental Prediction (NCEP)(Froude,2011). Saat ini model prediksi ini sudah banyak digunakan di berbagai pusat meteorologi untuk operasional, seperti halnya yang dilakukan
oleh South African Weather Service
(SAWS) di Afrika Selatan. Metode yang digunakan diadopsi dari NCEP EFS sejak tahun 2000, dengan proses pengembangan selama beberapa tahun dan karena konsistensi hasil yang menguntungkan, maka metode ini tetap digunakan untuk operasional prediksi cuaca (Tennant dkk, 2006).
Seperti halnya yang dilakukan oleh Suwarinoto, dkk (2012) dengan metode
ensemble terhadap sistem prediksi tunggal
ANFIS, Wavelet-ANFIS, Wavelet
ARIMA, dan ARIMA. Sistem prediksi ensemble total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu menunjukkan hasil yang lebih konsisten dibanding dengan sistem prediksi tunggal.
Pada dasarnya sistem prediksi
ensemble (EPS) adalah sistem prediksi
cuaca numerik (NWP) yang
memungkinkan kita untuk memprakirakan kemungkinan dan ketidakpastian dalam
prediksi cuaca. Beberapa EPS
menggunakan lebih dari satu model atau model yang sama tetapi dengan kombinasi yang berbeda dari parameterisasi skema. EPS adalah dirancang untuk mengetahui
kemungkinan hasil tertentu akan terjadi (WMO, 2012).
Berdasarkan beberapa hal di atas, penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan tingkat keakurasian yang lebih baik dengan menggunakan model
prediksi ensemble. Model prediksi
ensemble yang dibentuk dengan
mengkombinasikan beberapa sistem
prediksi tunggal hasil parameterisasi WRF-ARW disebut sebagai multi-physics ensemble. Kemudian hasil keluarannya
diolah secara statistik dengan
menghasilkan nilai uncertainty yang
nantinya dapat digunakan untuk keperluan operasional.
1.2 Rumusan Masalah
Dengan menggunakan ensemble
memberikan tingkat keakurasian yang
lebih baik, karena itu dalam
pengolahannya sistem prediksi ini
memberikan informasi tentang nilai
uncertainty. Dan bagaimana tingkat
keakurasiannya dengan sistem prediksi cuaca tunggal.
1.3 Tujuan
Membangun sistem prediksi
ensemble dengan
mengkombinasikan hasil keluran 20 skema parameterisasi WRF-ARW
Mendapatkan nilai uncertainty
Memprediksi probabilitas
keadaan cuaca 1.4 Manfaat
Dengan mendapatkan nilai
uncertainty maka forecaster dapat menentukan prediksi cuaca dengan
melihat peluang dari setiap
parameter penentu keadaan cuaca.
Dengan adanya informasi
probabilistik dapat digunakan
sebagai dasar pembuatan
peringatan dini keadaan cuaca ekstrem.
2. DATA DAN METODE 2.1 Metode Ensemble
Terdapat beberapa tahapan dalam penelitian ini, di mana tahapannya sebagai berikut :
1. Proses penentuan forecast control
dengan melakukan uji parameterisasi pada 21 skema dengan konfigurasi 3
parameterisasi kumulus dan 7
parameterisasi mikrofisis.
2. Melakukan perhitungan ensemble
mean, spread, dan probabilistic. Ada
beberapa jenis metode ensemble
berdasarkan WMO No.1091,
diantaranya sebagai berikut :
a) Ensemble Mean
Metode ensemble dengan merata – ratakan semua nilai parameter antara seluruh anggota ensemble. Rata-rata dari hasil running model tersebut dapat digunakan sebagai suatu hasil prediksi yang sering disebut ensemble mean (Kurniaji, 2009).
𝑥̅ =∑𝑛𝑖=1𝑓𝑖𝑥𝑖
∑𝑛𝑖=1𝑓𝑖 (2.1)
b) Ensemble Spread
Ini dihitung sebagai standar deviasi dari variabel output model, dan
menyediakan tingkat ketidakpastian dalam parameter.
𝑆 = √∑𝑛𝑖=1(𝑥𝑖−𝑥̅)2
𝑛−1 (2.2)
c) Basic Probabilistic
Menampilkan pelunag suatu
kejadian atau parameter dari bagian anggota ensemble pada titik grid atau lokasi tertentu.
𝑃(𝐴) =𝑛(𝐴)𝑛(𝑆) (2.3)
3. Proses verifikasi dengan spread and skill dan kurva ROC.
a) Spread and Skill
Melakukan perhitungan nilai
spreadanomaly corelation coefficient (ACC) dan spread root mean square error (RMSE) untuk melihat distribusi
nilai variasi ensemble mean dan
ensemble spread terhadap forecast control. Dan melakukan perhitungan
skill anomaly corelation coefficient (ACC) dan skill root mean square
error (RMSE) untuk mengetahui
kemampuan dari forecast control,
ensemble mean, dan ensemble spread
terhadap nilai observasi. (Buizza, 1997)
b) Kurva ROC
Membuat Kurva Relative
Operating Characteristics (ROC)
dibuat dengan memplotkan antara nilai hit rate dengan nilai false alarm rate. Di mana nilai hit dan false alarm rate disusun dari satu set nilai peluang referensi yang digunakan dalam menentukan apakah suatu peringatan dini (early warning) akan diberikan atau tidak berdasarkan nilai perluang terjadinya.
Pada gambar 2.1 apabila garis kurva jatuh di atas garis 1:1 maka suatu sistem prediksi cuaca memiliki
skill atau kehandalan dalam
memprediksi, akan tetapi jika kurva jatuh di garis 1:1 atau di bawah garis 1:1 maka suatu sistem prediksi cuaca tidak memiliki skill atau tidak
memiliki kehandalam dalam
memprediksi. 2.2 Domain Kajian
Dalam kajian ini, penulis
menggunakan wilayah Pulau Ambon (gambar 2.2) sebagai lokasi penelitian yang diwakili oleh Stasiun Meteorologi Klas II Pattimura dengan posisi 3,706 LS dan 128,089 BT.
2.3 Data
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :
a) Data Synoptik
Dalam penelitian ini data yang
digunakan di ambil dari Stasiun
Meteorologi Klas II Pattimura Ambon dengan posisi 3.706° LS dan 128.089° BT berupa data pengamatan udara permukaan (synoptik) dari tanggal 14 – 19 Juli 2012, 31 Juli - 5 Agustus 2012, dan 23 Juli – 2 Agustus 2013 yang dianggap data tersebut telah mewakili data Pulau Ambon.
b) Data GFS
Dengan me-running Data Global
Forecasting System (GFS) yang digunakan dalam penelitian ini adalah cycle 0000 per 3 jam yang memiliki resolusi spasial
0.5°x0.5° di-download dari
http://nomads.ncdc.noaa.gov/data/gfs tanggal 14 Juli 2012, 31 Juli 2012, 23 Jui
Gambar 2.1 Kurva ROC
2013, 28 Juli 2013 dengan prediksi 120 jam.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah menjalankan WRF-ARW maka dengan 21 skema parameterisasi yang berbeda maka dihasilkan hasil keluaran dalam bentuk.ct. Di mana .ctl tersebut di olah dengan GrAds untuk dikeluarkan nilai unsur – unsur cuaca kemudian diolah lagi untuk menentukan forecast control dan prediksi ensemble.
3.1.Penentuan Forecast Control
Dalam pembuatan ensemble
prediction system dibutuhkan adanya
forecast control yang betujuan untuk melihat apakah dengan adanya perturbasi atau gangguan pada parameterisasinya
memberikan prakiraan yang lebih
mendekati nilai sebenarnya, di mana
forecsat control ini merupakan konfigurasi parameterisasi yang terbaik pada wilayah Stasiun Meteorologi Klas II Pattimura Ambon. Penentuan forecast control ini dengan melakukan uji parameterisasi terhadap 21 skema dari tiga skema kumulus dan tujuh skema mikrofisis terhadap empat kejadian hujan ekstrem. Dengan verifikasi dengan diagram taylor
terhadap parameter tekanan udara
permukaan (QFE), suhu udara permukaan, kelembaban udara permukaan, kecepetan angin 10 meter dan curah hujan per tiga jam.
1. Tekanan Udara Permukaan
Berdasarkan gambar 3.1 nilai standar deviasi cukup banyak skema yang memiliki nilai yang mendekati satndar deviasi observasi dengan nilai 1.3 – 1.4, yaitu skema H, J, K, L, M, N, O, P, dan R. Dari nilai korelasi semua skema memiliki nilai lebih dari 0.8, beberapa skema yang dengan korelasi antara 0.825 – 0.86 adalah H, K, L, N, O, P, dan R, dengan korelasi terbesar adalah skema R. Sedangkan dari nilai RMSE seluruh skema yang memiliki nilai error yang cukup rendah 0.75 – 0.95hPA, di mana skema dengan nilai RMSE terendah sekitar 0.75 - 0.8 adalah skema G, H, I, K, L, N, O, P, Q, R, U, dan
V. Di mana skema R merupakan nilai error
yang paling kecil.
Jadi dapat disimpulkan bahwa skema R
adalah yang terbaik dalam
memprediksikan tekanan udara permukaan (QFE).
2. Suhu Udara Permukaan
Pada unsur cuaca suhu udara
permukaan banyak skema yang memiliki standar deviasi yang cukup jauh dengan nilai standar deviasi observasi terlihat pada gambar 3.2, di mana observasi memiliki nilai sekitar 1.25 – 1.3, dan skema yang memiliki nilai standar deviasi yang sama dengan observasi adalah skema L dan O. Untuk nilai antara 1.2 – 1.35 terdapat skema I, J, K, L, M, N, dan O. Dari nilai korelasi skema memiliki nilai korelasi yang kecil dengan nilai 0.4 – 0.6, jadi untuk korelasi antara 0.575 – 0.6 adalah skema J, K, M, dan N dengan skema N dengan korelasi paling tinggi. Sedangkan dari nilai RMSE error skema memiliki nilai antara 1. 1 – 1.3. Di mana skema F merupakan skema dengan nilai error terkecil sebesar 1.1, akan tetapi dari nilai korelasi 0.55 dan nilai standar deviasinya 1. Jadi untuk nilai RMSE dilihat dari nilai standar deviasi dan korelasi yang terbaik, di dapat nilai antara 1,15 – 1.2 terdapat pada skema J, K, L, M, N, dan O.
Dari ketiga analisis di atas dapat disimpulkan bahwa skema terbaik adalah skema N dengan nilai standar deviasi yang mendekatai nilai observasi dengan nilai korelasi paling besar, dan nilai RMSE sebesar 1.15.
Gambar 3.1 Diagram Taylor Tekanan Udara Permukaan (QFE)
3. Kelembaban Udara Permukaan
Kelembaban udara permukaan pada gambar 3.3 dianalisis dari nilai standar
deviasi dimana standar deviasi
observasinya sebesar 5.2 – 5.3 dan seluruh skema memiliki nilai yang cukup jauh. Dengan selisih 0.3 terdapat beberapa skema dengan nilai antara 4.7 – 4.9 adalah skema C, D, E, G, H, Q, R, S, T, U, dan V, skema dengan nilai terdekat adalah skema U dan H. Berdasarkan nilai korelasi bernilai antara 0.275 – 0.425, pada skema J
memiliki nilai korelasi paling besar akan tetapi mempunyai nilai standar deviasi yang jauh sekitar 6.2. Untuk nilai antara 0.375 – 0.425 terdapat skema D, J, K, L, M, dan N. Sedangkan dari nilai RMSE memiliki error antara 5.5 – 7. Di mana skema D memiliki nilai error terkecil.
Maka dapat disimpulkan bahwa dari unsur cuaca kelembaban udara permukaan yang memiliki nilai standar deviasi yang mendekati observasi adalah skema D dan
memiliki nilai RMSE paling keci,
walaupun memiliki nilai korelasi yang tidak terlalu besar sebesar 0.375.
4. Kecepatan Angin 10 Meter
Unsur cuaca kecepatan angin pada ketinggian 10 meter (gambar 3.4) memiliki nilai standar deviasi sebesar 2.9 dari observasinya, dan beberapa skema memiliki nilai yang yang cukup mendekati nilai tersebut. Untuk nilai antara 2.7 -3.1 terdapat skema C, D, E, H, I, L, M, dan N, dengan skema M yang memiliki nilai yang mendekati nilai standar deviasi observasi. Korelasi dari seluruh skema memiliki korelasi antara 0.2 – 0.45, di mana untuk nilai antara 0.425 – 0.45 hanya skema D dan J dengan skema J yang paling besar nilai korelasinya. Sedangkan dari RMSE seluruh skema memiliki nilai error antara 2.95 – 3.5. Di mana skema R memiliki nilai
error paling kecil, akan tetapi dari standar deviasi sebesar 2.2 dan nilai korelasinya hanya 0.35.Jadi untuk error antara 2.95 – 3.05 terdapat skema D, P, Q, R, dan V.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam memprediksi kecepatan angin dengan ketinggian 10 meter skema yang terbaik
Gambar 3.2 Diagram Taylor Suhu Udara Permukaan
Gambar 3.3 Diagram Taylor Kelembaban Udara Permukaan
Gambar 3.4 Diagram Taylor Kecepatan Angin 10 Meter
adalah skema D, memiliki nilai standar deviasi yang menedekati standar deviasi observasi, korelasi sebesar 0.425, dan nilai RMSE sebesar 3.
5. Curah Hujan Per Tiga Jam
Pada gambar 3.5 unsur cuaca curah hujan berdasarkan nilai standar deviasi observasi sebesar 29, dan seluruh skema memiliki nilai standar deviasi di bawah 18. Skema F memiliki nilai standar deviasi yang mendekati standar deviasi obervasi 25. Dari nilai korelasi terdapat satu nilai skema yang bernilai negatif, yaitu skema T dan nilai korelasi berkisar (-0.025) – 0.425. Di mana dari nilai korelasi skema paling baik adalah skema N dengan nilai korelasi sebesar 0.425 dan skema O dengan nilai korelasi sebesar 0.4. Sedangkan dari nilai RMSE bernilai antara 26 - 38, dengan nilai antara 26 – 28 terdapat skema D, G, H, J, K, L, M, N, dan O. Di mana skema N memiliki nilai error paling kecil sebesar 26.
Jadi dari analisis di atas dapat disimpulkan bahwa skema N memiliki nilai korelasi paling besar dan nilai RMSE paling kecil, walaupun memiliki standar deviasi sebesar 9, selisih 20 dari standar deviasi observasi.
3.2.Hasil Prediksi Ensemble
Prediksi menggunakan metode
esemble mean, ensemble spread, dan basic probabilistic. Di mana dalam perhitungan
nya menggunakan 20 member ensemble
dengan konfigurasi pada tabel 3.1. Unsur cuaca yang di olah adalah tekanan udara permukaan (QFE), suhu udara permukaan, kelembaban udara permukaan, kecepatan
angin 10 meter, dan keadaan cuaca per tiga jam.
1. Tekanan Udara Permukaan
Berdasarkan gambar 3.6 menunjukkan bahwa pada tanggal 1 Agustus 2012
terdapat spread yang melebar jika
dibandingkan dengan hari – hari
berikutnya. Hal ini dapat mengindikasikan adanya variasi yang beragam dari setiap
member ensemble. Di mana rata – rata standar deviasinya 0.26 hPa. Dari
ensemble mean tidak memprediksikan
adanya tekanan rendah, akan tetapi hanya memprediksikan selama lima hari ke depan tekanan udara di Stasiun Meteorologi Klas II Pattimura Ambon di bawah 1011.0 hPa.
2. Suhu Udara Permukaan
Dalam memprediksi suhu udara
permukaan ensemble mean dan spread
menunjukkan adanya penurunan suhu udar permukaan dari tanggal 31 Juli hingga 1 Agustus 2012, dan mengalami kenaikan
Gambar 3.5 Diagram Taylor Curah Hujan Per Tiga Jam
Gambar 3.6 Grafik Ensemble Mean dan Spread
Prediksi Tekanan Udara Permukaan (QFE) Tabel 3.1 Konfigurasi Member Ensemble
suhu pada tanggal 2 Agustus hingga 5 Agustus 2012. Terlihat pada gambar 3.7 untuk nilai spread lebih lebar dibanding
spread dari tekanan udara permukaan
(QFE), di mana rata – rata standar deviasinya 0.45ºC.
3. Kelembaban Udara Permukaan
Untuk kelembaban udara permukaan terlihat pada gambar 3.8 bahwa ensemble
mean dan spread menunjukkan
peningkatan kelembaban lebih dari 90% dari tanggal 31 Juli hingga 1 Agustus 2012. Dari nilai ensemble spread terlihat lebih besar nilainya dengan rata – rata sebesar 2.75%.
Gambar 3.8 Grafik Ensemble Mean dan Spread Prediksi Kelembapan Udara Permukaan
4. Kecepatan Angin 10 Meter
Pada kecepatan angin pada ketinggian 10 meter ini terlihat pada gambar 3.9 ensemble spread memiliki nilai variasi yang cukup besar dengan rata – rata 1.90 knots. Dari tanggal 31 Juli hingga 1 Agustus 2012 terdapat standar deviasi sebesar 2 – 4 knots, akan tetapi setelah itu
satandar deviasinya menurun. Selain itu dari ensemble mean menunjukkan adanya peningkatan kecepatan angin dari tanggal 31 Juli hingga 1 Juli 2012, dan untuk tanggal 2 – 5 Agustus 2012 kecepatan angin menurun hingga di bawah 10 knots.
5. Potensi Keadaan Cuaca
Dalam menentukan keadaan cuaca, metode yang digunakan adalah dengan melakukan perhitungan probabilistik dari curah hujan per tiga jam dari hasil keluaran
20 member ensemble. Di mana
intensitasnya dibagi menjadi beberapa macam, dengan lima kategori sebagai berikut :
a) Berawan : 0.0 – 0.49 mm/jam
b) Hujan Ringan : 0.5 – 4.9 mm/jam
c) Hujan Sedang : 5.0 – 9.9 mm/jam
d) Hujan Lebat : 10.0 – 19.9
mm/jam
e) Hujan Ekstrem : > 20.0 mm/jam
Dari nilai probabilistik dapat
digunakan untuk menentukan prediksi
keadaan cuaca dengan mengetahui
seberapa besar potensi terjadinya. Dari
hasil perhitungan probabilistik
menunjukkan bahwa pada adanya potensi terjadinya hujan esktrem pada tanggal 1
Agustus 2012, dengan probabilistik
sebesar 20% - 30% seperti terlihat pada gambar 3.10. Untuk tanggal 2 – 4 Agustus 2012 di mana probabilistik terjadinya keadaan cuaca berawan lebih 50%.
3.3.Verifikasi
Proses verifikasi dilakukan dengan dua cara yaitu dengan metode spread and skill dan kurva ROC. Di mana metode
spread and skill menunjukkan bagaimana distribusi persebaran dari hasil ensemble mean dan spread terhadap forecast control
dan mengetahui kemampuan dari forecast
Gambar 3.7 Grafik Ensemble Mean dan Spread Prediksi Suhu Udara Permukaan
22.5 23.5 24.5 25.5 26.5 27.5 28.5 1 3 5 7 9 11131517192123 1 3 5 7 9 11131517192123 1 3 5 7 9 11131517192123 1 3 5 7 9 11131517192123 1 3 5 7 9 11131517192123 Su h u ( ºC )
Prediksi Suhu Udara Permukaan Tanggal 31 Juli - 5 Agustus 2012
SPREAD MAX SPREAD MIN MEAN
31 Juli 2012 1 Agustus 2012 2 Agustus 2012 3 Agustus 2012 4 Agustus 2012
Gambar 3.9 Grafik Ensemble Mean dan Spread
Prediksi Kecepatan Angin 10 Meter
Gambar 3.10 Grafik Potensi Keadaan Cuaca Per Tiga Jam
control, ensemble mean, dan ensemble
spread. Sedangkan untuk kurva ROC
untuk mengetahui kehandalan dari prediksi keadaan cuaca probabilistik. Dengan hasil sebagai berikut :
1. Spread and skill
a) Tekanan Udara Permukaan
Berdasarkan nilai spread terlihat
ensemble mean, ensemble spread max
dan ensemble spread min memiliki nilai yang cukup baik dengan ACC yang kuat dan RMSE yang cukup kecil. Dari nilai skill terlihat juga bahwa forecast control, ensemble
mean, ensemble spread max dan
ensemble spread min memiliki ACC yang cukup kuat, walaupun melemah
terhadap bertambahnya waktu,
sedangkan RMSE juga menunjukkan error ±2.5 hPa. Untuk forecast control
nilai nya dekat dengan ensemble
spread max.
b) Suhu Udara Permukaan
Untuk suhu udara permukaan nilai
spread pada ensemble mean,
ensemble spread max dan ensemble spread min menunjukkan nilai ACC yang kuat, walaupun sempat menurun pada hari ketiga, sedangkan nilai
RMSE menunjukkan error ± 2ºC.
Untuk nilai skill pada forecast control, ensemble mean, ensemble spread max dan ensemble spread min
dari ACC menunjukkan korelasi yang
cukup kuat, walaupun sempat
melemah pada hari kedua. Dari RMSE skill-nya menujukkan error
±2.5ºC. Untuk forecast control
memiliki pola yang cukup dekat dengan ensemble spread max.
c) Kelembaban Udara Permukaan
Pada kelembaban udara permukaan nilai spread pada ensemble mean, ensemble spread max dan ensemble
spread min memiliki nilai ACC yang
cenderung moderate, dengan RMSE yang cukup bervariasi dan ensemble
spread min memiliki error yang
cukup stabil sebesar ±6%. Untuk
forecast control, ensemble mean, ensemble spread max dan ensemble
spread min nilai skill pada
ACCmenunjukkan korelasinya
cendrung moderate hingga lemah,
sedangkan dari RMSE memiliki error
yang cukup besar hingga mencapai
12%, akan tetapi mengalami
penurunan error hingga dibawah 8%. Pada parameter ini nilai forecast control memiliki pola yang cukup
berbeda dari ensemble mean,
ensemble spread max dan ensemble spread min.
d) Kecepatan Angin 10 Meter
Pada unsur kecepatan angin
dengan ketinggian 10 meter
menunjukkan (gambar 3.14) bahwa
ensemble mean, ensemble spread max
Gambar 3.11 Spread and Skill Prediksi
Tekanan Udara Permukaan (QFE)
Gambar 3.12 Spread and Skill Prediksi
Suhu Udara Permukaan
Gambar 3.13 Spread and Skill Prediksi
Kelembaban Udara Permukaan
Gambar 3.14 Spread and Skill Prediksi
dan ensemble spread min pada spread ACC nilainya sangat bervariasi sulit untuk menentukan kecenderungan korelasinya, sedangkan dari RMSE juga menunjukkan error yang cukup besar pada dua hari pertama mencapai 8 knots dan stabil di bwah 4 knots pada hari keempat. Sedangkan dari skill
pada forecast control, ensemble mean, ensemble spread max dan ensemble
spread min memiliki ACC yang
cendering lemah dan RMSE memiliki nilai error dibawah 6 knots. Untuk
forecast control memiliki pola yang
hampir sama dengan ensemble spread
max.
2. Kurva ROC Keadaan Cuaca
Keadaan cuaca ini ditentukan
berdasarkan curah hujan per tiga jam. Intensitas curah hujan dapat dikategorikan menjadi beberapa macam yaitu (BMG, 2008):
a) Hujan ringan : 1,0 – 5,0 mm/jam
b) Hujan Sedang : 5,0 – 10 mm/jam
c) Hujan Lebat : 10 – 20 mm/jam
d) Hujan Sangat Lebat :
>20mm/jam
Akan tetapi pada penelitian ini penulis
mengkategorikan lagi yang dibagi
menjadi lima macam, yaitu :
f) Berawan : 0.0 – 0.49 mm/jam
g) Hujan Ringan : 0.5 – 4.9 mm/jam
h) Hujan Sedang : 5.0 – 9.9 mm/jam
i) Hujan Lebat : 10.0 – 19.9
mm/jam
j) Hujan Ekstrem : > 20.0 mm/jam Berdasarkan gambar 3.15 di atas menunjukkan bahwa prediksi keadaan cuaca dengan basic probalility pada keadaan cuaca hujan dengan intensitas
ringan dan lebat memiliki tingkat
kehandalan yang terbaik dibanding
keadaan cuaca lain, terlihat pada kurva ROC kurvanya berada di atas garis skill.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil verifikasi dengan diagram taylor dan tabel kontingensi bahwa konfigurasi terbaik untuk memprediksi parameter cuaca di Stasiun Meteorologi Klas II Pattimura Ambon dengan menggunakan skema kumulus Betts-Miller-Janjic dengan
skema mikrofisis WDM 5-Class yang
digunakan sebagai forecast control. 2. Memiliki nilai uncertainty ±0.47
untuk suhu udara permukaan, pada kecepatan angin ±0.95, sedangkan pada tekanan udara permukaan (QFE)
sebesar ±0.143206769, dan
±2.313916484 pada kelembapan
udara.
3. Parameter cuaca tekanan udara
permukaan (QFE) dan suhu udara
permukaan dengan nilai spread
korelasi yang mendekati 1 dengan nilai error di bawah 1.5.
4. Produk ensemble memiliki skill yang lebih baik dibanding forecast control, terlihat nilai korelasi produk ensemble
lebih besar dan dengan nilai error
terendah.
5. Hasil dari kurva ROC menunjukkan metode multi-physic ensemble mampu memprediksi hujan dengan intensitas ringan dan lebat.
Gambar 3.15 Kurva ROC Dari Prediksi Probabilistik Keadaan Cuaca
DAFTAR PUSTAKA
Andersson, E., 2015, User Guide to
ECMWF Forecast Products,
Livelink 4320059, 1.2,120 of 129. Buizza, R., 1972, Potential Forecast Skill
of Ensemble Prediction and Spread and Skill Distributions of the
ECMWF Ensemble Prediction
System, Monthly Weather Review,
125, 99 -125.
Du, J., 2007, Uncertainty and Ensemble Forecast, Science and Technology Infusion Climate Bulletin, 1-42. Dudhia, J., Gill, D., Manning, K., Wang,
W., Bruyere, C., Kelly, S., dan
Lackey, K., 2005, PSU/NCAR
Mesoscale Modeling System
Tutorial Class Notes and User’s Guide, Mesoscale and Microscale
Meteorology Division NCAR,
Washington DC.
Froude L.S., 2011, Interactive Grand
Global Ensemble (TIGGE):
Comparison of The Prediction of
Southern Hemisphere
Extratropical Cyclones by Different
Ensemble Prediction System.
Weather & Forecasting, 26,388-398.
Gustari, I., Hadi, T.W., Hadi, S.,
Renggono, F., 2012, Akurasi
Prediksi Curah Hujan Harian Operasional di Jabodetabek : Hasil Prediksi Operasional dan Model
WRF. Jurnal Meteorologi dan
Geofisika. 13(2), 119-130.
Lorenz, E. N., 1993, The Essence of Chaos. University of Washington Press, Seattle, 240pp.
Murphy, A.H., 1993, What Is A Good Forecast? An Essay On The Nature
Of Goodness In Weather
Forecasting. Weather
Forecasting,8:281-293.
Lynch, P., 2007, The Origins Of Computer Weather Prediction And Climate Modelling, J. Comput. Phys., this issue, doi:10.1016/ j.jcp.02.034.
Saepudin, M., 2011, Penggunaan Metode Ensemble Dalam Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prakiraan
Cuaca Dengan Memanfaatkan
Kelauran Model Global Forecast System (GFS), Megasains, 2(3), 143-156.
Skamarock, W.C., Klemp, J.B., Dudhia, J., Gill, D.O., Barker, D.M., Duda, M.G., Huang, Xiang-Yu., Wang, W., dan Powers, J.G., 2008, A
Description of the Advanced
Research WRF Version 3,
NCAR/TN-475+STR, NCAR
Technical note.
Swarinoto, Y.S., Koesmaryono, Y.,
Aldrian, E. Wigena, A.H., 2012, Model Sistem Prediksi Ensemble Total Hujan Bulanan Dengan Nilai
Pembobot (Kasus Wilayah
Kabupaten Indramayu, Jurnal
Meteorologi dan Geofisika, 13(3), 189-200.
Tennant, W.J., Toth, Z., dan Rae, K.J., 2007, Application of the NCEP Ensemble System to Medium-Range Forecasting in South Africa: New
Products, Benefits, and
Challanges, Weather and
Forecasting, 22:18-35.
Taylor, K.E., 2001, Summarizing Multiple Aspects of Model Performance In A Single Diagram. J. Geophys. Res., 106, 7183-7192.
Wilks, D. S., 1995, Statistical Methods in the Atmospheric Sciences, Amerika Serikat: Academic Press
WMO, 2012, Guidelines on Ensemble
Prediction Systems and
Forecasting, Secretary of World
Meteorology Organization: