BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Hutan Hujan Tropis
Hutan hujan tropis menurut R. A. Butller (2001) adalah hutan yang unik yang berlokasi di daerah tropis, curah hujan minimal 80 mm/tahun, memiliki kanopi, keanekaragaman biota yang tinggi serta hubungan simbiotik antar spesies yang tak terpisahkan. Dalam hutan hujan tropis tumbuh pohon dengan keanekaragaman yang sangat tinggi sehingga disebut ekosistim yang stabil karena memiliki flora dan fauna yang sangat kompleks.
Pohon merupakan tumbuhan yang mendominasi kawasan hutan. Baher (1950) mendeskripsikan pohon sebagai tumbuhan berkayu yang mempunyai batang yang luas yang biasanya mencapai tinggi kurang lebih 8 feet dan diameter setinggi dada (1,3 meter) minimal 12 inchi .Menurut Kusmana (1995) membedakan tingkat kehidupan pohon sehubungan ukuran tinggi dan diameter batangnya sebagai berikut:
1. Semai (Seedling) yaitu permudaan yang tingginya kurang dari atau sama dengan 1,5 meter.
2. Pancang (Sapling) yaitu permudaan yang tingginya 1,5 meter atau lebih sampai batang muda yang diameternya kurang dari 10 cm
3. Tiang (Pole) yaitu pohon-pohon muda yang mempunyai diameter 10 cm sampai batas lebih kecil dari 20 cm.
4. Pohon (Trees) yaitu tumbuhan dewasa yang memiliki diameter lebih besar atau sama dengan 20 cm.
2.2 Hubungan Masyarakat Tumbuh-tumbuhan Dengan Lingkungan
Lingkungan adalah suatu sistem yang kompleks dimana berbagai faktor berpengaruh timbal balik satu sama lain dengan masyarakat tumbuh-tumbuhan. Faktor-faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang berbeda pada saat yang berlainan terhadap kelangsungan hidup setiap jenis tumbuhan. Faktor lingkungan dikatakan penting apabila pada suatu waktu tertentu mempengaruhi hidup dan tumbuhnya tumbuh-tumbuhan. Karena terdapat pula taraf minimal, optimum, atau maksimal menurut batas-batas toleransi dari masing-masing dari masing-masing masyarakat tumbuh-tumbuhan. Kisaran toleransi untuk setiap masyarakat tumbuh-tumbuhan tidak sama. Ada yang memiliki batas toleransi yang sempit (steno) dan ada yang luas (euri). Pada tumbuhan yang batas toleransinya steno, titik minimum, optimum, dan maksimum berdekatan. Sehingga perbedaan yang sedikit saja dapat menjadi kritis untuk pertumbuhannya. Setiap keadaan atau jumlah sesuatu faktor fisik yang berbeda sedikit dapat melampaui batas-batas toleransi dikatakan menjadi faktor penghambat/limiting factor
( Kusmana, 1995).
Beberapa faktor lingkungan yang pada satu dan lain waktu mungkin menjadi penting bagi hidup dan pertumbuhan individu dan masyarakat tumbuh-tumbuhan menurut Kromer dan Kozlowski (1960) dalam Soerianegara (1998) antara lain adalah: faktor iklim (cahaya, suhu, curah hujan, kelembaban udara, angin, gas udara); faktor-faktor geologis (letak geografis, topografi); faktor-faktor edafis, seperti: sifat-sifat fisik tanah (profil, struktur, tekstur, aerasi, kadar air), sifat-sifat kimia tanah (suhu, pH, kandungan hara mineral, kandungan senyawa organik); dan sifat-sifatbiotis tanah
(jamur, bakteri, cacing, rayap); juga faktor-faktor biotik (manusia, hewan, dan
tumbuh-tumbuhan lain).
Iklim mikro (
microenvironment
) adalah iklim yang hanya berlaku untuk
tempat atau ruang terbatas. Menurut Geiger (1965)
dalam
Soerianegara (1998) iklim
mikro yaitu iklim yang mempengaruhi habitat mikro dekat dengan permukaan tanah
di bawah tegakan hutan yang mempengaruhi keadaan masyarakat hutan.
2.3 Pola
Distribusi
Pola distribusi merupakan penyebaran satu jenis atau beberapa jenis
masyarakat tumbuh-tumbuhan. Menurut Kusmana (1995) ada tiga tipe pola distribusi
tumbuhan yaitu:
a.
Acak (
random
) mencerminkan homogenitas dan/ atau pola behevior yang
tidak selektif.
b.
Mengelompok (
clumped
) mencerminkan habitat yang heterogen, mode
reproduktif behavior berkelompok dan lain-lain.
c.
Beraturan (
reguler, uniform
) mencerminkan adanya interaksi negatif antata
individu seperti persaingan untuk ruang dan unsur-unsur atau cahaya.
2.4 Assosiasi
Assosiasi adalah kekariban antara dua spesies dalam komunitas, yang selalu
ada/ hadir bersama-sama. Menurut Kusmana (1995) assosiasi ini terjadi bila:
Kedua spesies tumbuh pada lingkungan yang serupa.
Distribusi geografi kedua spesies serupa dan keduanya hidup di daerah yang sama.
Bila salah satu spesies hidupnya bergantung pada yang lain.
Bila salah satu spesies menyediakan perlindungan terhadap yang lain.
Hutan hujan berkurang dengan sangat cepat. Hal ini terjadi karena sebab yang
sangat kompleks di masyarakat. Mengingat begitu penting peranan hutan hujan tropis
maka banyak orang yang ingin menyelamatkan hutan hujan meskipun usaha itu tidak
mudah. Menurut R.A.Buttler (2001) beberapa langkah untuk menyelamatkan hutan
hujan dalam skala luas ekosistem di seluruh dunia adalah: (1) Mengajarkan orang lain
tentang pentingnya lingkungan dan bagaimana mereka bisa membantu
menyelamatkan hutan hujan. (2) Memperbaiki ekosistem yang rusak dengan
menanam pepohonan di wilayah dimana hutan telah ditebangi. (3) Menganjurkan
orang-orang untuk hidup dengan cara yang tidak merusak lingkungan. (4) Mendirikan
taman-taman yang dapat melindungi hutan hujan dan alam liarnya. (5) Mendukung
perusahaan-perusahaan yang bekerja dalam aturan yang meminimalkan kerusakan
terhadap lingkungan.
2.5
Taman Nasional Gunung Leuser
Taman Nasional Gunung Leuser merupakan salah satu taman nasional di Indonesia
yang diresmikan pada tahun 1980 yang merupakan gabungan dari suaka margasatwa
(SM) dan taman wisata (TW) yaitu SM Kappi, SM Kluet, SM Sekundur, SM Langkat
Selatan, TW Lawaegurah, dan TW Sekundur. Menurut pengumuman menteri
pertanian tanggal 6 maret 1980 luas Taman Nasional Gunung Leuser adalah
792.675 ha yang mencakup dua propinsi. Nanggroe Aceh Darrusalam (NAD) dengan
luas 578.690 ha dan Sumatera Utara seluas 213.985 ha. Taman Nasional Gunung
Leuser merupakan Hutan Lindung atau daerah Ekowisata Internasional yang
pengelolaannya diserahkan kepada pemerintahan Republik Indonesia pada bulan
Januari 1980 yang dikelola Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Pelestarian
Alam Departemen Kehutanan. Dalam pengelolaannya Taman Nasional Gunung
Leuser terbagi atas empat (4) kawasan konservasi yaitu seksi konservasi wilayah I
(lembah alas dan Gayo Lawe) Aceh Tenggara ; seksi konservasi II (Tapak Tuan)
Aceh Selatan; Seksi konservasi wilayah III (Bukit Lawang); seksi konservasi wilayah
IV (Besitang)(Departemen kehutanan,1990)
Daerah ekowisata bukit lawang Bahorok merupakan daerah rehabilitasi orang
utan. Pengunjung berdatangan baik dari mancanegara maupun turis local memiliki
interest yang berbeda. Pada umumnya wisatawan dari luar negeri lebih suka
melakukan perjalanan ke hutan untuk melihat indahnya kekayaan alami yang ada di
kawasan ini. Karena hutan Bukit Lawang Bahorok ini juga menyimpan kekayaan
Biodiversitas flora dan fauna yang tinggi (Hendras, 2009).
2.6 Pasak Bumi dan Manfaatnya
Kekayaan biodiversitas flora tersebut salah satunya adalah pasak bumi yang
merupakan Hasil Hutan Non Kayu berupa tanaman obat.
Klasifikasi pasak bumi menurut Cronquist (1981)
Divisio : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Sub Class : Rosidae
Ordo : Sapindales
Famili : Simaroubaceae
Genus : Eurycoma
Species :
Eurycoma longifolia
Jack
Pasak bumi merupakan tumbuhan perdu atau pohon kecil yang tingginya
dapat mencapai 20 m. Daun pasak bumi berbentuk lanset dengan tepi rata berukuran
2,5 – 14,2 X 0,7 - 4,5 cm. Daun majemuk menyirip ganjil dengan jumlah anak daun
11- 38 mengumpul pada ujung ranting. Bunga berwarna merah berbentuk malai dan
berbulu. Buah berwarna kuning kemerahan ketika muda serta menjadi hitam pada
saat tua. Pasak bumi termasuk tumbuhan berumah satu atau berumah dua (Hadad dan
Taryono, 1998: Padua
et al
.,1999).
2.6.2 Ekologi Pasak Bumi
Pasak bumi adalah salah satu jenis tumbuhan obat yang merupakan tumbuhan
asli Indonesia. Namun juga tersebar di hutan-hutan Malaysia, Thailand, Filiphina,
Vietnam, dan Birma (Siregar
et al
., 2003; Minorsky , 2004). Di Indonesia pasak bumi
mempunyai beragam nama daerah antara lain; pasak bumi (Kalimantan), widara putih
(Jawa), mempoleh (Bangka), besan (Sumut), tongkat ali (Aceh). Di Malaysia dikenal
dengan sebutan tongkat ali, bedara merah, dan bedara putih. Sedangkan di Thailand
dikenal dengan plaa-lai-pueak, hae pan chan, plaalai phuenk, dan phiak (Hadad dan
Taryono,1998; Pandua
et al
.,1999). Tumbuhan ini menyukai tanah asam berpasir,
memiliki drainase tanah yang baik. Biasanya hidup di hutan dekat pantai, baik hutan
primer atau sekunder. Ditemukan sampai ketinggian tempat 1000 m dari permukaan laut (Whitmore, 1992). Pasak bumi dapat dijumpai pada daerah-daerah pungggung bukit atau pematang dan daerah berlereng (Nuryamin, 2000). Tumbuhan ini tumbuh pada temperatur rata-rata 250C dengan kelembaban udara 86% setelah melalui masa muda tumbuhan ini membutuhkan lebih banyak sinar matahari untuk membantu perkembangan vegetatif dan system reproduksinya. Pasak bumi berbunga dan berbuah sepanjang tahun. Biasanya bunga mekar sekitar bulan juni sampai juli. Sementara buahnya masak pada bulan September (Padua et al.,1999).2.6.3 Manfaat Tumbuhan Pasak Bumi
Kegunaan tumbuhan pasak bumi dalam pengobatan meliputi semua bagian tumbuhan. Akar pasak bumi biasa digunakan sebagai obat kuat, penurunan panas, anti malaria, dan disentri. Kulit dan batangnya digunakan untuk mengobati demam, sariawan, sakit tulang, cacing perut, serta sebagai tonik setelah melahirkan. Daunnya digunakan untuk mengobati penyakit gatal, sedangkan bunga dan buahnya bermanfaat dalam mengobati sakit kepala, sakit perut dan nyeri tulang (Hadad dan Taryono, 1998). Hasil analisis yang telah dilakukan oleh beberapa ahli baik dari Malaysia, Jepang, Thailand juga Indonesia menyatakan bahwa dalam akar pasak bumi terdapat kandungan kimia : (1) aervin, (2) kampesterol, (3) kantin-6-on,9-hidroksi, (4) kantin-6-on,9-hidroksi,n-oksida, (5) kantin-6-on, 9-metoksi, (6) kantin-6-on,9-metoksi,n-oksida, (7) karbolina, -1-asid propionik, (8)
karbolina, -7-metoksi, 1-asid propionik, (9) eurikomalakton, (10) eurikomanol, (11) eurikomanol,13--18-dihidro, (12)
eurikomanol,-2--D-glukosida, (13) eurikomanon, (14) eurikomanona, 13-21-dihidro, (15) eurikomanona, 13-beta-21-dihidroksi, (16) klaineanon, 14-15-beta-dihidroksi, (17) klaineanon,14-15-dihidroksi, (18) longilaston, (19) -sitosterol, (20) stigmasterol. Kegunaan kandungan kimia ini adalah: (1) untuk antimalaria; (12) mengatasi ulser, luka, demam dan lemah, obat meroyan, bisul, tonik menguatkan badan; (11) untuk bisul, tonik menguatkan badan; (10) antipiretik; (13) mengatasi gusi berdarah; (14) sifilis, luka dan ulser (Kuo et al., 2004).
Masyarakat juga menggunakan akar, kulit akar, atau batang pasak bumi dalam mengobati diare, demam, pembengkakan kelenjar, dropsy, pendarahan, batuk kronis, hypertensi, nyeri tulang, meningkatkan libido, sekaligus sebagai tonik (Padua et al.,1999). Menurut Satayavivad et al (1998), oleh masyarakat Thailand secara tradiosional pasak bumi dimanfaatkan sebagai febrifuge dan anti malaria. Namun hingga saat ini masyarakat lebih mengenal pasak bumi sebagai aprodisiaka (Padua et al.,1999.) dan khasiat ini telah dibuktikan dari pengujian laboratorium dengan menggunakan tikus jantan sebagai hewan percobaan. Pemberian fraksi kloroform, metanol, butanol, dan air dengan dosis 500 mg/ Kg BB selama 10 hari berturut-turut dapat meningkatkan gairah seksual (Ang et al., 2003). Pemberian fraksi kloroform, metanol, butanol dan air dengan dosis 500 mg/Kg BB akar pasak bumi selama 12 minggu dapat meningkatkan kualitas seksual dan mengurangi keragu-raguan pada tikus jantan middle-aged untuk melakukan aktivitas seksual (Ang et al.,2003) dan pada pemberian sediaan pada dosis 800 mg/Kg BB mampu meningkatkan libido tikus
jantan (Ang et al., 2002). Hasil penelitian Ruqiah G.P.Panjaitan menunjukkan bahwa pemberian fraksi metanol air akar pasak bumi dengan dosis