• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Peneltian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Peneltian"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

63 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Peneltian

Penelitian pengembangan ini atau penelitian Educational Research and

Development (R&D) yaitu metode penelitian proses pengembangan dan validasi produk pendidikan. Pada penelitian ini peneliti mengembangkan modul

pembelajaran IPA dengan menggunakan model 4-D (Four D Model), adapun

tahapan-tahapan pengembangannya adalah sebagai berikut:

1. Define

Tahap ini dilakukan oleh peneliti untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang ada dalam pembelajaran dan dijadikan dasar untuk merancang produk pendidikan berupa modul. Pada tahap define dilakukan analisis kebutuhan, analisis siswa, analisis tugas, analisis materi, dan perumusan tujuan pembelajaran yang sudah berjalan di SMP Negeri 4 Kota Madiun.

a. Hasil Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan bertujuan untuk memunculkan dan menetapkan masalah dasar yang dihadapi dalam pembelajaran, sehingga diperlukan suatu bahan ajar yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan siswa. Kegiatan Analisis kebutuhan dimulai dengan menyusun kisi-kisi angket untuk menganalisis kebutuhan guru dan siswa dapat dilihat pada lampiran 2. Kemudian menyusun angket pengungkap kebutuhan guru dan siswa dapat dilihat pada lampiran 2. Dan selanjutnya mengimplementasikan angket untuk menganalisis kebutuhan guru dan siswa dengan memberikan angket kepada guru dan siswa di SMP Negeri 4 Kota Madiun.

Angket pengungkap kebutuhan guru dan siswa diberikan kepada tiga guru SMP Negeri 4 Kota Madiun. Sedangkan untuk siswa diberikan kepada 10 siswa SMP Negeri 4 Kota Madiun. Hasil Analisis kebutuhan guru dan siswa dapat dilihat pada tabel 4.1 dan tabel 4.2. Hasil analisis kebutuhan guru dan siswa selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2.

(2)

commit to user

Tabel 4.1 Hasil Analisis Pengungkap Kebutuhan Guru

No Indikator Sub Indikator No

Pertanyaan Jumlah Jawaban Koresponden Ya Tidak 1. Ketersediaan dan kebutuhan bahan ajar

Penggunaan bahan ajar lain selain

yang diberikan disekolah 1 3 0

Keterbatasan dari buku pegangan

guru 2 3 0

Ketersediaan modul tertentu untuk

materi bunyi 3 1 2

Ketersediaan modul IPA terpadu

berbasis masalah 4 0 3

2. Karakteristik PBM

Pembelajaran mengedepankan

masalah atau pertanyaan

5 6 1 0 2 3 Penyelidikan autentik 7 8 1 1 2 2

Menyajikan hasil karya 9 0 3

3. Keterampilan

dasar dalam

berpikir kritis

Keterampilan analisis 10 1 2

Keteampilan sintesis 11 2 1

Keterampilan memecahkan masalah 12 1 2

Keterampilan menyimpulkan 13 1 2

Keterampilan mengevaluasi 14 0 3

4. Kelengkapan

materi

Kelengkapan materi bunyi dalam bahan ajar siswa yang diberikan guru

15 0 3

Tabel 4.2. Hasil Analisis Pengungkap Kebutuhan Siswa

No Indikator Sub Indikator No Item

Jumlah Jawaban Koresponden Ya Tidak 1. Ketersediaan dan kebutuhan bahan ajar

Penggunaan bahan ajar lain selain yang diberikan disekolah

1 2 2 10 8 0 Ketersediaan modul tertentu untuk

materi bunyi 3 0 10

2. Karakteristik PBM

Pembelajaran mengedepankan

masalah atau pertanyaan

4 5 4 7 6 3 Penyelidikan autentik 6 4 6 3. Keterampilan dasar dalam berpikir kritis Keterampilan analisis 7 2 8 Keterampilan sintesis 8 3 7

Keterampilan memecahkan masalah 9 3 7

Keterampilam menyimpulkan 10 2 8

Keterampilan mengevaluasi 11 0 10

4. Kelengkapan

materi

Kelengkapan materi bunyi dalam

(3)

commit to user

Hasil pengisian angket pengungkap kebutuhan guru dan siswa disimpulkan bahwa pembelajaran IPA di SMP Negeri 4 Kota Madiun setuju apabila

dikembang bahan ajar seperti modul IPA berbasis masalah (Problem Based

Learning) karena pembelajaran IPA di SMP Negeri 4 Kota Madiun masih

belum maksimal menggunakan pembelajaran berbasis masalah (Problem

Based Learning), kurang melatih siswa pada keterampilan berpikir kritis, dan bahan ajar yang digunakan materinya belum lengkap. Maka dari itu untuk membuat siswa aktif, mampu berpikir kritis dan senang belajar IPA perlu

dikembangkan modul IPA terpadu berbasis masalah (Problem Based

Learning).

b. Analisis Siswa

Siswa yang dianalisis dalam pengembangan modul berbasis masalah (Problem Based Learning) ini adalah siswa kelas VIII di SMP N 4 Kota Madiun. Hasil analisis siswa adalah tahap perkembangan kognitif menurut Piaget bahwa tingkat operasi formal (umur 11 tahun keatas) merupakan tahap tertinggi dari tahap intelektual ( Rianto, 2009: 123).

Anak usia SMP masuk ke dalam kategori tingkat operasi formal. Dengan alasan tersebut dapat diketahui bahwa strategi pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning) dapat diterapkan pada siswa SMP karena telah mencapai tahap tertinggi dari tahap intelektual. Pembelajaran IPA di SMP disajikan dalam bentuk terpadu, keterpaduan yang dipakai peneliti adalah

model connected dengan materi bunyi. Model connected memiliki kelebihan

yaitu Menyajikan aplikasi tentang dunia nyata yang dialami tentang kehidupan

sehari-hari, sehingga memudahkan pemahaman konsep, Membantu

menciptakan struktur kognitif yang dapat menjembatani antara pengetahuan awal dengan pengalaman belajar yang terkait, sehingga pemahaman lebih terorganisasi, mendalam, dan memudahkan memahami hubungan materi IPA dari satu konteks ke konteks lainnya serta terjadi peningkatan kerjasama antar guru bidang kajian terkait, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan

(4)

commit to user

peserta didik, sehingga belajar lebih menyenangkan, belajar dalam situasi nyata, dan dalam konteks yang lebih bermakna.

c. Analisis Materi

Hasil analisis materi adalah IPA terpadu materi bunyi. konsep bunyi banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga cocok untuk model PBL. Pembahasan bunyi adalah tentang getaran, gelombang bunyi, cara merambat bunyi, cepat rambat bunyi, hukum mersene, resonansi dan pemantulan bunyi. Pembahasan juga melibatkan struktur morfologi pada telinga sebagai indra pendengaran pada manusia dari kajian biologi.

d. Analisis Tugas

Analisis tugas digunakan untuk mengidentifikasi tahap-tahap penyelesaian tugas sesuai dengan materi. Hasil analisis tugas adalah pembelajaran berbasis

masalah (Problem Based Learning) didahului dengan guru menyajikan suatu

permasalahan yang kontekstual dan diselesaikan siswa melalui eksperiman dan diskusi. Untuk mengatasi keterbatasan waktu maka dalam modul IPA terpadu

berbasis masalah (Problem Based Learning) dilengkapi dengan panduan siswa

yang dapat mengerjakan tugas eksperimen dan diskusi secara mandiri. Adapun kegiatan siswa saat pembelajaran menggunakan modul ditunjukkan pada gambar 4.1 berikut.

Gambar 4.1 Bagan kegiatan siswa saat pelaksanaan uji coba pemakaian modul

MengerjakanPretest

Menyiapkan Modul Fisika berbasis masalah

Mempelajari petunjuk penggunaan modul dan konsep awal yang diperlukan sebelum pembelajaran

Mengerjakan Posttest

(5)

commit to user

e. Analisis Tujuan Pembelajaran Standar Kompetensi:

6. Memahami konsep dan penerapan getaran, gelombang dan optika dalam produk teknologi sehari-hari.

1. Memahami berbagai sistem dalam kehidupan manusia. Kompetensi Dasar:

6.2 Mendeskripsikan konsep bunyi dalam kehidupan sehari-hari

1.3 Mendeskripsikan sistem koordinasi dan alat indra pada manusia serta hubungannya dalam kesehatan.

Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar hasil analisis tujuan pembelajaran dalam penelitian ini adalah:

1) Menjelaskan pengertian bunyi

2) Menyelidiki penyebab timbulnya bunyi

3) Menjelaskan syarat terjadi dan terdengarnya bunyi

4) Menjelaskan pengertian cepat rambat bunyi

5) Mengukur cepat rambat bunyi

6) Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi cepat rambat bunyi

7) Menetukan cepat rambat bunyi pada beberapa medium

8) Membedakan pengertian infrasonik, audiosonik, dan ultrasonik

9) Menyebutkan contoh infrasonik, audiosonik, dan ultrasonik

10)Menyebutkan manfaat bunyi ultrasonik dalam kehidupan sehari-hari

11)Menjelaskan struktur, mekanisme, dan fungsi sistem alat indra

12)Menjelaskan kelainan dan penyakit pada alat indra

13)Menjelaskan faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya bunyi

14)Menjelaskan faktor yang mempengaruhi kuat lemahnya bunyi

15)Menjelaskan faktor yang mempengaruhi kualitas bunyi

16)Menjelaskan pengertian resonansi

17)Mengamati terjadinya resonansi pada garpu tala

18)Mengamati terjadinya resonansi pada bandul sederhana

19)Menjelaskan aplikasi konsep resonansi pada alat musik

(6)

commit to user

21)Menjelaskan syarat terjadinya pemantulan bunyi

22)Menemukan hukum pemantulan bunyi

23)Menyebutkan jenis-jenis bunyi pantul

24)Membedakan antara gaung, gema, dan bunyi pantul yang memperkuat

bunyi asli

25)Menjelaskan manfaat pemantukan bunyi dalam kehidupan sehari-hari.

2. Design

Tahap ini bertujuan untuk merancang dan membuat desain awal media pembelajaran berupa modul IPA terpadu materi bunyi berbasis masalah (Problem Based Learning). Menurut Thiagarajan (1974) tahap perancangan (design) terdiri dari empat langkah yaitu penyusunan tes, pemilihan media, pemilihan format, dan rancangan awal.

a. Tahap Penyusunan Tes

Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretest dan posttest.

Adapun kisi-kisi dan pretest dan posttest. Lebih lengkap dapat dilihat pada

lampiran 1.

b. Tahap Pemilihan Media

Media yang dipilih dalam penelitian adalah modul IPA terpadu berbasis

masalah (Problem Based Learning), pengembangan tersebut meliputi tahap

persiapan, tahap penyusunan, tahap validasi dan tahap penyempurnaan. c. Tahap Pemilihan Format

Pemililahan format disesuaikan dengan format kriteria modul yang diadaptasi dari pendapat Vembrianto yang disusun berdasarkan komponen

pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) dan dimodifikasi

dengan menambahkan tes keterampilan berpikir kritis. Format dari modul dapat dilihat pada bagian daftar isi modul IPA terpadu materi bunyi berbasis

masalah (Problem Based Learning). Modifikasi bertujuan untuk meningkatkan

keterampilan berpikir kritis. Penyusunan awal format dari modul pembelajaran

(7)

commit to user

1) Judul modul, yaitu Modul IPA Terpadu Berbasis Masalah (Problem

Based Learning) Materi Bunyi. Kompetensi yang akan dicapai setelah mempelajari modul IPA terpadu berbasis masalah adalah materi bunyi.

2) Materi berisi pengetahuan tentang bunyi, eksperimen sederhana, aplikasi

dalam kehidupan sehari-hari serta latihan-latihan soal yang harus dikuasai oleh siswa. Pembuatan modul IPA terpadu berbasis masalah memiliki tahap-tahap pembelajaran sebagai berikut:

a) Tahap I Orientasi siswa pada masalah, tahap ini muncul pada

pendahuluan materi. Pada tahap ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.

b) Tahap II Mengorganisasi siswa untuk belajar, pada tahap ini guru

membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

c) Tahap III Membimbing penyelidikan individual maupun

kelompok. Pada tahap ini guru mendorong siswa untuk mengumpulan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

d) Tahap IV Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Pada tahap

ini guru membantu siswa dalam perencanaan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video atau rekaman serta membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.

e) Tahap V Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan

masalah, pada tahap ini guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa fitur-fitur yang terdapat dalam modul telah terdapat komponen pembelajaran PBL sekaligus melatihkan keterampilan berpikir kritis.

(8)

commit to user

d. Tahap Rancangan Awal

Rancangan awal pada penelitian ini meliputi modul IPA terpadu berbasis

masalah (Problem Based Learning) materi bunyi. Setelah disusun judul dan

langkah-langkah umum dalam modul, maka dilakukan pemilihan format dan desain awal meliputi jenis dan ukuran huruf yang akan dipakai, ukuran kertas, margin, dan fitur pendukung untuk menambah ketertarikan siswa mempelajari modul.

Fitur fisika dalam teknologi berisi konsep fisika penerapan fisika khususnya berkaitan dengan bunyi dalam kehidupan sehari-hari. Dipilih penerapan dalam teknologi yang seautentik mungkin dengan kehidupan siswa. Sedapat mungkin siswa telah mengetahui penerapan tersebut baik dilingkungan sekitar maupun dari media massa. Fitur ini bertujuan untuk memotivasi siswa belajar lebih karena telah mengetahui manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Fitur tokoh dirasa perlu ditambahkan dalam modul, agar siswa mengetahui siapa penemu konsep sub topik yang sedang dibahas. Fitur ringkasan materi bertujuan untuk mempermudah siswa mengetahui konsep utama dalam topik yang terkait sehingga mempermudah siswa mengambil intisari dari sub topik.

Menyusun konsep bunyi dari berbagai referensi seperti buku dan internet. Materi yang dikembangkan adalah materi bunyi. Konsep kemudian dirinci ke dalam sub pokok bahasan yang kemudian dibagi menjadi tiga kegiatan pembelajaran. Konsep yang telah siap kemudian dituangkan dalam modul,

modul disusun dengan menggunakan sofware sederhana yaitu microsof word

2010. Desain dan pengerjaan modul memanfaatkan berbagai fitur dalam

software ini, sehingga pembuatan, pengeditan, dan penyempurnaan modul menjadi lebih mudah.

Draf I

Draf modul IPA terpadu materi bunyi berbasis masalah (Problem Based

Learning) terdiri dari tiga kegiatan pembelajaran. Dalam satu modul mewakili satu kompetensi dasar pada kajian fisika yaitu mendeskripsikan konsep bunyi dalam kehidupan sehari-hari dan kompetensi dasar pada kajian biologi yaitu

(9)

commit to user

mendeskripsikan sistem koordinasi dan alat indra pada manusia serta hubungannya dengan kesehatan.

3. Develop

Hasil tahap ini berupa hasil validasi diikuti dengan revisi dan uji coba pengembangan (uji coba terbatas dan uji coba pemakaian). Tahap pengembangan ini bertujuan untuk menghasilkan sebuah produk modul IPA

terpadu materi bunyi berbasis masalah (Problem Based Learning) yang sudah

siap untuk disebarkan atau diujicobakan lebih luas lagi setelah dilakukan revisi pada tahap uji coba terbatas.

a. Draf I

Produk berupa draf modul I, yang divalidasi oleh 2 orang dosen ahli, 2 orang guru IPA dan 2 orang teman sejawat. Pada tabel 4.3 berikut merupakan latar belakang validator pada penelitian ini:

Tabel 4.3 Latar Belakang Validator

No Nama Validator Instansi Keterangan

1. Ahli 1 UNS Dosen

2. Ahli 2 UNS Dosen

3. Guru 1 MTS HM Tribakti Guru

4. Guru 2 SMP Nasional Tiga Bahasa

Harapan Madiun

Guru

5. Teman Sejawat 1 UNS Mahasiswa

Pasca Sarjana UNS

6. Teman Sejawat 2 UNS Mahasiswa

Pasca Sarjana UNS

(10)

commit to user

Hasil berupa penilaian draf modul dari enam orang ahli validasi, disajikan pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Hasil Masukan dari Validator

No Validator Masukan Revisi

1. Dosen Semua kata-kata pada modul diperiksa

kembali

memperbaiki

kata-kata dan penulisan

yang salah pada

modul Pada Fenomena 1 informasinya belum

mendukung untuk rumusan masalah yang akan dipecahkan

Memperbaiki

informasi pada

fenomena 1. Berikan alamat web pada setiap

gambar

Melengkapi alamat

web pada semua

gambar. Pada setiap eksperimen lengkapi

dengan gambar

Melengkapi gambar

pada setiap

eksperimen Tambahkan materi tentang frekuensi

alami benda berbeda-beda pada benda yang berbeda pula.

Menambahkan

materi tentang

frekuensi alami

benda.

2 Guru IPA Pisahkan kolom diskusi pada

langkah-langkah PBL

Memisahkan kolom

diskusi pada

langkah-langkah PBL.

Berikan keterangan pada setiap tabel. Memberikan

keterangan pada

setiap tabel

3. Teman Sejawat Pada caver tulisan “Bunyi” masih

terlihat kecil

Menambah ukuran

tulisan “Bunyi” pada caver

Konsistensi jenis huruf pada

rangkuman

Menyamakan jenis

huruf pada setiap rangkuman

Setelah draf modul direvisi kemudian divalidasi kembali oleh validator dengan hasil sebagai berikut:

1. Hasil dari validator I

Tabel 4.5. Hasil Validator I (Ahli Materi)

No Komponen Jumlah Skor Kriteria

1. Kelayakan Isi 35 Baik

2. Kelayakan Bahasa 16 Baik

3. Kelayakan Penyaji 52 Baik

(11)

commit to user

Modul memiliki tiga komponen yang divalidasi oleh ahli materi yaitu komponen kelayakan isi, komponen kelayakan bahasa, dan kelayakan penyajian. Dari Tabel 4.5 terlihat bahwa kelayakan isi memiliki jumlah skor 35 dari skor maksimum 45 sehingga masuk dalam kriteria baik, kelayakan bahasa memiliki jumlah skor 16 dari skor maksimum 20 sehingga masuk dalam kriteria baik, dan kelayakan penyajian memiliki jumlah skor 52 dari skor maksimum 65 dengan kriteria baik. Dengan jumlah total seluruh komponen yaitu 103 dari nilai maksimum 130 dapat disimpulkan bahwa modul yang digunakan memiliki materi yang baik setelah memperbaiki revisi yang disarankan. Data selengkapnya pada lampiran 2.

2. Hasil dari validator II

Tabel 4.6. Hasil Validator II (Ahli Kegrafikan)

No Komponen Jumlah Skor Kriteria

1. Ukuran Modul 8 Baik

2. Desain Kulit Modul 40 Baik

3. Desain Isi Modul 84 Baik

Jumlah 132 Baik

Validator ahli kegrafikan memvalidasi modul berdasarkan 3 komponen yaitu komponen ukuran modul, komponen desain kulit modul, dan komponen desian isi modul. Dari Tabel 4.6. terlihat bahwa ukuran modul memiliki jumlah skor 8 dari skor maksimum 10 masuk dalam kriteria baik, desain kulit modul memiliki jumlah skor 40 dari skor maksimum 50 masuk dalam kriteria baik, desain isi modul memiliki jumlah skor 84 dari skor maksimum 105 masuk dalam kriteria baik dan jumlah total seluruh komponen yaitu 132 dari skor maksimum 165 masuk dalam kategiri baik, sehingga dapat disimpulkan bahwa modul yang digunakan memiliki kegrafikan yang baik setelah memperbaiki revisi yang disarankan. Data selengkapnya pada lampiran 2.

3. Hasil Dari Validator Praktisi

Validator praktisi terdiri dari 4 orang validator yaitu dua orang guru IPA SMP dan dua orang teman sejawat. Validator praktisi memvalidasi modul

(12)

commit to user

berdasarkan materi dan kegrafikan modul. Hasil penilaian draf modul dari 4 validator praktisi, disajikan pada tabel 4.7 dan tabel 4.8.

Tabel. 4.7. Hasil Validator Praktisi (Materi)

No Komponen Jumlah Skor Kriteria

1 Kelayakan Isi 137 Baik

2 Kelayakan Bahasa 63 Baik

3 Kelayakan Penyajian 207 Baik

Jumlah 407 Baik

Hasil validasi dari Tabel 4.7 diketahui bahwa hasil validator praktisi (materi) antara lain: kelayakan isi memiliki jumlah skor 137 dari skor maksimum 180 dengan kriteria baik, kelayakan bahasa memiliki jumlah skor 63 dari skor maksimum 80 masuk dalam kriteria baik, kelayakan penyajian memiliki jumlah skor 207 dari skor maksimum 260 masuk dalam kriteria baik. Dengan jumlah total 407 dari skor maksimum 520 masuk dalam kriteria baik, maka dapat disimpulkan bahwa modul yang digunakan memiliki materi yang baik setelah memperbaiki revisi yang disarankan. Data lebih lengkap terdapat pada lampiran 2.

Tabel 4.8. Hasil Validator Praktisi (Kegrafikan)

No Komponen Jumlah Skor Kriteria

1 Kelayakan Ukuran Modul 35 Sangat Baik

2 Kelayakan Desain Kulit Modul 166 Baik

3 Kelayakan Isi modul 349 Baik

Jumlah 550 Baik

Tabel 4.8 diketahui bahwa hasil validator praktisi (kegrafikan) antara lain: kelayakan ukuran modul memiliki jumlah skor 35 dari skor maksimum 40 dengan kriteria sangat baik, kelayakan desain kulit modul memiliki jumlah skor 166 dari skor maksimum 200 masuk dalam kriteria baik, kelayakan isi modul memiliki jumlah skor 349 dari skor maksimum 420 masuk dalam kriteria baik. Dengan jumlah skor total 550 dari skor maksimum 660 masuk dalam kriteria baik, maka dapat disimpulkan bahwa modul yang digunakan memiliki kegrafikan yang baik setelah memperbaiki revisi yang disarankan. Untuk data lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 2.

(13)

commit to user

b. Draf II

Setelah melalui tahapan validasi dan revisi maka didapatkan draft modul II. Setelah itu peneliti melakukan uji coba terbatas yaitu peneliti melakukan uji coba pada 10 siswa pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 4 Kota Madiun. Pada tahap uji coba ini bertujuan untuk melihat keterbacaan modul. Hasil dari uji coba terbatas digunakan untuk perbaikan produk sebelum diujicobakan pada kelas yang lebih besar.

Pengembangan bahan ajar berupa modul IPA terpadu ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. Siswa diberi soal tes keterampilan berpikir kritis untuk mengukur keterampilan berpikir kritis awal dan akhir siswa.

Angket keterbacaan modul dan respon siswa terhadap modul diberikan pada akhir pembelajaran. Hasil dari angket siswa keterbacaan modul disajikan pada tabel 4.9. hasil lengkap disajikan pada lampiran 3.

Tabel 4.9 Hasil Angket Keterbacaan Modul pada Uji Coba Terbatas

No Variabel Indikator Jumlah Kriteria

1 Pengorganisasian Pengorganisasian isi

modul menarik

43 Sanangat baik

2 Keterbacaan Kata, istilah dalam

modul mudah dipahami

38 Baik

Kalimat dalam modul mudah dimengerti

42 Baik

3 Kemenarikan Tampilan modul

menarik

44 Sanangat baik

Ilustrasi mencukupi 44 Sanangat baik

Ilustrasi yang

digunakan menarik dan menambah

pengetahuan

40 Baik

Kualitas ilustrasi dan kejelasan baik 40 Baik Kesesuaian tambahan contoh-contoh dengan isi 38 Baik

4 Kemanfaatan Modul ini menunjang

pembelajaran

42 Baik

Modul ini mendukung mengerjakan LKS

44 Sanangat baik

5 Kelokalan Wacana dalam modul

tidak asing

(14)

commit to user

Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa pada variabel pengorganisasian dengan indikator pengorganisasian isi modul menarik memiliki jumlah skor 43 dari skor maksimum 50 sehingga dikategorikan sangat baik, pada variabel keterbacaan terdapat dua indikator yaitu kata, istilah dalam modul mudah dipahami dan kalimat dalam modul mudah dimengerti memiliki jumlah skor 38 dan 42 dari skor maksimum 50 sehingga pada variabel keterbacaan dapat dikategorikan baik. Selanjutnya variabel kemenarikan memiliki lima indikator antaralain: tampilan modul menarik, ilustrasi mencukupi, ilustrasi yang digunakan menarik dan menambah pengetahuan, kualitas ilustrasi dan kejelasan baik, dan kesesuaian tambahan contoh-contoh dengan isi memiliki jumlah skor 44, 44, 40, 40 dan 38 dari skor maksimum 50, sehingga dari jumlah skor indikator tersebut variabel kemenarikan dapat dikategorikan baik. Untuk variabel kemanfaatan memiliki dua indikator yaitu modul menunjang pembelajaran dan modul mendukung pengerjaan LKS memiliki jumlah skor 42 dan 44 dari skor maksimum 50 sehingga variabel kemanfaatan dikategorikan sangat baik. Dan variabel terakhir yaitu variabel kelokalan dengan indikator wacama dalam modul tidak asing bagi siswa, memiliki jumlah skor 45 sehingga variabel tersebut dikategorikan sangat baik. Kerena dari kelima variabel di atas dikategorikan sangat baik dan baik kemudian draf modul II sudah direvisi sesuai dengan respon siswa pada uji coba kecil maka pada tahap ini menghasilkan draf modul III, sehingga dapat disimpulkan bahwa modul IPA terpadu berbasis masalah memiliki keterbacaan yang baik dan layak untuk digunakan pada uji coba kelas yang lebih besar.

c. Draf III

Setelah draf II direvisi, disusun menjadi draf III yang akan diujicobakan di kelas VIII B SMP Negeri 4 Kota Madiun. Sebelum modul IPA terpadu materi

bunyi berbasis masalah (Problem Based Learning) diimplementasikan dalam

pembelajaran, siswa diberikan pretest terlebih dahulu. Pretest terdiri dari 25

soal pilihan ganda. Soal yang digunakan sudah diuji rebilitas, dan uji daya beda

dan tingkat kesukaran. Kisi-kisi pretest dan posttest dapat dilihat pada lampiran

(15)

commit to user

masalah (Problem Based Learning) digunakan sebagai modul inti dalam proses

pembelajaran di kelas. Setelah materi dalam modul selesai maka siswa

diberikan posttest dengan tes yang sama dengan pretest.

Uji coba pemakaian dilakukan untuk melihat peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa sebelum menggunakan modul IPA terpadu berbasis

masalah (Problem Based Learning) dan sesudah menggunakan modul IPA

terpadu berbasis masalah (Problem Based Learning). Karena kelas yang

digunakan untuk uji coba pemakaian hanya satu kelas maka peningkatan

keterampilan berpikir kritis siswa dapat dilihat dari nilai rata-rata pretest yang

dibandingkan dengan nilai rata-rata posttest. Sedangkan untuk melihat

perbedaan rata-rata keterampilan berpikir kritis siswa sebelum dan sesudah

menggunakan modul IPA terpadu materi bunyi berbasis masalah (problem

based learning) dilakukan uji paired t-test. Namun sebelum dilakukan uji paired t-test maka terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas

untuk data pretest dan posttest.

d. Analisis Hasil

1) Data keterampilan berpikir kritis siswa dapat dideskripsikan pada tabel

4.10 yang diperoleh dari nilai pretest dan posttest.

Tabel 4.10. Deskripsi Data Ketampilan Berpikir Kritis Siswa

Jenis Tes Jumlah

Siswa Mean Nilai Minimum Nilai Maksimum

Pretest 30 39,7 16 64

Posttest 30 82,8 72 96

Tabel 4.10 merupakan deskripsi dari keterampilan berpikir kritis siswa sebelum dan sestelah menggunakan modul IPA terpadu materi bunyi berbasis

masalah (Problem Based Learning). Sebelum menggunakan modul IPA

terpadu berbasis masalah, rata-rata keterampilan berpikir kritis siswa adalah 39,7, nilai minimum 16, dan nilai maksimum 64, dan setelah menggunakan modul IPA terpadu berbasis masalah, nilai rata-rata keterampilan berpikir kritis adalah 82,8, dengan nilai minimum 72, dan nilai maksimum 96. Melihat nilai rata-rata Posttest yang lebih besar dari nilai rata-rata pretest pada tabel 4.10,

(16)

commit to user

maka dapat disimpulkan bahwa modul IPA terpadu materi bunyi berbasis

masalah (Problem Based Laerning) dapat meningkatkan keterampilan berpikir

kritis siswa. Hasil analisis selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4. Tabel 4.11 Deskripsi Setiap Aspek Keterampilan Berpikir Kritis

Jenis Tes

Jumlah Siswa

Skor Analisis Sintesis Memecahkan

Masalah Menyimpulkan Mengevaluasi

Pretest 30 107 49 40 40 57

Posttest 30 265 105 70 73 108

Tabel 4.11 merupakan deskripsi setiap aspek keterampilan berpikir kritis

pada pretest dan posttest. Aspek keterampilan berpikir kritis yang diukur dalam

penelitian ini ada 5 aspek, yaitu aspek analisis, sintesis, memecahkan masalah, menyimpulkan, mengevaluasi. Data setiap aspek keterampilan berpikir kritis disajikan pada tabel 4.11 kemudian digambarkan pada histogram berikut.

Gambar 4.2 Histogram Aspek Keterampilan Berpikir Kritis siswa

Berdasarkan histogram aspek keterampilan berpikir kritis siswa dapat dilihat peningkatan pada setiap aspeknya. Untuk lebih mengetahui peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa setiap aspeknya dapat diperoleh melalui

N-gain setiap aspek keterampilan berpikir kritisnya. Tabel 4.12 merupakan tabel

N-gain setiap aspek keterampilan berpikir kritis siswa.

0 50 100 150 200 250 300 pretest posttest

(17)

commit to user

Tabel 4.12 N-Gain Setiap Aspek Keterampilan Berpikir Kritis

N-Gain Kategori

Aspek Analisis Sintesis Memecahkan

Masalah Menyimpulkan Mengevaluasi

0,7 < g < 1 Tinggi 0,71 0,79 0,6 0,66 0,81 0,3 ≤ g ≤ 0,7 Sedang 0 < g < 0,3 Rendah

Tabel 4.12 medeskripsikan setiap aspek keterampilan berpikir kritis. Aspek mengevaluasi mengalami peningkatan yang lebih tinggi yaitu 0,81, kemudian aspek sintesis 0,71, aspek analisis 0,71, aspek menyimpulkan 0,66, dan yang paling rendah peningkatannya aspek memecahkan masalah 0,6.Untuk

mengetahui besarnya peningkatan nilai pretest ke posttest dilakukan uji N-gain

dengan hasil 0,71 dalam kategori tinggi, lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4. Untuk menganalisis peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa dilakukan uji prasyarat terlebih dahulu yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Jika didapatkan data normal dan homogen maka uji selanjutnya menggunakan uji parametrik, tetapi jika didapatkan data tidak normal dan homogen maka dilakukan uji non para metrik.

2) Uji normalitas digunakan untuk mengetahui data berdistribusi normal atau

tidak, sedangkan uji homogenitas digunakan untuk mengetahui kesamaan variansi data. Uji normalitas dan uji homogenitas di analisis menggunakan

PASW statistics 18 disajikan pada tabel 4.11. Selengkapnya dapat dilihat pada

lampiran 4.

Tabel 4.13. Hasil Uji Normalitas dan Uji Homogenitas

No Yang Diuji Jenis Uji Hasil Keputusan Kesimpulan

1 Normalitas Shapiro-Wilk Sig. Pretest = 0,213

Sig. Posttest = 0,260 Ho Diterima Data Normal

2 Homogenitas Levene Statistic Sig. 0,826 Ho Diterima Data Homogen

Berdasarkan hasil pada Shapiro-Wilk untuk nilai pretest diperoleh

signifikansi 0,213 yang berarti nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05, nilai posttest diperoleh signifikansi 0,260 yang berarti nilai signifikansinya lebih

(18)

commit to user

Berdasarkan hasil uji levene statistic, didapatkan signifikansi 0,826 yang

berarti nilai signifikansinya lebih dari 0,005, kesimpulannya nilai pretest dan

posttes mempunyai varian yang sama (homogen). Karena data normal dan

homogen maka lanjut pada uji paired t-test. Pengolahan data statistik dengan

PASW statistics 18. Hipotesis yang diberikan untuk pengujian ini adalh:

Ho: Rata-rata keterampilan berpikir kritis siswa sebelum dan sesudah diberikan perlakuan adalah sama

H1 : Rata-rata keterampilan berpikir kritis siswa sebelum dan sesudah diberikan

perlakuan adalah berbeda.

Berdasarkan uji paired t-test yang telah dilakukan memperoleh Paired

Sample Correlations signifikansi 0,001 dibawah 0,05, maka Ho di tolak .

Kesimpulannya ada perbedaan keterampilan berpikir kritis siswa sebelum dan setelah menggunakan modul IPA terpadu materi bunyi berbasis masalah (Problem Based Learning).

3) Data Penilaian Kognitif diperoleh dari nilai posttest siswa. Setelah siswa

diberi pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) materi bunyi

kemudian siswa diberi posttest. Deskripsi data hasil penilaian kognitif siswa

disajikan pada tabel 4.14. Selengkapnya disajikan pada lampiran 4. Tabel 4.14 Hasil Penilaian Kognitif

Jenis Tes Jumlah

Siswa Mean Nilai Minimum Nilai Maksimum

Posttest 30 82,8 72 96

Tabel 4.14 merupakan deskripsi data hasil penilaian kognitif siswa. Dari 30 siswa diperoleh nilai rata-rata 82,8, nilai minimum 72, dan nilai maksimum 96.

4) Data hasil angket keterbacaan pada uji coba pemakaian disajikan pada

(19)

commit to user

Tabel 4.15 Hasil Angket Keterbacaan Modul pada Uji Coba Pemakaian

No Variabel Indikator Rata-rata Kriteria

1 Pengorganisasian Pengorganisasian isi

modul menarik

152 Sangat Baik

2 Keterbacaan Kata, istilah dalam

modul mudah dipahami

155 Sangat Baik

Kalimat dalam modul mudah dimengerti

148 Sangat Baik

3 Kemenarikan Tampilan modul

menarik

149 Sangat Baik

Ilustrasi mencukupi 154 Sangat Baik

Ilustrasi yang

digunakan menarik dan menambah

pengetahuan

150 Sangat Baik

Kualitas ilustrasi dan kejelasan baik 152 Sangat Baik Kesesuaian tambahan contoh-contoh dengan isi 149 Sangat Baik

4 Kemanfaatan Modul ini menunjang

pembelajaran

149 Sangat Baik

Modul ini mendukung mengerjakan LKS

153 Sangat Baik

5 Kelokalan Wacana dalam modul

tidak asing

152 Sangat Baik

Hasil angket keterbacaan modul pada uji coba pemakaian (kelas besar) termasuk dalam kategori sangat baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa modul IPA terpadu berbasis masalah pada uji coba pemakaian memiliki keterbacaan yang baik dan layak untuk digunakan pada tahap selanjutnya.

4. Disseminate

Disseminate merupakan tahap penyebaran. Pada tahap ini dilakukan penyebaran modul IPA terpadu berbasis masalah di dua SMP dan satu MTS. Pada tahap ini penyebaran dilakukan kepada guru-guru IPA kemudian diberikan angket sebagai responden penilaian modul tersebut. Dari hasil penyebaran didapatkan hasil respon guru-guru IPA yang dapat dilihat pada lampiran 4. Dari beberapa sekolah tersebut mendapatkan penilaian rata-rata sebesar 4,7, dengan rata-rata skor maksimum 5,0 sehingga masuk dalam kategori sangat baik. Lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 4.

(20)

commit to user

B. Pembahasan 1. Tahap Define

a. Tahap Analisis Kebutuhan

Tahapan ini dilakukan observasi lapangan dengan menyebarkan angket kepada guru IPA dan siswa di SMP Negeri 4 Kota madiun. Berdasarkan hasil pengisian angket didapatkan data bahwa di SMP Negeri 4 Kota Madiun masih menggunakan kurikulum KTSP, siswa hanya menggunakan buku pegangan dari sekolah, buku pegangan siswa dan pegangan guru belum menggunakan buku IPA terpadu, sehingga siswa dan guru membutuhkan modul sebagai panduan belajar mandiri siswa agar dapat membantu proses pembelajaran. Dari hasil angket dapat disimpulkan juga bahwa siswa dan guru setuju bila dikembangkan modul IPA terpadu berbasis masalah.

Pembelajaran IPA yang dilakukan selama ini masih menggunakan buku paket yang belum terpadu, pembelajaran dikelaspun masih belum terpadu pembelajaran di kelas masih dilakukan secara bergantian sesuai dengan bidang dari masing-masing guru. Pada pembelajaran IPA guru juga jarang melakukan eksperimen dengan alasan melakukan eksperimen memerlukan waktu yang banyak sehingga ditakutkan dengan jam pembelajaran yang telah ditentukan materi tidak mencapai target. Menurut Sanjaya (2006: 211) menyatakan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. Berdasarkan pendapat tersebut menguatkan bahwa pembelajaran yang baik dan efektif adalah ketika siswa diberikan suatu pengalaman yaitu siswa diajak bereksperimen yang membuat proses pembelajaran lebih bermakna.

Pembuatan modul IPA terpadu berbasis masalah didasari oleh masalah pembelajaran di SMP N 4 Kota Madiun, proses pembelajaran masih terlihat kurang, seperti keterampilan berpikir siswa kurang dikembangkan sehingga siswa hanya menghafal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan sehari-hari. Suyadi (2013: 130) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran aktif dan koloboratif, serta berpusat pada peserta didik, sehingga mampu mengembangkan kemampuan memecahkan

(21)

commit to user

masalah secara mandiri. Pendapat Suyadi mempertegas bahwa dengan pembelajaran berbasis masalah sangat cocok dan baik untuk diterapkan dalam pembelajaran di sekolah.

Modul IPA terpadu berbasis masalah (Problem Based Learning) ini

bertujuan untuk melihat keterampilan berpikir kritis siswa. Hasil penelitian Eldy dan Sulaiman (2013) menguatkan bahwa berpikir dapat dibangun melalui

pembelajran berbasis masalah. Modul IPA terpadu berbasis masalah (Problem

Based Learning) dibuat sebagai buku pegangan siswa untuk belajar mandiri, dapat dilakukan di rumah tanpa harus melakukannya di laboratorium IPA di sekolah. Sehingga diharapkan dengan begitu pembelajaran IPA akan lebih bermakna. Seperti telah diketahui bahwa salah satu fungsi modul adalah sebagai panduan siswa dalam belajar mandiri.

b. Analisis Siswa

Modul model connected dapat memotivasi siswa dan membantu siswa

untuk melihat keterhubungan antar gagasan, dengan materi yang digunakan tetap fokus pada satu disiplin ilmu. Hal ini sesuai dengan karakteristik siswa SMP dengan tingkat berpikir abstrak dan masih melihat dunia sekitar secara menyeluruh.

c. Analisis Materi

Modul IPA dengan materi bunyi yang dibahas dengan mengaitkan kajian fisika dan kajian biologi.

d. Analisis Tugas

Siswa mengerjakan tugas didahului dengan penyajian suatu permasalahan pada bagian awal pembelajaran dan siswa mengerjakan tugas tersebut secara mandiri atau berkelompok sesuai dengan petunjuk yang ada di dalam modul yang sudah dilengkapi dengan petunjuk kegiatan.

e. Analisis Tujuan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran di dalam modul sudah dilengkapi dengan tujuan pembelajaran pada setiap bagian awal pembelajaran.

(22)

commit to user

2. Tahap Design

Tahap ini merupakan tahap perencanaan, pada tahap ini menghasilkan modul draf I yang merupakan desain awal modul pembelajaran IPA terpadu

materi bunyi berbasis masalah (Problem Based Learning).

a. Tahap Penyusunan tes

Sebelum memasuki tahapan berikutnya ( tahap develop). Pada tahap

design dibuat juga penyusunan tes berupa soal-soal, soal berbentuk pilihan

ganda dan soal-soal tersebut dipakai sebagai pretest dan posttest.

b. Tahap Pemilihan Media

Media yang dipilih dalam penelitian adalah modul IPA terpadu berbasis

masalah (problem based learning), yang berupa modul cetak.

c. Tahap Pemilihan Format

Format kriteria modul yang dikembangkan diadaptasi dari pendapat

Vembriarto Cit Prastowo (2014: 110) terdapat lima karakteristik dari bahan

ajar. Pertama, modul merupakan unit (paket) pengajaran terkecil dan lengkap. Kedua, modul memuat rangkaian kegiatan belajar yang direncanakan dan sistematis. Ketiga, modul memuat tujuan belajar (pengajaran) yang dirumuskan serta eksplisit dan spesifik. Keempat, modul memungkinkan siswa belajar

sendiri (independent), karena modul memuat bahan yang bersifat

self-instructional. Kelima, modul adalah realisasi pengakuan perbedaan individul, yakni salah satu perwujudan pengajaran individual. Pembelajaran berbasis masalah dipilih karena menurut arends, pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat tinggi lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri (Trianto, 2010: 29).

d. Tahap Rancangan Awal

Modul yang dikembangkan mewakili satu KD fisika dan satu KD biologi, karena kedua KD tersebut saling berhubungan, dalam modul terdiri dari tiga kegiatan pembelajaran. Hal ini diperkuat oleh Daryanto (2013: 16) yang

(23)

commit to user

menyatakan bahwa satu modul disarankan terdiri dari 2-4 kegiatan pembelajaran. Dalam pengembangan modul, desain adalah sebagai salah satu dari komponen prinsip pengembangan modul yang mendasari dalam penyusunan modul.

Modul yang dikembangkan mencakup komponen: 1) cover, 2) peta kedudukan modul, 3) pendahuluan, 4) kegiatan belajar, 5) evaluasi, 6)

glosarium, 7) kunci evaluasi. Cover dibuat menggunakan Microsoft Power

Point 2010 dengan ukuran A4 berisikan judul modul, tujuan dibuat modul untuk siswa SMP/MTS kelas VIII, gambar-gambar pendukung (sumber dari internet), logo universitas dan penyusun. Cover dalam berisi sama dengan

cover luar. Pada halaman francis terdapat judul utama modul, tujuan dibuat

modul untuk siswa SMP/MTS kelas VIII, dan penyusun. Setelah halam francis

terdapat kata pengantar, kemudian daftar isi, dilanjutkan pendahuluan yang berisi deskripsi modul, prasyarat, petunjuk penggunaan modul, standar

kompetensi dan kompetensi dasar, bagan connected, dan peta konsep.

Kemudian sajian isi modul dengan sajian sekilas isi modul secara keseluruhan. Lembar pembelajaran berisikan tujuan pembelajaran. Disajikan masalah-masalah kontekstual yang harus dijawab oleh siswa. Percobaan yang harus dilakukan untuk menjelaskan masalah yang disajikan. Materi disajikan untuk memperkuat pengetahuan yang diperoleh melalui percobaan. Tes keterampilan berpikir kritis siswa untuk melatih keterampilan berpikir kritis siswa. Rangkuman yang berisi intisari dari materi. Evaluasi untuk menguji pengetahuan yang diperoleh. Glosarium, kunci jawaban, kemudian daftar pustaka.

Modul IPA terpadu ini menggunakan basis problem based learning, yang

memiliki tahapan berupa orientasi siswa pada masalah, mengorganisasikan siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya serta menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Dengan tahap-tahapan tersebut modul IPA terpadu ini dilengkapi eksperimen yang berkaitan dengan materi dan dapat dipraktekkan siswa baik di laboratorium sekolah maupun praktek di

(24)

commit to user

rumah karena pada eksperimen tersebut menggunakan alat-alat yang sederhana (alat yang ada di lingkungan sekitar). Hal tersebut didukung oleh pendapat

Arends Cit Rianto (2009: 285) mengidentifikasi 6 keunggulan pembelajaran

berbasis masalah, yakni: (1) peserta didik lebih memahami konsep yang diajarkan sebab mereka sendiri yang menemukan konsep tersebut, (2) menuntut keterampilan berpikir tingkat tinggi untuk memecahkan masalah, (3) pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki peserta didik sehingga pembelajaran lebih bermakna, (4) peserta didik dapat merasa manfaat pembelajaran sebab masalah yang dikaji merupakan masalah yang dihadapi dalam kehidupan nyata, (5) menjadikan peserta didik lebih mandiri dan dewasa, termotivasi, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menanamkan sikap sosial yang positif diantara peserta didik, dan (6) pengkondisian peserta didik dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi, baik dengan guru maupun teman akan memudahkan peserta didik mencapai ketuntasan belajar. Modul yang dikembangkan ini bertujuan untuk membantu siswa belajar mandiri dengan eksperimen sederhana dan dapat dilakukan oleh siswa secara mandiri.

Draf I

Draf I modul IPA terpadu berbasis masalah (Problem Based Learning)

materi bunyi dibuat, kemudian modul divalidasi oleh dosen ahli, Guru IPA dan teman sejawat.

3. Tahap Develop

Tahap develop merupakan tahap pengembangan. Tahapan ini terdiri dari

tahapan validasi, uji coba terbatas, dan uji coba pemakaian (kelas besar). Pada tahap validasi, modul dan instrumen lainnya divalidasi oleh dua dosen ahli, dua guru IPA, dan dua teman sejawat. Validasi ini untuk melihat kelayakan isi (materi) dan kegrafikan dari modul yang dikembangkan. Menurut Daryanto (2013: 22) validasi merupakan proses untuk menguji kesesuaian modul dengan kompetensi yang menjadi target belajar. Apabila isi modul sesuai artinya efektif untuk mempelajari kompetensi yang menjadi target belajar, maka modul

(25)

commit to user

dikatakan valid (sahih). Namun, apabila hasil validasi tidak valid maka modul diperbaiki hingga menjadi valid.

a. Validasi Ahli Materi, Ahli Kegrafikan, Guru IPA dan Teman Sejawat. Validasi ahli Materi memiliki latar belakang Profesor dan validasi kegrafikan memiliki latar belakang Magister. Guru IPA terdiri dari dua guru SMP, yang memiliki latar belakang pendidikan fisika dan pendidikan biologi. Validasi guru dan teman sejawat dilakukan karena akan sangat membantu bila berbagi draf modul dengan rekan yang sudah mengenal baik atau familiar dengan siswa, sehingga dapat memeberi masukan kepada peneliti agar menjadi lebih peka akan kemungkinan timbulnya masalah sebelum siswa dilibatkan dalam proses evaluasi.

Hasil validasi materi dari ahli materi ada beberapa skor yang kurang baik dilihat dari beberapa aspek yaitu aspek kedalaman materi dan aspek memuat evaluasi kompetensi. Berdasarkan skor yang diberikan modul mendapatkan masukan dan saran berupa menambahi keterangan pada gambar dalam materi sehingga siswa mengerti dan paham makna dari gambar tersebut, materi yang ada sudah baik tetapi akan lebih lengkap jika ditambahkan materi tentang frekuensi alami benda (benda yang berbeda memiliki fekuensi alami yang berbeda pula), untuk referensi materi tambahkan referensi dari buku universitas, dan untuk evaluasi kompetensi sudah baik tetapi akan lebih baik jika evaluasi terdiri dari C1 sampai C5 atau C6. Dan hasil validasi materi dari validator praktisi yang memiliki skor yang kurang baik terdapat pada contoh dan rujukan serta ketepatan ilustrasi. Berdasarkan skor yang diberikan modul mendapatkan masukan sebaiknya contoh soal diberikan lebih variasi lagi sehingga siswa akan lebih terbantu (dapat belajar mandiri) dalam memecahkan masalah yang ada pada soal tes, untuk rujukan soal alangkah lebih baik jika soal tes mengacu pada soal ujin nasional, dan ketepatan ilustrasi diperhatikan lagi agar siswa tidak bingung dan mudah memahami.

Hasil validasi kegrafikan dari ahli kegrafikan terdapat beberapa skor yang kurang baik dilihat dari beberapa aspek yaitu aspek penempetan unsur tata letak konsisten berdasarkan pola dan aspek pengungkap makna dari objek.

(26)

commit to user

Berdasarkan hal terebut modul mendapatkan masukan dan saran berupa modul sudah cukup baik tetapi akan lebih teratur apabila penempetan unsur tata letak konsisten berdasarkan pola sehingga akan memudahkan siswa mengenal pola dari modul dan memahami isi modul, serta objek yang ada pada modul sebaiknya lebih dalam lagi untuk menggali materi yang terkait sehingga makna gambar akan nampak jelas dan gambar mudah dimengerti siswa. Dan hasil validasi kegrafikan dari validator praktisi yang memiliki skor kurang baik dilihat dari aspek tata letak kulit modul, ilustrasi kulit modul, dan tipografi isi modul. Berdasarkan hal terebut modul mendapatkan masukan dan saran berupa ilustrasi kulit modul sebaiknya menggunakan 1 karakter objek saja yang bisa mnggambarkan materi ajar, untuk judul-judul materi sebaiknya konsisten untuk memudahkan siswa dalam mencari materi.

Untuk mengetahui kelayakan modul dapat dilihat dari skor rata-rata hasil penilaian validator. Jika skor rata-rata hasil penilaian validator lebih dari cut off score (skor batas bawah), maka dapat disimpulkan bahwa layak untuk digunakan. Hasil uji kelayakan modul dapat dilihat pada tabel 4.16. data lengkap disajikan pada lampiran 2.

Tabel 4.16 Hasil Uji Kelayakan Modul

No Aspek Validasi Modul Jumlah Aspek Skor Rata-rata Kategori

1 Kelayakan Isi 9 34,63 Baik

2 Kelayakan Bahasa 4 15,88 Baik

3 Kelayakan Penyajian 12 51,88 Baik

4 Kelayakan Ukuran Modul 2 8,37 Baik

5 Kelayakan Desain Kulit Modul 10 40,75 Baik

6 Kelayakan Desain Isi Modul 21 85,65 Baik

Jumlah 58 237,16 Layak

Hasil penilaian dari validator berdasarkan Tabel 4.16 dapat dilihat bahwa kelayakan modul meliputi kelayakan materi dan kelayakan kegrafikan. Kelayakan materi terdiri dari 3 komponen yaitu kelayakan isi, kelayakan bahasa dan kelayakan penyajian. Sedangkan kelayakan kegrafikan terdiri dari 3 komponen yaitu ukuran modul, desain kulit modul, desain isi modul. Jumlah

(27)

commit to user

yaitu 174. Karena skor rata-rata penilaian modul lebih dari nilai cut off, maka

dapat disimpulkan bahwa materi dan kegrafikan di dalam modul termasuk dalam kriteria layak, dengan kata lain modul sudah layak untuk digunakan dalam pembelajaran.

Modul draf I yang telah divalidasi dan direvisi sesuai saran validator maka menghasilkan modul draf II. Saran dari validator dapat dilihat pada tabel 4.4. Selanjutnya modul draf II digunakan untuk uji coba terbatas pada 10 siswa kelas VIII SMP N 4 Kota Madiun. Pada uji coba terbatas bertujuan untuk melihat keterbacaan modul.

b. Revisi I

Setelah divalidasi oleh dosen ahli, guru IPA dan teman sejawat, draf I derevisi berdasarkan saran dari dosen ahli, guru IPA dan teman sejawat disajikan pada tabel 4.4.

Saran dari dosen yaitu untuk memerikasa kembali kata-kata pada modul, pada fenomena 1 informasinya belum mendukung untuk rumusan masalah yang akan dipecahkan, berikan alamat web pada setiap gambar, dan pada eksperimen dilengkapi dengan gambar. Berdasarkan saran dari dosen, kata-kata pada modul telah diperiksan dan telah memperbaiki kata-kata yang salah, untuk informasi pada fenomena 1 telah diperbaiki sampai mendukung rumusan masalah yang harus dipecahkan karena informasi yang disajikan pada awal kegiatan pembelajaran merupakan masalah yang harus dicari solusinya dengan keterampilan berpikir kritis oleh siswa, dan disetiap gambar yang ada dalam modul telah diberi alamat webnya agar siswa mudah jika ingin mencari sumbernya. Untuk setiap eksperimen telah dilengkapi dengan gambar percobaan sehingga siswa lebih jelas dalam mengikuti langkah-langkah untuk melakukan percobaan. Hasil salah satu perbaikan gambar adalah sebagai berikut.

(28)

commit to user

Gambar 4.3 Lembar Eksperimen Gambar 4.4 Lembar Eksperimen

Berdasarkan saran dari dosen gambar 4.3 diganti menjadi gambar 4.4. Gambar telah disesuaikan dengan rincian alat yang terdapat pada setiap eksperimen. Selain saran tersebut juga masih terdapat kekurangan pada materi. Pada kegiatan pembelajaran 2 telah ditambahkan materi tentang frekuensi alami benda.

Saran dari guru adalah pisahkan kolom diskusi pada langkah-langkah PBL. Pada setiap kegiatan pembelajaran telah diperbaiki kolom diskusi pada langkah-langkah PBL sesuai saran guru karena dengan memisahkan kolom diskusi pada langkah-langkah PBL maka akan terlihat jelas langkah-langkah PBL dalam modul yang harus dilakukan oleh siswa. Hasil salah satu perbaikan

kolom diskusi dalam modul adalah sebagai berikut:

(29)

commit to user

Berdasarkan saran dari guru gambar 4.5 diganti menjadi gambar 4.6. Gambar kolom diskusi telah disesuaikan dengan langkah-langkah PBL. Selain saran tersebut juga masih terdapat saran dari guru yaitu memberikan keterangan pada setiap tabel. Pada setiap tabel yang ada pada modul telah diberi keterangan agar memudahkan siswa mengenali tabel. Selain saran dari dosen dan guru, teman sejawat pun memberikan saran yaitu pada caver tulisan “Bunyi” masih terlihat kecil dan konsistensi jenis huruf pada setiap rangkuman. Berdasarkan saran tersebut peneliti memperbaiki ukuran tulisan pada caver agar judul terlihat jelas dan menjadi pusat perhatian, dan untuk setiap rangkuman pada setiap kegiatan pembelajaran telah diperbaiki dengan jenis hurufnya yang konsisten pada setiap rangkuman.

Draf II

Draf II merupakan hasil dari draf I yang telah direvisi berdasarkan saran validator. Selanjutnya draf II diujicoba kecil (uji coba terbatas) kepada 10 siswa SMP Negeri 4 Kota Madiun.

c. Uji Coba Terbatas

Setelah melalui tahapan revisi dan validasi ahli dan dinyatakan baik, modul kemudian diujicoba terbataskan. Hal ini untuk mengetahui keterbacaan modul apabila akan digunakan sebagai media pembelajaran. Uji coba terbatas dilakukan pada 10 orang siswa di SMP N 4 Kota Madiun kelas VIII. Hal ini sesuai dengan pendapat Dick dan Carey (2005: 291) bahwa jumlah yang diperlukan dalam evaluasi kelompok kicil hanya terdiri dari delapan sampai dengan dua puluh orang. Siswa yang dipilih untuk uji coba terbatas bukan dari siswa yang telah ditentukan sebagai sampel.

Hasil dari uji coba terbatas pada tabel 4.9 kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi dan revisi draf modul pada uji coba terbatas dan hasil revisi untuk menerbitkan draf modul pada uji coba pemakaian. Hal yang perlu direvisi dari modul adalah ketidaktepatan ejaan pada beberapa kalimat dalam modul, perlu memperjelas bagian-bagian gambar modul. Hasil pada uji coba terbatas diperoleh dengan nilai rata-rata 4,2 dengan kategori baik yang artinya

(30)

commit to user

modul memiliki keterbacaan yang baik untuk digunakan dalam pembelajaran. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3.

d. Revisi II

Pada uji coba terbatas 10 siswa memberian saran pada angket yang dibagikan. Saran siswa pada uji coba terbatas disajikan pada lampiran 3, yaitu: pada modul ada kekeliruan dalam penulisan dan penulisan nama gambar. Kekeliruan dalam penulisan adalah kurang huruf pada suatu kata dan telah diperbaiki, dan kekeliruan pada penulisan nama gambar adalah seharusnya Gambar 3.6 dituliskan di modul 3.4, dan telah diperbaiki.

Draf III

Draf III adalah hasil revisi II yang direvisi berdasarkan uji coba terbatas. Selanjutnya draf III ini digunakan untuk diimplementasikan pada siswa kelas VIII B di SMP Negeri 4 Kota Madiun.

e. Uji Coba Pemakaian

Uji coba pemakaian diawali dengan memberikan soal pretest berpikir

kritis pada siswa sebanyak 25 soal. Soal tersebut telah melalui tahap validasi

butir soal, reliabilitas, daya beda dan tingkat kesukaran soal. Pretest diikuti

oleh 30 siswa di kelas VIII B. Hasil Pretest lebih lengkap disajikan pada

lampiran 4 yang menunjukkan bahwa keterampilan berpikir kritis siswa masih

rendah. Setelah pretest siswa diberikan modul IPA terpadu materi bunyi

berbasis masalah untuk digunakan dalam proses pembelajaran. Guru menyampaikan materi sesuai RPP yang telah disusun sebelumnya. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, motivasi, dan apersepsi kepada siswa, setelah itu guru membagi siswa satu kelas ke dalam 6 kelompok dengan anggota kelompok terdiri dari 5 siswa. Menurut Daryanto (2010) belajar berkelompok sangat cocok untuk belajar aspek kognitif tingkat tinggi, meningkatkan keterampilan berpikir secara kreatif dan kooperatif, meningkatkan keterampilan berpikir secara kritis, meningkatkan keterampilan kerja sama, meningkatkan keterampilan berkomunikasi, dan mengembangkan aspek afektif.

(31)

commit to user

Guru membimbing penyelidikan dan siswa melakukan eksperimen bersama dengan kelompoknya. Pada pertemuan pertama melakukan eksperimen yang ada di dalam modul pembelajaran I. Eksperimen bertujuan untuk membuktikan bahwa gelombang mekanik dapat merambatkan bunyi melalui zat padat. Siswa bersama kelompokkanya dalam melakukan percobaan nampak antusias dikarenakan jarang di lakukan pembelajaran yang disertai pembelajaran dan alat yang digunakan dalam eksperimen sangat familiar buat siswa sehingga siswa tertarik untuk melakukan eksperimen tersebut.

Selanjutnya siswa menuliskan data hasil pengamatan pada tabel yang terdapat di dalam LKS yang telah diberikan kepada setiap siswa. Dan bersama anggota kelompoknya siswa menganalisis dan menyimpulkan tentang percobaan yang telah dilakukan. Guru mengarahkan siswa untuk mempelajari materi guna mengaitkan kesimpulan dan materi yang dipelajarinya. Siswa kemudian dibimbing untuk mempresentasikan hasil eksperimennya, pada tahap ini siswa dilatih untuk mengajukan pertanyaan, mengajukan pendapat, dan menjelaskan kembali. Setelah selesai presentasi, siswa dituntun untuk menyimpulkan tentang pembelajaran yang telah dilakukan. Kemudian siswa diberi tugas untuk menjawab tes keterampilan berpikir kritis 1 (tes mandiri 1) yang akan dipresentasikan pada pertemuan kedua.

Pada pertemuan kedua dilakukan pembelajaran 2. Pada pertemuan ini siswa melakukan eksperimen 2. Eksperimen pada pertemuan kedua bertujuan untuk membuktikan dengan sederhana peristiwa resonansi. Siswa dengan baik melaksanakan ekperimen dibantu dengan panduan guru, setelah diperoleh data hasil percobaan, siswa bekerja sama dengan anggota kelompoknya menganalisis data kemudian membuat kesimpulan. Guru memberikan setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil percobaannya, guru juga memberikan kesempatan untuk siswa bertanya dan memberi pendapat. Kemudian siswa dipandu guru untuk menyimpulkan pembelajaran yang telah dilakukan dan memberikan tugas untuk mengerjakan tugas mandiri 2, mempelajari materi dan percobaan selanjutnya.

(32)

commit to user

Pertemuan ketiga siswa melakukan eksperimen 3 dengan tujuan untuk membuktikan bahwa bunyi dapat dipantulkan dan diserap. Siswa beserta anggota kelompoknya melakukan eksperimen 3, kemudian menganalisis data hasil percobaan, dan menyimpulkan. Setelah itu guru mempersilahkan siswa untuk mempresentasikan data hasil eksperimen, ada siswa yang bertanya dan ada siswa yang mengajukan pendapat. Pembelajaran ditutup dengan guru membimbing siswa untuk menyimpulkan pelajaran yang diperolehnya dan memberi tugas kepada siswa untuk mengerjakan tugas mandiri 3. Sebelum pembelajaran berakhir siswa diberikan angket untuk mengetahui respon tentang pembelajaran menggunakan mudul IPA terpadu materi bunyi berbasis

masalah (ProblemBasedLearning).

Penilaian siswa dalam kategori baik, kerena siswa sudah meresakan pembelajaran menggunakan modul pembelajaran IPA terpadu berbasis masalah, yaitu diawalai dengan menyajikan fenomena yang dapat membuat siswa merumuskan masalah, mencari referensi dan mencari solusi permasalahan, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, menyiapkan laporan dan mengemukakan laporan di depan kelas dan siswa saling memberi masukan tentang solusi permasalahan yang dipecahkan, serta siswa merefleksi selama kegiatan pembelajaran dan menyimpulkan hasil kegiatan pembelajaran serta secara jujur memperbaiki pemecahan masalah. Keseluruhan langkah pembelajaran dapat membuat siswa menjadi aktif, kritis dan menemukan konsp IPA sendiri karena adanya eksperimen, materi dan soal pada modul mudah dipahami siswa karena dilakukan sendidri oleh siswa.

Pertemuan berikutnya siswa diberi posttest untuk mengetahui peningkatan

keterampilan berpikir kritis siswa setelah dilaksanakan pembelajaran

menggunakan modul IPA terpadu materi bunyi berbasis masalah (Problem

BasedLearning), siswa diberi posttest dengan soal yang sama dengan pretest.

Setelah data nilai pretest dan posttest didapatkan, kemudian nilai tersebut

dianalisis dan diperoleh hasil seperti yang disajikan pada tabel 4.10 yang

(33)

commit to user

dan posttest kemudian dianalisis menggunakan N-gain. Hasil N-gain dapat

dilihat pada lampiran 4. Dari hasil N-gain didapatkan 0,71 menunjukkan

keterampilan berpikir kritis siswa mengalami peningkatan dengan kategori tinggi.

Nilai pretest dan posttest juga dianalisis dan memperoleh hasil seperti

yang disajikan pada tabel 4.11. Tabel 4.11 menunjukkan distribusi

keterampilan berpikir kritis siswa. Hasi pretest menunjukkan bahwa siswa

kurang kritis. Sedangkan hasil posttest siswa mempunyai kriteria kritis. Hasil

pretest dan posttest kemudia dihitung N-Gain setiap aspek keterampilan berpikir kritisnya. Hasil N-Gain dari setiap aspek keterampilan berpikir kritis disajikan pada tabel 4.11.

Tabel 4.11 menunjukkan setiap aspek keterampilan berpikir kritis mengalami peningkatan. Peningkatan setiap aspek keterampilan berpikir kritis pada kategori sedang dan tinggi. Aspek mengevaluasi mengalami peningkatan yang lebih tinggi, kemudian aspek sintesis, aspek analisis, aspek menyimpulkan, dan yang paling rendah peningkatannya aspek memecahkan masalah. Kurangnya keterampilan berpikir kritis siswa pada aspek memcahkan masalah disebabkan karena siswa belum terbiasa diterapkan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran menggunakan modul.siswa juga jarang diberi pembelajaran yang disertai dengan eksperimen, sehingga dalam melakukan eksperimen masih memerlukan bimbingan guru.

Hasil pretest dan posttest diuji prasyarat yaitu dengan menggunakan uji

normalitas dan uji homogenitas. Uji prasyarat ini digunakan sebagai dasar untuk uji selanjutnya. Hasil ujinya menunjukkan data terdistribusi normal dan homogen sehingga dapat disimpulkan uji selanjutnya menggunakan uji parametrik untuk mengetahui peningkatan keterampilan berpikir kritis siwa.

Uji parametrik yang digunakan yaitu uji paired t-test. Pengolahan data statistik

dengan progam PASW statistic 18 diperoleh hasil Paired Sample Correlations

signifikansi 0,001 dibawah 0,05, berarti ada perbedaan keterampilan berpikir kritis siswa sebelum dan setelah menggunakan modul IPA terpadu materi

(34)

commit to user

ini menunjukkan bahwa penggunaan modul berbasis masalah dapat meningkatkan (mempengaruhi) keterampilan berpikir kritis siswa. Hal ini

diperkuat dengan pendapat Tan cit Rusman (2012: 229) bahwa pembelajaran

berbasis masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi.

Hasil belajar kognitif pada penelitian ini dilihat dari nilai posttes siswa.

Pada akhir pertemuan setelah siswa mendapat pembelajaran menggunakan

modul IPA terpadu berbasis masalah (Problem Based Learning) materi bunyi

siswa diberi posttes. Dari hasil posttes dapat terlihat bahwa siswa tuntas dalam

pembelajaran, ketuntasan siswa dilihat dari ketercapaian nilai kriteria ketuntasan minimum (KKM) yaitu 75, sebanyak 93% siswa mencapai KKM. Data selengkapnya dapat dilihat pada lamiran 4. Ketuntasan siswa dalam pembelajaran menunjukkan bahwa modul pembelajaran IPA terpadu berbasis

masalah (Problem Based Learning) materi bunyi efektif digunakan dalam

pembelajaran. f. Respon siswa

Setelah dilakukan pembelajaran menggunakan modul IPA terpadu materi

bunyi berbasis masalah (Problem Based Learning), seluruh siswa kes VIII B

diberi angket untuk mengetahui respon dari siswa. Angket yang diberikan kepada siswa pada uji pemakaian sama dengan angket yang diberikan kepada siswa pada uji coba terbatas. Hasil respon siswa pada uji coba lapangan skor rata-ratanya yaitu 4,19 dari skor rata-rata maksimum 5,0 dan hasil respon siswa dalam katergori baik, sehingga dengan kata lain modul IPA terpadu materi

bunyi berbasis masalah (Problem Based Learning) baik digunakan dalam

pembelajaran. g. Respon Guru

Penilaian respon guru terhadap modul dinilai setelah kegiatan belajar

mengajar materi bunyi berbasis masah selesai. Deskripsi penilaian guru disajikan pada Tabel 3.11. Berdasarkan Tabek 3.11 hasil dari penilaian guru pada uji coba pemakaian didapatkan jumlah skor 21 dari skor maksimum 25 dengan kriteria baik, sehingga dapat disimpulkan bahwa modul termasuk

(35)

commit to user

dalam kriteria baik, dengan kata lain modul IPA terpadu materi bunyi berbasis

masalah (Problem Based Learning) sudah baik digunakan dalam pembelajaran.

Hasil analisis lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 4. 4. Tahap Disseminate

Tidak ada revisi pada uji coba pemakaian, tahap selanjutnya adalah

penyebaran modul IPA terpadu materi bunyi berbasis masalah (Problem Based

Learning). Modul disebarkan kepada 4 guru IPA SMP Propinsi Lampung. Penyebaran dilakukan pada 2 guru IPA SMP Negeri 2 Bandar Mataram, MTS Jami’atul Ummah Bumi Nabung, SMP Negeri 2 Tumijajar. Setelah diberikan modul IPA terpadu materi bunyi berbasis masalah, guru-guru diberikan angket untuk mengetahui respon guru terhadap modul yang telah dikembangkan. Hasil respon guru terhadap modul yang telah dikembangkan dalam kategori sangat baik dilihat dari jumlah skor dari seluruh guru yaitu 94 dari skor maksimum 100, dan komentar dari guru-guru adalah kegiatan pembelajaran sudah sesuai dengan judul yang berbasis masalah, desain cover dan gambar sangat baik, lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4. Hal ini sama dengan yang dilakukan oleh Sukardiyono dan Yeniristya (2013) dalam penelitiannya disseminate dilakukan dengan mensosialisasikan hasil penelitian ke guru IPA yang lain, dengan harapan guru IPA tersebut mau mengimplementasikan hasil penelitian dalam proses pembelajaran dikelas.

C. Temuan Lapangan

Penerapan modul IPA terpadu materi bunyi bernasis masalah (Problem

Based Learning) yang dilaksanakan di kelas VIII SMP Negeri 4 Kota Madiun dengan menghasilkan temuan antara lain:

1. Siswa memperoleh pengalaman secara langsung melalui kegiatan eksperimen

tentang materi bunyi. Dan siswa antusias dalam pembelajaran yang disertai dengan eksperimen.

2. Siswa dapat mengetahui aplikasi bunyi dalam kehidupan sehari-hari. Baik

pada alat yang sering dijumpai di rumah, alat kesehatan maupun alat-alat kesenian.

Gambar

Tabel 4.1 Hasil Analisis Pengungkap Kebutuhan Guru
Gambar 4.1 Bagan kegiatan siswa saat pelaksanaan uji coba pemakaian modul MengerjakanPretest
Tabel 4.3 Latar Belakang Validator
Tabel 4.4 Hasil Masukan dari Validator
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Pajak penghasilan terkait pos-pos yang akan direklasifikasi ke laba rugi 0 PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN TAHUN BERJALAN SETELAH PAJAK.. TOTAL LABA (RUGI) KOMPREHENSIF TAHUN

Seyogyanya suatu perkembangan bisnis juga harus diikuti dengan perkembangan hukum yang mengaturnya, namun di Indonesia bisnis franchise ternyata tidak diikuti dengan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, diketahui terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara peserta didik yang diajarkan dengan menggunakan model

a) Penelitian ini berguna untuk memenuhi salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Jurusan

Hipotesis H4 adalah Pendapatan asli daerah berpengaruh terhadap Belanja Daerah dengan pemoderasi Dana bagi Hasil berdasarkan uji t yang dilakukan didapat Pendapatan asli daerah

Hasil penelitian menun- jukkan bahwa: (1) pemahaman guru Matematika SMP di Kota Yogyakarta terhadap KTSP dalam kategori cukup baik; (2) perencanaan pembelajaran

Dari pengolahan data yang sudah dilakukan dengan metode boosting yaitu adaboost , terbukti dapat meningkatkan akurasi algoritma C4.5 pada German Credit Card. Data yang

Tersedia waktu 120 menit untuk mengerjakan 40 soal yang terdiri dari 4 pilihan jawaban dengan cara menghitamkan bulatan pada pilihan jawaban yang paling benar..